4 Representasi Warna Dalam Bahasa Dan Budaya [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ZĞƉƌĞƐĞŶƚĂƐŝtĂƌŶĂĂůĂŵĂŚĂƐĂĚĂŶƵĚĂLJĂ Laelah Azizah Universitas Negeri Makassar (UNM) [email protected]



ABSTRACT Different cultures have different terms for colors, and may also assign some color names to slightly different parts of the spectrum: for instance, the Chinese character (rendered as qīng in Mandarin and ao in Japanese) has a meaning that covers both blue and green; Similarly, languages are selective when deciding which hues are split into different colors on the basis of how light or dark they are. A Russian will make the same red-pink and orange-brown distinctions, but will also make a further distinction between sinii and goluboi, which English speakers would simply call dark and light blue. However, Brent Berlin and Paul Kay, in a classic 1969 study of world wide color naming have argued that these differences can be organized into a coherent hierarchy, and that there are a limited number of universal "basic color terms" which begin to be used by individual cultures in a relatively fixed order. Their analysis a comparison of color words in 20 languages from around the world. Their analysis showed that, in a culture with only two terms, the two terms would mean roughly 'dark' (covering black, dark colors and cold colors such as blue) and 'bright' (covering white, light colors and warm colors such as red). All languages with three colors terms would add red to this distinction. Additional color terms added in a fixed order: green and/or yellow; blue; brown; and orange, pink, purple and/or gray. All languages with six color terms use "black", "white", "red", "green", "blue" and "yellow", which roughly correspond to the sensitivities of the retinal ganglion cells, leading Berlin and Kay to argue that color naming is not merely a cultural phenomenon, but is one that is also constrained by biology, Key words : Colors, culture, color name PENDAHULUAN Perbedaan budaya di dunia ini memberikan pola perbedaan pada warna, dan juga dapat menjadi penanda beberapa nama warna, yang sangat berbeda dari spektrum warna pada umumnya. Penyebutan warna juga dipergunakan untuk menerapkan hubungan antara berbagai bahasa yang berbeda dengan kebudayaan. Spektrum warna secara fisik adalah sesuatu yang tidak terputus. Kumpulan spektrum warna pecah dan kemudian warna-warna tersebut diberi nama, seperti hijau, biru, kuning, merah, dan sebagainya. Sebagai contoh Karakter warna China (sebagai qing dalam bahasa Mandarin dan ao dalam bahasa Jepang) yang keduanya meliputi warna biru dan hijau. Ada juga pola yang kontemporer seperti lan dan lu dalam Mandarin. Sedang pola warna hijau untuk orang Jepang midori (klasik Jepang), midoru (untuk daun), guriin (yang berasal dari ’green’ bahasa Inggris). Kadang juga dijumpai suatu kasus yaitu kesulitan untuk mengungkapkan atau menerjemahkan suatu penyebut warna dari suatu bahasa ke bahasa lain tanpa mengalami perubahan



20



Dinamika Kebudayaan Vol. XI No. 1, 2009



makna yang berarti. Misalnya dalam bahasa Inggris, warna coklat (brown) dan bahasa Prancis (brun). Di Jepang, ’traffic light’ yang mempunyai beberapa warna (merah, kuning, hijau) seperti pada negara lain, tetapi mereka tidak menyebut-nya seperti warna pada negara lainnya. Untuk warna hijau dinamai juga sama dengan warna biru, ”aoi” karena hijau gabungan dari biru, mirip juga variasi jenis buah-buahan dan sayuran seperti appel hijau, hijau shiso (lawan dari appel merah dan merah shiso) digambarkan dengan kata ”oai”. Salah satu aspek yang menarik adalah cara penyebutan warna dalam suatu bahasa. Apakah penamaan warna dilakukan secara arbriter (acak) atau mengikuti suatu pola umum. Apabila mengikuti suatu pola tertentu bagaimana karateristiknya dan mengapa terdapat pola tersebut. Terdapat dua hal yang menarik mengenai penyebutan warna. Pertama, adanya hubungan antara tingkat penyebutan dengan perkembangan masyarakat setempat. Spektrum warna merupakan suatu fakta yang obyektif dan tidak menunggu penyelasan kognetif dari orang yang melihatnya, karena aspek kognetif untuk



setiap orang dimanapun sama dalam menangkap spektrum warna tersebut dan dengan cara yang sama pula. Kedua, apabila seorang penutur bahasa diminta untuk mengidentifikasikan suatu bagian dari warna, maka penutur tersebut akan melihat bahwa salah satu sistim dari suatu bahasa lebih mudah untuk dimanipulasi dibanding dengan lainnya. Tidak mudah untuk membuat garis pemisah yang tegas antara berbagai bagian spektrum warna, misalnya cara memisahkan warna kuning dengan orange dan antara biru dan hijau. (Wardhaugh 1998). NEUROFISIOLOGI WARNA Pengetahuan lintas linguistik dari terminologi warna menjadi sesuatu yang menjadi kasus paradigma untuk menunjukkan efek dari keseluruhan isi biologi dari kategorisasi manusia di dunia. Warna telah lama menjadi hal yang disenangi pada bagian semantik untuk dapat menelusuri hubungan bahasa dan pikiran. Kategori warna dasar dapat langsung berasal dari pola-pola respon syaraf yang digarisbawahi pandangan tentang warna (Kay and McDaniel dalam Foley 1999:150). Meramalkan kategori komposisi warna dari bahasa-bahasa dunia dari sifat-sifat pandangan warna yang terlepas dari budaya dan bahasa, sifatsifat biologi yang dalam kenyataannya terlepas dari pengalaman manusia per se tersebar luas dalam jenis lain dari pada homo (Kay dalam Foley 1969:150). Jadi isi kesemestaan dalam kategori warna adalah dasar langsung (primata) cara kerja syaraf dan ini berhubungan dengan ditemukannya sistem pemberian nama warna dalam bahasa-bahasa dunia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil kerja syaraf manusia adalah tetap bagi seluruh ras dan populasi seperti Homo dan tidak ada hasil kerja syaraf individu. Semua warna yang kita lihat adalah kombinasi dari enam warna dasar: merah (red), kuning (yellow), hijau (green), biru (blue), putih (white) dan hitam (black). Dapat dilihat dengan jelas variasi tiga dimensi warna: hue (warna warni), saturation (kejenuhan), dan brightness (cemerleng). Jadi warna turquoise adalah kombinasi biru dan hijau, tapi tidak ada kombinasi dan kombinasi kuning dan biru. Tidak semua warna mempunyai hue, seperti hitam dan putih, tingkat diatasnya adalah abu-abu. Ada perbedaan signal dalam warna, pilihan merah-hijau dan kuning-biru. Hubungan antara subsitem warna dan syaraf belum tetap tapi kadang



diterima secara umum. Ada tiga tingkatan inti sel : gelombang panjang, sedang dan pendek. Hasil ketiga tipe ini diatur oleh tingkatan syaraf berpikir yang tinggi karena retina dapat membandingkan. Ada perbedaan warna asli dan warna ’campuran’. Asli biru jika sub-sistem kuning–biru mengisyaratkan ’biru’ dan subsistem merah-hijau adalah netral. Turquoise mengisyaratkan bukan ’merah dan bukan ’hijau’. Jika kedua warna kuning-biru dan merah hijau subsistemnya adalah netral menghasilkan putih, hitam dan hijau dan ketiga subsistem pada warna cemerlang juga berlaku, menurut ahli syaraf pola-pola untuk warna cemerlang ’putih’ dan warna murung ’hitam’ dengan ’abu- abu diantaranya. WARNA DAN PANJANG GELOMBONG Dengan latar belakang kerja syaraf manusia dalam pikiran dan pandangannya terhadap warna, kita melihat kembali pada antropologi linguistik, khususnya cara kerja kategori warna yang dihubungkan dengan bahasa. Panjang gelombang yang berbeda-beda diinterpretasikan oleh otak manusia sebagai warna, dari warna merah mempunyai panjang gelombang terpanjang (frekuensi paling rendah) hingga ke ungu dengan panjang gelombang terpendek (frekuensi paling tinggi) yaitu 400 – 700 milimicrons. Frekuensi-frekuensi perantaraan dilihat sebagai jingga, kuning, hijau, biru, dan, secara konvensionalnya, indigo. Frekuensi-frekuensi yang dapat dilihat oleh manusia disebut sebagai ultraungu (UV) pada frekuensi tinggi, dan inframerah (IR) pada yang rendah. Walaupun manusia tidak dapat melihat IR, namun kita dapat merasakannya melalui reseptorreseptor kulit. Kamera yang mengesan IR dan menukarnya dengan cahaya nampak disebut kamera night-vision. Sinar UV tidak dapat dirasakan oleh manusia dengan cara yang agak lambat, yaitu penyerapan berlebihan terhadap kulit, cahaya UV dapat menyebabkan kulit terbakar, tetapi ada sejenis serangga, seperti lebah,yang dapat melihat sinar UV, demikian juga pada ular kapak, dapat melihat IR dengan menggunakan lubang-lubang yang terdapat pada kepalanya. Cahaya putih pada matahari yang kita lihat, sebenarnya terdiri dari tujuh warna yaitu: Merah, Jingga, Kuning, Hijau, Biru, Biru tua (Indigo), dan Ungu. Apabila ketujuh warna ini bercampur, menghasilkan cahaya putih. Warna-warna dalam cahaya putih matahari dapat dipecahkan dengan



Dinamika Kebudayaan Vol. XI No. 1, 2009



21



menggunakan prisma menjadi jalur warna. Jalur warna ini dikenali sebagai spektrum. Peme-cahan cahaya putih pada spektrum ini dikenal sebagai penyebaran cahaya. Pelangi ialah spektrum yang terbentuk secara spontan dan terbentuk setelah hujan, saat cahaya matahari dipantulkan oleh tetesan air hujan. Titisan air hujan bertindak sebagai prisma yang memancarkan cahaya matahari menjadi tujuh warna. Spektrum warna terbentuk karena cahaya yang berlainan warna terbias pada sudut yang berlainan. Cahaya ungu yang terpancar paling banyak, kemudian cahaya merah terpancar paling sedikit. Warna-warna spektrum dapat digabungkan dengan menghasilkan cahaya putih dengan menggunakan dua prisma. WARNA DALAM BAHASA DAN BUDAYA Brent Berlin dan Paul Kay (1969) meneliti penamaan warna di dunia, dan menemukan bahwa perbedaan ini diatur ke dalam tingkatan hirarki yang berhubungan dan bahwa ada batas sejumlah warna umum ”pola warna dasar” (basic color terms), yang mana digunakan menjadi penggunaan pada individu dalam tingkatan yang jelas. Analisisnya didasari dengan perbandingan dari kata kata warna dalam 20 bahasa dari seluruh dunia. Untuk menyeragamkan warna dasar, kata-kata menjadi monoleximik, hijau (green), tapi bukan hijau muda (light green) atau hijau hutan (forest green). Warna bagi beberapa suku bangsa mempunyai pengertian yang berbeda, hal ini dapat disebabkan oleh lingkungan dan budayanya. Bahasa sebagai lambang dari warna banyak dikaitkan dengan alam sekitarnya, dan juga dipengaruhi oleh falsafah hidup masyarakatnya. Pemberian nama atau istilah warna merupakan bagian kosa kata dari suatu bahasa. Analisis antar budaya saja yang dapat memberikan korelasi yang bermakna sehingga dapat dimengerti pengaplikasian nama-nama warna tersebut. Pada beberapa bahasa, mempunyai dua nama yang berbeda untuk dimensi warna yang sama, Seperti pada bahasa Inggris, perbedaan warna dari warna tua ke warna lebih terang, misalnya merah (red) dan merah muda (pink) atau orange (jingga) dan brown (coklat), atau dengan mudahnya mengatakan biru tua (dark blue) dan biru muda (light blue), seperti Rusia mempunyai 2 jenis penamaan warna biru yaitu goluboj (biru terang-warna langit) dan sinij (biru tua), dan di Hongaria warna merah dikenal dengan piros (merah terang) dan voros (merah tua). Sedangkan pemberian nama pada bahasa lain juga



