7f519 4. Desain Tebal Perkerasan Jalan Lentur PDF [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Desain Tebal Perkerasan Jalan Lentur



PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR DENGAN METODE ANALISA KOMPONEN Selesai mengikuti mata diklat ini diharapkan peserta mampu perencanaan tebal perkerasan lentur dengan metode analisa komponen A.



Umum Metode perencanaan penentuan tebal perkerasan didasarkan pada buku Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya dengan Metode Analisa Komponen No. SNI 1732-1989-F.



B.



Perencanaan Tebal Perkerasan Jalan Baru Perencanaan jalan baru ini digunakan untuk penentuan tebal perkerasan dimana perkerasan jalan tersebut akan terdiri atau meliputi seluruh lapisan perkerasan jalan dari tanah dasar, subbase course, base course dan surface course. Juga berlaku untuk perencanaan rekonstruksi jalan (full depth pavement) dan pelebaran jalan. Gambar 2.2. menunjukkan diagram alir tahapan perencanaan tebal perkerasan jalan baru dengan metode analisa komponen. 1. Daya dukung tanah dasar Daya dukung tanah dasar sangat mempengaruhi ketahananan lapisan diatasnya dan mutu jalan secara keseluruhan. Untuk menentukan daya dukung tanah dasar, terlebih dahulu harus ditentukan CBR (California Bearing Ratio) dari tanah dasar itu. Pada satu titik pengamatan diharapkan telah mewakili nilai CBR tanah dasar sedalam  1 meter. Apabila terjadi perbedaan nilai CBR pada satu titik pengamatan, maka dilakukan perhitungan CBR mewakili dengan formula dibawah ini : CBR mewakili 



 h .CBR 1



1



1



3



 h 2 .CBR 2 3  h3 .CBR 3 3  h n .CBR n h1  h 2  h3  h n 1



1



1



3







3



(Sumber : Manual For Design and Construction of Asphalt Pavement, Japan Road Association, 1980) Dan memenuhi persyaratan : a. Jika h1 > 40



CBR mewakili > CBR1



b. Jika h1+h2 > 40 dan CBR1 < CBR2



CBR mewakili > CBR1



c. Jika h1+h2 > 40 dan CBR1 > CBR2



CBR mewakili > CBR2



Perencanaan Teknik Perkerasan Jalan 1



1



Desain Tebal Perkerasan Jalan Lentur d. Jika h1+h2 < 40, CBR1 < CBR2 < CBR3 CBR mewakili > CBR1 e. Jika h1+h2 < 40, CBR2 < CBR1 < CBR3 CBR mewakili > CBR2 f. Jika h1+h2 < 40, CBR3 < CBR1 < CBR2 CBR mewakili > CBR3 Sumber : Design Parameter and Model for the Road Works Design System, Sub Directorate of Technical Planning Bina Program Jalan, Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Bina Marga, April 1987. Lapis tanah dasar h1 h2 h3 Gambar 2.1. : Lapisan tanah dasar. Pada satu segmen jalan, pengambilan CBR untuk perencanaan dilakukan setiap jarak 200 meter ditambah pada setiap lokasi terjadinya perubahan jenis tanah atau kondisi lingkungan. CBR design yang mewakili pada segmen jalan tersebut adalah : CBR design = CBR rata-rata - std CBR std CBR = standard deviasi nilai CBR. Pada badan jalan yang terletak diatas tanah timbunan yang lebih besar dari 1 meter maka : CBR design = CBR timbunan. Apabila perencanaan dilakukan serempak dalam beberapa segmen sehingga diperlukan waktu yang singkat dalam penentuan nilai CBR design, maka nilai CBR design dapat ditentukan dengan alat Dynamic Cone Penetrometer (DCP) dan dilakukan langsung dilapangan. CBR design juga dapat diambil berdasar metode Bina Marga. Persyaratan untuk perencanaan daya dukung tanah dasar yang baik minimum nilai CBR adalah 6 %. Korelasi antara Daya Dukung Tanah (DDT) dengan CBR diberikan dalam bentuk Nomogram seperti pada Gambar 5.3. dengan persamaan sebagai berikut : DDT = 4,3 log (CBR) + 1,7 2. Faktor Regional Faktor regional (Tabel 2.1.) ditentukan oleh beberapa hal yaitu :  Keadaan iklim Perencanaan Teknik Perkerasan Jalan 1



2



Desain Tebal Perkerasan Jalan Lentur  Persentase kendaraan berat (  5 ton )  Derajat kemiringan memanjang jalan Tabel 2.1. : Faktor Regional (FR). Kelandaian I



Kelandaian II



Kelandaian III



( 10 % )



% Kendaraan berat



% Kendaraan berat



% Kendaraan berat



 30 %



> 30 %



 30 %



> 30 %



 30 %



> 30 %



Iklim : < 900 mm/th



0,5



1,0 – 1,5



1,0



1,5 – 2,0



1,5



2,0 – 2,5



Iklim : > 900 mm/th



1,5



2,0 – 2,5



2,0



2,5 – 3,0



2,5



3,0 – 3,5



Sumber : Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Jalan Raya dengan metode Analisa Komponen, 1987. BAGAN ALIR PROSEDUR PERENCANAAN FLEXIBLE PAVAMENT DENGAN METODE ANALISA KOMPONEN Traffic



LHR pada awal umur rencana



Koefisien distribusi kendaraan



Lintas ekivalen permulaan Lintas ekivalen tengah



Angka ekivalen kendaraan



Lintas ekivalen rencana



Lintas ekivalen akhir



CBR



Daya Dukung Tanah



Indek Tebal Perkerasan



Faktor Regional Tebal Perkerasan Indeks Permukaan



Koefisien kekuatan relatif bahan



Gambar 2.2. Pada bagian jalan tertentu yaitu : 



Persimpangan, pemberhentian atau tikungan tajam ( R = 30 m ) nilai FR ditambah 0,5



Perencanaan Teknik Perkerasan Jalan 1



3



Desain Tebal Perkerasan Jalan Lentur







Daerah rawa nilai FR ditambah 1,0 DDT



CBR 10 9 8 7 6 5



100 90 80 70 60 50 40 30 20



10 9 8 7 6 5 4



4



3



3



2



2



1



1



Gambar 2.3. : Korelasi antara Daya Dukung Tanah (DDT) dan CBR 3.



