712 1345 1 SM [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

GEOLOGI DAN PETROGENESA BATUAN BEKU DIORIT DAERAH TULAKAN DAN SEKITARNYA KECAMATAN TULAKAN KABUPATEN PACITAN PROVINSI JAWA TIMUR Oleh : Haryo Purnomo1), Teti Syahrulyati2), dan Solihin3)



Abstrak Daerah penelitian secara administratif termasuk ke dalam wilayah Desa Tulakan, Desa Kalikuning, Desa Gasang, Kecamatan Wonoanti, dan Desa Padi, Desa Bungur, Desa Ngile, Desa Gunungjati. Kecamatan Tulakan, Kabupaten Pacitan, Provinsi Jawa Timur. Geomorfologi daerah penelitian dikelompokkan menjadi Satuan Geomorfologi Perbukitan Lipat Patahan, dan Satuan Geomorfologi Dataran Alluvial. Pola aliran sungai yang terdapat dan berkembang yaitu pola aliran sungai Trellis dengan gentera geomorfik dewasa. Tatanan batuan pada daerah penelitian dari tua ke muda yaitu Satuan Batupasir Tufaan sisipan Breksi dan Lava Formasi Arjosari, Satuan Batupasir selang-seling Lanau Formasi Wuni, Satuan Batu Trobosan, Satuan Batugamping sisipan Lempung Formasi Wonosari dan Endapan Alluvial. Satuan Batupasir Tufaan sisipan Breksi dan Lava Formasi Arjosari (N4-N7), diendapkan di Bathial Tengah dan mempunyai hubungan startigrafi tidak selaras dengan Satuan Batupasir selang-seling Lanau Formasi Wuni (N11-N12) yang diendapkan di Neritik Tengah – Neritik Luar. Pada kala Miosen tengah (N12-N13) terjadi proses vulkanik yang menghasilkan satuan Batu Terobosan yang menerobos Satuan Batupasir sisipan Breksi dan Lava dan Satuan Batupasir Selang-seling Batulanau, Satuan Batugamping sisipan Lempung Formasi Wonosari (N14N16) yang di endapkan pada Neritik Tepi, Pada kala Resen, satuan alluvial sungai menutupi satuan–satuan yang lebih tua yang tersingkap di daerah penelitian dengan dibatasi bidang erosi. Struktur geologi yang terdapat di daerah penelitian yaitu berupa lipatan dan patahan. Struktur lipatan berupa Sinklin Padi dengan arah relatif barat-timur. Sedangkan struktur patahan berupa Sesar Mendatar Mengiri Kalikuning dan Sesar Mendatar Mengiri Wonoanti. Struktur geologi yang berkembang di daerah penelitan terjadi pada Pliosen-Plistosen, atau pada kejadian orogensa Plio-Plistosen dengan gaya utama berarah utaraselatan yaitu N 4° E. Studi petrogenesa daerah Kalikuning, , berdasarkan hasil analisa petrografi dan geokimia terhadap 4 (empat) contoh sampel batuan beku diorite, menunjukan batuan beku daerah penelitian termasuk kedalam jenis magma intermediet (menengah) bersifat andesitik dengan seri magma high kalk alkali-kalk alkali, termasuk pada temperatur berkisar 700˚-950˚C dan terbentuk pada busur kepulauan. Kata Kunci: Geologi, Petrogenesa Batuan Beku Diorit



I. PENDAHULUAN Berdasarkan hasil penelitian H. Samodra, S, Gafoer, Tjokrosaputro ,dkk (1992), geologoi lembar Pacitan diketahui bahwa sejarah sedimentasi daerah ini cukup bervariasi mulai dari laut dalam sampai darat, yang berumur Oligosen sampai plistosen yang secara geologi di susun oleh Formasi Arjosari, Formasi Mandalika, Formasi Wuni, Formasi Jaten, Formasi Nampol, Formasi Wonosari, dan Intrusi batuan beku. Sedangkan pola struktur yang berkembang di daerah ini umumnya berarah utara-selatan dan tenggara-barat laut. Karena di daerah penelitian masih sedikit informasi tentang kajian petrogenesa maka penulis tertarik untuk mendalami petrogenesa batuan beku diorit di daerah penelitian dan semoga hasil yang di dapat bisa bermanfaat.



II. KONDISI GEOLOGI 2.1. Geomorfologi Berdasarkan genetika pembentukan bentang alamnya, serta merujuk pada struktur, proses dan stadia (tahapan) geomorfiknya maka geomorfologi daerah penelitian dibagi menjadi dua satuan, yaitu yang pertama Satuan Geomorfologi Perbukitan Lipat Patahan dan yaang kedua Satuan Geomorfologi Bukit Intrusi. Secara genetik satuan geomorfologi perbukitan lipat patahan ini dikontrol oleh struktur yang berupa perlipatan dan patahan, dengan bentuk bukit dan lembah yang memanjang berarah barat laut – tenggara. Satuan ini menempati 90% dari luas daerah penelitian. Berada pada ketinggian 150 - 600 mdpl. Satuan ini ditempati oleh satuan



Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik – Universitas Pakuan



1



batuan batupasir sisipan breki dan lava, satuan batupasir selang-seling lanau, dan satuan batugamping sisipan batulempung . Proses - proses geologi yang teramati berupa pelapukan, erosi, dan sedimentasi. T



B



Secara umum pola aliran di daerah penelitian yaitu pola aliran Trelis. a. Pola aliran Trelis adalah pola aliran sungai yang umumnya di control oleh jurus dan kemiringan lapisan,litologi dan struktur geologi. Struktur yang berkembang antara lain adalah sinklin dan sesar. Hubungan anak sungai dengan sungai utamanya relatif tegak lurus, tipe genetika sungai yang terdapat di daerah penelitian adalah obsekuen, konsekuen, dan subsekuen. 2.2. Stratigrafi



Foto 1 Morfologi perbukitan memanjang yang memperlihatkan perbukitan lipatan. Foto diambil arah utarat-selatan dari daerah Kalikuning .



Sedangkan satuan geomorfologi bukit intrusi terbentuk oleh terobosan batuan beku diorit. Satuan geomorfologi bukit intrusi menempati luas ± 5% dari total luas keseluruhan daerah penelitian. Morfometri satuan ini berada pada ketinggian mencapai 200 - 600 mdpl. Karakteristik permukaan morfologi ini tergolong pada bentuk stadia muda dimana bentuk morfologi masih berupa bentuk aslinya. T



Hasil dari studi Peta Geologi Regional lembar Pacitan dengan skala 1 : 100.000 (H. Samodra, S. Gafour, dan S. Tjokosaputro 1992), maka urut urut stratigrafi pada daerah penelitian yaitu sebagai berikut: Tabel 1 Kolom stratigrafi regional



B



Sumber:H.Samodra,S.Gafour,dan S. Tjokosaputro.



Foto 2 Morfologi Bukit Intrusi. Foto diambil pada daerah daerah Kalikuning



Satuan geomorfologi ini menempati 5% dari seluruh daerah penelitian di tandai dengan warna abu-abu pada peta. Secara genetik satuan ini dikontrol oleh hasil endapan sungai berupa material lepas berukuran lempung, pasir, kerikil, kerakal. Morfometri satuan ini berada pada ketinggian 200 mdpl , dengan kemiringan lereng 0° -2°.



Berdasarkan ciri litologi, data lapangan, dan kesamaan fisik pada daerah penelitian dijumpai satuan batuan batupasir sisipan breksi dan lava ciri dari Formasi Arjosari, satuan batupassir selangseling lanau yang merupakan ciri dari Formasi Wuni, satuan batugamping sisipan batulempung yang merupakan ciri dari Formasi Wonosari, serta satuan batu trobosan yang merupakan ciri dari Diorit Berdasarkan hasil pengukuran dan pengamatan ciri-ciri batuan yang tersingkap di lapangan dan kesebandingannya terhadap stratigrafi regional, maka daerah penelitian dapat dibagi menjadi lima satuan batuan, yaitu dengan urutan dari yang paling tua ke muda sebagai berikut: 1. Satuan batuan batupasir sisipan breksi dan lava.



Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik – Universitas Pakuan



2



2. Satuan batuan batupasir selang - seling lanau 3. Satuan batuan intrusi diorite. 4. Satuan batuan batugamping sisipan batulempung 5. Satuan endapan aluvial Tabel 2 Kolom stratigrafi daerah penelitian Foto 3. Foto singkapan batupasir tufaan pada cabang Kali ngerendeng (LP10)



2.2.1.



Satuan Breksi Sisipan Batupasir



Penamaan satuan batuan ini di dasarkan atas hadirnya batupasir tufaan secara dominan dan sebagai penyusun utama serta breksi dan lava sebagai sisipan., tersebar di tengah daerah penelitian. Tersingkap bagian utara daerah penelitian. Satuan batuan ini dapat menempati luas ± 25 % pada peta geologi. Satuan batupasir tufaan sisipan breksi dan lava mempunyai ketebalan ± 1525 meter yang di ukur pada penampang geologi. satuan batupasir tufaan sisipan breksi dan lava umumnya tersingkap dalam keadaan segar sampai dengan lapuk. Bagian bawah satuan ini dicirikan oleh batupasir tufaan kasar dengan ketebalan berkisar 5cm sampai >30cm, dan setempat di jumpai breksi dan lava dengan ketebalan berkisar 30cm-1,5m sedangkan lava memiliki dimensi sekitar 3m lebar dan tinggi 4m yang di jumpai di k.kalikuning desa kalikuning. Bagian atas satuan batuan ini dicirikan oleh batupasir tufaan lebih halus dari baian atas yang memiliki ketebalan lebih tebal dibanding bagian bawah satuan batuan ( 5cm-30cm) dan batupasir dengan ketebalan berkisar 5cm-50cm dan tidak di jumpai breksi dan lava. Pada satuan ini tidak di jumpai struktur sedimen,



Foto 4 . Foto singkapan breksi di kali kalikuning(LP21)



Berdasarkan penyebaran fosil planktonik pada bagian bawah dicirikan dengan munculnya fosil Globorotalia Siakensis LEROY dan punahnya fosil Globigerionides diminutus sedangkan pada bagian atas dicirikan dengan munculnya fosil Globigerinita Ambitacrena dan punahnya fosil Globigerinita Stainforthi maka dapat disimpulkan bahwa umur Satuan Batuan Batupasir Tufan Selang – seling Tuf Sisipan Breksi berumur N4 – N7 (Miosen Awal). Penentuan lingkungan pengendapan satuan batuan ini, ditentukan berdasarkan keterdapatan fosil foraminifera bentos menurut klasifikasi Pleger (1951). Berdasarkan hasil analisa foraminifera bentos menunjukkan bahwa satuan batupasir tufaan sisipan breksi dan lava diendapkan pada Zona Bathyal tengah kedalaman 500 – 800 meter . Hubungan stratigrafi Satuan Batupasir Tufaan sisipan Breksi dan Lava ini dengan satuan batuan di bawahnya tidak diketahui, sedangkan hubungan stratigrafi dengan satuan batuan di atasnya yaitu tidak selaras dengan Satuan Batupasir selangseling Lanau. Bukti ketidakselarasan dilapangan didapatkan kemiringan batuan yang berbeda pada satuan batupasir tufaan sisipan breksi dan lava memiliki jurus kemiringan rata-rata barat-timur sedangkan batupasir selang-seling lanau memiliki jurus kemiringan barat laut-tenggara. Umur dari satuan batuan ini adalah N4-N7 (penentuan umur fosil).Satuan ini memiliki ciri utamanya adalah



Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik – Universitas Pakuan



3



kehadiran Batupasir Tufaan, Breksi, dan Lava . Satuan Batupasir Tufaan sisipan Breksi dan Lava di daerah penelitian dapat di sebanding dengan Formasi Arjosari (H.Samodra, dkk ,1992) karena memiliki ciri yang sama dari Formasi Arjosari.



sedangkan pada bagian atas dicirikan dengan munculnya dan punahnya fosil Globorotalia Foshi maka dapat disimpulkan bahwa umur Satuan Batuan Batupasir Tufan Selang – seling Tuf Sisipan Breksi berumur N11 – N12 ,Blow (1969) .



2.2.2. Satuan Batupasir Selang-seling Lanau



Berdasarkan klasifikasi lingkungan pengendapan menurut Phelger (1954), analisa fosil bentos menghasilkan lingkungan pengendapan Neritik Tengah – Neritik Luar (40 – 130 m) dikarenakan kehadiran dan hilangnya foram bento Textularia pada lingkungan pengendapan neritik tengahneritik luar.



Penamaan satuan batuan ini didasarkan atas penyusun utamanya yaitu Batupasir selang-seling lanau. Satuan batuan ini menempati 25% dari daerah penelitian yang tersebar pada bagian barat meliputi desa kalikuning gasang hingga ketimur daerah penelitian meliputi desa Gasang dan Bubakan yang ditandai dengan warna kuning pada peta geologi. Kedudukan jurus batuan berkisar antara N 46º E – N 143ºE dengan kemiringan batuan berkisar antara 12º - 37º.Memiliki ketebalan 1025 m.(diukur dari penampang geologi). Bagian bawah satuan ini dicirikan oleh batupasir selang-seling lanau dengan dimensi ketebalan berkisar 15cm sampai >100cm (foto 2.5). Bagian atas satuan batuan ini dicirikan oleh batupasir selang-seling lanau dengan dimensi lebih kecil dan seragam di banding bagian bawah dari satuan ini berkisar 3cm-20cm (foto 2.6)



Hubungan stratigrafi Satuan Batupasir Selangseling lanau ini dengan satuan batuan di bawahnya tidak selaras dikarenakan kemiringan batuan yg berbeda, sedangkan hubungan stratigrafi dengan satuan batuan di atasnya yaitu tidak selaras dengan Satuan Batugamping dikarenakan kemiringan batuan yang berbeda. Umur dari satuan batuan ini adalah N11-N12 (penentuan umur fosil). Satuan Batupasir selang-seling Lanau pada daerah penelitian sebanding dengan formasi Wuni yang ciri utamanya perselingan antara batupasir dan lanau (H.Samodra, dkk ,1992). 2.2.3 Satuan Batuan Batu Trobosan



Penamaan satuan batuan ini di dasarkan atas batu trobosan sebagai penyusun utama pada satuan ini. Pada daerah penelitian satuan ini menempati 7% dari keseluruhan daerah penelitian, yang di tandai dengan warna merah pada peta geologi daerah penelitian, yang tersingkap di daerah desa kalikuning. Foto5. Foto bagian atas singkapan batupasir selangseling lanau pada Lp2



Batu trobosan ini keadaan segar sampai dengan lapuk. Dengan dimensi singkapan berkisar 1m sampai >20m (foto 2.7).Batu trobosan ini di susun oleh batuan beku intermediet.



Foto 6. Foto bagian bawah singkapan batupasir selangseling lanau pada Lp60



Foto 7. Foto satuan batu trobosan pada Lp 17



Umur satuan ini berdasarkan penyebaran fosil planktonik pada bagian bawah dicirikan dengan munculnya dan punahnya fosil Globorotalia lobata



Berdasarkan hukum dasar geologi yaitu cross cutting relationship atau hukum potong memotong, satuan intrusi diorit berumur miosen tengah. Kemudian mengacu pada peneliti terdahulu



Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik – Universitas Pakuan



4



H.Samodra, dkk (1992). Bahwa umur dari satuan batu trobosan yaitu pada kala Miosen. Berdasarkan data diatas maka dapat disimpilkan bahwa umur satuan batu trobosan berumur Miosen Tengah. 2.2.4. Satuan Batugamping Sisipan Batulempung Penamaan satuan batuan ini di dasarkan karna dominasi batugamping sebagai penyusun utama pada satuan ini dan kehadiran lempung di beberapa tempat. Satuan ini tersebar pada bagian selatan daerah penelitian dengan luas ± 35 % dari keseluruhan daerah penelitian yang ditandai dengan warna biru pada peta geologi. Kedudukan jurus batuan berkisar antara N 42º-97˚ E dan N 265˚ - 308ºE dengan kemiringan batuan berkisar antara 5º - 16º. Dan memiliki ketebalan 400 meter dari hasil perhitungan rekontruksi penampang.



2.2.4. Satuan Endapan Aluvial



Penamaan Satuan Endapan Aluvial ini didasarkan atas terdapatnya material aluvial sungai yang berukuran lempung, pasir sampai bongkah. Satuan ini terdapat di Kali Parangjoho dan pada peta geologi diberi warna abu - abu, menempati sekitar 2 % dari luas daerah penelitian, satuan endapan ini umumnya menempati daerah datar.



Foto 9 Foto endapan Aluvial di sungai ngerendeng



Penentuan umur satuan endapan aluvial ini adalah Holosen, karena proses erosi, transportasi dan sedimentasi masih berlangsung hingga saat ini. Hubungan stratigrafi satuan endapan aluvial dengan satuan batuan dibawahnya dibatasi oleh bidang erosi. Foto 8. Foto singkapan batugamping pada lokasi pengamatan Lp 42



Berdasarkan penyebaran fosil planktonik di cirikan dengan hadirnya fosil Globorotalia subscitula dan punahnya Globorotalia Siakensis , maka dapat disimpulkan bahwa umur Satuan Batuan Batugamping berumur N14 – N16 (Miosen akhir).. (Zonasi Blow, 1969). Berdasarkan klasifikasi lingkungan pengendapan menurut Phleger (1962), analisis fosil foraminifera bentos menghasilkan lingkungan pengendapan Neritik tepi dengan kedalaman 10–20m. Hubungan stratigrafi Satuan Batugamping ini dengan satuan batuan di bawahnya yaitu Satuan Batupasir Selang-seling Lanau tidak selaras dikarenakan kemiringan batuan yg berbeda dan adanya rumpang waktu, sedangkan diatasnya satuan ini di batasi oleh bidang erosi endapan aluvial. Satuan batuan batugamping di daerah penelitian sebanding dengan Formasi Wonosari yang salah satu ciri penyusun utamanya adalah batugamping, (H.Samodra, dkk,1992).penulis menyatakan satuan ini sebagai Formasi Wonosari.



2.3 Struktur Geologi Data-data yang diperoleh dari pengamatan dan pengukuran langsung di lapangan adalah jurus dan kemiringan lapisan batuan, bidang sesar mikro, bidang sesar, dan kelurusan topografi. Dari data tersebut, maka struktur yang ada di daerah penelitian adalah lipatan dan pataha Struktur lipatan yang terdapat di daerah penelitian adalah berupa sinklin. Struktur perlipatan yang terdapat pada daerah penelitian adalah Sinklin Padi dijumpai di bagian selatan daerah penelitian dengan arah sumbu barat-timur . Sinklin ini melewati Desa Padi dengan panjang sumbu ± 7 km dengan kedudukan jurus bagian utara adalah N82ºE – N112ºE dan kemiringannya 5º - 15º. sedangkan pada bagian selatan jurusnya berkisar antara N242ºE – N278ºE dengan kemiringan 5º - 16º. Pada penampang geologi, sinklin ini merupakan sinklin asimetris. Satuan batuan yang dilalui oleh struktur lipatan ini adalah satuan batugamping sisipan batulempung.



Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik – Universitas Pakuan



5



Sedangkan stuktur patahan di daerah penelitian adalah struktur sesar yang didapati di daerah penelitian adalah sesar naik dan sesar mendatar. Penentuan sesar - sesar ini didasarkan atas data yang diperoleh langsung dari lapangan dan analisa peta topografi, dimana arah pergerakannya ditentukan dari indikasi - indikasi sesar di lapangan. Adapun jenis sesar yang berkembang di daerah penelitian antara lain sesar kalikuning dan sesar wonoanti. Penamaan struktur sesar kalikuning ini karena melewati Desa Kalikuning, berada dibagian Barat daerah penelitian, diperkirakan memanjang sejauh ± 5,5 km. Arah sesar ini memanjang dengan arah Barat daya-timur laut. Sesar ini melibatkan satuan batupasir tufaan sisipan breksi dan lava dan satuan batupasir selang-seling lanau. Indikasi sesar yang ditemukan dilapangan adalah adanya offset dengan arah N 40˚ E / 55˚ serta bidang sesar pada batupasir yang dijumpai pada lokasi pengamatan Lp18, dengan kedudukan batuan N232ºE/42º.



87 dan ditemukannya zona hancuran berupa breksiasi dengan arah N 470 E kedudukan .



Foto 12. Bidang sesar pada Lp 89



Foto 13. Breksiasi pada Lp 60



Dalam melakukan analisis struktur geologi, penulis menggunakan model menurut Moody dan Hill (1956) untuk mengetahui hubungan antara tegasan utama dengan jenis struktur geologi yang dihasilkan



Foto 10. Offset pada lp 17



Foto 11. Bidang sesar pada Lp 18 dengan kedudukan N 52º E/65º



Penamaan struktur wonoanti ini karena melewati Desa Wonoanti, berada pada bagian selatan daerah penelitian. Memajang dengan arah hampir utara selatan. Sesar mendatar ini memotong pola lipatan arah Baratdaya – timurlaut. Indikasi yang ditemukan ditandai dengan bidang sesar, pada LP



Gambar 1 Konsep pola urutan pembentukan struktur geologi Moody and Hill (1956).



Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik – Universitas Pakuan



6



Berdasarkan data dan pengamatan dilapangan serta dipadukan dengan konsep pembentukan struktur Moody and Hill (1954) maka daerah penelitian mempunyai arah umum N 13 ° E.



lingkungan pengendapan darat ke laut dangkal yang diikuti dengan pengendapan Satuan Batupasir Selang-seling Lanau (Formasi Wuni), Satuan Batupasir Selang-seling Lanau di endapkan pada kala Miosen tengah (N11-N12) pada lingkungan pengendapan laut dangkal zona Neritik Tengah – Neritik Luar (40 – 130 m). Pada kala Miosen tengah (N12-N13) terjadi proses vulkanik yang menghasilkan satuan Batu Terobosan yang menerobos Satuan Batupasir sisipan Breksi dan Lava dan Satuan Batupasir Selang-seling Batulanau . Pada kala Miosen Tengah-Miosen Akhir (N14-N16) terjadi proses pengendapan Satuan Batugamping sisipan Batulempung (Formasi Wonosari) dengan lingkungan pengendapan Neritik Tepi – Neritik tengah (10 – 35 m).



Gambar 2. Pola struktur daerah penelitian



Untuk menentukan arah gaya utama nya menggunakan arah jurus sumbu lipatan, maka dihasilkan arah gaya utama yang tegak lurus dengan arah sumbu lipatan yaitu sebesar N 13 °E atau relatif utara - selatan, umur dari struktur geologi ini diperkirakan berumur Miosen Akhir – Pliosen.



Pada kala Miosen Akhir – Plistosen, terjadi orogenesa yang mengakibatkan semua satuan batuan di daerah penelitian mengalami pengangkatan, perlipatan dan pensesaran dimana gaya terus bekerja sehingga terbentuknya sinklin Padi sesar mendatar Kalikuning, sesar mendatar Wonoarti. Kemudian daerah penelitian mengalami proses-proses eksogen berupa pelapukan dan erosi yang menghasilkan endapan-endapan sungai. Proses ini berlangsung hingga saat ini.. 2.5. Studi Petrogenesa Batian Beku Diorit 2.5.1. Dasar Teori



2.4. Sejarah Geologi Sejarah geologi daerah penelitian dimulai pada Kala Miosen Awal (N4 – N7). Pada kala ini diendapkan Satuan Batupasir Tufaan Sisipan Breksi dan Lava (Formasi Arjosari) yang diendapkan pada lingkungan laut dalam, dengan lingkungan pengendapan zona Bathyal tengah kedalaman 500 – 800 meter . Pada kala Miosen awal (N8-N10) terjadi orogonesa di daerah penelitian berupa regresi atau susut laut dimana laju penurunan dasar cekungan lebih lambat dibandingkan dengan pasokan sedimen dari lingkungan pengendapan laut dalam ke lingkungan pengendapan darat, kemudian pada kala Miosen Tengah (N11-N12) terjadi orogenesa berupa transgresi dari



Petrogenesa adalah suatu ilmu yang mempelajari proses pembentukan suatu batuan tertentu, dari asal-usul atau sumber, proses-proses yang menyebabkan batuan terbentuk dan daerah pembekuannya dapat diketahui. Petrogenesa batuan beku menyangkut segala hal yang berkaitan dengan pembentukan batuan beku, seperti mekanisme pembekuan magma, lama pembekuannya, tempat pemebekuannya dan sifat asal magma. Fokus dari studi petrogenesa daerah penelitian adalah batuan beku diorit, dimana batuan beku diorit di daerah penelitian termasuk ke dalam Batuan Terobosan Diorit menurut Mahfi (1984) dalam Surono,1992, pada peta geologi lembar Surakarta dan Girintirto.



Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik – Universitas Pakuan



7



Gambar 3. Bagan alir pembahasan studi petrogenesa



2.5.2. Analisa 2.5.2.1. Petrografi Dari hasil 4 contoh sampel batuan beku diorit yang disayat tipis kemudian dapat dianalisis dengan menggunakan mikroskop polarisasi untuk mengetahui komposisi mineral penyusun batuan Diorit tersebut. Hasil pengamatan dapat memperlihatkan warna colorles sampai kecoklatan memperlihatkan tekstur hipokristalin, subhedral-anhedral, inequgranular. Disusun oleh fenokris dan masa dasar berupa : piroksen, horblande, dan mineral logam. Selain itu hadir juga gelas dalam jumlah sedikit sebagai masa dasar. Besaran kehadiran mineral pada sayatan tipis petrografi batuan beku diorite adalah Piroksen : hadir 10 - 15 %, warna kuning kecoklatan, ukuran sedang, bentuk subhedral anhedral, jenis klinopiroksen. Hornblande kehadiran 10-15 % warna hujau kecoklatan ukuran 0,4-1 mm, subhedral hadir sebagai fenokris. Plagioklas : hadir 50 - 65 %, warna colorles, sedang-kasar , jenis kembaran calsrbad – albit, hadir sebagai fenokris dan masa dasar. Sesuai hasil pengamatan petrografi maka An 42 – Ab 58, jenis plagioklas yaitu andesin. Orthoklas : hadir 5 - 10 %, warna putih bening, ukuran sedang, bentuk subhedral, hadir sebagai masa dasar. Kuarsa : hadir 5 -10 %, warna putih, ukuran sedang, bentuk anhedral, hadir sebagai masa dasar. Mineral logam (opak) : hadir 5 - 10 %, warna hitam, , hadir sebaga fenokris dan massa dasar.



Foto 14. Sayatan tipis petrografi batuan beku diorit



2.5.2.2. Paragenesa Paragenesa merupakan suatu cabang ilmu geologi yang memberi penjelasan mengenai tempat atau lingkungan dimana suatu mineral itu terbentuk. 1. Piroksen: Dalam proses kristalisasi ini, kedudukan mineral olivin sudah di gantikan oleh mineral piroksen, kenampakan ini terbentuk karena di pengaruhi oleh kondisi tekanan dan temperatur magma yang sudah menurun sehingga kenampakan mineral yang muncul hanya berupa mineral piroksen. Kenampakan ini dapat dilihat oleh ketidak munculan mineral olivin pada sayatan tipis ini. Mineral piroksen diperkirakan terbentuk pada temperatur 1100 ° - 900 ° C. terbentu pada fase ortomagmatik 2. Hornblande : Mineral ini terbentuk setelah pyroksen terbentuk, kristalisasi berjalan dengan sempurna, ruang yang tersedia masih luas, di perkirakan terbentuk pada temperatur pembekuan 700˚C-600˚C (fase pegmatik) 3. Plagioklas : Mineral ini terbentuk secara continuous, dimana proses pembentukannya mulai dari temperatur magma yang tinggi sampai rendah masih tetap terbentuk. Faktor yang dapat membedakan adalah ukuran mineralnya. Sesuai dengan ukuran butir dan



Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik – Universitas Pakuan



8



warna pada mineral ini, dapat diperkirakan terbentuk pada temperatur pembekuan berkisar 900 ° - 850 °C. terbentuk pada fase pegmatik.



Tabel 3. Hasil analisa geokimia di daerah penelitian



4. Orthoklas : Mineral ini terbentuk setelah piroksen - biotit terbentuk, kristalisasi berjalan dengan sempurna, ruangan yang tersedia masih luas, di perkirakan terbentuk pada temperatur pembekuan 700º C - 600º C terbentuk pada fase pegmatik. 5. Kuarsa: mineral ini terbentuk setelah mineral horbland terbentuk, kristalisasi berjalan dengan sempurnah sehingga mineral kursa terbentuk pada kisaran antara temperature 600 ºC - 400 ºC dan merupakan fase hidrotermal. 6. Mineral Opak : Kehadiran mineral bijih pada batuan diorit ini terbentuk bersamaan dengan mineral-mineral yang lain sebagai fenokris, dapat diperkirakan bahwa mineral bijih terbentuk berkisar antara temperatur 600˚C-400˚C dan merupakan fase hidrotermal. Dari hasil pengamatan sayatan tipis, batuan beku pada daerah penelitian memiliki ciri fanerik, bentuk mineral subhedral anhedral, inequgranular, tekstur kusus porfiritik. Dari studi mineralogi yang di kemukakan di atas bahwa batuan beku daerah penelitian di cirikan oleh mineral yang khas, yaitu plagioklas yang terdapat dalam jumlah melimpah (berkomposisi andesin), piroksen sebagai mineral mafik, orthoklas sebagai alkali feldspar serta hadir mineral kuarsa. 2.5.2.3. Geokimia Untuk mengetahui informasi lebih jauh mengenai batuan beku diorit, maka di lakukan analisa geokimia terhadap 4 contoh sample batuan yang diambil pada beberapa titik pada singkapan intrusi dan menghasilkan data geokima unsur utam batuan seperti di Tabel 2.3.



2.5.2.3.1. Silika



Penentuan



Tingkat



Kandungan



Tabel 4. Klasifikasi batuan beku berdasarkan presentasi kandungan silika SiO2, (Williams, 1956)



Kandungan silika rata-rata 52,2%, maka batuan beku andesit daerah penelitian bersifat Intermediate (menegah). 2.5.2.3.2. Magma



Penentuan



Indeks



Pembekuan



Untuk mengetahui indeks pembekuan magma dapat di lakukan perhitungan secara matematis sebagai berikut:



Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik – Universitas Pakuan



9



Hutchison, (1973) memberikan batas-batas indeks pembekuan magma sebagai berikut:  Nilai IP 0 - 9, magma bersifat andesitik – dasitik.  Nilai IP 10 - 19, magma bersifat andesitik.  Nilai IP 20 - 29, magma bersifst andesitik basaltik.  Nilai IP 30 - 40, magma bersifat basaltik.



Pada diagram di atas, terliahat nilai – nilai perbandingan antara K2O + Na2O dan SiO2 tersebar pada daerah High Calk Alkali - Calk Alkali. 1. Miyashiro (1974) : Penentuan jenis magma asal menurut Miyashiro (1974), di dasarkan pada perbandingan antara Oksida Alkali Total (K2O + Na2O) dengan Silika (SiO2). Dari hasil anlisa kimia tsb terhadap 4 conto batuan beku diorit di daerah penelitian didapatkan hasil sebagai berikut:



S1 = (100 . 2,7) / (2,7 + 3,14 + 6,80 + 3,60 + 0,74) = 15,90 S2 = (100 . 3,12) / (3,12 + 3,20 + 7,42 + 3,25 + 0,81) =17,52 S3 = (100 . 2,88) / (2,88 + 3,42 + 7,25 + 3,84 + 0,79) =15,84 S4 = (100 . 2,35) / (2,35 + 3,04 + 6,85 + 2,94 + 0,85)= 14,66



Dari perhitungan di atas, memperlihatkan nilai indeks pembekuan berkisar 14– 17,52, maka magma pembentukan batuan beku diorit pada daerah penelitian bersifat Andesitik. 2.5.2.3.3. Penentuan Indeks Jenis Magma 1. Kuno (1966) Penentuan jenis magma asal menurut Kuno (1966) di dasarkan pada perbandingan antara Oksida Alkali Total (K2O + Na2O) dengan Silika (SiO2).



Gambar 5. Seri magma dari batuan beku diorit daerah penelitian menurut Miyashiro (1974)



Pada diagram di atas memnunjukan bahwa dari ketiga conto batuan termasuk kedalam seri magma Calk-Alkali. 2. Ringwood (1974) 3. Penentuan jenis magma asal menurut Ringwood didasarkan perbandingan antara jumlah total Oksida Alkali Na2O + K2O (A), jumlah total Oksida Besi Fe2O3 (F) dan senyawa Oksida Magnesium MgO (M), yang dimuat dalam segitiga AFM.



Gambar 4. Seri magma dari batuan beku diorit daerah penelitian menurut Kuno (1966)



Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik – Universitas Pakuan



10



2.5.4. Lingkungan Tektonik Dari pembahasan sebelumnya telah di ketahui bahwa batuan beku diorit termasuk kedalam seri magma kalk – alkali. Girod (1978, dalam Samudra, 1988 ) membagi dua lingkungan tektonik untuk kalk alkli : 1. Busur Kepulauan (Island Arc) Gambar 6.Penentuan jenis magma asal menurut Ringwood (1981)



2.5.3. Evolusi dan Temperatur Magma Evolusi magma yang terjadi pada batuan beku diorit di daerah penelitian di cirikan oleh ketidak hadiran mineral olivin baik dari hasil petrografi maupun hasil normative. Proses evolusi kristalisasi magma di mulai dari pembentukan mineral piroksen, mineral piroksen yang terbentuk adalah klinopiroksen karena kandungan Fe2O3 > Mgo, dan terbentuk pada fase Orthomagmatik (1200 °C – 800 °C). Penurunan temperatur sampai pada suhu 800 ºC – 600 ºC ( fase pegmatitik), membentuk mineral horblande, proses kristalisasi magma dalam pembentukan mineral horblande berjalan sempurna, sehingga mineralnya terlihat sebagian bentuk aslinya. Mineral ini terbentuk pada fase pegmatitik. lebih asam kepada yang lebih basa, dimana secara kimia di tandai menurunnya kadar Al2O3 dan CaO. Pada temperatur antara 1000 ºC – 600 ºC terbentuk mineral plagioklas, terbentuk mineral plagioklas pada intrusi diorit ini memberi gambaran sesuai dengan hasil pengamatan sayatan petrografi bahwa, terbentuknya mineral plagioklas pada saat sudah penurunan temperatur. Hadirnya zonasi progresif pada plagioklas menandakan telah terjadi diferensiasi yang di tandai oleh penyelimutan plagioklas yang lebih asam kepada yang lebih basa, dimana secara kimia di tandai menurunnya kadar Al2O3 dan CaO.



2. Tepi Benua (Continental Margin) Beberapa peneliti lain seperti Miyashiro (1974), serta Jakes and White (1972) memberikan kriteria tertentu untuk memebedakan kedua lingkungan tersebut. Tabel 4. Perbandingan kandungan unsur-unsur oksida pada tepi benua dan busur kepulauan (Jakes and White, 1972)



Berdasarkan kriteria yang kemukakan oleh Miyashiro (1974) dan Jakes and White (1972), secara umum lingkungan tektonik batuan beku daerah penelitian lebih mendekati Jalur Orogenesa Busur Kepulauan. III. KESIMPULAN Setelah dilakukan penelitian berupa pemetaan geologi permukaan daerah tulakan dan sekitarnya Kecamatan Tulakan, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur dan Studi petrogenesa batuan beku diorit maka didapat beberapa kesimpulan kesimpulan. Berdasarkan cara terjadinya (morfogenesa) geomorfologi daerah penelitian terdiri dari perbukitan Lipat patahan, bukit intrusi dan dataran aluvial. Pola aliran sungai yang berkembang adalah Trelis dengan tige genetika obsekuen,konsekuen dan subsekuen. Stadium erosi sungai secara umum berada pada tahapan



Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik – Universitas Pakuan



11



dewasa dengan jentera geomorfik pada tahapan dewasa.



Biostratigraphy, Proceeding of The First.



Tatanan batuan yang tersingkap di daerah penelitian dapat di kelompokan menjadi 5 (Lima) satuan lithostratigrafi, mulai dari yang tertua hingga termuda adalah :



Dunham, R.J., 1962. Classification of Carbonat Rock According to Depositional Texture, Houston, Texas, USA.



a) Satuan batupasir tufaan sisipan breksi dan lava Formasi Arjosari berumur Kala Miosen Awal (N4 – N7) di endapkan pada lingkungan laut dalam.



Koesoemadinata, R.P. 1985. Prinsip Prinsip Sedimentasi, Jurusan Geologi, Institut Teknologi Bandung, Bandung.



b) Satuan batupasir selang – seling lanau Formasi Wuni berumur Kala Miosen Tengah (N11 – N12) di endapkan pada lingkungan laut dangkal. c) Satuan batu trbosan berumur Miosen tengah bagian akhir



kala



d) Satuan batugamping sisipan batulempung formasi Wonosari berumur Miosen Akhir (N14 – N16) di endapkan pada lingkungan laut dangkal. Struktur geologi yang berkembang berupa lipatan dan patahan. Struktur lipatan berupa sinklin. Struktur sesar di kontrol oleh gaya tegasan utama dari arah utara – selatan yang mengahasilkan sesar mendatar dengan arah barat daya– timurlaut. Orogenesa di daerah penelitian terjadi pada Intra Miosen dengan arah gaya utama N13°E atau hampir relatif utara – selatan. Berdasarkan hasil petrografi dan geokimia terhadap 4(empat) conto batuan beku diorit pada daerah penelitian, disimpulkan bahwa batuan diorit di daerah penelitian merupakan batuan beku intermediet (SiO2 52,43 % berat) dan bersifat andesitik dengan seri magma high calk alkali-Calk Alkali. Dan di perkirakan terbentuk pada temperatur magma sekitar 700˚-950˚C yang terbentuk di zona subduksi, atau tepatnya terletak di busur kepulauan dengan kedalaman berkisar 30-60km. DAFTAR PUSTAKA Blow, W. H. and Postuma J. A. 1969. Range Chart, Late Miosen to Recent Planktonic Foraminifera



Luthfi,



M., 2010. Prinsip-prinsip Sedimentologi, Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Pakuan, Bogor.



Noor, D., 2014. Geomorfologi, Edisi I, Sleman Yogyakarta : Deepublish (CV BUDI UTAMA), Sleman Yogyakarta. Pettijon, F.J., 1957. Sedimentary Rock, Harper & Row, Newyork Nelson, Stephen A., 2006, Clay Minerals Tulane University, New Orleans. Phleger, F.B., 1951. Ecology of Foraminifera, Nortwest Gulf of Mexico, GSA Memoir 46. Surono, 1992. Geologi lembar Surakarta Giritronto, Pusat penelitian dan pengembangan geologi, Direktorat Jenderal Geologi dan Sumber Daya Mineral, Departemen Pertambangan dan Energi, Bandung. Thornbury, W.D., 1969. Principles of Geomorphology, John Willey & Sons, New York. Van Bemmelen, R.W., 1949. The Geology of Indonesia, Vol. IA: General Geology of Indonesia and Adjacent Archipelagoes, The Hague, Martinus Nijhoff, vol. 1A, Netherlands.



Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik – Universitas Pakuan



12



Williams, H., Turner, F.J., dan Gilbert, C.M., 1954, Petrography, an Introduction to The Study of Rock in Thin Sections, W.H. Freeman and Company, New York. Walker, R.G and Mutti, E., 1978, Turbidites and Deep Water Sediment, Turbidit Facies and Facies Association, Lectures note Series, Pacific on Section S.E.P.M. Walker, R.G., 1992, Facies Model, 2nd edition, Geological as of Canada Publishing Bussiness and Economic Services Ltd, Toronto, Ontario, p. 141-245.



PENULIS: 1. Haryo Purnomo, S.T. Alumni (2017) Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik – Universitas Pakuan. 2. Ir. Teti Syahrulyati, Msi. Staf Dosen Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik – Universitas Pakuan. 3. Ir. Solihin, M.T. Staf Dosen Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik – Universitas Pakuan.



Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik – Universitas Pakuan



13