22



Dinamika Kebudayaan Vol. XI No. 1, 2009



ada yang membagi menjadi dua pola seperti pada suku Dani di Papua yaitu mili dan mola. Mili (hitam, coklat tua dan semua warna tenang seperti kehijauan dan kebiruan). Mola (putih dan warna panas,seperti merah, kuning, orange, ungu, merah muda dan coklat muda, seperti warna kulit orang Eropah). Penamaan warna dan sumber warna pada beberapa suku biasanya diambil dari alam sekitar seperti masyarakat Toraja misalnya mempunyai ukiran warna-warni pada rumah adat (Tongkonan) dan Lumbung padi (Alang Sura) yang sarat dengan lambang atau simbol makna hidup orang Toraja, hubungan manusia dan penciptanya, dengan alam kosmos dan hubungan dengan sesama (lolo Tau), dengan hewan/ ternak (lolo Patuoan) dan dengan tanaman (lolo tananan). Warna ukiran diambil dari alam dan bersimbol apa yang ada di alam ini, seperti merah, kuning, putih diperoleh dari tanah liat tertentu dan warna hitam didapat dari jelaga (hitam arak pada periuk) atau dalam batang pisang muda. Sedang pada kain tenunan Toraja juga mengenal warna hijau dan biru selain warna-warna pada ukiran. Bahan warna diambil dari kulit pelepah (pa’pak) dan biji-bijian. Pada masyarakat suku Bugis Makassar, yang pada umumnya adalah petani, memberi nama pada warna yang mereka kenal, dari apa yang mereka dapatkan dalam kehidupan sehari-hari, misalnya kuning (unnyi), ungu (langko lame), orange (ridi ittello – bahasa Bugis) dan (rappo tokno – bahasa Makassar), hijau (moncongbulo) dan hijau tua (moncambulo tai tedong), Kata-kata juga terbentuk dari “pola warna dasar” dalam bahasa Inggris, tapi warna seperti maroon dan magenta juga abstrak yang tidak berdasarkan warna dasar, yang hanya berdasarkan bahasa ibu yang terlalu spesifik, atau tingkatan bawah dari warna warni ke lebih tinggi dari ’warna dasar’ pada kasus merah (atau barangkali purple). Penggambaran kata-kata warna adalah kata-kata yang digunakan berdasarkan obyek atau fenomena dari warna itu. Kata-kata "Salmon", "rose", "saffron", dan "lilac" dalam bahasa Inggris karena mereka menggunakan sebagai kata-kata warna adalah berdasarkan warna alam dari irisan ikan salmon. Bunga mawar (rose), dan warna bunga blossom (lilac). Kadang penggambaran warna merupakan tingkatan gabungan dari pola warna dasar (Salmon dan Rose, kedua nya masuk dalam Hues/ warna warni dari pink). Dalam bahasa Jepang pink adalah ”momoiro” (dari warna peach) dan abu-abu juga sama ”haiiro” atau ”nezumiiro” (dari abu), Orang