Lebar jalan dan jumlah lajur lalu-lintas Lebar perkerasan jalan ditentukan dari jumlah lajur yang direncanakan. Seperti Tabel 5.2.. Tabel 2.2. : Jumlah lajur berdasarkan lebar perkerasan. Lebar perkerasan (L)



Jumlah lajur (n)



L < 5.50 m 5,50 m < 8,25 m



1 2



8,25 m < 11,25 m



3



11,25 m < 15,00 m



4



15,00 m < 18,75 m



5



18,75 m < 22,00 m



6



Sumber : Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Jalan Raya dengan metode Analisa Komponen, 1987. Koefisien distribusi kendaraan (C) untuk kendaraan ringan dan berat yang lewat pada jalur rencana ditentukan menurut Tabel 2.3. Perencanaan Teknik Perkerasan Jalan 1



4



Desain Tebal Perkerasan Jalan Lentur



Tabel 2.3. : Koefisien distribusi kendaraan (C).



Jumlah lajur 1



Kendaraan ringan Berat total < 5 T 1 arah 2 arah 1,00 1,00



Kendaraan berat Berat total > 5 T 1 arah 2 arah 1,00 1,000



2



0,60



0,50



0,70



0,500



3



0,40



0,40



0,50



0,475



4



-



0,30



-



0,450



5



-



0,25



-



0,425



6



-



0,20



-



0,400



Sumber : Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Jalan Raya dengan metode Analisa Komponen, 1987. 4. Volume lalu-lintas Untuk perencanaan jalan diperlukan suatu kemampuan memperkirakan volume lalu-lintas yang diharapkan melewati suatu jalur jalan. Volume lalu-lintas adalah jumlah kendaraan yang melewati satu titik pengamatan pada suatu jalur jalan selama satu satuan waktu. Untuk mendapatkan volume lalu lintas dilakukan survey volume lalu lintas. Survai volume lalu-lintas dilakukan selama 3 x 24 jam atau 3 x 16 jam terus menerus dari hari Selasa sampai dengan Kamis dan bukan hari libur. Dalam survai volume lalu-lintas untuk kebutuhan perencanaan tebal perkerasan, jenis kendaraan dibagi dalam komposisi sebagai berikut : 1) Sedan, jeep, dan station wagon 2) Oplet, pick up suburban dan combi (penumpang) 3) Micro truck dan Mobil penumpang 4) Bis kecil 5) Bis besar 6) Truk 2 As 7) Truk Tangki 2 As > 10 T 8) Truk Tangki gandengan 9) Truk 3 As atau lebih Dari hasil survai volume lalu lintas dapat diketahui :  Lalu lintas Harian rata-rata (LHR).  Komposisi arus lalu lintas. Catatan : Tata-cara survai volume lalu-lintas (traffic counting), tergantung ketentuan lain yang diberlakukan.



Perencanaan Teknik Perkerasan Jalan 1



5



Desain Tebal Perkerasan Jalan Lentur



5.



Angka ekivalen beban sumbu Angka ekivalen beban sumbu kendaraan adalah angka yang menyatakan perbandingan tingkat kerusakan yang ditimbulkan oleh suatu lintasan beban sumbu tunggal / ganda kendaraan terhadap tingkat kerusakan yang ditimbulkan oleh satu lintasan beban standar sumbu tunggal seberat 8,16 ton (18.000 Lb). Angka Ekivalen (E) masing-masing golongan beban sumbu (setiap kendaraan) ditentukan menurut rumus dibawah ini : 



E



L  k  8 , 16 



  



4



dimana : L =



beban sumbu kendaraan (ton)



k =



1



:



untuk sumbu tunggal



=



0,086 : untuk sumbu tandem



=



0,021 : untuk sumbu triple



Dengan rumus diatas maka angka ekivalen beban sumbu kendaraan dapat diketahui, untuk lebih praktisnya dapat dilihat pada Tabel 2.4. Tabel 2.4. : Angka ekivalen beban sumbu. Beban sumbu Kg



Lb



Angka ekivalen Sumbu tunggal Sumbu ganda



1.000 2.000 3.000 4.000 5.000 6.000 7.000 8.000



2.205 4.409 6.614 8.818 11.023 13.228 15.432 17.637



0,0002 0,0036 0,0183 0,0577 0,1410 0,2933 0,5415 0,9328



0,0003 0,0016 0,0050 0,0121 0,0251 0,0466 0,0794



8.160 9.000



18.000 19.841



1,0000 1,4798



0,0860 0,1273



10.000



22.046



2,2555



0,1940



11.000



24.251



3,3022



0,2840



12.000



26.455



4,6770



0,4022



13.000



28.660



6,4419



0,5540



14.000



30.864



8,6447



0,7452



15.000 16.000



33069 35.276



11,4184 14,7815



0,9820 1,2712



Sumber : Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Jalan Raya dengan metode Analisa Komponen, 1987. Perencanaan Teknik Perkerasan Jalan 1



6



Desain Tebal Perkerasan Jalan Lentur



Konfigurasi beban sumbu pada berbagai jenis kendaraan beserta angka ekivalen kendaraan dalam keadaan kosong (min) dan dalam keadaan bermuatan (max), dapat dilihat pada Tabel 2.5. Untuk perencanaan, berat kendaraan harus disurvai sehingga dapat diketahui berat rata-rata tiap kendaraan yang melewati jalur tertentu. Tetapi bila waktu tidak mencukupi untuk mengadakan survai maka diambil diantara dalam keadaan kosong sampai dengan keadaan muatan maksimum. Angka Ekivalen tiap jenis kendaraan diatas dapat dihitung berdasarkan Tabel 2.4. dengan persentase konfigurasi beban sumbu pada Tabel 2.5. serta rumus angka ekivalen beban sumbu tunggal dan ganda diatas.



