5.1. Buku Saku Osteoarthritis Lutut [PDF]

  • Author / Uploaded
  • Lala
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

EDISI PERTAMA



BUKU SAKU



OSTEARTHRITIS LUTUT



ACHMAD ZAKI



UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA



CELTICS PRESS



BUKU SAKU OSTEOARTHRITIS LUTUT Diterbitkan oleh: Celtics Press Jalan Wijaya No.5 Lembang, Bandung 40391 0856 2434 2230 / 0812 90 76 76 26 Bekerja sama dengan: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Hak cipta dilindungi undang-undang Dilarang mengutip, memperbanyak dan menerjemahkan sebagian atau seluruh isi buku tanpa izin tertulis dari penerbit Penulis: dr. Achmad Zaki, M. Epid., SpOT. Ilustrator: Abdilla Apriyandi, S.Seni Desain Sampul: Richard Chandra, dr Penata Isi: Muhammad Mukhlis F. A.. dr



Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT): Zaki, Achmad. 2013. Buku Saku Osteoarthritis Lutut. Cetakan Ke-1, Bandung: Celtics Press. 70 hlm, 14 x 21 Cm ISBN: 978-602-7889-21-7



“Dalam tubuh manusia terdapat 360 ruas tulang yang harus dikeluarkan sedekahnya untuk setiap ruas tulang tersebut.” Para sahabat bertanya : “ Siapakah yang mampu melaksanakan seperti itu, ya Rasulullah ?” beliau bersabda : “ Dahak yang ada di masjid lalu dipendam ke tanah, membuang sesuatu gangguan dari tengah jalan, maka itu berarti sebuah sedekah. Akan tetapi jika tidak mampu melakukan hal itu semua, cukuplah engkau mengerjakan 2 rakaat sholat dhuha.“ HR Ahmad 21920



KATA PENGANTAR Assalamualaikum Wr, Wb,



Dengan mengucap Alhamdulillahirobbil’alamin, akhirnya Buku Saku Ostearthritis Lutut dapat diterbitkan. Osteoarthritis saat ini menjadi salah satu penyakit tidak menular terkait muskuloskeletal yang banyak ditemukan di masyarakat. Meningkatnya usia harapan hidup masyarakat Indonesia mengakibatkan semakin banyaknya penduduk usia lanjut. Sehingga semakin berkembang pula penyakit degeneratif. Bertambahnya aktivitas keseharian masyarakat terutama segmen menengah (middle-class society) tanpa diiringi perbaikan pada pola hidup sehat, juga menjadi salah satu faktor risiko bertambahnya insiden Osteoarthritis di masyarakat. Sehingga menjadi suatu keharusan bagi seorang dokter untuk dapat mengidentifikasi, mendiagnosis dan selanjutnya memberikan terapi secara paripurna sesuai tahap rujukan pada pasien-pasien dengan masalah osteoarthritis. Semoga buku kecil ini dapat memotivasi, menginspirasi, memandu, dan mengarahkan sejawat dalam menangani pasien osteoarthritis



4



Kami ucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu tersusunnya buku saku ini. Khususnya pada Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah mendukung baik moral maupun materiil sehingga dapat diterbitkannya buku saku Osteoarthritis Lutut edisi pertama ini. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) UIN Jakarta bertujuan mencetak dokter muslim yang paripurna. Penyakit terkait sistem muskuloskeletal termasuk didalamnya Osteoarthritis lutut, dapat mengakibatkan terganggunya pelaksanaan ibadah seorang muslim sebagai tujuan dari penciptaan manusia. Wa ma khalaqtul jinna wal insa illa liya’budun “Dan tidaklah diciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah (kepada Allah swt)” QS 51 : 56



Sehingga merupakan keniscayaan bagi seorang dokter muslim pada khususnya untuk berusaha dengan segala daya dan upaya, melakukan tatalaksana suatu masalah kesehatan secara komprehensif, sehingga pasien tersebut dapat kembali beribadah secara sempurna. Mohon maaf bila ada kesalahan dan ketidaksesuaian yang mungkin ditemukan. Kritik, usulan , dan saran dari sejawat sekalian sangat membantu kami dalam penulisan buku ini. Terima kasih dan selamat bekerja. Khairunnasi ‘anfauhum linnas Wa’alaikumsalam wr.wb, dr. Achmad Zaki, M.Epid, SpOT



5



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR......................................................................... 4 DAFTAR ISI....................................................................................... 6 PENDAHULUAN...............................................................................7 BAB I.................................................................................................. 9 DEFINISI.................................................................................................... 9 ANATOMI ............................................................................................... 11 FISIOLOGI SENDI LUTUT......................................................................... 12 INSIDEN.................................................................................................. 17 ETIOLOGI................................................................................................ 18 KLASIFIKASI OA....................................................................................... 18 PATOFISIOLOGI....................................................................................... 21 GEJALA DAN TANDA KLINIS.................................................................... 26 DIAGNOSIS BANDING............................................................................. 32 BAB 2 TINDAKAN PREVENTIF.................................................. 35 PENCEGAHAN PRIMER........................................................................... 35 PENCEGAHAN SEKUNDER...................................................................... 37 BAB 3 PENGOBATAN KOMPREHENSIF................................... 38 TATA LAKSANA NON-OPERATIF.............................................................. 40 Edukasi........................................................................................... 40 Fisioterapi dan Terapi Fisik............................................................ 40 Mengurangi Beban........................................................................ 41 Obat-obatan analgesik.................................................................. 42 Penggunaan NSAID dan Aspirin dosis rendah.............................. 44 Terapi Intra-Artikuler..................................................................... 46 TATA LAKSANA OPERATIF....................................................................... 48 Artroskopi...................................................................................... 50 Osteotomi...................................................................................... 51 Artroplasiti..................................................................................... 51 Artrodesis...................................................................................... 52 PEDOMAN TATA LAKSANA OSTEOARTHRITIS (AAOS)............................ 52 BAB 4 SUPLEMENTASI UNTUK OSTEOARTRITIS................ 57 OBAT-OBAT PENUNJANG DAN ALTERNATIF........................................... 57 Glukosamin............................................................................................ 58 Kondroitin.............................................................................................. 60 INDEX.............................................................................................. 64



6



PENDAHULUAN Osteoarthritis (OA) merupakan penyakit peradangan sendi yang paling sering ditemukan. Diperkirakan 15% dari seluruh populasi terkena dampak penyakit ini. OA dianggap merupakan suatu kondisi kegagalan organ (sendi sinovium) dibandingkan suatu kondisi penyakit kartilago atau tulang. Saat ini OA merupakan salah satu dari 10 penyakit penyebab disabilitas di negara berkembang. Insiden dan prevalensi OA semakin meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Pandangan dan pemahaman yang benar terhadap gejala dan tanda OA sangat penting bagi seorang dokter, untuk menghindari misinterpretasi dari penyakit ini. Kesalahan diagnosis dapat mengakibatkan terapi yang tidak diperlukan atau tidak tepat. Pemberian terapi Non-Steroid AntiInflammation Drugs (NSAID) pada kerusakan mekanis yang terjadi pada OA dapat efektif mengurangi gejala, namun tidak dapat menghentikan proses yang mendasari terjadinya OA tersebut. Sehingga diperlukan terapi multi-modalitas untuk dapat mengatasi masalah terkait OA secara paripurna. Berbagai modalitas terapi saat ini banyak tersedia, termasuk



7



yang tergolong dalam kategori Complementary and Alternative Medicine (CAM). Namun tentunya seorang klinisi harus berpedoman pada Evidence Based Medicine (EBM) dalam memberikan terapi. Dalam hal ini, cara pandang seorang klinisi dalam penatalaksanaan OA, baik pencegahan, diagnostik dan terapi adalah hal yang penting. Daftar pustaka



1. Solomon, Louis, et.al. Apley’s System of Orthopaedics and Fractures. 8th Ed. Oxford University Press Inc, 2001. 2. Salter, Robert B. Textbook of Disorders and Injuries of the Musculoskeletal System. 3rd Ed. Lippincott Williams & Wilkins, 1999. 3. Marie L Misso, Veronica J Pitt, Kay M Jones, et al. Quality and consistency of clinical practice guidelines for diagnosis and management of osteoarthritis of the hip and knee:a descriptive overview of published guidelines



8



BAB



1



1. DEFINISI



Osteoarthritis (OA) (dari kata latin osteo : tulang, arthro : sendi, itis: inflamasi) merupakan proses terjadinya inflamasi kronik pada sendi sinovium, dan kerusakan mekanis pada kartilago sendi dan tulang. Berlangsungya proses perlunakan dan disintegrasi tulang rawan sendi secara progresif, disertai dengan pertumbuhan baru tulang dan tulang rawan pada perbatasan sendi (osteofit). Terjadinya pembentukan kista dan sklerosis pada tulang sub-chondral, disertai sinovitis ringan dan fibrosis kapsuler. Kasus OA seringkali disebut sebagai penyakit weight-bearing joint (misal pinggul dan lutut). Karena sebagian besar pembebanan pada sendi sinovium bukan dari massanya melainkan dari kontraksi pada otot periartikular. Suatu kondisi yang juga dapat mengakibatkan gangguan pada otot periartikular. Karenanya kasus OA lebih tepat dianggap sebagai penyakit load-bearing joint. Semua pasien memiliki sendi yang berisiko mengalami OA, namun peluang untuk terjadinya OA tergantung kepada abnormalitas struktur, dan kemampuan untuk melindungi sendi dari tekanan mekanis yang berlebihan.



9



1



Gambar 1. Anatomi Sendi Lutut (Properti Pribadi)



10



1 Kata Kunci : • •







OA adalah penyakit gangguan sendi tersering Merupakan kondisi kronik dari sendi sinovium yang menyebabkan nyeri dan kaku dan kadang dengan inflamasi dan pembengkakan Hasil dari hilangnya kartilago dan termasuk juga struktur dari sendi



2. ANATOMI



Sendi adalah penghubung 2 tulang agar dapat digerakkan. Sendi terdiri atas beberapa struktur diawali dengan: 1. Sendi synovial (diatrodial) terletak pada ujung dari dua tulang yang saling berhubungan. 2. Kartilago artikular yang sangat halus (friksi minimal) menutupi ujung tulang yang saling meluncur satu sama lain. Dapat terjadi cedera yang menyebabkan rasa nyeri, degenerasi dan disfungsi 3. Tulang Subkondral: tulang tebal penyokong dan terdapat



langsung



dibawah



kartilago



artikular.



Gambaran pada foto polos x-ray berupa radio-opaque dan memiliki hipodense (hitam) pada MRI 4. Synovium: membran dalam yang memanjangi kapsula sendi; penghasil cairan synovial (filter plasma); plica (lipatan) synovial terbuat nomal namun dapat menjadi patologik.



11



1 5. Kapsula : bagian lapisan luar, mengelilingi dan menyokong ujung kedua tulang pada orientasi yang tepat; penebalan pada kapsul (ligamentum kapsular) menjaga stabilitas sendi 6. Cairan synovial : plasma ultrafiltrasi ; mengandung asam hialuronik, lubrikan, proteinase, dan kolagenase; fungsi: 1. Lubrikasi sendi, 2. Nutrisi untuk kartilago artikular (Meniskus, TFCC), 3. Evaluasi laboratorium penting untuk penilaian proses intraartikular. 7. Lain-lain : sendi kadang memiliki struktur tambahan, termasuk ligamentum (ACL, PCL), tendon (bisep, popliteal), penyokong struktur (meniscus, TFCC, diskus artikularis). Kartilago 1. Hialin: terdapat di kartilago artikular pada sendi synovial, mengandung kolagen tipe II. 2. Serat Kartilago: terdapat di meniscus, TFCC, diskus



vertebral,



diskus



artikulars



(sendi



akromikroklavikular); mengandung kolagen tipe I. (Netter’s concise orthopedic anatomy 2nd ed., Basic science, 2010. Pg. 16) 3. FISIOLOGI SENDI LUTUT



Sendi lutut merupakan sendi yang sangat kompleks, yang dapat bergerak dan memungkinkan seseorang berjalan, dan



12



1 juga dapat menahan beban tubuh dalam proporsi yang besar. Sendi lutut dikatakan sebagai sendi engsel karena struktur dan lingkup gerak sendi yang menyerupai engsel. Fungsi dasar sendi lutut adalah: 1. Memberikan stabilitas untuk tumpuan berat badan; 2. Memungkinkan terjadinya mobilitas/gerakan pada tungkai; 3. Meneruskan/mentransmisi beban dari tubuh bagian atas dan paha ke tungkai bawah. Gerakan yang dapat dilakukan oleh sendi lutut adalah fleksi dan ekstensi, dan pada beberapa posisi tertentu, rotasi eksternal dan internal juga dapat dilakukan. Gerakan rotasi sendi lutut dapat terjadi saat sendi sedikit fleksi. Gerakan ini terjadi terutama antara tibia dan meniskus, dan paling bebas bergerak saat tungkai bawah fleksi pada sudut tertentu terhadap paha. Posisi istirahat/netral sendi lutut adalah sedikit fleksi (10°). Pada posisi ekstensi penuh, atau saat posisi berdiri, sendi lutut bersifat lebih rigid/kaku karena kondilus medial tibia, yang lebih besar daripada kondilus lateral, berada di depan kondilus femoral medial, sehingga mengunci sendi. Langkah pertama gerakan fleksi dari sendi lutut yang ekstensi penuh adalah membuka kunci sendi atau rotasi internal. Gerakan ini terjadi karena kerja otot popliteus, yang berasal dari sisi lateral kondilus lateral femur, melewati kapsul sendi di



13



1 bagian posterior, dan masuk di belakang proksimal tibia. Lingkup gerak sendi lutut berkisar 0-140°. Saat tubuh berdiri dalam posisi tegak, berat badan akan menumpu pada garis vertikal yang akan jatuh melewati tepat bagian tengah sendi lutut. Hal itu menyebabkan terjadinya overekstensi sendi lutut. Namun hal ini dapat dicegah dengan adanya daya tegang dari ligamen krusiatum anterior, popliteal oblik, dan kolateral. Gerakan fleksi dan ekstensi sendi lutut berbeda dengan tipikal sendi engsel lainnya, karena pada sendi lutut: a. aksis saat sendi bergerak tidak tetap, tetapi berpindah ke depan saat gerakan ekstensi dan ke belakang saat gerakan fleksi; b. awal gerakan fleksi dan akhir gerakan ekstensi juga diikuti oleh gerakan rotasi yang berkaitan dengan fiksasi tungkai pada posisi yang memberikan stabilitas optimal. Otot utama yang bekerja pada sendi lutut adalah: a. ekstensor  otot quadriceps femoris (rektus femoris, vastus medialis, vastus lateralis, vastus intermedialis); b. fleksor  otot hamstring, yang dibantu oleh otot gracilis, gastrocnemius, dan sartorius; c. rotator medial  otot popliteus.



14



1 Ekstensi tungkai pada paha merupakan hasil kerja otot quadriceps femoris. Sedangkan gerakan fleksi dihasilkan oleh kerja otot biceps femoris, semitendinosus, dan semimembranosus, yang dibantu kerja otot gracilis, sartorius, gastrocnemius, popliteus, dan plantaris. Gerakan rotasi eksternal dapat terjadi karena otot biceps femoris, dan rotasi internal disebabkan oleh otot popliteus, semitendinosus, semimembranosus, sartorius, dan gracilis. Otot popliteus bekerja terutama pada permulaan gerakan fleksi sendi lutut. Karena kontraksi otot tersebut, tungkai akan bergerak rotasi internal, atau apabila tibia dalam posisi terkfiksasi, paha akan bergerak rotasi eksternal. Gerakan rotasi sendi lutut dapat terjadi karena adanya gerakan berputar antara proksimal tibia dengan kondilus femoral dan pergeseran meniskus yang mengikuti gerakan kondilus femoral. Rotasi sendi lutut hanya dapat terjadi apabila sendi lutut dalam keadaan fleksi. Luas lingkup rotasi eksternal lebih besar daripada rotasi internal. Gerakan rotasi eksternal dibatasi oleh tegangan pasif otot popliteus. Saat pergerakan terjadi, meniskus juga ikut bergeser dan bergerak ke posterior saat gerakan fleksi dan ke anterior saat gerakan ekstensi. Saat gerakan rotasi, meniskus akan mengikuti gerakan kondilus femoral. Pergeseran meniskus akan bertambah apabila sendi dalam kondisi menahan beban.