Jepang juga mengadopsi warna ”pinku” (dari pink) dan ’guree’ (dari gray). Warna dalam kehidupan manusia mempunyai makna yang berbeda, namun warna juga dapat bermakna universal seperti hitam, hitam sering digunakan pada saat berkabung, hitam juga sering digunakan dengan konotasi negatif, dengan berbagai alasan, tetapi dengan penjelasan yang dapat diterima dan umum. Warna hitam sama dengan malam dianggap oleh manusia sebagai sesuatu yang negatif dan berbahaya. Alasan kedua adalah karena bintikbintik kotor dapat dilihat dengan jelas, khususnya pada bahan-bahan yang berwarna pucat. Pada bahasa Hanunoo Melayu-Polynesian mempunyai empat pola sistem warna yaitu birru (dark, black, blue), lagtiq (light/white), raraq (red) dan Latuy (yellow/green). Demikian pula pada kehidupan adat-istiadat Gorontalo, khususnya dalam upacara pernikahan masyarakat Gorontalo, walaupun agak berbeda tetapi juga menggunakan empat warna utama, yaitu merah, hijau, kuning emas, dan ungu. Warna merah dalam masyarakat adat Gorontalo bermakna keberanian dan tanggung jawab; hijau bermakna ‘kesuburan, kesejahteraan, kedamaian, dan kerukunan’; kuning emas bermakna kemuliaan, kesetian, kebesaran ‘, dan kejujuran’; sedangkan warna ungu bermakna ‘keanggunanan dan kewibawaan’. Pada umumnya masyarakat adat Gorontalo enggan mengenakan pakaian warna coklat karena coklat melambangkan ‘tanah’. Karena itu, bila mereka ingin mengenakan pakaian warna gelap, maka mereka akan memilih warna hitam yang bermakna ‘keteguhan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa’, dan Warna putih bermakna ‘kesucian atau kedukaan’. Karena itu, mayarakat Gorontalo lebih suka mengenakan warna putih bila pergi ke tempat perkabungan atau kedukaan atau ke tempat ibadah (masjid). Biru muda sering dikenakan pada saat peringatan 40 hari duka, sedangkan biru tua dikenakan pada peringatan 100 hari duka. Pada kebudayaan-kebudayaan barat yang berdasarkan kelas, kulit "pucat" menunjukkan kelas atas, dan pekerja intelektual, bertentangan dengan pekerja-pekerja kasar di ladang yang berkulit gelap. Aspek-aspek pertentangan hitam/putih bukannya di negara barat, tetapi juga adanya perbedaan warna, yang sesuai dengan kastanya. Penulis-penulis Afrika, Afro-Caribbean dan African-Amerika, memperdebatkan bahwa dualisme baik buruknya yang dikaitkan dengan warna putih dan hitam telah memberikan konotasi yang tidak seimbang pada



metafora warna untuk ras. SIMPULAN Hasil penelitian Berlin dan Kay memperlihatkan adanya hal yang cukup subtansi dalam penamaan warna melalui banyaknya perbedaan bahasa. Temuan itu mengenal warna dasar: hitam, abu-abu-hijau, putih, merah muda, jingga, kuning, hijau biru, ungu dan coklat. Saat ini setiap bahasa yang alami mempunyai dua sampai dua belas dari pola warna dasar. Inggris misalnya sebelas warna dasar, Rusia dan Italia mempunyai duabelas. Perbedaan biru dan azure, bukan berarti bahasa Inggris tidak dapat menggambarkan perbedaan dari kedua warna ini, tapi dalam bahasa Inggris azure bukan warna dasar karena dapat dikatakan light blue (biru muda), sementara pink (merah muda) adalah warna dasar karena orang tidak mengatakan light red (merah muda). Sementara batasan dalam sejumlah pola-pola warna dasar antara bahasa dapat dilihat pada warna terang sebagai perbedaan yang jelas, namun ada pengecualian bagamana pola warna dasar. Sebagai pengecualian, warna dengan pola dua warna dasar hitam/gelap dan putih/terang, warna merah selalu jadi warna berikutnya, dan hasil dari temuan pada warna dapat dikenal penamaannya melalui budaya yang ada pada masyarakat tersebut. . DAFTAR PUSTAKA Duranti A. 1997. Linguistic Antropology. Cambridge University Press. Foley, William ,1999, Atrophological Linguistics, Oxford, Basil Blackwell Kramsch, Claire, 1998, Language and Culture, Oxford University Press. http//ms.wikipedia.org/ wiki/ cahaya http//ms.wikipedia.org/wiki/hitam http//www.toraja.go.id/ web mail http//wwwflash.com/forum Wardhaugh, R , 1987, An Itroduction to Sociolinguistic, Basil Blackwell, Oxford. UK



Dinamika Kebudayaan Vol. XI No. 1, 2009



23