KONFIGURASI SUMBU & TIPE



BERAT KOSONG (ton)



BEBAN MUATAN MAKSIMUM (ton)



BERAT TOTAL MAKSIMUM (ton)



UE 18 KSAL KOSONG



UE 18 KSAL MAKSIMUM



Tabel 2.5. : Konfigurasi beban sumbu.



1,1 HP



1,5



0,5



2,0



0,0001



0,0005



RODA TUNGGAL PADA UJUNG SUMBU RODA GANDA PADA UJUNG SUMBU



50%



1,2 BUS



3



6



9



0,0037



0,3006



1,2L TRUK



2,3



6



8,3



0,0013



0,2174



1,2H TRUK



4,2



14



18,2



0,0143



5,0264



1,22 TRUK



5



20



25



0,0044



2,7416



1,2+2,2 TRAILER



6,4



25



31,4



0,0085



3,9083



1,2-2 TRAILER



6,2



20



26,2



0,0192



6,1179



1,2-2,2 TRAILER



10



32



42



0,0327



10,183



66%



34%



66%



34%



25%



18%



18%



50%



34%



66%



75%



28%



41%



18% 28%



27%



27%



41%



54% 27% 27%



(Sumber : Manual Perkerasan Jalan dengan alat Benkelman beam No. 01/MN/BM/83).



Perencanaan Teknik Perkerasan Jalan 1



7



Desain Tebal Perkerasan Jalan Lentur



6.



Lintas ekivalen Yang dimaksud dengan lintas ekivalen adalah suatu nilai ekivalen tingkat kerusakan jalan akibat repetisi dari lintasan kendaraan selama satu satuan waktu. Lintas Ekivalen dibedakan atas : a.



Lintas Ekivalen Permulaan Yaitu besarnya lintas ekivalen pada saat jalan dibuka (awal umur rencana). Dimana : LHR = Lalu lintas harian rata-rata C = Koefisien distribusi LEP



n



LHRC E j1



jumlah lajur



j



j



j



kendaraan



sesuai



dengan



E = Angka ekivalen (faktor kerusakan jalan akibat lalu lintas kendaraan) J = Jenis kendaraan b.



Lintas Ekivalen Akhir (LEA) Yaitu besarnya lalu lintas ekivalen pada saat akhir umur rencana. Dimana :



c.



UR



= Umur



i



= Perkembangan



n



LEA   LHR j 1  i   C j  E j j 1



UR



Rencana lalulintas



Lintas Ekivalen Tengah (LET) Yaitu besarnya lintas ekivalen rata-rata selama umur perencanaan. LET =



d.



LEP LEA 2



Lintas Ekivalen Rencana (LER) Yaitu besarnya lintas ekivalen rencana yang digunakan dalam perencanaan. LER = LET x FP FP 



UR 10



FP = Faktor Penyesuaian 7.



Indeks Permukaan Indeks Permukaan (IP) ini menyatakan nilai dari pada kerataan / kehalusan serta kekokohan permukaan yang bertalian dengan tingkat pelayanan bagi lalu lintas yang lewat. Indeks permukaan ini diukur dari kemampuan pelayanan (service ability) suatu jalan berdasarkan



Perencanaan Teknik Perkerasan Jalan 1



8



Desain Tebal Perkerasan Jalan Lentur



pengamatan kondisi jalan, meliputi kerusakan-kerusakan seperti retak-retak, alur, lubang, kekasaran permukaan dan lain sebagainya yang terjadi selama umur pelayanan jalan. Nilai Indeks Permukaan bervariasi dari angka 0 s/d 5. Adapun beberapa nilai IP beserta artinya seperti yang tersebut dibawah ini : IP = 1,0



: Menyatakan permukaan jalan dalam keadaan rusak berat sehingga sangat mengganggu lalu lintas kendaraan.



IP = 1,5



: Tingkat pelayanan terendah yang masih mungkin (jalan tidak terputus).



IP = 2,0



: Tingkat pelayanan rendah bagi jalan yang masih mantap.



IP = 2,5



: Menyatakan permukaan jalan masih cukup stabil dan baik.



IP > 2,5



: Menyatakan permukaan jalan cukup stabil dan baik.



Dalam menentukan indeks permukaan pada awal umur rencana (IPo) perlu diperhatikan jenis lapis permukaan jalan (kerataan / kehalusan serta kekokohan) pada awal umur rencana menurut Tabel 2.6. Dalam menentukan IPt pada akhir umur rencana perlu dipertimbangkan faktor-faktor klasifikasi fungsional jalan dan LER menurut Tabel 2.7. Tabel 2.6. : Indeks permukaan pada awal umur rencana (IPo). Jenis Lapis Perkerasan



IPo



Roughness *) (mm/km)



4



 1000



3,9 - 3,5



> 1000



Lasbutag



3,9 - 3,5 3,4 - 3,0



 2000 > 2000



HRA



3,9 - 3,5



Burda Burtu



3,4 - 3,0 3,9 - 3,5 3,4 - 3,0



 2000 > 2000 < 2000 < 2000



Lapen



3,4 - 3,0



Lastasbum Buras Latasir



2,9 - 2,5 2,9 - 2,5 2,9 - 2,5 2,9 - 2,5



Jalan Tanah



 2,4



Jalan Kerikil



 2,4



Laston



Perencanaan Teknik Perkerasan Jalan 1



 3000 > 3000



9



Desain Tebal Perkerasan Jalan Lentur



Tabel 2.7. : Indeks permukaan pada akhir umur rencana (IP). Klasifikasi Jalan



LER = Lintas Ekivalen Rencana *)



Lokal



Kolektor



Arteri



Tol



< 10 10 - 100 100 - 1000 > 1000



1,0 - 1,5 1,5 1,5 - 2,0 -



1,5 1,5 - 2,0 2,0 2,0 - 2,5



1,5 - 20 2,0 2,0 - 2,5 2,5



2,5



Sumber : Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Jalan Raya dengan metode Analisa Komponen, 1987. *) LER dalam satuan angka ekivalen 8,16 ton beban sumbu tunggal. Tingkat pelayanan lalu-lintas selama umur rencana ditentukan dari rasio kehilangan kemampuan pelayanan. Masa kemampuan pelayanan ini dapat dilihat pada Gambar 5.4.



