Perencanaan Perkerasan Lentur Jalan Raya [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN BESERTA ANGGARAN BIAYANYA PADA LAJUR KHUSUS BUS TRANS PAKUAN KOTA BOGOR KORIDOR TERMINAL BUBULAK-POOL BUS WISATA BARANANGSIANG Rifan Abdi Hutomo 18304001 ABSTRAKSI



Lajur khusus bus adalah ciri-ciri utama dari angkutan massa jenis rapid transit. Pembuatan lajur khusus bus tidak lepas dari nilai perencanaan tebal perkerasan karena tahap perencanaan pada proyek pembuatan jalan memegang peranan yang penting.Perencanaan lapis perkerasan harus mempertimbangkan faktor ekonomi, kondisi lingkungan, sifat tanah dasar, beban lalu lintas, fungsi jalan dan faktorfaktor lainnya.Dipilihnya metode analisa komponen untuk perancangan tebal perkerasan lentur dan metode NAASRA untuk perencanaan tebal perkerasan kaku dalam pembuatan lajur khusus Bus Trans Pakuan Kota Bogor karena metode ini menyediakan kemampuan yang lebih baik dan dari kedua metode ini dirasakan cukup banyak dipakai untuk perencanaan tebal perkerasan jalan seperti kondisi di Indonesia. Dalam tugas akhir ini akan dibahas perbandingan nilai perencanaan tebal perkerasan dengan metode analisa komponen dan metode NAASRA untuk diperoleh hasil perencanaan akhir dari studi perbandingan kedua metode tersebut dengan memperhatikan nilai – nilai yang lebih ekonomis dan sesuai dengan kondisi lapangan dan lingkungan hal itu dikarenakan dari kedua perkerasan memiliki kelebihan dan kekurangan. Dari hasil analisa yang didapat untuk perkerasan lentur rata-rata diperoleh diperoleh tebal lapis permukaan Asphalt Concrete ATB adalah 10,3 cm, tebal LPA kelas B adalah 20 cm, sedangkan LPB kelas C adalah 10 cm dan memiliki anggaran biaya sebesar Rp. 32.474.430.740,00. sedangkan untuk perkerasan kaku rata-rata diperoleh tebal lapis permukaan beton 15 cm, tebal LPB adalah 30 cm, Ruji Ø20 – 300 mm, tulangan memanjang Ø19 – 200 mm, tulangan melintang Ø12 – 300 mm dan memiliki anggaran biaya Rp. Rp. 44.298.603.030,00. dari kedua perkerasan memiliki perbandingan biaya sebesar Rp. 11.824.172.290,00. Kata kunci: Perencanaan perkerasan, Lajur Khusus Bus. LATAR BELAKANG MASALAH Kota Bogor termasuk kategori Kota besar dengan jumlah penduduk sebanyak ± 850.000 jiwa, Namun sebagian warga masih bergantung pada layanan angkutan umum. Saat ini jumlah angkutan kota (angkot) yang diizinkan beroperasi sebanyak 3.506 unit, Belum lagi ditambah 5927 angkutan AKDP dari luar kota



bogor yang operasionalnya menuju pusat kota. Dalam menyikapi persoalan tersebut pemerintah Kota Bogor mengambil langkah-langkah yang terprogram dan terpadu serta inovatif, sesuai Peraturan Daerah (Perda) Kota Bogor No.17 Tahun 2004 tentang Rencana Strategis Kota Bogor Periode 2005-2009 yang implementasinya berdasarkan Action Plan Bidang Transportasi. Salah satu sasaran pembenahan di bidang Transportasi adalah peningkatan pelayanan sistem angkutan serta mengurangi kemacetan di dalam kota. Seiring dengan adanya rencana penanganan transportasi, Pemerintah Kota Bogor membentuk suatu Perusahaan Daerah yang bergerak dalam bidang Transportasi bernama Perusahaan Daerah Jasa Transportasi (PD. Jasa Transportasi). Perusahaan ini dibentuk dengan tujuan untuk memberikan pelayanan yang lebih baik dalam sistem transportasi. Adapun pelayanan tersebut berupa pengadaan sistem angkutan umum massal (SAUM) yakni Bus Trans Pakuan yang berjenis bus rapid transit atau angkutan bus kota cepat. Bus Trans Pakuan melayani koridor Terminal Bubulak-Pool Bus Wisata Baranangsiang dengan panjang rute 20,4 Km, koridor Terminal BubulakPool Bus Wisata Baranangsiang adalah Pilot Project atau proyek utama dan pertama Bus trans pakuan, yang dimana Koridor Terminal Bubulak-Pool Bus Wisata Baranangsiang dibagi menjadi 4 segmen jalan yaitu (Jl. Raya Pajajaran, jl. Kedung halang, Jl. Sholeh Iskandar, dan Jl. KH. A. Bin Nuh). Tetapi keberadaan bus ini tidak diimbangi dengan adanya lajur bus ( busway). Dengan ketidakadaannya lajur bus tersebut otomatis tingkat pelayanan dari segi efisiensi kurang baik, menurut penelitian pertama yang berjudul ”Analisa Kinerja Tingkat Pelayanan Pada Pilot Project Bus Trans Pakuan Kota Bogor (Koridor Termial Bubulak-Pool Bus Wisata Baranangsiang)” yang dilakukan oleh Risa Aristien mahasiswa teknik Sipil Gunadarma bahwa tingkat pelayanan dari bus Trans Pakuan rata-rata masih cukup namun berdasarkan wawancara dengan dinas perhubungan kota bogor bahwa lalu lintas rata-rata yang padat di jalan yang dilewati bus Trans Pakuan dan pertumbuhan lalu-lintas kota Bogor ± 10% (Sumber Informasi Dinas Perhubungan kota Bogor) maka dimasa depan kemacetan akan menjadi hal yang sangat mungkin terjadi di kota Bogor yang membuat pelayanan dari Bus Trans Pakuan otomatis akan menjadi menurun. Oleh sebab itu perlu diadakannya suatu pemecahan mengenai masalah tersebut dengan didirikannya lajur khusus bus Trans Pakuan. Tujuan dengan adanya lajur khusus bus tersebut yaitu agar waktu perjalanan untuk sampai ke tempat tujuan menjadi lebih cepat karena tidak perlu mengalami hambatan lalu lintas berupa kemacetan. Selain itu lajur khusus bus adalah ciri dan syarat utama dari Angkutan Bus kota cepat atau bus Rapid Transit berdasarkan Draft Pedoman Teknis Angkutan Bus Kota Dengan Sistem Jalur Khusus Bus (JKB/Busway) dari Direktorat Bina Sistem Transportasi Perkotaan Ditjen Perhubungan Darat. Lajur bus (busway) merupakan jalan yang sepenuhnya terpisah dengan lalulintas lain. Bus akan melewati jalan tersebut pada suatu sistem jaringan tertentu, yang terpisah dengan kendaraan lain. Dengan adanya lajur bus tersebut, maka perjalanan bus sama sekali tidak dipengaruhi oleh kendaraan lain, sehingga dapat diatur dengan frekuensi yang tinggi dan waktu antara keberangkatan (headway) yang rendah. Banyak metode yang digunakan untuk merencanakan tebal perkerasan jalan antara lain metode CBR, metode AASHTO, metode NAASRA metode multilayer, metode asphalt



institute, metode analisa komponen, dll. Adapun dalam penelitian ini akan direncanakan perbandingan perencanaan tebal perkerasan lentur dengan metode MAK (Metode Analisa Komponen) pada SNI:1732-1989-F dan perencanaan tebal perkerasan kaku dengan metode NAASRA yang disesuaikan oleh Bina Marga dalam SKBI:2.3.28.1988 agar didapatkan hasil perencanaan tebal perkerasan yang lebih ekonomis dan sesuai dengan kondisi lapangan dan lingkungan. Dipilihnya metode analisa komponen dalam perencanaan tebal perkerasan lentur dan perencanaan tebal perkerasan kaku dengan metode NAASRA pada Lajur khusus Bus Trans Pakuan kota Bogor karena dari kedua metode ini dirasakan cukup banyak dipakai untuk perencanaan tebal perkerasan jalan seperti kondisi di Indonesia. Umum Jalan memiliki syarat umum yaitu dari segi konstruksi harus kuat, awet dan kedap air. Jika dilihat dari segi pelayanan, jalan harus rata, tidak licin, geometrik memadai dan ekonomis. Untuk itu, dibutuhkan suatu rancangan perkerasan yang mampu melayani beban berupa lalu lintas yang melewati perkerasan tersebut. Perkerasan jalan adalah lapisan atau badan jalan yang menggunakan bahan khusus, yaitu campuran antara agregat dan bahan ikat yang digunakan untuk melayani beban lalu lintas. Agregat yang dipakai terdiri dari batu pecah, batu belah, batu kali, sedangkan bahan ikat yang digunakan berupa aspal, semen. Dari segi jenis bahan pengikat yang dipergunakan dikenal dua jenis perkerasan yaitu perkerasan lentur dan perkerasan kaku. Menurut Departemen Pekerjaan Umum (1987) yang dimaksud dengan perkerasan lentur (flexible pavement) adalah perkerasan yang umumnya menggunakan bahan campuran beraspal sebagai lapis permukaan serta bahan berbutir sebagai lapisan dibawahnya. Bagian perkerasan jalan umumnya terdiri dari lapis pondasi bawah (sub base course), lapis pondasi (base course), dan lapis permukaan (surface course). Lapisan permukaan adalah bagian perkerasan jalan yang paling atas. Lapisan tersebut berfungsi sebagai lapis perkerasan penahan beban roda yang mempunyai stabilitas tinggi untuk menahan roda selama masa pelayanan, sebagai lapisan kedap air, sebagai lapisan aus, menahan gaya geser dari beban roda dan memberikan suatu bagian permukaan yang rata. Lapisan pondasi atas merupakan lapisan perkerasan yang terletak antara lapis permukaan dengan lapis pondasi bawah. Fungsi lapis pondasi atas adalah bantalan terhadap lapisan permukaan, sebagai bagian perkerasan yang menahan gaya lintang dari beban roda dan menyebarkan beban ke lapisan dibawahnya, sebagai lapisan peresapan untuk lapisan pondasi bawah. Lapisan pondasi bawah adalah bagian konstruksi perkerasan yang terletak antara tanah dasar ( sub grade ) dan pondasi atas. Fungsi dari Lapis Pondasi Bawah adalah untuk mendukung dan menyebarkan beban roda, sebagai lapis perkerasan, mencegah tanah dasar masuk ke lapis pondasi akibat tekanan roda dari atas., sebagai lapisan peresapan agar air tanah tidak berkumpul di pondasi. Tanah dasar ( sub grade ) adalah permukaan tanah semula atau permukaan tanah galian atau permukaan tanah timbunan yang dipadatkan dan merupakan permukaan dasar untuk perletakan bagian – bagian perkerasan. Perkerasan jalan diletakkan diatas tanah dasar, dengan demikian secara keseluruhan mutu dan daya tahan konstruksi perkerasan tidak lepas dari



sifat tanah dasar. Tanah dasar yang baik untuk konstruksi perkerasan jalan adalah tanah dasar yang berasal dari lokasi itu sendiri atau didekatnya, yang telah dipadatkan sampai tingkat kepadatan tertentu sehingga mempunyai daya dukung yang baik serta berkemampuan mempertahankan perubahan volume selama masa pelayanan walaupun terdapat perbedaan kondisi lingkungan dan jenis tanah di lokasi pekerjaan. Sifat masing-masing jenis tanah tergantung dari tekstur, kepadatan, kadar air, kondisi lingkungan, dan lain sebagainya. Tanah dapat dikelompokkan berdasarkan sifat plastisitas dan ukuran butirnya. Daya dukung tanah dasar dapat diperkirakan dengan mempergunakan hasil klasifikasi ataupun dari pemeriksaan CBR, pembebanan pelat uji dan sebagainya. Banyak metode yang dapat dipergunakan untuk menentukan daya dukung tanah dasar. Di Indonesia daya dukung tanah dasar (DDT) pada perencanaan perkerasan lentur dinyatakan dengan nilai CBR (California Bearing Ratio), yaitu nilai yang menyatakan kualitas tanah dasar dibandingkan dengan bahan standar berupa batu pecah yang mempunyai nilai CBR sebesar 100% dalam memikul beban lalu lintas. Menurut Basuki, I. (1998) nilai daya dukung tanah dasar (DDT) pada proses perhitungan perencanaan tebal perkerasan lentur jalan raya dengan metode analisa komponen sesuai dengan SKBI-2.3.26.1987 dapat diperoleh dengan menggunakan rumus konversi nilai CBR tanah dasar. Perkerasan kaku ( rigid pavement ) adalah perkerasan yang menggunakan beton semen sebagai bahan ikat sehingga mempunyai tingkat kekakuan yang relatif cukup tinggi, karenanya disebut sebagai perkerasan kaku atau rigid pavement. Pada konstruksi perkerasan kaku ( rigid pavement ) sebagai konstruksi utama dari perkerasan kaku adalah berupa satu lapis beton semen mutu tinggi. Sedangkan lapis pondasi bawah ( sub base ) berupa cement treated sub base dan granural sub base bukanlah merupakan komponen konstruksi utama. Fungsi masing – masing komponen konstruksi perkerasan kaku ( rigid pavement ) : 1. Tanah dasar atau sub grade dalam perkerasan kaku adalah tanah yang telah disiapkan ( dibentuk dan dipadatkan ) untuk meletakkan konstruksi perkerasan, baik berupa tanah asli ataupun tanah timbunan. Tanah dasar ini berfungsi menerima beban lalu lintas yang telah disalurkan oleh konstruksi perkerasan, penyebaran dan penyaluran beban kepada tanah dasar tersebut dilakukan oleh perkerasan dengan ketebalan dan mutu sedemikian rupa, sehingga tekanan beban yang sampai ke tanah dasar sesuai dengan kemampuan atau daya dukung tanah dasar yang bersangkutan. 2. Tulangan plat pada perkerasan kaku mempunyai bentuk, lokasi dan fungsi yang berbeda dengan tulangan plat pada konstruksi beton lain. Misalnya, lantai gedung, balok, dan lain sebagainya. Tulangan plat pada perkerasan kaku mempunyai bentuk, lokasi, serta fungsi khusus sebagai berikut : a. Fungsi tulangan plat beton terletak pada 1/4 tebal plat di sebelah atas. b. Fungsi tulangan plat beton adalah memegang beton agar tidak retak. 3. Tulangan sambungan pada perkerasan kaku ( rigid pavement ) dikenal dua jenis sambungan, yaitu tulangan sambungan melintang disebut dowel dan sambungan memanjang disebut tie bar. 4. Alur permukaan atau grooving / brushing



Untuk dapat melayani lalu lintas dengan cepat, aman, dan nyaman, permukaan perkerasan kaku yang dalam hal ini adalah plat beton mutu tinggi, permukaan perkerasan disamping kuat dan awet harus pula tidak licin. Permukaan tidak licin dari perkerasan kaku tersebut diadakan dengan mengupayakan / membentuk alur – alur di permukaan beton melalui pengaluran / penyikatan sebelum beton ditutup wet burlap dan sebelum beton mengeras. Arah alur grooving bisa memanjang atau melintang. Beberapa perbedaan penting antara perkerasan lentur dan kaku adalah antara lain pada proses konstruksi, perilaku terhadap beban dan material pengikat. No 1 2 3 4 5 6



Tabel 2.1 Perbandingan antara Perkerasan Lentur dan Kaku Item Perkerasan lentur Perkerasan kaku Umur rencana (masa layanan) Lendutan Perilaku terhadap overloading Kebisingan dan vibrasi Pantulan cahaya Bentuk permukaan Proses konstruksi



7



Perawatan 8



9



10



Biaya konstrksi dan perawatan



Karakteristik thd pembebanan



Karakteristik meterial 11



Efektif 5 sampai 10 tahun. Perlu Efektif dapat mencapai 20 beberapa tahap pembangunan masa sampai 30 tahun dalam satu layanan seperti perkerasan kaku kali konstruksi Cenderung melendut Lendutan jarang terjadi Perkerasan lentur lebih sensitif pada overloading dibanding perkerasan kaku, ini dikaitkan dengan perilaku terhadap lendutan Perkerasan lentur mempunyai tingkat kebisingan dan vibrasi yang lebih rendah Perkerasan lentur mempunyai daya pantul yang lebih lemah dibandingkan perkerasan kaku Permukaan perkerasan lentur lebih halus dibandingkan perkerasan kaku Relatif lebih mudah dan cepat. Dengan teknologi bahan Dengan teknologi campuran, waktu aditif untuk beton, maka yang dibutuhkan dari mulai proses pematangan bisa penghamparan sampai dibuka berlangsung cepat sekitar 2 untuk lalu-lintas hanya hari, tetapi beton yang membutuhkan waktu sekitar 2 jam terlalu cepat matang cenderung mudah retak Memerlukan perawatan rutin, tetapi Tidak perlu perawatan relatif lebih mudah rutin, tetapi perbaikan kerusakan relatif lebih sulit Dikaitkan dengan proses maka Biaya awal lebih mahal biaya awal lebih murah, tetapi tetapi tidak memerlukan perlu ada perawatan rutin tahunan perawatan yang rutin dan lima tahunan sampai umur efektif Dengan nilai kekakuan Beban didistribusikan secara yang tinggi maka seluruh berjenjang pada tiap lapisan beban diterima oleh struktur Material yang diperlukan adalah Material utama adalah aspal, dan filler (jika diperlukan). agregat, semen, dan filler Sangat sensitif terhadap air (jika diperlukan). Air dapat membantu pada saat pematangan beton



(Sumber : Rekayasa Jalan Raya, Atma Jaya Yogyakarta 1999)



Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Perencanaan struktur perkerasan lentur lebih banyak didasarkan pada metoda pra campur. Perkembangan metode perhitungan dimulai dari teknik coba-coba dan antisipasi terhadap kondisi alam. Pembangunan jalan di awal jaman Romawi, sampai teknik Telford dan Makadam diawali dari teknik coba-coba dan kemudian diformulasikan sehingga dapat diterapkan di tempat lain sebagaimana telah diungkapkan di awal bahwa perkembangan metoda perhitungan struktur perkerasan di mulai dari keinginan memperkuat tanah agar dapat menahan dan mendistribusikan beban dengan baik. Dari pendekatan ini dapat diturunkan metoda perhitungan struktur perkerasan. Metode Analisa Komponen ( MAK ) Ada banyak cara dalam menentukan tebal perkerasan, dan hampir tiap negara mempunyai cara tersendiri. Di Indonesia metode yang digunakan untuk menentukan tebal perkerasan lentur adalah metode Bina Marga yang bersumber dari metode AASHTO 1972 dan dimodifikasi sesuai dengan kondisi jalan di Indonesia. metode Bina Marga ( Metode Analisa Komponen ) juga telah disahkan oleh Dewan Standarisasi Nasional (DSN) Indonesia menjadi Standar Nasional SNI 1732 1989 F Indonesia dengan nomor_________________ . SKBI 2 . 3 .26 . 1987 Langkah-langkah perencanaan tebal perkerasan lentur dengan menggunakan metode Bina Marga ( Metode Analisa Komponen ) adalah : 1. Menentukan daya dukung tanah dasar (DDT) dengan mempergunakan pemeriksaan CBR. Nilai DDT diperoleh dari konversi nilai CBR tanah dasar dengan menggunakan persamaan : DDT = 1,6649 + 4,3592 log (CBR)........................................................... (2.1) dimana : DDT = nilai daya dukung tanah dasar CBR = nilai CBR tanah dasar 2. Menentukan umur rencana (UR) dari jalan yang hendak direncanakan. Pada perencanaan jalan baru umumnya menggunakan umur rencana 10 tahun. 3. Menentukan faktor pertumbuhan lalu lintas (i %) selama masa pelaksanaan dan selama umur rencana. 4. Menentukan faktor regional (FR). Hal-hal yang mempengaruhi nilai FR antara lain : a. prosentase kendaraan berat, b. kondisi iklim dan curah hujan setempat, c. kondisi persimpangan yang ramai, d. keadaan medan, e. kondisi drainase yang ada, pertimbangan teknis lainnya −











Tabel 2.2 Nilai Faktor Regional (FR) Kelandaian I ( < 6% ) % kendaraan berat



Kelandaian II ( 6-10% ) % kendaraan berat



Kelandaian III ( > 10% ) % kendaraan berat < > 30% 30%



< 30%



> 30%



< 30%



> 30%



0,5



1,0 - 1,5



1,0



1,5 - 2,0



1,5



2,0 - 2,5



1,5 2,0 - 2,5 Iklim II > 900 mm/th Sumber : SNI 1732 – 1989 – F



2,0



2,5 - 3,0



2,5



3,0 - 3,5



Iklim I < 900 mm/th



5. Menentukan Lintas Ekuivalen Jumlah repetisi beban yang akan menggunakan jalan tersebut dinyatakan dalam lintasan sumbu standar atau lintas ekuivalen. Lintas ekuivalen yang diperhitungkan hanya untuk lajur tersibuk atau lajur dengan volume tertinggi. a. Lintas Ekuivalen Permulaan (LEP) Lintas ekuivalen pada saat jalan tersebut dibuka atau pada awal umur rencana disebut Lintas Ekuivalen Permulaan (LEP), yang diperoleh dari persamaan : n



LEP



= Σ



A x E x C x (1 i) n' ....................................................... (2.2) +



j1



j



j



j



=



dimana : Aj = jumlah kendaraan untuk satu jenis kendaraan. Ej = angka ekuivalen beban sumbu untuk satu jenis kendaraan. ... Cj = koefisien distribusi kendaraan pada jalur rencana. i = faktor pertumbuhan lalu lintas tahunan sampai jalan dibuka. n’ = jumlah tahun dari saat pengambilan data sampai jalan dibuka. j = jenis kendaraan. Tabel 2.3 Koefisien Distribusi Kendaraan (C) Jumlah Kend. Rungan *) Kend. Berat **) Lebar Perkerasan (L) Jalur 1 arah 2 arah 1 arah 2 arah L < 5,50 m 1 jalur 1,00 1,00 1,00 1,00 5,50 m < L < 8,25 m 2 jalur 0,60 0,50 0,70 0,50 8,25 m < L < 11,25 m 3 jalur 0,40 0,40 0,50 0,475 11,25 m < L < 15,00 m 4 jalur 0,30 0,45 15,00 m < L < 18,75 m 5 jalur 0,25 0,425 18,75 m < L < 22,00 m 6 jalur 0,20 0,40 Sumber : SNI 1732 – 1989 - F



b. Lintas Ekuivalen Akhir (LEA) Besarnya lintas ekuivalen pada saat jalan tersebut membutuhkan perbaikan struktural disebut Lintas Ekuivalen Akhir (LEA), yang diperoleh dari persamaan: LEA LEP (1 r) UR (2.3) =



+



dimana : LEP = Lintas Ekuivalen Permulaan. r = faktor pertumbuhan lalu lintas selama umur rencana. UR = umur rencana jalan tersebut. c. Lintas Ekuivalen Tengah (LET) Lintas Ekuivalen Tengah diperoleh dengan persamaan : LET LEP LEA ............................................................................................ (2.4) 2 +



=



d. Lintas Ekuivalen Rencana (LER) Besarnya lintas ekuivalen yang akan melintasi jalan tersebut selama masa pelayanan, dari saat dibuka sampai akhir umur rencana disebut Lintas Ekuivalen Rencana, yang diperoleh dari persamaan : UR LER LETx .................................................................................. (2.5) 10 =



6. Menentukan Indeks Permukaan (IP) a. Indeks Permukaan Awal (IPo) yang ditentukan sesuai dengan jenis lapis permukaan yang akan dipakai. Tabel 2.4 Nilai Indeks Permukaan Awal (IP0) Jenis Lapis Permukaan IP0 Roughness (mm/km) LASTON >4 < 1000 3,9 - 3,5 > 1000 LASBUTAG 3,9 - 3,5 < 2000 3,4 - 3,0 > 2000 HRA 3,9 - 3,5 < 2000 3,4 - 3,0 > 2000 BURDA 3,9 - 3,5 < 2000 BURTU 3,4 - 3,0 < 2000 3,4 - 3,0 < 3000 LAPEN 2,9 - 2,5 > 3000 2,9 - 2,5 LATASBUM 2,9 - 2,5 BURAS 2,9 - 3,5 LATASIR < 2,4 JALAN TANAH < 2,4 JALAN KERIKIL Sumber : SNI 1732 – 1989 - F



b. Indeks Permukaan Akhir (IPt) berdasarkan besarnya nilai LER dan klasifikasi jalan tersebut. Beberapa nilai IP beserta artinya adalah seperti yang dibawah ini: IP = 1,0 : Permukanjalndalmkeadanrusakberatdansangat mengganggu lalu lintas kendaraan IP = 1,5 : Kondisi jalan dengan tingkat pelayanan terendah yang masih mungkin ( jalan tidak terputus ) IP = 2,0 : Tingkat pelayanan rendah tetapi jalan masih mantap IP = 2,5 : Umumnya permukaan jalan masih stabil Tabel 2.5 Nilai Indeks Permukaan Akhir (IPt) LER = Lintas Ekivalen Klasifikasi Jalan Rencana



lokal



kolektor



Arteri



tol



< 10



1,0 – 1,5



1,5



1,5 – 2,0



-



10 – 100



1,5



1,5 – 2,0



2,0



-



100 – 1000



1,5 – 2,0



2,0



2,0 – 2,5



-



> 1000



-



2,0 – 2,5



2,5



2,5



Sumber : SNI 1732 – 1989 – F Klasifikasi jalan dibagi 3 berdasarkan fungsinya yaitu: 1. Jalan lokal : Adalah jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah (± 20-40 km) 2. Jalan kolektor : Adalah jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang (± 40-60 km) Jalan arteri : Adalah jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi (± 60-80 km) Untuk menentukan klasifikasi jalan dapat diketahui berdasarkan ciri-ciri perjalanan dan kecepatan rata-rata angkutan. 7. Menentukan Indeks Tebal Perkerasan (ITP) dengan menggunakan rumus dasar metode AASHTO 1972, yang telah memasukkan faktor regional yang terkait dengan kondisi lingkungan dan faktor daya dukung tanah dasar yang terkait dengan perbedaan kondisi tanah dasar, sehingga didapat persamaan :



Log Wt18 9,36 log (ITP 1 ) - 0,20 =



+



+



0,4



+



Gt 1094 (ITP 1) 5,19 +



+



log FR 0,372 (DDT - 3,0) ... .(2.6a) +



dengan : log (IPo - IPt) (2.6b) Gt .......................................................................................... (IPo 1,5) =







dimana : Gt = fungsi logaritma dari perbandingan antara kehilangan tingkat pelayanan dari IP = IPo sampai IP = IPt dengan kehilangan tingkat pelayanan dari IPo sampai IP = 1,5. Wt1 8 = beban lalu lintas selama umur rencana atas dasar beban sumbu tunggal 18000 pon yang telah diperhitungkan terhadap faktor regional. (Sumber : Sukirman, S., Perkerasan Lentur Jalan Raya, 1993) Indeks tebal perkerasan adalah angka yang berhubungan dengan penentuan tebal minimum tiap lapisan di suatu jalan. Jalan yang memakai perkerasan lentur memiliki 3 lapisan utama yaitu Lapis permukaan, lapis pondasi atas dan lapis pondasi bawah. Tiap lapisan memiliki nilai minimum untuk Indeks Tebal Perkerasan yang diambil dari nomogram ITP berdasarkan hubungan DDT, LER dan Faktor Regional dan tabel tiap minimum tebal lapisan menurut MAK. Tabel 2.6 Penentuan Nomogram ITP : No Ipt Ipo Nomogram ITP 1



1



2,4



9



2



1



2,5 - 2,9



8



3



1,5



2,5 -2,9



7



4



1,5



3,5 – 3,9



6



5



1,5



2,5 – 3,9



5



6



2



3,5 – 3,9



4



7



2



4



3



8



2,5



3,5 – 3,9



2



9



2,5



4



1



(Sumber : SNI 1732 – 1989 – F)



Gambar 2.4 Nomogram 1 ITP (Sumber : SNI 1732 – 1989 – F)



Gambar 2.5 Nomogram 2 ITP (Sumber : SNI 1732 – 1989 – F)



Gambar 2.6 Nomogram 3 ITP (Sumber : SNI 1732 – 1989 – F)



Gambar 2.7 Nomogram 4 ITP (Sumber : SNI 1732 – 1989 – F)



Gambar 2.8 Nomogram 5 ITP (Sumber : SNI 1732 – 1989 – F)



Gambar 2.9 Nomogram 6 ITP (Sumber : SNI 1732 – 1989 – F)



Gambar 2.12 Nomogram 7 ITP (Sumber : SNI 1732 – 1989 – F)



Gambar 2.12 Nomogram 8 ITP (Sumber : SNI 1732 – 1989 – F)



Gambar 2.12 Nomogram 9 ITP (Sumber : SNI 1732 – 1989 – F)



8. Menentukan koefisien kekuatan relatif a. dari jenis lapis perkerasan yang dipilih. b. Menentukan masing-masing tebal lapis perkerasan dengan persamaan : ITP a 1 .D 1 a 2 .D 2 a 3 .D 3 ......................................................................... (2.7) =



+



+



dimana : a1, a2, a3 = koefisien kekuatan relatif bahan perkerasan (Tabel 2.6). D1, D2, D3 = tebal masing-masing lapis perkerasan (cm). Angka 1, 2, dan 3 masing-masing untuk lapis permukaan, lapis pondasi, dan lapis pondasi bawah. 9. Jenis Material Aspal adalah sejenis mineral yang banyak digunakan untuk konstruksi jalan, khusus perkerasan lentur. Aspal merupakan material organik (hidrocarbon) yang komplek yang dapat diperoleh langsung dari alam atau dengan proses tertentu (artifisial). Umumnya aspal terbagi atas bentuk cair, semi padat, dan padat pada suhu ruang (25°C). Untuk keperluan proses desain, kekuatan dari masing – masing lapisan perkerasan Metode Analisa Komponen dinyatakan dengan koefisien kekuatan relatif ( a ). Sesuai dengan istilahnya, koefisien kekuatan relatif merupakan nilai kekuatan suatu lapisan perkerasan yang ditentukan secara relatif terhadap kekuatan lapisan asphalt concrete yang memiliki nilai stabilitas 744 kg dengan nilai a ditetapkan sebesar 0,40. Nilai a yang digunakan dalam Metode Analisa Komponen untuk berbagai jenis lapisan perkerasan menurut nilai stabilitasnya diperlihatkan dalam tabel berikut ini : Tabel 2.7 Koefisien Kekuatan Relatif (a)



Koefisien Kekuatan Relatif



Kekuatan Bahan Jenis Bahan



a1



a2



a3



0,40 0,35 0,32 0,30 0,35 0,31 0,28 0,26 0,30 0,26 0,25 0,20



-



-



MS (kg) 744 590 454 540 744 590 454 340 340 340 -



Kt (kg/cm) -



CBR (%) -



Laston



Lasbutag HRA Aspal Macadam Lapen (mekanis) Lapen (manual)



0,28 590 0,26 454 0,24 340 0,23 0,19 0,15 0,13 0,15 0,13 0,14 0,13 0,12 0,13 0,12 0,11 0,10 Sumber : SNI 1732 – 1989 – F



22 18 22 18 -



100 80 60 70 50 30 20



Laston Atas Lapen (mekanis) Lapen (manual) Stab. tanah dengan semen Stab. tanah dengan kapur Batu pecah (kelas A) Batu pecah (kelas B) Batu pecah (kelas C) Sirtu/pitrun (kelas A) Sirtu/pitrun (kelas B) Sirtu/pitrun (kelas C) Tanah/lempung kepasiran



Perkiraan tebal masing-masing lapis perkerasan tergantung dari ketebalan minimum yang ditentukan oleh Bina Marga.



Tabel 2.8 Tebal Minimum Tiap Lapisan menurut MAK (cm) Tebal ITP Bahan Minimum Lapisan Permukaan < 3,00 5 3,00 – 6,70 5 6,71 – 7,49 7,5 7,50 – 9,99 7,5 > 10,00 10 Lapisan Pondasi



Lapis pelindung (Buras/Burtu/Burda) Lapen/Aspal Macadam, HRA, Lasbutag, Laston Lapen/Aspal Macadam, HRA, Lasbutag, Laston Lasbutag Laston Laston



< 3,00 3,00 – 7,49



Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah dengan kapur Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah dengan kapur Laston Atas Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah dengan kapur, pondasi macadam Laston Atas Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah dengan kapur, pondasi macadam, Lapen, Laston Atas Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah dengan kapur, pondasi macadam, Lapen, Laston Atas



7,50 – 9,99



15 20 *) 10 20



10 – 12,14



15 20



> 12,25



25



Lapis Pondasi Bawah Untuk setiap nilai ITP bila digunakan pondasi bawah, tebal minimum adalah 10 cm *) batas 20 cm dapat diturunkan menjadi 15 cm bila untuk lapis pondasi bawah digunakan material berbutir kasar Sumber : SNI 1732 – 1989 – F Perencanaan Tebal Perkerasan Kaku Perkerasan kaku adalah struktur yang terdiri dari plat beton semen yang bersambung (tidak menerus), atau menerus, tanpa atau dengan tulangan, terletak di atas lapis pondasi bawah, tanpa atau dengan lapisan peraspalan sebagai lapis permukaan. Tidak seperti halnya pada perkerasan lentur, dimana lapis pondasi dan lapis pondasi bawah memberikan sumbangan yang besar terhadap daya dukung perkerasan, pada perkerasan kaku, daya dukung perkerasan terutama diperoleh dari plat beton. Hal tersebut disebabkan oleh sifat plat beton yang cukup kaku sehingga dapat menyebarkan beban pada bidang yang luas dan menghasilkan tegangan yang rendah pada lapisan di bawahnya.



Metode NAASRA (National Associations of Australian State Road Authorities, Interim Guide to Pavement Thickness Design, 1979) Prosedur perencanaan yang diuraikan pada penulisan tugas akhir ini, terutama didasarkan atas pedoman perencanaan yang dikembangkan oleh NAASRA (National Associations of Australian State Road Authorities, Interim Guide to Pavement Thickness Design, 1979) dengan beberapa penyesuaian yang dipandang memenuhi kondisi di Indonesia. Prosedur perencanaan perkerasan kaku metode NAASRA telah dipakai oleh departemen Pekerjaan Umum Indonesia karena telah disahkan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Pekerjaan Umum. Interpretasi, evaluasi dan kesimpulan-kesimpulan yang dikembangkan dalam prosedur perencanaan ini memperhitungkan penerapannya secara ekonomis sesuai dengan kondisi setempat, tingkat keperluan, kemampuan pelaksanaan dan syarat teknis lainnya agar konstruksi perkerasan yang direncanakan adalah yang optimal. Cara-cara perencanaan yang tidak mengikuti pedoman ini, dapat juga diterapkan, asal dapat dipertanggung jawabkan atau telah dibuktikan kebenarannya, terutama apabila didasarkan pada hasil pengujian pengalaman, atau pertimbangan seorang ahli serta mendapat persetujuan pembina jalan. 1. Tata Cara Perhitungan Lalu Lintas Rencana a. Hitung volume lalu lintas (LHR) yang diperkirakan pada akhir usia rencana, sesuai dengan kapasitas jalan. b. Untuk masing-masing jenis kelompok sumbu kendaraan niaga, diestimasi angka LHR awal. c. Hitung jumlah sumbu kendaraan niaga (JSKN) selama usia rencana. JSKN = 365 x JSKNH x R................. (2.8) Dimana: JSKN = Jumlah sumbu kendaraan maksimum JSKNH= Jumlah sumbu kendaraan maksimum harian, pada saat tahun ke 0 R = Faktor pertumbuhan lalu lintas yang besarnya berdasarkan faktor pertumbuhan lalu lintas tahunan (i) dan usia rencana (n) R = 1 (2.9) 1 (



)



+



n







e



i log 1i (



d. e.



Hitung persentase masing-masing kombinasi konfigurasi beban sumbu terhadap jumlah sumbu kendaraan niaga harian. Hitung jumlah repetisi kumulatif tiap kombinasi konfigurasi/beban sumbu pada lajur rencana. JSKN x % kombinasi terhadap JSKNH x Cd .......... (2.10)



Dimana: Cd = Koefisien Distribusi ( tabel 2.8)



) +



Tabel 2.9: Koefisien Distribusi Kendaraan Niaga Pada Jalur Rencana Lebar Perkerasan Jumlah Kend. Rungan Jalur 1 arah 2 arah (L) L < 5,50 m 1 jalur 1,00 1,00 5,50 m < L < 8,25 m 2 jalur 0,60 0,50 8,25 m < L < 11,25 m 3 jalur 0,40 0,40 11,25 m < L < 15,00 4 jalur 0,30 m 5 jalur 0,25 15,00 m < L < 18,75 6 jalur 0,20 m 18,75 m < L < 22,00 m (Sumber: Rekayasa Jalan Raya, UMM Pres 2003). Tabel 2.10 faktor Keamanan Peranan Jalan Faktor Keamanan Jalan Tol 1,2 Jalan Arteri 1,1 Jalan Koloektor/Lokal 1,0 (Sumber: Rekayasa Jalan Raya, UMM Pres 2003). 2. Tata Cara Perencanaan Ketebalan a. Pilih suatu tebal plat tertentu Tebal plat dicoba dengan asumsi, tebal plat dapat dicoba dengan tebal terkecil untuk mencapai total fatigue lebih rendah dari 100%, bila total fatigue lebih besar dari 100% maka perhitungan tebal pelat diulang dengan menaikkan nilai tebal pelat sebelumnya sampai mendapatkan total fatigue lebih kecil atau sama dengan 100%. b. Untuk setiap kombinasi konfigurasi dan beban sumbu serta harga k tertentu maka: 1. Tegangan lentur yang terjadi pada plat beton ditentukan dari grafik pada gambar 2.5, 2.6 atau 2.7 (yang terdapat pada halaman dan 25). 2. Perbandingan tegangan dihitung dengan membagi tegangan lentur yang terjadi pada plat dengan modulus kuat tarik lentur beton (MR). 3. Jumlah pengulangan beban yang diijinkan ditentukan berdasarkan harga perbandingan tegangan seperti yang ditunjukan pada tabel 2.10 (yang terdapat pada halaman 22). c. Persentase fatigue untuk tiap-tiap kombinasi ditentukan dengan membagi jumlah pengulangan beban rencana dengan jumlah pengulangan beban ijin. d. Cari total fatigue dengan menjumlahkan persentase fatigue dari seluruh kombinasi konfigurasi/ beban sumbu. e. Langkah-langkah diatas (a → d ) diulangi hingga didapatkan tebal plat dengan total fatigue lebih kecil atau sama dengan 100 %.



Tabel 2.11 Perbandingan Tegangan dan Jumlah Pengulangan Beban yang Diijinkan Perbandingan Jumlah Perbandingan Jumlah Tegangan Pengulangan Tegangan Pengulangan Beban Ijin Beban Ijin 0.51 400000 0.69 2500 0.52 300000 0.70 2000 0.53 240000 0.71 1500 0.54 180000 0.72 1100 0.55 130000 0.73 850 0.56 100000 0.74 650 0.57 75000 0.75 490 0.58 57000 0.76 360 0.59 42000 0.77 270 0.6 32000 0.78 210 0.61 24000 0.79 160 0.62 18000 0.80 120 0.63 14000 0.81 90 0.64 11000 0.82 70 0.65 8000 0.83 50 0.66 6000 0.84 40 0.67 4500 0.85 30 0.68 3500 * Untuk perbandingan tegangan ≤ 0,50 jumlah pengulangan beban adalah tidak terhingga Sumber: Petunjuk Perencanaan Perkerasaan Kaku, Dept. PU.



Gambar 2.13 Nomogram untuk Sumbu Tandem Roda Ganda (Sumber: Petunjuk Perencanaan Perkerasaan Kaku, Dept. PU 1995).



Gambar 2.14 Nomogram untuk Sumbu Tunggal Roda Ganda (Sumber: Petunjuk Perencanaan Perkerasaan Kaku, Dept. PU 1995).



Gambar 2.15 Nomogram untuk Sumbu Tunggal Roda Tunggal (Sumber: Petunjuk Perencanaan Perkerasaan Kaku, Dept. PU 1995).



3. Tata Cara Perencanaan Beton Menerus dengan Tulangan a. Penulangan Memanjang Prosedur tulangan memajang yang dibutuhkan pada perkerasaan beton bertulang menerus dihitung dari persamaan berikut: Ps = f .................................. 100 (2.11) ft 1,3 0,2 fy nxft (



) (











)



Dimana: Ps



= Persentase tulangan memanjang yang dibutuhkan terhadap penampang beton Ft = Kuat tarik beton ( 0,4 – 0,5 MR) Fy = Tegangan kekuatan baja ES n = Angka ekivalensi antara baja dan beton , dapat dilihat pada EC tabel 2.20 F = Koefisien gesekan antara plat beton dengan lapisan dibawahnya tabel 2.12 Syarat persentase minimum dari tulangan memanjang pada perkerasan beton menerus adalah 0,6 %. Tabel 2.12 Hubungan antara kuat Tekan Beton dan Angka Ekivalen antara Baja dan Beton σbk (kg/cm2) n 115 - 140 15 145 - 170 12 175 - 225 10 235 - 285 8 290 - keatas 6 (Sumber: Petunjuk Perencanaan Perkerasaan Kaku, Dept. PU 1995).



Tabel 2.13 Koefisien gesekan antara plat beton dengan lapisan dibawahnya Faktor Jenis Pondasi Gesekan ( F) BURTU, LAPEN dan Konstruksi 2,2 yang sejenisnya 1,8 Aspal Beton 1,8 Stabilitas Kapur 1,8 Stabilitas Aspal 1,8 Stabilitas Semen 1,8 Koral 1,8 Batu Pecah 1,5 SIRTU 1,2 Tanah 0,9 (Sumber: Petunjuk Perencanaan Perkerasaan Kaku, Dept. PU 1995). Persentase minimum tulangan memanjang pada perkerasaan beton menerus adalah 0,6 % dari luas penampang beton. Jarak antara retakan pada perkerasan beton menerus dengan tulangan dapat dihitung dengan persamaan: ft2 Lcr = ________________________________ (2.12) n p u f S Ec Ft (



×



2



×



)



b



×



×







Dimana: Lcr = Jarak teoritis antara retakan P



= Luas tulangan memanjang persatuan luas beban



U



= perbandingan keliling dan luas tulangan = 4/d



Fb S Ft n Ec



A total 100 tebal plat ×



2,1 6 ' bk = Tegangan lekat antara tulangan dengan beton ________ d = Koefisien susut beton = 400 x 10-6 = Kuat tarik beton ( 0,4 – 0,5 MR) ES = Angka ekivalensi antara baja dan beton , dapat dilihat pada EC tabel 2.11 ó



= Modulus Elastisitas 16.600 'bk ó



b. Penulangan Memanjang Luas tulangan pada perkerasan ini dihitung dari persamaan sebagai berikut: As = 11 , 57 F L h Fs ×



×



×



.................................... (2.13)



Dimana: As = Luas Tulangan yang diperlukan (mm2) F = Koefisien gesekan antara plat beton dengan lapisan dibawahnya tabel 5.5 L = Jarak antar sambungan (m) h = tebal plat (mm) Fs = Tegangan tarik baja ijin (Mpa) ± 230 Mpa Syarat persentase minimum dari tulangan melintang pada perkerasan beton menerus adalah 0,14 %. Penyusunan Rencana Anggaran Biaya Dalam penyusunan anggaran biaya penulis menggunakan teori-teori umum yang dipakai dalam penyusunan anggaran biaya. Setelah mendapatkan tebal perkerasan dalam setiap jenis perkerasan dicari volume pekerjaan berdasarkan data teknis jalan dan tebal perkerasan itu sendiri. Dalam penyusunan anggaran biaya untuk tebal perkerasan jalan lajur khusus Bus Trans Pakuan kota bogor tidak menggunakan buku analisa BOW (Burgerlijke Openbare Warken) melainkan menggunakan buku analisa harga satuan pekerjaan Engineers Estimate (EE) Dinas Pekerjaan Umum Bidang Bina Marga Dan Pengairan tahun 2008. Harga Satuan Pekerjaan Harga satuan pekerjaan adalah jumlah harga bahan dan upah tenaga kerja atau harga yang harus dibayar untuk menyelesaikan suatu pekerjaan konstruksi berdasarkan perhitungan analisis.. Analisis disini adalah ketentuan umum yang ditetapkan oleh Dinas Pekerjaan Umum Bogor. Dalam Analisis Satuan Komponen, telah ditetapkan koefisien (indeks) jumlah tenaga kerja, bahan dan alat untuk satu satuan pekerjaan. Perhitungan Rencana Anggaran Biaya. Secara umum dapat dirumuskan sebagai berikut : RAB = ( Volume x Harga satuan pekerjaan ) Dalam Penyusunan RAB diperlukan jumlah volume per satuan pekerjaan dan analisa harga satuan pekerjaan berdasarkan data-data dan hasil perhitungan berdasarkan teori dan analisa yang berlaku. Ó



METODOLOGI PENELITIAN Umum Penelitian ini merupakan jenis penelitian yang hasilnya dapat digunakan oleh instansi terkait untuk melakukan pembenahan dalam sistem angkutan umum perkotaan khususnya di kota Bogor dan perkembangan transportasi untuk arah yang lebih baik. Identifikasi Masalah Identifikasi pada penelitian ini adalah bahwa adanya jenis bus Rapid Transit yang bernama Bus Trans pakuan dikota Bogor akan tetapi keberadaannya tidak dimbangi dengan lajur khusus bus yang membuat tingkat pelayanan dari segi waktu kurang baik dan juga lajur khusus bus adalah ciri dan syarat utama dari



Angkutan Bus kota cepat atau bus Rapid Transit berdasarkan Draft Pedoman Teknis Angkutan Bus Kota Dengan Sistem Jalur Khusus Bus (JKB/Busway) dari Direktorat Bina Sistem Transportasi Perkotaan Ditjen Perhubungan Darat. Pengumpulan Data Pengumpulan data digunakan untuk menganalisa permasalahan yang akan dibahas. Data Primer Data Primer adalah data yang diperoleh langsung dari lapangan. Data Primer yang dimaksud adalah: a) Frekuensi bus Trans Pakuan Kota Bogor digunakan untuk mengetahui beban yang akan dilewati oleh perkerasan lajur khusus bus tersebut.



Data Sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh dari suatu instansi terkait.Data Sekunder yang dimaksud adalah : a) Data teknis jalan untuk mengetahui panjang, lebar, jenis dan kelas jalan yang diewati koridor Terminal Bubulak-Pool Barangsisng. b) Nilai CBR untuk mengetahui nilai daya dukung tanah dasar. c) Indeks permukaan untuk mengetahui nilai daripada kerataan atau kehalusan serta kekokohan permukaan yang bertalian dengan tingkat pelayanan bagi kendaraan yang lewat. d) Faktor pertumbuhan armada untuk mengetahui banyaknya armada bus Trans Pakuan yang bertambah tiap tahunnya. e) Faktor Regional untuk mengetahui tingkat keadaan lapangan, iklim dan kondisi yang terkait dengan wilayah yang dilewati bus Trans Pakuan. f) Harga Satuan Pekerjaan untuk mengetahui perkiraan anggaran biaya yang diperlukan untuk merencanakan tebal perkerasan lajur khusus bus Trans Pakuan. g) Nilai koefisien satuan upah, alat dan bahan untuk mengetahui nilai koefisien harga satuan upah, alat dan bahan agar dapat menganalisa perkiraan anggaran biaya yang diperlukan untuk merencanakan tebal perkerasan lajur khusus bus Trans Pakuan.



AWAL



Identifikasi Masalah



Tinjauan Pustaka



Pengambilan Data



Data Primer 1. Frekuensi Bus Trans Pakuan 1 hari



Data Sekunder



Data Sekunder



1. Data teknis Jalan



1. Harga Satuan Pekerjaan



2. Nilai CBR 3. Indeks Permukaan 4. Faktor pertumbuan lalu-lintas /armada bus 5.Faktor regional



2. Nilai



Analisa RAB Perkerasan



B Perkerasan Lentur (Metode MAK)



A Perkerasan Kaku (Metode NAASRA)



Segmen 3 (Jl.KH.Sholeh Iskandar)



Segmen 2 (Jl.Kedung Halang)



Satuan



upah, bahan dan alat



Analisa Perkerasan Jalan



Segmen I (Jl.Pajajaran)



koefisien



Pemilihan Jenis Perkerasan Kesimpulan & Saran SELESAI



Gambar 3.1 Bagan Alir Pembahasan Umum



Segmen 4 (Jl.A.Bin Nuh)



Start



B Perkerasan Lentur (MAK)



Data yang diperlukan 1. Umur rencana 1. Indeks permukaan (IP) 2. Indeks Tebal Perkerasan (ITP) 3. Ni l a i C B R 4. Faktor Regional (FR) 5. Data Teknis Jalan 6. Frekuensi Bus Trans pakuan dalam 1 hari 9. Jenis material



LEA



=







i).C.E



n



=



1



j



L E T



LHR j.(1



+



LEP =



+



UR j j



LEA



2



LER LET =



×



UR 10



ITP = a1d1 + a2d2 + a3d3 Finish



Gambar 3.2 Bagan Alir Pembahasan Perkerasan Lentur



Start



Perkerasan Kaku ( NAASRA)



Data yang diperlukan 1. Data Teknis Jalan 2. Frekuensi Bus Trans pakuan dalam 1 hari 3. CBR 4. Faktor pertumbuhan lalu-lintas/armada



R= ( e



)



n



1 1 log i +



( )







1



i



+



JKN= 365 x JKNH



Ps =



(



xR



f



) (



00 fy1nxft ft



)











1,3 0,2 ft2



n p u f



Lcr = ×



2



×



S Ec Ft b



×



)







11,57 F L h Fs ×



As =



( ×



×



×



Cek tulangan



Tidak ok



Total Fatigue < 100%, Lcr = 150 cm – 250 cm (Tidak Memenuhi Syarat) Perhitungan diulang



Total Fatigue > 100%, Lcr = 150 cm – 250 cm (Memenuhi Syarat) OK



Cek tulangan



Ok Finish



Gambar 3.3 Bagan Alir Pembahasan Perkerasan Kaku



Analisa Data Analisa data digunakan untuk perencanaan tebal perkerasan Analisa ini digunakan untuk menganalisa perbandingan tebal perkerasan lentur dan kaku ditiap segmen jalan. Analisa rencana anggaran Biaya Analisa rencana anggaran Biaya untuk mengetahui anggaran biaya dari tiap perkerasan ditiap segmen jalan.



DATA PENELITIAN Gambaran Umum Kota Bogor Kota Bogor merupakan kota lama yang ditata sejak masa pendudukan Belanda oleh seorang Planner dari Inggris bernama Carsen, yang difungsikan sebagai ”Buitenzorg” yang artinya tempat peristirahatan, karena lokasinya yang sangat stategis yang berjarak lebih kurang 50 Km dari Pusat Pemerintahan Indonesia, Jakarta dan berada ditengah – tengah Kabupaten Bogor yang terlewati Jalur Utama Jakarta – Bandung.Kota Bogor adalah Daerah Counter Magnet bagi perkembangan Wilayah DKI Jakarta dan merupakan salah satu kota yang berada dibawah wilayah administratif Propinsi Jawa Barat. Setelah mengalami perluasan wilayah pada tahun 1995, wilayah administratif Kota bogor bertambah dari 2.156 Ha menjadi 11.850 Ha, yang dihuni lebih dari 820.707 jiwa pada tahun 2006 yang tersebar di 6 Kecamatan, 68 Kelurahan, yang dibatasi oleh Kabupaten Bogor. Kepadatan penduduk dan mobilitasnya terkonsentrasi di Wilayah Bogor Tengah sebagai pusat kota dan untuk menopang keberadaannya ditetapkan 5 wilayah sebagai kota satelit sesuai dengan pertumbuhan dan kecenderungan perkembangan masing-masing kecamatan, sebagai berikut : - Sebelah Utara : Wilayah Kecamatan Kemang, Kecamatan Bojong Gede dan Kecamatan Sukaraja Kabupaten Bogor. - Sebelah Barat : Wilayah Kecamatan Darmaga dan Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor. - Sebelah Timur : Wilayah Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor. - Sebelah Selatan : Wilayah Kecamatan Cijeruk dan Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor. Salah satu fungsi pembentukan kota satelit adalah pendistribusian pertumbuhan ke segala penjuru wilayah sehingga mengurangi tingkat kemacetan di Kota Bogor. KEDUDUKAN, PERAN DAN FUNGSI KOTA BOGOR Secara geografis kedudukan Kota Bogor sangat strategis, karena selain berdekatan sekaligus berperan sebagai wilayah penyangga Kota Jakarta. Selain itu Kota Bogor juga berada pada jalur lintasan jalan regional yang menghubungkan Kota Jakarta – Puncak – Cianjur – Bandung, dan Jakarta – Sukabumi. Hingga saat ini Kota Bogor memiliki ruas jalan sepanjang 620.595 Km, terdiri dari Jalan Nasional sepanjang 30.199 Km, Jalan Propinsi sepanjang 26.759 Km, Jalan Kota sepanjang



563.637 Km dan Jalan Lingkungan sepanjang 212.704 Km (belum termasuk jalan lingkungan di perumahan – perumahan yang baru dibangun). Dari keseluruhan jalan yang ada, 3,91% (24.273 Km) dalam kondisi baik sekali, 57,32 % (355.709 Km) dalam kondisi sedang dan 24,58 % (152.55 1 Km) dalam kondisi buruk. Berdasarkan hal tersebut dan didukung oleh kondisi spesifik yang dimiliki oleh Kota Bogor, yakni dengan keadaan alamnya yang bagus, banyaknya lembaga pendidikan dan penelitiaan serta objek wisata (Kebun Raya dan objek peninggalan sejarah), maka Pemerintah Kota Bogor telah merumuskan kebijakan pengembangannya dengan mengarahkan fungsi Kota Bogor sebagai berikut : 1. 2. 3. 4. 5. 6.



Pusat Permukiman; Pusat Pendidikan dan Penelitian; Pusat Perdagangan dan Jasa Regional; Pusat Wisata Ilmiah; Pusat Pemerintahan; Pusat Pengembangan Industri Bersih. Melihat banyaknya fungsi dan peran Kota Bogor tersebut, dapat dikatakan bahwa Kota Bogor memiliki daya tarik yang cukup besar bagi urbanisasi dan pergerakan regional (antar kota). KONDISI FISIK DASAR KOTA BOGOR Kota Bogor terletak pada ketinggian antara 190 sampai dengan 350 meter diatas permukaan laut dengan curah hujan rata – rata 4.000 mm/tahun. Tingginya curah hujan di Kota Bogor menyebabkan mendapat julukan Kota Hujan, dan terkadang salah diartikan juga sebagai daerah ”pengirim” banjir ke Jakarta melalui dua sungai besar, yaitu Sungai Ciliwung dan Sungai Cisadane. Secara administratif Kota Bogor dikelilingi oleh Kabupaten Bogor dan sekaligus menjadi pusat pertumbuhan Bogor Raya dan secara geografis dikelilingi oleh bentangan pegunungan, mulai dari Gunung / Pegunungan Pancar, Megamendung, Gunung Gede, Gunung Pangrango, Gunung Salak dan Gunung Halimun yang menyerupai huruf U.



Letak Dan Luas Wilayah Kota Bogor secara geografis terletak diantara 106° 43´ 30´ Bujur Timur 106° 51´00´ Bujur Timur dan 30´30´ Lintang Selatan 6° 41´00´ Lintang Selatan dengan ketinggian minimum 190 m dan maksimum 330 m dlp dengan jarak dari Ibukota kurang lebih 60 Km. Luas Wilayah Kota Bogor mencakup areal 11.850 ha dengan 6 kecamatan dan terletak di tengah – tengah Wilayah Kabupaten Bogor yang mengelilingi Kota Bogor. Luas untuk masing – masing kecamatan dapat dilihat pada tabel berikut ini :



Tabel 4.1 Luas Kota Bogor per Kecamatan LUAS KECAMATAN HEKTAR % Kota Bogor Selatan 3.08 1 Kota Bogor Timur 1.015 Kota Bogor Tengah 813 Kota Bogor Barat 3.285 Kota Bogor Utara 1.772 Tanah Sareal 1.884 JUMLAH



11.850



26.00 8.57 6.86 27.72 14.85 15.90 100.00



Sumber : Bapeda Kota Bogor Geografis Kota Bogor dialiri beberapa sungai yang permukaan airnya jauh di bawah permukaan, yaitu Sungai Ciliwung, Cisadane, Cipakancilan, Cidepit, Ciparigi dan Cibalok. Oleh karena adanya kondisi itu maka Kota Bogor relatif aman dari bahaya banjir. Topografi Berdasarkan Peta Rupa Bumi (Bakosurtanal, 1999), diketahui bentuk topografi Kota Bogor relatif bergelombang. Sebagian besar wilayah Kota Bogor termasuk dalam kelas lereng datar (0-3%) sampai landai (3-15%) dan sebagian mempunyai kemiringan (15-30%) dengan luas sebesar 56,17% dari wilayah Kota Bogor. Jenis tanah hampir di seluruh wilayah adalah Lotosil coklat kemerahan dengan kedalaman efektif tanah lebih dari 90 cm dengan tekstur tanah yang halus serta bersifat agak peka terhadap erosi. Klimatologi Kota Bogor disebut Kota Hujan karena keadaan cuaca dan udara yang sejuk. Berdasarkan data curah hujan dari Badan Meteorologi dan Geofisika Balai Wilayah III Bogor, curah hujan bulanan Kota Bogor berkisar antara 169,54 mm – 368,42 mm dan curaah hujan tahunan berkisar antara 2.77 1 mm – 4.692 mm, dengan suhu udara rata – rata setiap bulannya adalah 26 derajat celcius dan kelembaban udaranya kurang lebih 70%. Suhu terendah di Bogor adalah 21,8 derajat celcius, paling sering terjadi pada Bulan Desember sampai Januari. Arah mata angin waktu – waktu ini dipengaruhi oleh angin muson. Bulan Mei sampai Maret dipengaruhi angin Muson Barat dengan arah mata angin 6% terhadap arah Barat.



Geologi Jenis tanah di wilayah perencanaan sebagian besar terbentuk dari bahan induk berupa tufa vulkanik adalah Lotosil coklat kemerahan mencakup 70% dan sebagian besar mengandung tanah liat (Clay), struktur granular dan remah serta bahan – bahan yang berasal dari letusan gunung berapi, sehingga keadaan tanahnya mengandung tanah liat, batu – batuan dan pasir, dengan kedalaman efektif tanah lebih dari 90 cm dengan tekstur tanah yang halus serta bersifat agak peka terhadap erosi. Kekuatan tanah di daerah ini bisa mencapai 2 sampai 5 kg per cm2, sedangkan pada tempat yang tidak berbatu masih menahan 1,50 kg per cm2.



Kebutuhan Data Dalam merancang suatu ketebalan perkerasan jalan, dibutuhkan data yang menunjang dalam perancangan dan menjadi dasar untuk menentukan tebal perkerasan, tebal perkerasan ditentukan berdasarkan beban yang akan dipikul. Untuk jenis material ditentukan oleh nomogram ITP di SNI 1732 – 1989 – F dan Untuk keperluan proses desain, kekuatan dari masing – masing lapisan perkerasan Metode Analisa Komponen dinyatakan dengan koefisien kekuatan relatif ( a ). Guna mendapat hasil perancangan perkerasan yang baik dan dapat menyediakan kemampuan yang cukup agar dapat dilalui kendaraan selama periode perancangan, adapun kebutuhan data dalam merancang tebal perkerasan yaitu : Kebutuhan data untuk perkerasan lentur Metode Analisa Komponen ( MAK ) : 1. Data teknis jalan 2. Umur Rencana 3. Frekuensi Bus Trans Pakuan dalam 1 hari 4. Index Permukaan 5. California Bearing Ratio ( CBR ) 6. