5.5.6.1 Pedoman Outbreak [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN A. DEFINISI Menurut Permenkes No 43 tahun 2019, Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif di wilayah kerjanya. Prinsip penyelenggaraan Puskesmas meliputi, paradigma sehat, pertanggungjawaban wilayah, kemandirian masyarakat, ketersediaan akses pelayanan kesehatan, teknologi tepat guna, dan keterpaduan dan kesinambungan. Penyakit menular adalah penyakit yang dapat ditularkan dari satu orang ke orang lainnya baik secara langsung maupun tidak langsung. Penyakit menular ditandai dengan adanya pathogen penyakit yang hidup dan dapat berpindah. Infeksi merupakan invasi tubuh oleh pathogen atau mikroorganisme yang mampu menyebabkan sakit (Potter dan Perry, 2005). Outbreak atau



epidemic merupakan peningkatan



melebihi level yang



didapatkan dari suatu penyakit dalam area geografik tertentu; terdapat satu kasus penyakit dari sebelumnya tidak pernah ada. Endemi merupakan level biasa (usual) suatu penyakit pada area geografis tertentu(misalnya rumah sakit). Outbreak adalah peningkatan insidensi kasus yang melebihi ekspektasi normal secara mendadak pada suatu komunitas, di suatu tempat terbatas, misalnya desa, kecamatan, kota, atau institusi yang tertutup (misalnya sekolah, tempat kerja, atau pesantren) pada suatu periode waktu tertentu. Di Indonesia telah dikeluarkan Surat Peraturan Menteri Kesehatan Replubik Indonesia nomer 27 tahun 2017 tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan di Puskesmas Petugas kesehatan harus memahami, mematuhi dan menerapkan, Kebersihan tangan, Kebersihan lingkungan puskesmas, Surveilens infeksi, Investigasi ( Outbreak ) penyakit infeksi dan Meningkatkan pengawasan terhadap penggunaan antimikroba secara aman. Pasien menular yang akan dirawat di ruang isolasi harus sesuai kategori transmisi penularan penyakit dengan persyaratan ruang isolasi sehingga dapat memutus siklus penularan penyakit dan melindungi pasien, petugas kesehatan, pengunjung dan masyarakat sekitar.



B. TUJUAN 1. Tujuan Umum a. Mengetahui penyebab outbreak b. Menghentikan outbreak sekarang dan mencegah outbreak di masa mendatang 2. Tujuan Khusus a. Agen kausa outbreak b. Cara transmisi c. Sumber outbreak d. Carrier e. Populasi berisiko f. Paparan yang menyebabkan penyakit (faktor risiko).



BAB II RUANG LINGKUP 1. Panduan ini di buat sebagai acuan untuk semua pekerja yang berada di



lingkungan puskesmas , terutama dunkungan dari pimpinan, admen, dan merupakan suatu upaya kegiatan pencegahan dan pengendalian infeksi. 2. Panduan ini dapat diterapkan kepada semua pekerja yang berada dilingkungan



puskesmas



3. Panduan ini dapat berupa sosialisasi



TATA LAKSANA Langkah pencegahan kasus dan pengendalian outbreak dapat dimulai sedini mungkin (do early) setelah tersedia informasi yang memadai. Bila investigasi outbreak telah memberikan fakta yang jelas mendukung hipotesis tentang kausa outbreak, sumber agen infeksi, dan cara transmisi yang menyebabkan outbreak, maka upaya pengendalian dapat segera dimulai tanpa perlu menunggu pengujian hipotesis oleh studi analitik yang lebih formal. A. Identifikasi Outbreak Outbreak adalah peningkatan kejadian kasus penyakit yang lebih banyak daripada ekspektasi normal di di suatu area atau pada suatu kelompok tertentu, selama suatu periode waktu tertentu. Informasi tentang potensi outbreak biasanya datang dari sumber-sumber masyarakat, yaitu laporan pasien (kasus indeks), keluarga pasien, kader kesehatan, atau warga masyarakat. Tetapi informasi tentang potensi outbreak bisa juga berasal dari petugas kesehatan, hasil analisis data surveilans, laporan kematian, laporan hasil pemeriksaan laboratorium, atau media lokal (suratkabar dan televisi). B. Investigasi Kasus Definisi Kasus Peneliti melakukan verifikasi apakah kasus-kasus yang dilaporkan telah didiagnosis dengan benar (valid). Peneliti outbreak mendefinisikan kasus dengan menggunakan seperangkat kriteria sebagai berikut: 1. Kriteria klinis (gejala, tanda, onset); 2. Kriteria epidemiologis (karakteristik orang yang terkena, tempat dan waktu terjadinya outbreak); 3. Kriteria laboratorium (hasil kultur dan waktu pemeriksaan) Dengan menggunakan definisi kasus, maka individu yang diduga mengalami penyakit akan dimasukkan dalam salah satu klasifikasi kasus. Berdasarkan tingkat ketidakpastian diagnosis, kasus dapat diklasifikasikan menjadi: 1. Kasus suspek (suspected case, syndromic case) 2. Kasus mungkin (probable case, presumptive case) 3. Kasus pasti (confirmed case,



definite case) Klasifikasi Kasus



Kasus suspek (suspecte Cas Tanda dan gejala klinis cocok dengan penyakit, dsyndromi , terdapat laboratorium yang menunjukkan tengah s case) atau telah terjadi infeksi (bukti laboratorium negatif, tidak ada, atau belum ada) Kasus mungkin (probable case, presumptive case



Tanda dan gejala klinis cocok dengan penyakit, terdapat



bukti



epidemiologis,



terdapat



bukti



laboratorium yang mengarah tetapi belum pasti, yang menunjukkan tengah atau telah terjadi infeksi (misalnya, bukti dari sebuah tes serologis tunggal) Kasus



pasti



definite case)



(confirmed



case, Terdapat bukti pasti laboratorium (serologis, biokimia,



bakteriologis,



virologis,



parasitologis)



bahwa tengah atau telah terjadi infeksi, dengan atau tanpa kehadiran tanda, gejala klinis, atau bukti epidemiologis



Penemuan Kasus Kasus pertama yang dilaporkan (kasus indeks) belum tentu sama dengan kasus primer, yaitu kasus pertama dalam komunitas. Kasus pertama yang datang ke fasilitas pelayanan kesehatan biasanya hanya merupakan sebagian kecil dari seluruh jumlah kasus yang ada (“tip of the iceberg”, puncak gunung es). Karena itu, setelah mendefinisikan kasus, langkah investigasi selanjutnya adalah mencari kasus (case finding). Tujuan penemuan kasus: a. Mengetahui luas outbreak b. Mengetahui populasi berisiko c. Mengidentifikasi kasus sekunder (kemungkinan penyebaran dari orang ke orang) d.



Mengidentifikasi sumber-sumber infeksi



e.



Mengidentifikasi kontak dengan kasus terinfeksi



C. Investigasi Kasus Wawancara denganKasus Tujuan wawancara dengan kasus dan nara sumber terkait kasus adalah untuk menemukan kausa outbreak. Dengan menggunakan kuesioner dan formulir baku, peneliti mengunjungi pasien (kasus), dokter, laboratorium, melakukan wawancara dan dokumentasi untuk memperoleh informasi berikut: a. Identitas diri (nama, alamat, nomer telepon jika ada)



b. Demografis (umur, seks, ras, pekerjaan) c. Kemungkinan sumber, paparan, dan kausa d. Faktor-faktor risiko e. Gejala klinis (verifikasi berdasarkan definisi kasus, catat tanggal onset gejala untuk membuat kurva epidemi, catat komplikasi dan kematian akibat penyakit) f. Pelapor (berguna untuk mencari informasi tambahan dan laporan balik hasil investigasi). Pemeriksaan klinis ulang perlu dilakukan terhadap kasus yang meragukan atau tidak didiagnosis dengan benar (misalnya, karena kesalahan pemeriksaan laboratorium) Prinsip intervensi untuk menghentikan outbreak sebagai berikut: a. Mengeliminasi sumber patogen b. Memblokade proses transmisi c. Mengeliminasi kerentanan Sedang eliminasi sumber patogen mencakup: a. Eliminasi atau inaktivasi patogen b. Pengendalian dan pengurangan sumber infeksi (source reduction) c. Pengurangan kontak antara penjamu rentan dan orang atau binatang terinfeksi (karantina kontak, isolasi kasus, dan sebagainya) d. Perubahan perilaku penjamu dan/ atau sumber (higiene perorangan, memasa daging dengan benar, dan sebagainya); e. Pengobatan kasus. Prinsip intervensi untuk menghentikan outbreak sebagai berikut: a. Mengeliminasi sumber patogen b. Memblokade proses transmisi c. Mengeliminasi kerentanan Eliminasi sumber patogen mencakup: a. Eliminasi atau inaktivasi patogen b. Pengendalian dan pengurangan sumber infeksi (source reduction) c. Pengurangan kontak antara penjamu rentan dan orang atau binatang terinfeksi (karantina kontak, isolasi kasus, dan sebagainya) d. Perubahan perilaku penjamu dan/ atau sumber (higiene perorangan, memasak daging dengan benar, dan sebagainya); (5) Pengobatan kasus.



Melakukan Studi Analitik (jika perlu) Dalam investigasi outbreak, tidak jarang peneliti dihadapkan kepada teka-teki menyangkut sejumlah kandidat agen penyebab. Fakta yang diperoleh dari investigasi kasus dan investigasi kausa kadang belum memadai untuk mengungkapkan sumber dan kausa outbreak. Jika situasi itu yang terjadi, maka peneliti perlu melakukan studi analitik yang lebih formal. Desain yang digunakan lazimnya adalah studi kasus kontrol atau studi kohor retrospektif. Seperti desain studi epidemiologi analitik lainnya, studi analitik untuk investigasi outbreak mencakup : a. Pertanyaan penelitian b. Signifikansi penelitian c. Desain studi d. Subjek e. Variabel-variabel f. Pendekatan analisis data g. Interpretasi dan kesimpulan. D. Mengkomunikasikan Temuan Temuan dan kesimpulan investigasi outbreak dikomunikasikan kepada berbagai pihak pemangku kepentingan kesehatan masyarakat. Dengan tingkat rincian yang bervariasi, pihak- pihak yang perlu diberitahu tentang hasil penyelidikan outbreak mencakup pejabat kesehatan masyarakat setempat, Direktur pembuat kebijakan dan pengambil keputusan kesehatan, petugas fasilitas pelayanan kesehatan, pemberi informasi peningkatan kasus, keluarga kasus, tokoh masyarakat, dan media. Penyajian hasil investigasi dilakukan secara lisan maupun tertulis (laporan awal dan laporan akhir). Pejabat dinas kesehatan yang berwewenang hendaknya hadir pada penyajian hasil investigasi outbreak. Temuan-temuan disampaikan dengan bahasa yang jelas, objektif dan ilmiah,



dengan



kesimpulan



dipertanggungjawabkan.



dan



rekomendasi



yang



dapat



E. Mengevaluasi dan Meneruskan Surveilans Pada tahap akhir investigasi outbreak, Dinas Kesehatan Kota/ Kabupaten dan peneliti outbreak perlu melakukan evaluasi kritis untuk mengidentifikasi berbagai kelemahan program maupun defisiensi infrastruktur dalam sistem kesehatan.



Evaluasi



tersebut



memungkinkan



dilakukannya



perubahanperubahan yang lebih mendasar untuk memperkuat upaya program, sistem kesehatan, termasuk surveilans itu sendiri. Investigasi outbreak memungkinkan



identifikasi



populasi



-



populasi



yang



terabaikan



atau



terpinggirkan, kegagalan strategi intervensi, mutasi agen infeksi, ataupun peristiwaperistiwa yang terjadi di luar kelaziman dalam program kesehatan. Evaluasi kritis terhadap kejadian outbreak memberi kesempatan kepada penyelidik



untuk



mempelajari



kekurangan-kekurangan



dalam



investigasi



outbreak yang telah dilakukan, dan kelemahan-kelemahan dalam sistem kesehatan, untuk diperbaiki secara sistematis di masa mendatang, sehingga dapat mencegah terulangnya outbreak. BAB IV DOKUMENTASI 1. Lembar Surveilans 2. Data Outbreak