IPo 5 4



IPt



3 2 Umur rencana Gambar 2.4. : Masa kemampuan pelayanan.



8.



Koefisien kekuatan relatif (a) Koefisien kekuatan relatif (a) masing-masing bahan dan kegunaannya sebagai lapis permukaan, pondasi, pondasi bawah, ditentukan secara korelasi sesuai nilai Marshall Test (untuk bahan dengan aspal), kuat tekan (untuk bahan yang stabilisasi dengan semen atau kapur), atau CBR (untuk bahan lapis pondasi bawah).



Perencanaan Teknik Perkerasan Jalan 1



10



Desain Tebal Perkerasan Jalan Lentur



Daftar koefisien kekuatan relatif ditentukan menurut Tabel 2.8. Tabel 2.8. : Koefisien kekuatan relatif (a). Koefisien kekuatan relatif



a1 0,40 0,35 0,32 0,30 0,35 0,31 0,28 0,26 0,30 0,26 0,25 0,20 -



a2 0,28 0,26 0,24



a3 -



Kekuatan Bahan MS (kg) 744 590 454 340 744 590 454 340 340 340 590 454 340



Kt (kg/cm2) -



Jenis Bahan CBR (%) -



Laston



Lasbutag



HRA Aspal Macadam Lapen(mekanis) Lapen(manual) Laston Atas



Tabel2.8. : Koefisien kekuatan relatif (a) – Lanjutan. Koefisien kekuatan relatif



Kekuatan Bahan Jenis Bahan



a1



a2



a3



MS (kg)



Kt (kg/cm2)



CBR (%)



-



0,23



-



-



-



-



Lapen (mekanis)



-



0,19



-



-



-



-



Lapen (manual)



-



0,15



-



-



22



-



Stab. tanah dg semen



-



0,13



-



-



18



-



-



0,15



-



-



22



-



-



0,13



-



-



18



-



-



0,14



-



-



-



100



Batu pecah (kelas A)



-



0,13



-



-



-



80



Batu pecah (kelas B)



-



0,12



-



-



-



60



Batu pecah (kelas C)



-



-



0,13



-



-



70



Sirtu / pitrun (kelas A)



-



-



0,12



-



-



50



Sirtu / pitrun (kelas B)



-



-



0,11



-



-



30



Sirtu / pitrun (kelas C)



-



-



0,10



-



-



20



Tnh / lempung kepasiran



Stab. tanah dg kapur



Sumber : Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Jalan Raya dengan metode Analisa Komponen, 1987. Perencanaan Teknik Perkerasan Jalan 1



11



Desain Tebal Perkerasan Jalan Lentur



Koefisien kekuatan relatif bahan untuk Cement Treated Base (CTB) sebagai berikut : 



CTB dengan kuat tekan > 45 kg/cm2



:



a = 0,23







CTB dengan kuat tekan 28 - 45 kg/cm2 :



a = 0,20







CTB dengan kuat tekan < 28 kg/cm2



a = 0,15



:



(Sumber : Teknik Jalan Raya, Clarkson H Oglesby, R Gary Hicks, Jilid 2, 1996) 9.



Indeks Tebal Perkerasan ( ITP ) Indeks tebal perkerasan ( ITP ) adalah suatu indeks yang menentukan tebal perkerasan dan ditulis dengan rumus umum sebagai berikut : n



ITP   ai .Di  a1 .D1  a 2 .D2  a3 .D3  a 4 .D4 i 1



dimana : a1 =



Koefisien kekuatan relatif lapisan permukaan.



a2 =



Koefisien kekuatan relatif lapisan pondasi atas perkerasan beraspal.



a3 =



Koefisien kekuatan relatif lapisan pondasi atas perkerasan berbutir.



a4 =



Koefisien kekuatan relatif lapisan pondasi bawah.



D1 =



Tebal lapisan permukaan.



D2 =



Tebal lapisan pondasi atas perkerasan beraspal.



D3 =



Tebal lapisan pondasi atas perkerasan berbutir.



D4 =



Tebal lapisan pondasi bawah.



Nilai ITP dapat ditentukan dengan menempatkan nilai-nilai daya dukung tanah (DDT), Lalu-lintas Ekivalen Rencana (LER) dan Faktor Regional (FR) pada Nomogram Gambar 2.6. – 2.7. – 2.8. yang diberikan pada lembar akhir dari bab ini. 10. Batas minimum tebal perkerasan a.



Lapis permukaan (Tabel 2.9.) ITP



Tebal min. (cm)



< 3,00



5



Lapis pelindung : Buras, Burtu, Burda



3,00 – 6,70



5



6,71 – 7,49



7,5



Lapen/Aspal Laston Lapen/Aspal Laston



7,50 – 9,99



7,5



Lasbutag, Laston



 10,00



10



Laston



Perencanaan Teknik Perkerasan Jalan 1



Bahan



Macadam,



HRA,



Lasbutag,



Macadam,



HRA,



Lasbutag,



12



Desain Tebal Perkerasan Jalan Lentur



b.



Lapis pondasi (Tabel 2.10.) ITP



Tebal min. (cm)



Bahan



< 3,00



15



Batu pecah,stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah dengan kapur.



3,00 – 7,49



20 *) 10



7,50 – 9,99



20 15



10 – 12,14



20



 12,25



25



Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah dengan kapur. Laston atas. Batu pecah, stabilisasi tanah dgn semen, stabilisasi tnh dgn kapur, macadam. Laston atas Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah dengan kapur, Macadam, Lapen, Laston atas. Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah dengan kapur, Macadam, Lapen, Laston atas.



Sumber : Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Jalan Raya dengan metode Analisa Komponen, 1987. *)



Batas 20 cm tersebut dapat diturunkan menjadi 15 cm bila untuk pondasi bawah digunakan material berbutir kasar.



c. Lapis pondasi bawah. Untuk setiap nilai ITP, bila digunakan pondasi bawah, tebal minimum adalah 10 cm. 11.



Persamaan dasar Persamaan dasar yang digunakan oleh metoda Analisa Komponen adalah : IP  IPt log o  ITP   1  4,2 1,5 logLER3560  9,36log 1  0,2   log   0,372DDT 3 1904  FR  2,54  0,4  5,19  ITP     2,54 1  



dimana : LER =



Lintas Ekivalen Rencana.



ITP =



Indeks Tebal Perkerasan.



IPo



=



Indeks permukaan pada awal umur rencana.



IPt



=



Indeks permukaan pada akhir umur rencana.



FR



=



Faktor Regional.



DDT =



Daya Dukung Tanah.



Persamaan ini dapat untuk menyelesaikan nomogram seperti pada Gambar 2.6. – 2.7. – 2.8. Perencanaan Teknik Perkerasan Jalan 1



13



Desain Tebal Perkerasan Jalan Lentur



C.



Konstruksi Bertahap Konstruksi bertahap adalah konstruksi perkerasan lentur yang memiliki satu lapis pondasi bawah, satu



lapis pondasi



atas dan dua



lapis permukaan, dimana



kedua



lapis



permukaan tersebut dari bahan aspal beton atau sejenis yang dikerjakan secara berurutan dengan selang waktu tertentu menurut ketetapan yang ditentukan dalam proses desain. Perlu dijelaskan disini, bahwa pada saat pekerjaan lapis permukaan kedua (sebagai lapis tambahan), kondisi struktur perkerasan tahap pertama masih stabil. Hal inilah yang membedakan pekerjaan konstruksi bertahap dengan pekerjaan peningkatan jalan (pekerjaan lapis tambahan) karena pada pekerjaan peningkatan jalan, di akhir masa layan, struktur perkerasan lama telah mencapai kondisi kritis / runtuh. Manfaat dari desain konstruksi bertahap antara lain mencakup hal-hal sebagai berikut : 



Memungkinkan peningkatan kondisi perkerasan dengan memperbaiki kelemahan setempat yang dijumpai di antara konstruksi tahap pertama dengan tahap kedua.







Jika terdapat kesalahan perencanaan atau konstruksi atau material lapis pondasi atau lapis pondasi bawah, maka koreksi masih dapat dilakukan dengan biaya yang lebih murah.







Jika beban lalu-lintas tidak dapat diperkirakan dengan baik maka penyesuaian desain dapat dilakukan pada konstruksi tahap kedua.







Konstruksi bertahap dipertimbangkan seandainya pendanaan pembangunan jalan juga harus disediakan secara bertahap juga. Namun, disamping manfaat tersebut terdapat juga kerugian yang dapat terjadi akibat pentahapan konstruksi perkerasan, seperti misalnya :







Kualitas lapis pondasi atas dan lapis pondasi bawah harus tetap baik sesuai dengan persyaratan yang diminta.







Karena konstruksi perkerasan tahap kedua diberikan pada saat struktur perkerasan tahap pertama masih dalam kondisi yang baik, maka hal ini dapat memberikan kesan bahwa jalan yang masih baik sudah dilapis kembali.







Pembangunan konstruksi tahap kedua memberi dua kali gangguan lalu-lintas yaitu dalam pengertian biaya transportasi total, gangguan terhadap kelancaran lalu-lintas tersebut dapat meningkatkan biaya operasi kendaraan, biaya kelambatan perjalanan maupun biaya kecelakaan.







Beberapa utilitas jalan yang sudah dibangun ditahap pertama harus dibangun kembali setelah tahap kedua, seperti marka, posisi rambu, dan fasilitas drainase.



Perencanaan Teknik Perkerasan Jalan 1



14



Desain Tebal Perkerasan Jalan Lentur Ketentuan dasar desain konstruksi bertahap menurut metoda Analisa Komponen adalah bahwa perioda desain tahap pertama harus ditetapkan tidak boleh lebih besar dari pada 50 % total masa layan. Dengan demikian, beban lalu-lintas yang dipikul oleh struktur perkerasan pada tahap pertama dan kedua berturut-turut adalah :  LER1 : LER selama perioda 25 – 50 % dari masa layan.  LER2 : LER selama perioda 75 – 50 % dari masa layan. Desain konstruksi bertahap sebenarnya didasarkan pada pendekatan analitis (teori unit kerusakan), yaitu bahwa setiap kendaraan yang lewat akan menyebabkan derajat kerusakan tertentu. Jika total nilai derajat kerusakan sama dengan 100 %, maka struktur perkerasan dapat dikatakan telah mencapai masa layannya. Jadi, disini derajat kerusakan dianggap sebanding dengan beban lalu-lintas (nilai LER). Ketentuan konstruksi bertahap : a. Pada akhir tahap pertama, struktur perkerasan dianggap masih memiliki sisa umur sebesar 40 %, atau : X LER1 = LER1 + 40 % X LER1 Dan didapat nilai : X = 1,67 Jadi, nilai ITP untuk konstruksi tahap pertama (ITP1) dapat dihitung berdasarkan beban lalulintas sebesar 1,67 LER1 b. Konstruksi tahap pertama, tanpa pemberian konstruksi tahap kedua, akan mampu melayani 60 % dari total masa layan, atau : Y LER2 = LER1 + LER2 = 60 % Y LER2 + LER2 Dan didapat nilai : Y = 2,50 Serupa seperti untuk ITP1, nilai ITP total (ITPtotal)yang diperlukan untuk memikul beban lalulintas selama masa layan dapat dihitung berdasarkan beban lalu-lintas sebesar 2,5 LER2 c. Nilai ITP untuk konstruksi tahap kedua (ITP2) adalah : ITP2 = ITPtotal – ITP1 Perhitungan nilai ITP1 dan nilai ITPtotal dapat didasarkan pada nomogram atau model struktur perkerasan (persamaan). Demikian juga, struktur perkerasan tahap pertama dapat di-desain apakah dengan mengikuti salah satu skenario yang dilakukan pada konstruksi perkerasan baru.



Perencanaan Teknik Perkerasan Jalan 1



15



Desain Tebal Perkerasan Jalan Lentur d. Tebal lapis tambahan, sebagai pekerjaan tahap kedua dapat dihitung dengan rumus sebagai Do 



ITP2 ao



berikut : dimana :



D.



Do



=



Tebal lapis tambahan



ao



=



Koefisien kekuatan relatif



Pelapisan Tambahan (OVERLAY) Prinsip dasar dari desain lapis tambahan pada struktur perkerasan lentur menurut metoda Analisa Komponen adalah bahwa di akhir masa layannya Struktur perkerasan perlu diperkuat dengan memperbesar nilai ITP sehingga mampu memikul perkiraan beban lalu-lintas tambahan yang diinginkan. Nilai ITP yang dimaksud diperoleh dari sisa nilai ITP struktur perkerasan lama ditambah dengan nilai ITP tambahan dari lapis tambahan yang diberikan. Dengan demikian, ada 2 langkah yang perlu dilakukan dalam proses perencanaan lapis tambahan, yaitu : 



Menentukan nilai kondisi struktur perkerasan lama untuk mendapatkan nilai ITP sisa.







Menghitung tebal lapis tambahan berdasarkan nilai ITP tambahan yang diperlukan, yang dihitung sesuai dengan perkiraan beban lalu-lintas yang akan datang setelah dikurangi dengan nilai ITP sisa. Penentuan ITP sisa dilakukan secara subyektif. Nilai ITP sisa struktur perkerasan lama dapat dihitung dengan menggunakan rumus : ITPsisa   ai .Di .K i 



dimana : Ki = Nilai kondisi lapisan, yang dinilai secara subyektif, lihat Tabel 2.11. Ketebalan perkerasan yang ada ditentukan dengan test pit pada lokasi pengamatan. Tebal lapisan tambahan dihitung berdasarkan rumus :  ITP = ITPp - ITPs



Do 



 ITP ao



Dimana :



Perencanaan Teknik Perkerasan Jalan 1



16



Desain Tebal Perkerasan Jalan Lentur Tabel 2.11. : Nilai kondisi perkerasan jalan. 1. Lapis Permukaan : Umumnya tidak retak, hanya sedikit deformasi pada jalur roda Terlihat retak halus, sedikit deformasi pada jalur roda namun masih tetap stabil Retak sedang, beberapa deformasi pd jalur roda, pada dasarnya masih menunjukkan kestabilan Retak banyak, demikian juga deformasi pada jalur roda, menunjukkan gejala ketidak stabilan 2. Lapis Pondasi : a. Pondasi Aspal Beton atau Penetrasi Macadam. Umumnya tidak retak Terlihat retak halus, namun masih tetap stabil Retak sedang, pada dasarnya masih menunjukkan kestabilan Retak banyak, menunjukkan gejala ketidak stabilan b. Stabilisasi tanah dengan semen atau kapur : Indeks Plastisitas (Plasticity Index = PI) < 10 c. Pondasi Macadam atau Batu Pecah : Indeks Plastisitas (Plasticity Index = PI) < 6 d. Lapis Pondasi Bawah : Indeks Plastisitas (Plasticity Index = PI) < 6 Indeks Plastisitas (Plasticity Index = PI) > 6



90 – 100 % 70 – 90 % 50 – 70 % 30 – 50 %



90 – 100 % 70 – 90 % 50 – 70 % 30 – 50 % 70 – 100 % 80 – 100 % 90 – 100 % 70 – 90 %



Sumber : Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Jalan Raya dengan metode Analisa Komponen, 1987.  ITP = Indek Tebal Perkerasan yang diperhitungkan.



ITPp = ITP perlu. ITPs = ITP sisa = ITP perkerasan jalan lama (existing pavement). Do



= Tebal lapis tambahan.



ao



= Koefisien kekuatan relatif bahan.



ITPperlu dihitung berdasarkan beban lalu-lintas untuk masa layan berikutnya. Perhitungan ITP ini sama dengan layaknya menghitung ITP untuk pembangunan perkerasan baru. Pada perhitungan ini perlu juga diperhitungkan kondisi tanah dasar, faktor regional, indeks perkerasan awal dan akhir, dan sebagainya untuk kondisi masa layan berikutnya. Nilai ITPsisa dapat bernilai nol yang artinya tidak memiliki sisa sama sekali. Penambahan lapis tambahan dengan kondisi ini tidak disarankan karena tebal lapis permukaan tambahan yang diberikan akan sangat tebal sehingga kurang ekonomis. Untuk itu jika tidak ada ITP sisa maka disarankan untuk melakukan perencanaan ulang dan jika perlu dengan pembangunan konstruksi baru. Alternatif lain adalah dengan membagi jenis lapisan sehingga persamaan ITP dapat diubah menjadi :  ITP = ITPp - ITPs = a1.D1 + a2.D2



Perencanaan Teknik Perkerasan Jalan 1



17



Desain Tebal Perkerasan Jalan Lentur Gambar 2.5. menunjukkan bagan alir perencanaan perkerasan cara Bina Marga Analisa Komponen untuk perencanaan pelapisan tambahan. BAGAN ALIR PERENCANAAN PERKERASAN CARA ANALISA KOMPONEN



BAGAN ALIR PERENCANAAN PERKERASAN ANALISA KOMPONEN ( PELAPISAN TAMBAHAN CARA ) ( UNTUK PELAPISAN TAMBAHAN ) Mulai



Traffic



Angka Ekivalen Kendaraan (E)