15



1 Stabilitas sendi lutut bergantung pada kekuatan otot dan ligamen yang menyusunnya. Dari kedua organ tersebut, otot merupakan faktor yang lebih penting. Apabila otot quadriceps femoris terbentuk baik, maka fungsi sendi lutut akan terjaga meskipun ada cedera ligamen. Ligamen memberikan kekuatan dan stabilitas pada sendi lutut. 1. Ligamen kolateral medial  memberikan stabilitas di dalam sendi lutut; 2. Ligamen kolateral lateral  memberikan stabilitas di luar sendi lutut; 3. Ligamen krusiatum anterior  membatasi rotasi dan gerakan tibia ke depan, stabilisasi anteromedial sendi lutut saat ekstensi; 4. Ligamen krusiatum posterior  membatasi gerakan tibia ke belakang dan stabilisasi anterolateral sendi lutut saat fleksi. Patella berfungsi sebagai protektor sendi dan mengurangi friksi antara tulang dan otot penyusun sendi lutut. Selain itu, patella juga dapat meningkatkan tumpuan mekanik otot quadriceps. Meniskus berfungsi sebagai shock-absorber dan bantalan sendi lutut. Meniskus dapat menahan beban sampai 40-70% dari beban yang diberikan pada sendi lutut. Meniskus juga memberikan struktur tibial plateau yang lebih dalam/kokoh sebagai bagian dari stabilitas sendi. Selain meniskus, terdapat cairan sendi sinovial yang juga berfungsi



16



1 sebagai shock-absorber dan mengurangi friksi. Bursa sendi juga memiliki fungsi untuk mengurangi friksi saat sendi lutut bergerak. Daftar Pustaka



1. Gray, Henry. Anatomy of the Human Body. 20th Edition. New York: Bartleby.com, 2000. 2. Ellis, Harold. Clinical Anatomy. 11th Edition. Oxford: Blackwell Publishing Ltd, 2006. 3. Chai, Huei-Ming. The Knee Complex. Downloaded from http://www.pt.ntu.edu.tw/hmchai/Kines04/ KINlower/Knee.htm (September 29th,2013). 4. Quinn, Elizabeth. Knee Anatomy and Physiology. Downloaded from http://sportsmedicine.about. com/od/kneepainandinjuries/a/Knee_Anatomy.htm (September 29th,2013). 5. Anonymous. Anatomy of the Knee and Its Function. Downloaded from http://pain.com/ librar y/2011/11/10-anatomy -knee- function/ (September 29th,2013). 4. INSIDEN



Penyakit degeneratif merupakan tipe artritis tersering dibanding penyakit artritis lainnya. Di Amerika, diperkirakan orang berumur di atas 60 tahun, 25% perempuan dan 15% pria akan memiliki gejala yang berkaitan dengan penyakit sendi degeneratif. Setelah berumur di atas 5 tahun, lebih dari 80% wanita dan pria akan terkena.



17



1 5. ETIOLOGI



a. Umum, berbagai macam OA dimulai dengan masalah mekanik pada sendi. b. OA merupakan manifestasi dari upaya penyembuhan sendi dan memperbaiki biomekanik abnormal sendi. c. Proses OA dapat menyebabkan nyeri sendi tetapi sering mengarah ke kondisi stabil, nyeri sendi yang minimal.



6. KLASIFIKASI OA



OA diklasifikasikan sebagai OA primer (idiopatik) dan OA sekunder karena sebab lain. OA primer (idiopatik) merupakan OA yang terjadi akibat proses degeneratif yang berlangsung seiring bertambahnya usia. Proses perusakan tulang rawan sendi ini dapat dipercepat pada orang-orang yang mempunyai faktor risiko genetik, ataupun pada orang-orang yang aktivitasnya mempergunakan sendi-sendinya secara berlebihan. Obesitas merupakan salah satu faktor risiko yang mempercepat degenerasi pada sendi-sendi weight-bearing, terutama pada sendi lutut. OA primer dapat terlokalisir pada sendi-sendi tertentu, dan biasanya digolongkan sesuai sendi yang terkena dampaknya, misalnya OA lutut, OA sendi panggul, OA sendi tangan dan



18



1 kaki. Jika OA primer melibatkan beberapa sendi, maka dapat disebut sebagai OA generalisata primer. OA dapat terjadi sekunder akibat adanya penyakit, deformitas, ataupun mekanisme trauma yang mengubah microenvironment pada sendi dan mempercepat kerusakan dari tulang rawan sendi. Kondisi-kondisi yang dapat menyebabkan OA sekunder antara lain: Masalah



Kasus



Kelainan kongenital pada sendi



• clubfeet • displasia sendi panggul



Infeksi dari sendi



• septik artritis, TBC sendi



Inflamasi non-spesifik pada sendi



• artritis rheumatoid • ankylosing spondylitis



Artritis metabolik



• gout, pseudogout



Hemartrosis berulang



• Hemophilia



Trauma pada sendi



• fraktur mayor • robekan meniscus • trauma minor berulang (stress okupasional pada sendi)



Deformitas/ malalignment pada sendi



• genu valgum • genu varum



Instabilitas sendi



• robeknya atau laxity dari ligamen, • subluksasi • kapsul sendi yang teregang



19



1 Faktor Patogenik Osteoartritis



Diagram 1. Faktor Patogenik Osteoarthritis (Netter’s concise orthopedic anatomy 2nd ed., Basic science, 2010.)



20



1 7. PATOFISIOLOGI



Komposisi matriks ekstraseluler pada tulang rawan sendi berperan penting dalam menyokong fungsi sendi sebagai penahan beban mekanik. Degradasi komponen matriks merupakan mekanisme utama terjadinya OA, dimana terjadi kerusakan matriks ekstraselular pada tulang rawan sendi, sehingga tidak dapat lagi berfungsi sebagaimana mestinya.



Gambar 2. Skema Patofisiologi OA Kartilago Artikular



Perubahan awal biokimia pada penyakit sendi degeneratif selalu diawali dari kartilago artikular, dimana hilangnya proteoglikan dari matrix sehingga kartilago melunak (chondromalacia) dan hilangnya elastisitas normal yaitu kemampuannya untuk shock absorbing. Ditambah kandungan kolagen berkurang sehingga mudah terjadi friksi dari fungsi sendi. Hal ini menyebabkan lapisan tangensial kartilago



21



1 berakselerasi dan bagian vertikal dalamnya berpisah, dengan konsekuensinya terjadi fissuring dan fibrillation. Karakteristik fenomena pada OA banyak disebabkan aktivitas selular dan metabolik pada kartilago, tidak saja bertambah selularitas sel tetapi kondrosit tua sekali lagi mengalami pemisahan melewati proses mitosis sel. Hal ini mengaktifkan kondrosit mensintesa proteoglikan dan kolagen lebih cepat. Namun, kandungan proteglikan berkurang karena kerusakan progresif oleh protease lisosomal (cathepsin) dan metaloproteinase netral seperti kolagenase. Pada bagian tengah permukaan sendi lutut, dimana letak stress dan friksi paling besar, tulang subkondral mengalami eburnasi dan hipertrofi. Eburnasi adalah suatu proses dimana permukaan sendi yang harusnya dilapisi oleh kartilago artikuler, namun kartilago tersebut terkikis sampai tulang subkondral. Sehingga tulang subkondral menjadi permukaan sendi, yang kemudian menjadi halus dan mengkilat seperti gading. Proses hipertrofi tulang subkondral akan memberikan gambaran radiografik densitas tinggi (sklerotik). Sedangkan pada bagian pinggir/perifer permukaan sendi lutut, stress yang diterima minimal. Hal ini menyebabkan tulang subkondral menjadi atrofi dan nampak gambaran radiografik densitas rendah (osteoporotik). Redistribusi



stress



biomekanik



pada



sendi



akan



menyebabkan remodeling tulang subkondral. Tulang akan terkikis pada bagian sentral tetapi terdeposit (oleh osifikasi



22



1 endokondral lapisan dalam kartilago) di bagian perifer. Kejadian demikian akan memperparah inkongruenitas sendi dan siklus degenerasi. Oleh sebab tersebut di atas tulang subkondral merupakan patogenik mayor penting pada OA. Pada OA awal, dimana ditandai dengan stasis meduler aliran darah, pembengkakan vena dan hipertensi intraosseus. Tekanan yang berlebihan dan beban yang tinggi, terutama pada sendi yang menjadi tumpuan beban tubuh seperti panggul, akan menyebabkan fraktur mikro (fraktur mikro dalam kalsifikasi tulang rawan dan kerusakan pada tulang rawan artikular hialin dan tulang subkondral, dan terbentuknya lesi kistik pada sumsum tulang subkondral). Hal ini dikarenakan adanya degenerasi mukoid dan fibrinosa jaringan lokal akibat mikrofraktur trabekula. Vaskularitas yang meningkat karena reaksi tulang dalam ruang tertutup tersebut menjadi faktor penyebab timbulnya keluhan nyeri. Studi lainnya mengatakan bahwa pada fraktur tulang berkaitan dengan pengaktifan kembali pusat sekunder penulangan (osifikasi), dan osifikasi endokondal, dan keduanya menyebabkan penipisan tulang rawan artikular hialin dari bawah dan karena itu keduanya memainkan peran penting dalam etiopatogenesis kerusakan struktural OA.



23



1



Gambar 3. Mekanisme Osteoartritis – faktor kausal (a) pada sendi normal gaya didistribusikan secara merata. Gambar selanjutnya menunjukan 3 cara kartilago dapat rusak : (b) deformitas meningkatkan stress pada area yang terlokalisasi dengan beban terkonsentrasi pada satu titik; (c) kartilago yang sudah melemah akibat penyakit tidak dapat menahan tahanan walaupun beban normal.; (d) jika tulang subartikular tidak normal, maka tidak dapat menopang kartilago secara adekuat. Membran Sinovial dan Kapsul Fibrosa



Fragmen kecil dari kartilago mati yang terlepas dapat mengambang di cairan sinovial sebagai benda asing (loose bodies). Namun biasanya fragmen tersebut cenderung menempel pada membran sinovial sehingga menyebabkan reaksi hipertrofi dan efusi sinovial. Cairan sinovial pada kondisi efusi demikian mengandung musin yang lebih tinggi



24



1 dan memberikan gambaran viskositas yang meningkat. Kapsul fibrosa akan menebal dan fibrotik, yang akan menyebabkan keterbatasan gerak sendi.



Gambar 4. Perbandingan kondisi lutut normal dan kondisi Osteoarthritis Lutut Daftar Pustaka



1. Wieland HA, Michaelis M, Kirschbaum BJ, Rudolphi KA. Osteoarthritis-an untreatable disease?  Nat Rev Drug Discov. 2005;4(4):331-344.



25



1 2. Salter, Robert B. Textbook of Disorders and Injuries of the Musculoskeletal System. 3rd Ed. Lippincott Williams & Wilkins, 1999.



8. GEJALA DAN TANDA KLINIS Gelaja klinis



Diagnosis klinis dari OA umumnya meliputi rasa nyeri dan kekakuan pada sendi, disertai mobilitas sendi yang berkurang, tanpa adanya presentasi sistemik seperti demam. (Creamer & Hochberg, 1997; Goncharov, 2011). Keterlibatan pada sendi melibatkan beberapa pola yang berbeda, gejala klinis dapat berasal dari satu atau dua sendi weightbearing joints (sendi panggul atau sendi lutut), pada sendi interfalangeal (terutama pada wanita) atau pada sendi apapun yang pernah mengalami trauma atau deformitas (misalnya displasia kongenital osteonekrosis atau fraktur intra-articular). Riwayat keluarga juga sering ditemukan pada pasien dengan OA poliartikular. Nyeri sendi adalah gejala yang paling sering timbul. Rasa nyeri tersebut dapat terlokalisir, diffuse, atau bahkan referred pain di tempat yang jauh, misalnya nyeri pada OA sendi panggul juga dapat dirasakan hingga sendi lutut. Nyeri biasanya timbul perlahan-lahan dan memberat dalam dalam hitungan bulan ataupun tahun. Rasa nyeri tersebut bertambah berat dengan



26



1 aktivitas fisik dan membaik dengan istirahat. Pada stadium lanjut, nyeri yang hebat bahkan dapat dirasakan saat istirahat. Sumber rasa nyeri dapat berasal dari radang pada sinovium, periosteum, ligamen, atau otot, ataupun tekanan pada tulang subkondral akibat kongesti vascular akibat dan hipertensi intraosseus. Nyeri tidak berasal dari tulang rawan karena struktur tersebut avaskuler dan sangat sedikit mendapat suplai saraf. Kekakuan pada sendi sering ditemukan pada OA. pada stadium awal penyakit, rasa kaku sering timbul pada periode pasien sedang inaktif, misalnya dirasakan pada saat bangun tidur, namun durasi kaku sendi tersebut lebih singkat artritis reumatoid. Seiring dengan waktu, kekakuan sendi dapat menjadi progresif dan konstan. Bengkak sendi dapat terjadi secara intermitten (menandakan adanya efusi sendi) ataupun kontinyu (dengan penebalan kapsuler atau osteofit besar) Deformitas dapat berasal dari kontraktur kapsular atau instabilitas sendi, tapi selalu ingat bahwa deformitas dapat terjadi sebelum OA dan sekaligus dapat menjadi faktor yang berkontribusi terhadap terjadinya OA. Penurunan fungsi sendi seringkali merupakan gejala yang menyebabkan distress pada pasien. Kaki menjadi pincang, kesulitan dalam naik tangga, ketidakmampuan berjalan jauh, atau keterbatasan untuk melakukan aktivitas sehari-hari dapat menjadi alasan pasien untuk mencari pertolongan medis.



27



1 Tanda Klinis



a. Pembengkakan sendi: sendi perifer (terutama jari-jari tangan, pergelangan, lutut, dan jari-jari kaki). Terjadi akibat efusi. b. Tell-tale scars menandakan adanya abnormalitas sebelumnya, dan muscle wasting menandakan adanya disfungsi sendi dalam jangka waktu yang lama. c. Deformitas mudah ditemukan pada sendi yang terekspose, misalnya pada sendi lutut atau sendi metatarsofalangeal pada ibu jari kaki. Deformitas pada sendi panggul seringkali tidak terlihat. d. Nyeri tekan lokal sering ditemukan, dan pada cairan sendi superfisial, synovial thickening atau osteofit dapat ditemukan. e. Pergerakan sendi terbatas pada arah tertentu dan kadang dengan nyeri pada gerak sendi yang ekstrim f. Krepitasi dapat dirasakan pada sendi (paling sering pada sendi lutut) ketika menggerakkan sendi secara pasif. g. Instabilitas sendi sering ditemukan pada stadium lanjut dari destruksi komponen sendi, tapi juga dapat dideteksi pada stadium awal dengan tes khusus. Instabilitas dapat terjadi akibat hilangnya lapisan tulang atau tulang rawan, kontraktur kapsular asimmetris, dan/atau kelemahan otot.



28



1 h. Sendi-sendi lain harus selalu diperiksa, untuk mencari tanda-tanda kelainan sistemik. Pemeriksaan terhadap sendi lain juga membantu untuk mengetahui apakah adanya problem tambahan terhadap sendi utama yang mengalami OA (misalnya adanya lumbar stiffness, atau instabilitas sendi lutut yang memperberat kondisi OA pada sendi panggul). i. Kemampuan untuk menjalani aktivitas sehari-hari harus dinilai.. Gambaran radiologis tidak selalu berkorelasi dengan derajat nyeri ataupun kapasitas fungsional pasien. Yang harus dinilai misalnya apakah pasien dengan OA lutut dapat naik turun tangga, atau bangkit dengan mudah dari kursi, apakah pasien menjadi pincang atau menggunakan walking stick.



TANDA – TANDA CARDINAL OSTEOARTHRITIS • • • • •



Penyempitan ruang sendi Sklerosis subchondral Osteofit marginal Kista subchondral Bone remodelling



29



1 Tabel 1. Etiologi Nyeri Sendi pada pasien dengan osteoarthritis (OA) Jaringan



Mekanisme Nyeri



Tulang subkondral



Hipertensi medular, mikrofraktur



Osteofit



Peregangan saraf tepi di periosteum



Ligamen



Peregangan



Enthesis



Inflamasi



Kapsula Sendi



Inflamasi, distensi



Otot periartikular



Spasme



Sinovium



Inflamasi



Secara radiografis, OA didefinisikan menurut kriteria Kellgren-Lawrence. Sistem ini membagi OA menjadi 5 level dari 0 hingga 4, berdasarkan ada tidaknya osteofit, penyempitan celah sendi, kista, deformitas, dan sklerosis. (Kellgren & Lawrence, 1963). Magnetic resonance imaging (MRI) juga merupakan metode diagnostik visual yang lebih sensitif daripada gambaran radiografis konvensional (Huner & Felson, 2006). Pemeriksaan Radiologi pada penderita OA menggunakan kriteria penilaian Kellgren-Lawrence Grading Scales sebagai berikut:



30



1 Tabel 2.1 Kellgren-Lawrence Grading Scales untuk penilaian derajat OA



Kelas Klasifikasi 0 I



Normal



Deskripsi Tidak tampak OA



Meragukan Penyempitan ruang sendi masih meragukan dan kemungkinan lipping osteophytic



II



Ringan



Osteofit definitif – ruang antar sendi normal



III



Sedang



Multipel osteofit sedang Penyempitan ruang antar sendi Beberapa sklerosis dan kemungkinan deformitas kontur tulang.



IV



Berat



Osteofit besar Penyempitan ruang sendi yang terlihat jelas Sklerosis berat Deformitas kontur tulang



31



1 9. DIAGNOSIS BANDING



Definisi



Osteoarthritis



Rheumatoid Arthritis



Penyakit sendi kronik, pelunakan progresif kronik diikuti pertumbuhan kartilago dan tulang pada margin sendi (osteofit) dan fibrosis kapsular.



Penyakit autoimun menyebabkan inflamasi sendi seluruh tubuh menyebabkan fatigue dan nyeri. Sinovitis kronik dan formasi pannus mengakibatkan degenerasi permukaan artikular dan destruksi sendi pada akhirnya.



Kekakuan Pagi/setelah periode



Lebih panjang (>60menit) pada pagi hari



Gejala terlokalisir



Ya, terbatas pada sendi yg terkena



Tidak



Nyeri



Memburuk dengan aktivitas / setelah penggunaan lama (khususnya aktivitas beban berat)



Memburuk setelah tidak beraktivitas lama; biasanya membaik dengan aktivitas



Tanda



Perabaan dapat hangat, nyeri sendi, deformitas tidak progresif



Hangat, nyeri sendi hebat dengan deformitas progresif (deviasi jari-jari ulnar)



Kadang-kadang



Sering



Nyeri Tekan



Tidak biasa



Hampir seluruh ruang sendi terekspos



Inflamasi



Tidak biasa



Sering



tidak bergerak; < 30 menit



Simetris



32



1 Instabilitas



Kadang-kadang; Tidak Sering menekuk/instabilitas sendi berakibat menurunnya ROM dan jatuh.



Penyakit multi system



Tidak



Sering fatique, demam, kedinginan, turun berat badan, mulut dan mata kering



Radiologi



Kallgren Lawrance Grading Scale



Penyempitan ruang sendi Osteopenia Erosi tulang/ sendi



Diagnosa banding lainnya yang perlu diingat yaitu pada kasus gout yang merupakan penyakit deposisi kristal urat monosodium di sendi/sinovium. Dari hasil laboratorium didapatkan peningkatan serum asam urat, analisa synovial: Kristal birefingrent negatif. Gout mempunyai tanda tipikal yaitu artritis monoartikular (MTPJ pertama,unilateral); gejala dapat self-limiting. Tatalaksana berupa pemberian indometasin (NSAID) dan kolkisin.



33



1 Algoritma Penilaian pasien dengan nyeri sendi



(Patient Safe Care, 2002)



34



BAB TINDAKAN



2



PREVENTIF 1. PENCEGAHAN PRIMER



OA merupakan penyakit sendi yang insidennya meningkat seiring dengan usia. Namun, ada beberapa faktor risiko yang dapat memicu terjadinya OA atau mempercepat progresivitas kerusakan tulang rawan sendi. Beberapa faktor risiko OA meliputi: Faktor risiko sistemik: 1. Genetik: beberapa individu memiliki kelainan genetik dengan kerusakan tulang rawan sendi yang lebih progresif dibandingkan individu lainnya 2. Penuaan:



dimana



memperlihatkan



kartilago



berkurangnya



menua, selularitas,



menurunnya konsentrasi proteoglycan, dan menghilangnya elastisitas. 3. Jenis kelamin: OA lebih sering ditemukan pada wanita



35



2



TINDAKAN PREVENTIF



Faktor risiko lokal: 1. Obesitas 2. Cedera/ operasi 3. Cedera stress repetisi 4. Gangguan mekanik akibat adanya kondisi yang



melatarbelakangi



(pasca



trauma,



displasia sendi, pekerjaan, densitas tulang, obesitas, terkait pekerjaan dengan beban berat, obesitas, dll)



Sebagai pencegahan primer dari OA maka beberapa hal yang harus diperhatikan adalah mencegah faktor-faktor risiko tersebut untuk berkembang menjadi kerusakan tulang rawan sendi yang permanen. Daftar Pustaka:



1. Sujata Sovani M Shawn P. Grogan. Osteoarthritis. Detection, Pathophysiology, and Current/ Future Treatment Strategies. 2. Salter, Robert B. Textbook of Disorders and Injuries of the Musculoskeletal System. 3rd Ed. Lippincott Williams & Wilkins, 1999.



36



TINDAKAN PREVENTIF 2. PENCEGAHAN SEKUNDER



Bagi pasien-pasien yang sudah menderita OA, ada beberapa latihan



dan



edukasi



yang



direkomendasikan



untuk



mengurangi gejala dan memperbaiki kualitas hidup. 1. Latihan terapeutik dengan beban yang ringan direkomendasikan untuk mempertahankan luas gerak sendi dan menguatkan otot-otot disekeliling sendi yang mengalami OA. 2. Untuk



OA



lutut



direkomedasikan



penurunan



berat badan. Hal ini berguna untuk mengurangi progresivitas OA sekaligus juga berguna untuk kesehatan 3. Edukasi pasien untuk dapat memahami kondisi penyakit mereka, dan menganjurkan untuk terus aktif dan mempertahankan mobilitasnya, karena bila sendi tidak digunakan akan dapat menyebabkan imobilitas lebih lanjut. Sumber:



1. Usatine RP, Smith MA, Mayeaux EJ, Chumley H, Tysinger J. 2009. The Color Atlas of Family Medicine. McGraw Hill.



37



2



3 B BA



PENGOBATAN KOMPREHENSIF



Sampai saat ini belum ada terapi spesifik untuk penyakit sendi degeneratif. Hal ini dikarenakan lesi patologisnya berkaitan dengan proses penuaan dan cenderung progresif dan permanen. Tata laksana OA tergantung dari sendi yang terlibat, stadium penyakit, tingkat keparahan gejala, usia pasien dan kebutuhan fungsi keseharian pasien. Prinsip dasar tata laksana OA: 1. 2. 3. 4. 5.



6. 7. 8. 9.



10.



Untuk membantu pasien memahami dasar perjalanan penyakit; Untuk memberikan dukungan psikologis; Untuk mengontrol nyeri; Untuk menekan reaksi inflamasi (pada membran sinovial); Untuk mendorong pasien menjadi aktif secara fisik sesuai dengan kemampuan agar mempertahankan fungsi sendi dan mencegah deformitas; Untuk memperbaiki deformitas yang terjadi; Untuk meningkatkan fungsi; Untuk memperkuat otot yang lemah; Menghindari over-treatment dengan obat farmakologis yang berpotensi bahaya bagi pasien; dan Untuk merehabilitasi pasien secara individual.



38



PENGOBATAN KOMPREHENSIF Sampai saat ini, belum ada obat-obatan yang dapat mengobati efek dari OA. Tata laksana yang diberikan bertujuan simtomatik. Secara garis besar, tata laksana OA bertujuan untuk: (1) menjaga kemampuan bergerak dan kekuatan otot; (2) melindungi sendi dari overload beban; (3) menghilangkan nyeri; dan (4) modifikasi aktivitas sehari-hari. Secara garis besar, tata laksana OA dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu tata laksana non-operatif dan operatif. Jenis tata laksana OA sangat beragam dan dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Modalitas tata laksana Osteoartritis. Tata Laksana Non-Operatif Modalitas Non-Farmakologis Modifikasi gaya hidup Edukasi Modifikasi aktivitas Penurunan berat badan Penggunaan alat bantu berjalan Rehabilitasi Penggunaan sepatu dan orthosis Penggunaan brace Modalitas Farmakologis Analgesik Obat anti-inflamasi nonsteroid (NSAID/OAINS) Analgesik topikal Terapi intra-artikuler Kortikosteroid Hyaluronat



Tata Laksana Operatif Artroskopi, debridement, lavage Osteotomi Tibial Femoral Artroplasti Unicondylar knee replacement Total knee replacement Artrodesis Artroplasti reseksi Defek fokal kondral simtomatik Artroskopi, debridement, lavage Teknik stimulasi sumsum tulang Implantasi kondrosit autologus Autograft atau allograft osteokondral Transplantasi meniscal allograft



39



3



3



PENGOBATAN KOMPREHENSIF 1. TATA LAKSANA NON-OPERATIF Edukasi



Intervensi yang paling penting pada kasus OA adalah edukasi. Nyeri dan disabilitas merupakan hal yang paling dominan pada pasien OA, dan dapat ditangani dengan program edukasi yang baik. Literatur mengatakan bahwa edukasi pasien OA dapat meningkatkan pola hidup sehat, status kesehatan, dan penggunaan alat bantu pada pasien.



Fisioterapi dan Terapi Fisik



Dasar tata laksana pada kasus awal adalah fisioterapi, yang ditujukan untuk menjaga mobilitas sendi dan meningkatkan kekuatan otot. Program latihan fisik terapeutik juga telah terbukti dapat meningkatkan kemampuan fungsional dan memberikan efek analgesik pada pasien OA. Program yang diberikan dapat berupa latihan aerobik dan latihan penguatan otot lokal. Tetapi harus selalu diingat untuk menghindari aktivitas yang meningkatkan loading impact. Modalitas lain dapat berupa pemijatan dan pemberian energi panas. Namun modalitas ini hanya dapat mengurangi nyeri dan bertahan untuk waktu singkat, sehingga terapi perlu dilakukan berulang. Hal-hal penting yang berhubungan dengan latihan fisik terapeutik untuk pasien OA panggul dan lutut adalah:



40



PENGOBATAN KOMPREHENSIF (1) terapi latihan fisik harus disesuaikan secara individu dan terpusat pada pasien dengan mengingat faktor usia, komorbiditas, dan mobilitas keseluruhan; (2) agar efektif, program latihan harus meliputi edukasi untuk mendukung perubahan pola hidup positif dengan peningkatan aktivitas fisik; (3) latihan fisik berkelompok atau individual terhitung sama efektif, tergantung kenyamanan pasien; (4) kepatuhan merupakan prediktor utama outcome jangka panjang; (5) strategi untuk meningkatkan dan menjaga kepatuhan harus digunakan; dan (6) peningkatan kekuatan otot dan proprioseptif karena program latihan dapat memperlambat progresi OA



Mengurangi Beban



Kondisi overweight atau obese merupakan faktor risiko penting terjadinya OA pada ekstremitas bawah. Studi epidemiologi menunjukkan bahwa penurunan berat badan berhubungan dengan menurunnya risiko timbulnya gejala OA lutut. Melindungi sendi dari beban yang berlebihan dapat memperlambat rusaknya kartilago. Hal ini juga efektif untuk mengurangi nyeri. Tindakan yang dapat dilakukan adalah mengurangi berat badan pada pasien obese, menggunakan sepatu dengan shock-absorbent, dan menghindari aktivitas naik tangga.



41



3



3



PENGOBATAN KOMPREHENSIF Obat-Obatan Analgesik



Menghilangkan nyeri adalah penting, tetapi tidak semua pasien membutuhkan terapi medikamentosa. Obat yang dapat digunakan adalah analgesik sederhana seperti parasetamol. Jika tidak memberikan perbaikan, maka dapat diberikan obat anti-inflamasi non-steroid. OA biasanya tampak sebagai proses inflamasi ketika pasien datang berobat. Hal yang mendasarinya tidak selalu berkaitan dengan inflamasi, melainkan karena proses mekanik. Pasien datang berobat seringkali karena keluhan nyeri dengan atau tanpa inflamasi dan ROM (Range-of-Movement) yang terbatas. Kebanyakan terapi medikamentosa ditujukan untuk respon simtomatik. Tabel 2. Obat-obatan untuk nyeri dan/atau inflamasi. Analgesik Sederhana



Asetaminofen Tramadol



Agen Topikal Nonsteroidal antiinflammatory drugs (NSAID)



Capsaicin



COX-2 selective inhibitors Injeksi glukokortikoid intraartikuler Injeksi asam hyaluronat intraartikuler Analgesik opioid Nutraceuticals



Glukosamin Khondroitinsulfat



Terapi eksperimental



Inhibitor metalloproteinase



42



PENGOBATAN KOMPREHENSIF Tabel 3. Obat anti-inflamasi non-steroid. NSAID



Dosis



Waktu Paruh (jam)



Asam Karboksilat Asam Asetilsalisilat



2.4-6 gram/24 jam dalam 4-5 dosis terbagi



4 – 15



Asam Asetilsalisilat dengan buffer



2.4-6 gram/24 jam dalam 4-5 dosis terbagi



Salisilat dengan lapisan enteric



2.4-6 gram/24 jam dalam 4-5 dosis terbagi



Salsalat



1.5-3 gram/24 jam, dalam 2 dosis terbagi



4 – 15



Diflunisal



0.5-1.5 gram/24 jam, dalam 2 dosis terbagi



7 – 15



Kholin magnesium trisalisilat



1.5-3 gram/24 jam, dalam 2 dosis terbagi



4 – 15



Ibuprofen



4 x 200-400 mg



1.5 – 2



Naproksen



2 x 250-350 mg



13



Fenoprofen



4 x 300-600 mg



3



Ketoprofen



3 x 75 mg



2



Flurbiprofen



2-3 x 100 mg



3–9



Indometasin



3-4 x 25-50 mg



3 – 11



Tolmetin



400 mg, 600 mg, 800 mg, 800-2400 mg/24 jam



1 – 1.5



Sulindac



2-3 x 150-200 mg



13 – 16



Diklofenak



3 x 50 mg, 2 x 75 mg



1–2



Asam Proprionik



Derivat Asam Asetat



43



3



3



PENGOBATAN KOMPREHENSIF Etodolac



2 x 200-300 mg, max 1200 mg/24 jam



2–4



Meklofenamat



3-4 x 50-100 mg



2–3



Asam Mefenamat



4 x 250 mg



2



4 x 10-20 mg



30 – 86



2 x 500 mg, bisa ditingkatkan 1500 mg/24 jam



19 – 30



2 x 100 mg



11



Fenamat



Asam Enolic Piroxicam Naphthylkanones Nabumetone



Coxib Celecoxib



Penggunaan NSAID dan Aspirin dosis rendah



OA biasa terjadi pada usia lanjut (contoh : populasi berisiko MI dan stroke, dan para pengguna low-dose aspirin sebagai terapi pencegahan



propilaksis primer dan sekunder).



Kombinasi aspirin dan NSAID dapat merusak lapisan mukosa gaster dan faktor risiko mayor untuk gastropati, oleh sebab itu indikasi penggunaan gastroprotektif pada pasien dengan OA yang mengkonsumsi NSAID. Pada pemberian analgesik, perlu diingat akan adanya efek samping yang ditimbulkan, seperti berikut: 1. Gastrointestinal a. Mual, muntah, dispepsia, diare, konstipasi.



44



PENGOBATAN KOMPREHENSIF b. Iritasi mukosa lambung, erosi superfisial, ulkus peptikum, adanya darah pada feses. c. Perdarahan gastrointestinal mayor. d. Erosi usus halus; induksi pembentukan diafragma pada usus halus. e. Hepatotoksisitas, hepatitis. 2. Renal a. Glomerulopati, nefritis interstisial, perubahan aliran plasma renal yang menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus; mempengaruhi natriuresis yang diinduksi diuretik; menghambat pengeluaran renin; menyebabkan edema. b. Perubahan fungsi tubuler. 3. Sistem saraf pusat a. Sakit kepala, confusion, halusinasi, reaksi depersonalisasi, depresi, tremor. b. Meningitis aseptik, tinitus, vertigo, neuropati, ambliopia toksik, deposit tranparan kornea transient. 4. Hematologi a. Anemia, depresi sumsum tulang. b. Penurunan agregasi platelet. 5. Hipersensitivitas a. Asma, urtikaria,



ruam,



fotosensitivitas,



sindrom Stevens-Johnson. 6. Lain-lain a. Interaksi obat: obat anti diabetik oral, warfarin, diuretik.



45



3



3



PENGOBATAN KOMPREHENSIF Terapi Intra-Artikuler



Meskipun pemberian steroid intra-artikuler memberikan hasil yang baik pada artritis reumatoid dan artropati inflamasi lain, penggunaannya dalam terapi osteoartritis masih



kontroversial.



Sebagian



besar



ahli



saat



ini



mempertimbangkan terapi kortikosteroid intra-artikuler pada kasus osteoartritis dengan penggunaan yang sesuai dan tepat. Terapi steroid intra-artikuler selalu dianggap sebagai terapi tambahan dari program tata laksana konvensional. Prinsip dasar terapi intrasinovial pada OA adalah memasuki ruang sendi, aspirasi cairan, dan memasukkan suspensi kortikosteroid yang menekan inflamasi dan sangat efektif memberikan rasa nyaman pada pasien untuk jangka waktu yang panjang. Pemberian terapi intra-artikuler, sebaiknya diikuti dengan istirahat total selama 3 hari dan diikuti dengan penggunaan alat bantu berjalan (tongkat, kruk, atau walker) selama 3 minggu untuk jalan jarak jauh. Mengurangi nyeri dengan mempertahankan atau mengembalikan fungsi gerak sendi merupakan tujuan utama terapi. Indikasi pemberian kortikosteroid intrasinovial adalah: 1. Untuk meringankan nyeri dan menekan inflamasi sinovitis. 2. Untuk memberikan terapi tambahan pada satu atau dua sendi yang tidak responsif terhadap terapi sistemik lain.



46



PENGOBATAN KOMPREHENSIF 3. Untuk memfasilitasi program terapi fisik dan rehabilitatif atau prosedur orthopaedi korektif. 4. Untuk mencegah laksitas kapsuler dan ligamen (efusi lutut masif). 5. Untuk memberikan efek sinovektomi medis. 6. Untuk mengobati pasien yang unresponsif atau intoleran terhadap terapi sistemik oral. 7. Untuk mengobati efusi akut yang timbul karena deposisi kristal.



Sedangkan kontraindikasi relatif terapi intra-artikuler adalah: 1. Infeksi (lokal atau sistemik) 2. Terapi antikoagulan 3. Efusi hemoragik 4. Dibetes melitus tidak terkontrol 5. Destruksi dan/atau deformitas sendi tingkat lanjut 6. Overnutrisi ekstrim Komplikasi yang dapat terjadi dari terapi intra-artikuler adalah: 1. Infeksi 2. Radang post-injeksi 3. Sinovitis karena deposisi kristal 4. Atrofi kutaneus (lokal) 5. Artropati steroid (jarang)



47



3



3



PENGOBATAN KOMPREHENSIF Tabel 4. Kortikosteroid yang digunakan untuk injeksi intra-artikuler Jenis



mg/ mL



Dosis



Hydrocortisone tebutate (hydrocortone TBA)



50



25–100



Betamethasone acetate and betamethasone sodium phosphate (Celestone Soluspan)



6



1.5



Methylprednisolone acetate (DepoMedrol)



20



4 – 40



Triamcinolone acetonide (Kenalog 40)



40



5 – 40



Triamcinolone diacetate (Aristocort Forte)



40



5 – 40



Triamcinolone hexacetonide (Aristospan)



20



5 – 40



Tidak semua injeksi intra-artikuler memberikan hasil yang sama pada setiap kasus. Faktor-faktor yang mempengaruhi respon terhadap injeksi intra-artikuler adalah ukuran sendi, volume cairan sinovial, pemilihan preparasi kortikosteroid, dosis dan teknik, tingkat keparahan dan perluasan sinovitis, dan aktivitas setelah injeksi.



2. TATA LAKSANA OPERATIF



Destruksi sendi progresif, dengan nyeri, instabilitas, dan deformitas (terutama pada sendi penahan beban tubuh) yang semakin parah, biasanya membutuhkan tindakan operatif. Tindakan operatif yang efektif untuk salah satu sendi belum tentu sesuai untuk sendi yang lain.



48



PENGOBATAN KOMPREHENSIF Apabila tata laksana OA non-operatif tidak mampu untuk mengatasi nyeri dan fungsi lutut terganggu, intervensi operatif dapat dipertimbangkan. Penentuan waktu dan jenis prosedur yang akan dilakukan membutuhkan keterampilan dan kooperasi yang baik antara pasien dan dokter. Pasien dengan OA simtomatik lanjut dengan keluhan nyeri yang tidak dapat diatasi oleh terapi medis dan aktivitas sehariharinya terbatas secara progresif sebaiknya dipertimbangkan untuk terapi operatif. Tindakan operatif yang dapat dilakukan termasuk artroskopi dan rekonstruksi sendi. Pilihan rekonstruksi sendi adalah osteotomi, replacement, dan artrodesis. Penggantian (replacement) sendi dapat berupa unikopartemen atau total (total knee arthroplasty). Artroskopi biasanya diindikasikan sebagai prosedur pertama pada pasien yang seringkali mengeluhkan nyerri akut atau subakut. Gejala mekanis karena robekan kartilago artikuler yang tidak stabil, robekan meniscus, atau adanya loose bodies merupakan indikasi umum untuk dilakukan artroskopi dan debridement. Untuk mendapatkan prognosis yang baik setelah artroskopi dan debridement, maka syarat pasien adalah tidak boleh ada malalignment, instabilitas ligamen, dan artritis tahap akhir/lanjut. Osteotomi diindikasikan untuk arthritis unikompartemen dengan malalignment atau untuk malunion post-trauma di



49



3



3



PENGOBATAN KOMPREHENSIF sekitar lutut dengan nyeri artritis genu. Artroplasti genu unikompartemen diindikasikan untuk pasien dengan kebutuhan fisik yang tidak terlalu tinggi dan arthritis pada satu kompartemen. Artroplasti (total knee replacement) diindikasikan pada pasien yang bukan merupakan kandidat artroplasti atau osteotomi, pada pasien dengan keterlibatan arthritis yang lebih difus, dan untuk apabila osteotomi atau unicompartmental knee replacement tidak berhasil. Sedangkan artrodesis paling sering diindikasikan untuk pasien yang tidak berhasil dengan artroplasti.



Artroskopi



Pada kasus OA, kartilago artikuler dan sinovium yang berdegenerasi mengeluarkan sitokin proinflamasi (seperti IL-1, TNF-alfa, TGF-alfa). Sitokin tersebut menginduksi kondrosit



untuk



mengeluarkan



enzim



litik



yang



menyebabkan degradasi kolagen tipe 2 dan proteoglikan. Lavage dan debridement per artroskopi dapat membersihkan mediator inflamasi tersebut. Debridement sendi, menghilangkan osteofit, kartilago tags dan loose bodies, dapat memberikan hasil yang cukup memuaskan. Teknik ini sebelumnya sempat ditinggalkan, namun saat ini sudah sering dipakai kembali dalam bentuk artroskopi. Untuk kasus defek kartilago terlokalisir juga dapat dilakukan graft dengan kondrosit autologus.



50



PENGOBATAN KOMPREHENSIF Osteotomi



Jika tanda dan gejala semakin parah, maka pada beberapa sendi (panggul dan lutut) dapat dilakukan osteotomi realignment. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan biomekanik sendi, terutama kesejajarannya. Indikasi ideal untuk tindakan ini adalah pasien usia di bawah 50 tahun dengan genu varus dan osteoarthritis yang terlokalisir di kompartemen medial. Tindakan ini dapat dilakukan jika sendi masih stabil dan mobile, dan gambaran x-ray menunjukkan bagian mayor dari permukaan artikuler (gambaran radiografik celah sendi) masih terjaga baik. Rasa nyeri bisa berkurang secara drastis, hal ini dikarenakan (1) dekompresi vaskuler tulang subkondral, dan (2) redistribusi tekanan beban ke bagian sendi dengan kerusakan lebih sedikit. Setelah redistribusi beban, fibrokartilago dapat tumbuh menutupi tulang yang terekspos.



Artroplasti



Artroplasti atau rekonstruksi sendi terdiri dari artroplasti reseksi dan artroplasti pengganti dengan prosthesis sendi. Untuk OA pada panggul dan lutut, total joint replacement (artroplasti) telah memperbaiki tingkat kualitas hidup jutaan pasien. Tindakan ini diindikasikan pada pasien usia lanjut dengan destruksi sendi progresif. Tindakan yang dilakukan adalah prosedur penggantian permukaan sendi



51



3



3



PENGOBATAN KOMPREHENSIF dengan komponen metal kondiler femur dan lempeng metal polietilen pada proksimal tibia. Artrodesis



Artrodesis atau fusi sendi diindikasikan jika kekakuan sendi dapat diterima pasien dan sendi pada sisi berlawanan diperkirakan tidak akan terkena hal yang sama. Tindakan ini dapat menghilangkan nyeri secara permanen tetapi kehilangan fungsi pergerakan secara permanen. Tindakan ini hanya diindikasikan pada kasus dimana artroplasti tidak dapat dilakukan atau terdapat kontraindikasi.



3. PEDOMAN TATA LAKSANA OSTEOARTHRITIS (AAOS)



Referensi pedoman tata laksana osteoarthritis yang sering diaplikasikan



dalam



praktek



sehari-hari



diantaranya



pedoman yang diterbitkan oleh American Academy of Orthopaedic Surgeons (AAOS). Pedoman terbaru AAOS untuk tata laksana osteoarthritis, berdasarkan prinsip Evidence Based Medicine (EBM) yang dikeluarkan pada tahun 2013, memberikan rekomendasi sebagai berikut: Tata Laksana Konservatif



1. Setiap pasien dengan osteoarthritis lutut simtomatik sangat disarankan mengikuti: • program manajemen diri;



52



PENGOBATAN KOMPREHENSIF • latihan fisik aerobik low-impact dan kekuatan otot; • edukasi neuromuskular; • aktivitas fisik yang sesuai dengan pedoman. 2. Untuk pasien dengan osteoarthritis lutut simtomatik dan indeks massa tubuh ≥25, disarankan untuk mengurangi berat badan. 3. Penggunaan modalitas tata laksana berikut untuk pasien dengan osteoarthritis lutut simtomatik tidak disarankan: a. Akupuntur



b. Agen fisik, termasuk modalitas elektroterapeutik



c. Terapi manual



4. Penggunaan valgus directing force brace (medial compartment



osteoarthritis



unloader) lutut



untuk



pasien



simtomatik



dengan belum



direkomendasikan. 5. Penggunaan sol sepatu yang lebih tebal di sisi lateral untuk pasien dengan osteoarthritis lutut kompartemen medial simtomatik tidak disarankan. 6. Penggunaan glukosamin dan kondroitin untuk pasien dengan osteoarthritis lutut simtomatik tidak direkomendasikan.



53



3



3



PENGOBATAN KOMPREHENSIF Tata Laksana Farmakologi



1. Penggunaan Analgetik a. Penggunaan obat anti inflamasi non-steroid (OAINS/NSAID; oral atau topikal) atau tramadol untuk pasien dengan osteoarthritis lutut simtomatik sangat direkomendasikan. b. Penggunaan asetaminofen, opioid, atau plester penghilang nyeri pada pasien dengan osteoarthritis lutut simtomatik belum dapat direkomendasikan. Tata Laksana Prosedural



1. Penggunaan kortikosteroid intrartikuler untuk pasien dengan osteoarthritis lutut simtomatik belum dapat direkomendasikan. 2. Penggunaan



asam



hyaluronat



pada



pasien



dengan osteoarthritis lutut simtomatik tidak direkomendasikan. 3. Injeksi growth factor dan/atau plasma kaya platelet untuk pasien dengan osteoarthritis lutut simtomatik belum dapat direkomendasikan. 4. Lavage jarum pada pasien dengan osteoarthritis lutut simtomatik tidak disarankan. 5. Artroskopi dengan lavage dan/atau debridement pada



54



PENGOBATAN KOMPREHENSIF pasien dengan diagnosis primer osteoarthritis lutut simtomatik tidak direkomendasikan. 6. Menisektomi parsial per-artroskopi pada pasien dengan osteoarthritis lutut dan robek meniskus belum dapat direkomendasikan. 7. Osteotomi tibia proksimal untuk membentuk valgus pada pasien osteoarthritis lutut kompartemen medial simtomatik boleh dilakukan oleh tenaga medis dengan persyaratan tertentu. 8. Berdasarkan



konsensus,



penggunaan



alat



interposisional free-floating (un-fixed) pada pasien osteoarthritis lutut kompartemen medial simtomatik tidak perlu dilakukan. Rekomendasi di atas tidak bersifat baku dan kaku. Penatalaksanaan



pasien



tetap



harus



berdasarkan



pertimbangan ahli medis dan kondisi pasien itu sendiri serta ketersediaan fasilitas dan kelengkapan layanan kesehatan.



Referensi



1. Solomon, Louis, et.al. Apley’s System of Orthopaedics and Fractures. 8th Ed. Oxford University Press Inc, 2001. 2. Salter, Robert B. Textbook of Disorders and Injuries of the Musculoskeletal System. 3rd Ed. Lippincott Williams & Wilkins, 1999.



55



3



3



PENGOBATAN KOMPREHENSIF 3. Moskowitz, Roland W. et.al. Osteoarthritis: Diagnosis and Medical/Surgical Management. 4th Ed. Lippincott Williams& Wilkins, 2007. 4. American Academy of Orthopaedic Surgeons Board of Directors. Treatment of Osteoarthritis of the Knee, Evidence-Based Guideline 2nd Edition. May 18th,2013.



56



BAB



4



SUPLEMENTASI UNTUK OSTEOARTRITIS



1. OBAT-OBAT PENUNJANG DAN ALTERNATIF



Pasien OA dinilai sebagai pengguna terapi penunjang dan alternatif karena tingginya konsumsi glukosamin. Glukosamin



adalah



amino-monosakarida



dan



salah



satu bahan dasar unit disakarida dari glikosaminoglikan kartilago



sendi.



Kadar



glukosamin



berkurang



pada



kartilago osteoartritik, sehingga konsumsi glukosamin sebagai suplemen banyak digunakan. Namun, kegunaan glukosamin sebagai terapi OA sebagai penghilang rasa nyeri atau modifikasi penyakit, masih dianggap kontroversial. Seringkali



sediaan



glukosamin



kondroitin sulfat dan MSM.



57



digunakan



bersama



4



SUPLEMENTASI UNTUK OSTEOARTHRITIS Glukosamin



Glukosamin merupakan monosakarida (2-amino-2-deoxy-Dglucose; C6H14NO5) yang diproduksi tubuh manusia secara normal sebagai precursor penting dalam biosintesis protein dan lipid. Glukosamin merupakan komponen penting dalam sintesis proteoglikan sebagai substrat utama. Glukosamin disintesis secara in vivo dari glukosa dan digunakan untuk memproduksi rantai glikosaminoglikan yang akan membentuk proteoglikan. Kartilago terdiri dari matriks serat kolagen dan proteoglikan. Proteoglikan merupakan kompleks molekuler yang menarik air, membuat tekanan positif pada kartilago dan memberikan kemampuan untuk menahan beban. Pada osteoarthritis, terjadi kerusakan pada susunan kolagen, konten air kartilago meningkat dan proteoglikan kartilago menurun. Glukosamin digunakan sebagai agen untuk membantu meringankan gejala dan meunda progresi OA. Rasionalisasi penggunaannya didasarkan pada hipotesis bahwa OA berkaitan dengan defisiensi local pada beberapa substansi natural penting dan glukosamin dapat berperan sebagai substrat untuk perbaikan kartilago dengan menstimulasi sintesis proteoglikan oleh kondrosit. Glukosamin terdapat pada bahan makanan eksoskeleton binatang laut seperti kerang dan kepiting.



58



SUPLEMENTASI UNTUK OSTEOARTHRITIS Glukosamin oral akan diserap sebanyak 90%. Namun setelah melalui metabolisme, bioavailabilitas yang didapat hanya 25%. Sedangkan jika melalui akses intravena akan didapatkan bioaktivitas 96%. Glukosamin dapat dikonsumsi dalam bentuk sulfat atau hidroklorida. Garam glukosamin terionisasi di lambung, membuat glukosamin dapat diabsorpsi di usus halus. Metabolit glukosamin diekskresikan predominan melalui urin. Kadar glukosamin dalam plasma akan mencapai puncak pada 4 jam setelah pemberian dan kembali ke baseline setelah 48 jam. Cara kerja glukosamin sebagai terapi OA: 1. Memenuhi kebutuhan substrat dasar penyusun proteoglikan; 2. Meningkatkan sintesis proteoglikan; 3. Menghambat sitokin interleukin-1β (IL-1β); 4. Menghambat protease (matriks metalloproteinase dan kolagenase) 5. Mengurangi produksi prostaglandin E2 (PGE2); 6. Mempengaruhi ikatan nuclear factor κB (NFκB).



. Glukosamin merupakan obat yang aman dan efektif mengatasi gejala untuk OA namun aksinya dinilai lambat. Dosis glukosamin yang sering digunakan adalah 1500 mg/ hari, bisa dalam 3 dosis terbagi.



59



4



4



SUPLEMENTASI UNTUK OSTEOARTHRITIS Penggunaan glukosamin jika dibandingkan dengan obat anti-inflamasi non-steroid (OAINS) akan menimbulkan efek samping yang lebih sedikit. Namun dalam hal mengurangi nyeri dan bengkak, OAINS memberikan efek positif dalam waktu yang lebih cepat. Glukosamin dapat membantu mengurangi nyeri setelah penggunaan 8 minggu. Penelitian menunjukkan bahwa respon terbaik dari penggunaan glukosamin akan terjadi pada pasien dengan turnover kartilago paling tinggi atau pada kondisi penyakit paling aktif. Penggunaan glukosamin jangka panjang dapat membantu menunda progresi OA, dan dapat dikatakan sebagai agen disease-modifying untuk OA. Suatu penelitian menunjukkan bahwa pada pemeriksaan X-ray tidak terdapat penyempitan celah sendi yang signifikan setelah pemberian glukosamin 2 tahun. Hal ini diikuti dengan perbaikan nyeri dan fungsi fisik, sehingga kemungkinan untuk dilakukan tindakan operatif lebih rendah.



Kondroitin



Kondroitin adalah molekul glikosaminoglikan yang terdapat pada kartilago dan jaringan ikat. Kondroitin bersifat hidrofilik dan larut dalam air, membentuk cairan viskus serupa dengan sodium hyaluronat. Kondroitin sulfat penting untuk integritas structural dan fungsional sendi, karena merupakan substansi mayor pembentuk glikosaminoglikan (GAGs) pada



60



SUPLEMENTASI UNTUK OSTEOARTHRITIS kartilago artikuler. Kondroitin diketahui dapat membantu menjaga viskositas sendi, menstimulasi perbaikan kartilago dan menghambat enzim yang mendegradasi kartilago. Secara klinis, hal ini dapat memberikan hasil berkurangnya nyeri dan meningkatnya mobilitas sendi pada pasien OA dan memperlambat destruksi sendi. Penggunaan glukosamin dan kondroitin dipercaya dapat memberikan efek simtomatik dan preventif karena komponen tersebut memiliki kemampuan untuk menjaga dan menyusun kembali kartilago, sehingga meringankan nyeri sendi kronik dan memperlambat progresi degenerasi sendi. Kondroitin didapatkan dari bahan makanan hewani, termasuk trakea sapi dan kartilago hiu. Cara kerja kondroitin sebagai terapi OA adalah: 1. Memenuhi kebutuhan substrat dasar penyusun proteoglikan; 2. Meningkatkan sintesis proteoglikan oleh kondrosit; 3. Menghambat sitokin; 4. Menghambat protease (kolagenase); 5. Meningkatkan viskositas cairan synovial; 6. Meningkatkan mineralisasi dan perbaikan



tulang.



61



4



4



SUPLEMENTASI UNTUK OSTEOARTHRITIS Kondroitin bermolekul lebih besar dan absorpsinya tidak sebaik glukosamin. Absorpsi kondroitin oral masih controversial karena alasan berat molekulnya yang besar dapat melalui mukosa lambung dan/atau usus masih diragukan. Kondroitin sulfat diabsorpsi di usus halus dalam jumlah rendah (