Koefisien Distribusi Kendaraan (C)



Lintas Ekivalen Permulaan LEP = LHR x C x E



Test CBR



LHR pada awal umur rencana



Lintas Ekivalen Akhir LEA = LHR x (1+i)^UR x C x E



Lintas Ekivalen Tengah LET = (LEP+LEA)/2



Lintas Ekivalen Rencana LER = LET x UR/10



Daya Dukung Tanah (DDT)



Test Pit



Indek Tebal Perkerasan (ITP)



Koefisien Kekuatan Relatif Bahan a1, a2, a3, a4



Faktor Regional (FR) : - Kelandaian - % kendaraan berat - Iklim/curah hujan



Indeks Permukaan ( IP )



Tebal Perkerasan D1, D2, D3, D4



Indek Tebal Perkerasan Existing (ITP)e



Indek Tebal Perkerasan Pelapisan Tambahan



Tebal Perkerasan Pelapisan Tambahan



Selesai



Perencanaan Teknik Perkerasan Jalan 1



18



Desain Tebal Perkerasan Jalan Lentur E.



Tinjauan Khusus Daya Rusak Jalan Daya rusak jalan atau lebih dikenal dengan Damage Factor, seperti disajikan pada sub-bab 2.2.5. diatas, dalam buku ini, juga disajikan tentang damage factor yang diambil dari sumber Majalah Teknik Jalan & Transportasi No. 101 Juli 2002, yang dapat digunakan sebagai referensi, yang di-sari sebagai berikut dibawah ini. Beban konstruksi perkerasan jalan mempunyai ciri-ciri khusus dalam artian mempunyai perbedaan prinsip dari beban pada konstruksi lain di luar konstruksi jalan. Pemahaman atas ciriciri khusus beban konstruksi perkerasan jalan tersebut sangatlah penting dalam pemahaman lebih jauh, khususnya yang berkaitan dengan desain konstruksi perkerasan, kapasitas konstruksi perkerasan, dan proses kerusakan konstruksi yang bersangkutan. Sifat beban konstruksi perkerasan jalan sebagai berikut : 



Beban yang diperhitungkan adalah beban hidup yang berupa beban tekanan sumbu roda kendaraan yang lewat diatasnya yang dikenal dengan axle load. Dengan demikian, beban mati (berat sendiri) konstruksi diabaikan.







Kapasitas konstruksi perkerasan jalan dalam besaran sejumlah repetisi (lintasan) beban sumbu roda lalu-lintas dalam satuan standar axle load yang dikenal dengan satuan EAL (equivalent axle load). Satuan standar axle load adalah axle load yang mempunyai daya rusak kepada konstruksi perkerasan sebesar 1. Dan axle load yang bernilai daya rusak sebesar 1 tersebut adalah single axle load sebesar 18.000 lbs atau 18 kips atau 8,16 ton.







Tercapainya atau terlampauinya batas kapasitas konstruksi (sejumlah repetisi EAL) akan menyebabkan berubahnya konstruksi perkerasan yang semula mantap menjadi tidak mantap. Kondisi tidak mantap tersebut tidak berarti kondisi failure ataupun collapse. Dengan demikian istilah failure atau collapse secara teoritis tidak akan (tidak boleh) terjadi karena kondisi mantap adalah kondisi yang masih baik tetapi sudah memerlukan penanganan berupa pelapisan ulang (overlay). Kerusakan total (failure, collapse) dimungkinkan terjadi di lapangan, menunjukkan bahwa konstruksi perkerasan jalan tersebut telah diperlakukan salah yaitu mengalami keterlambatan dalam penanganan pemeliharaan baik rutin maupun berkala untuk menjaga tidak terjadinya collapse atau failure dimaksud. Banyak dikenal bentuk formula damage factor, dalam bahasan ini akan diberikan damage factor yang sudah dianut oleh Standar Nasional Indonesia (SNI).



Perencanaan Teknik Perkerasan Jalan 1



19



Desain Tebal Perkerasan Jalan Lentur



a.



Rumus damage factor single axle



DF



Sgl



 P   1 , 000     8 ,16 



P b.



P



Rumus damage factor tandem axle



DFTdm



 P   0,086     8,16 



P c.



4



4



P



Rumus damage factor triple axle



 P  DFTrp  0,053   8,16



P



4



P



Bila kita perhatikan damage factor formula sebagaimana tercantum diatas, dapat ditarik beberapa kesimpulan yang sangat menarik sebagai berikut : a.



Dari formula single axle (koefisien 1 dan exponen 4) : Bila beban (P) dinaikkan 2 kali lipat, nilai daya rusak akan naik menjadi 16 kali lipat. Ini berarti pula bahwa pelanggaran ketentuan batas muatan hingga 2 kali lipatnya (200 %) akan berakibat peningkatan daya rusak 16 kali lipat.



b.



Dari formula tandem axle (koefisien 0,086 dan exponen 4) : Bila beban (P) dimuatkan pada tandem axle, dibandingkan dengan bila dimuatkan pada single axle akan terjadi penurunan daya rusak (untuk beban P yang sama) sebesar 91,4 % (1 – 0,086 = 0,914 = 91,4 %).



Perencanaan Teknik Perkerasan Jalan 1



20



Desain Tebal Perkerasan Jalan Lentur



c.



Dari formula triple axle (koefisien 0,053 dan exponen 4) : Bila beban (P) dimuatkan pada triple axle, dibandingkan dengan bila dimuatkan pada single axle atau tandem axle akan terjadi : 



Single ke triple : penurunan daya rusak sebesar 94,7 % (1 – 0,053 = 0,947 = 94,7 %).







Tandem ke triple : penurunan daya rusak sebesar 39,5 % (0,086 – 0,053 = 0,033 = 0,033 : 0,086 = 39,5 %).



Analisis lebih lanjut atas hasil diatas : 



Penggunaan tandem truck (sebagai pengganti single truck) dapat memperpanjang masa pelayanan yang menjadi “jatah” angkutan barang dengan truck sebesar 1 : 0,086 = 1,16 X.







Penggunaan triple truck sebagai pengganti tandem truck (pengganti single truck tidak dianalisis karena terlalu “jauh”) dapat memperpanjang yang menjadi “jatah” angkutan barang dengan truck sebesar 0,086 : 0,053 = 1,62 kali.







Dengan asumsi bahwa pay load ketiga jenis truck tersebut mempunyai besaran perbandingan secara bertingkat pada klasifikasi MST 10 ton sebagai berikut : 1 (15 – 5,7 = 9,3 ton) untuk truck tunggal, 1,54 (23 – 8,69 = 14,31 ton) untuk tandem truck, dan 2,45 (33 – 10,25 = 22,75 ton) untuk triple truck. Maka dapat diperoleh beberapa hasil analisis sebagai berikut : o Konversi jenis truck berdasarkan kesetaraan kapasitas muatan (illegal) sebagai berikut :  Satu buah triple truck (semi trailler) setara dengan 2,45 buah truck tunggal atau 1,6 buah tandem truck. Dalam perhitungan total, pengaruh angka / digit dibelakang koma akan lebih ter-optimalkan.  Pengaruh perubahan atau perbandingan biaya transport Rp/tonKM untuk tiap jenis truck juga akan berpola serupa yang angka akuratnya masih memerlukan perhitungan yang lebih rinci. Dan biaya transport tersebut juga akan dipengaruhi oleh kondisi jalan yang kontributor utamanya adalah kendaraan jenis truck. o Dari analisis konversi jenis truck diatas dapat dipetik kesimpulan bahwa pemilihan jenis truck yang salah tidak hanya berdampak pada kecepatan kerusakan jalan (sebagai kerugian Pembina Jalan) tetapi juga kerugian



Perencanaan Teknik Perkerasan Jalan 1



21



Desain Tebal Perkerasan Jalan Lentur bagi Pengguna Jalan berupa kenaikan biaya transport atau BOK (sebagai kerugian masyarakat angkutan barang dengan truck). ITP DDT 10



1



15 1 413 1 211



3



2



9



LE



8



10.000R 5.000



7



1.00 0 500



6



4 3 2



Nomogram P = 8,16 t IPt = 2,5 IPo = 3,9 – 3,5



10 9 8



10 5



5



1.0 0.5



4



1



4



6



0.5 1.0 2.0 5.0



6



3



5



FR



7



100 50



5



ITP



7 8 9 10 11 1 213 14 1 5



3



Gambar 2.6. : Nilai ITP dari Nomogram ITP



DDT 10 9 8 7 6 5 4 3 2



1



3



2



LE 10.000R 5.000 1.00 0 50 0 100 50



15 1 143 1 2 11



Nomogram P = 8,16 t IPt = 2,0 IPo = 3,9 – 3,5



9 8 7 6 5



1.0 0.5



4



3



3



4



10



10 5



1



ITP



5



FR 0.5 1.0 2.0 5.0



6 7 8 9 10 11 1 2 13 14 1 5



Gambar 2.7. Nilai ITP dari Nomogram



Perencanaan Teknik Perkerasan Jalan 1



22



Desain Tebal Perkerasan Jalan Lentur ITP



ITP



DDT 10 9



1



3



2



10.000 5.000



7



1.00 0 500



6 5 4 3 2



1 211 10



LER



8



15 1 413



3



P = 8,16 t IPt = 1,5 IPo = 3,9 – 3,5



9 8 7



100 50



6



10 5



5



1.0 0.5



4



4



5



FR



0.5 1.0 2.0



5.0



6 7 8 9 10



1



3



Gambar 2.8. : Nilai ITP



F.



Nomogram



11 1 2 13 14 1 5



Rangkuman. Dalam Bab II ini membahas Perencanaan Tebal Perkerasan Jalan diuraikan tentang Ketentuan Umum yang mendasari perencannan teknis jalan, yaitu : Peraturan perundangan terkait perencanaan jalan dan beberapa pengertian istilah yang dianggap penting dalam perencanaan jalan. Persyaratan Teknis Perencanaan Jalan yang berkaitan dengan parameter : Kecepatan rencana, Lebar Badan Jalan, Kapasitas Jalan, Jalan Masuk, Persimpangan Sebidang dan Fasilitas berputar Balik, Bangunan Pelengkap Jalan, Perlengkapan Jalan, Penggunaan Jalan Sesuai Fungsinya,dan Ketidak putusan Jalan Kriteria Teknis Perencanaan Jalan. Kriteria Teknis Perencanaan Jalan yang berkaitan dengan aspek : Tahapan Perencanaan Jalan, Fungsi Jalan, Kelas Jalan, Bagian-bagian Jalan, Dimensi Jalan, Muatan Sumbu Terberat, Volume lalu Lintas, Kapasitas, Persyaratan Geometrik Jalan, Konstruksi Jalan, Konstruksi Bangunan Pelengkap Jalan, Perlengkapan Jalan, Kelestarian Lingkungan dan Ruang Bebas Jalan



Perencanaan Teknik Perkerasan Jalan 1



23



Desain Tebal Perkerasan Jalan Lentur



E.



Latihan 1.



Sebutkan Undang-Undang yang berkaitan persyaratan teknis perencanaan jalan dan uraikan tiga (3) contoh dari pasal/ketentuan yang ada, yang berkaitan dengan aspek teknis perencanaan jalan.



2.



Jelaskan mengenai pengertian kecepatan rencana



3.



Jelaskan mengenai pengertian kapasitas jalan



4.



Uraikan mengenai tahapan perencanaan jalan



5.



Jelaskan mengenai pengertian muatan sumbu terberat



Perencanaan Teknik Perkerasan Jalan 1



24



Desain Tebal Perkerasan Jalan Lentur



Perencanaan Teknik Perkerasan Jalan 1



25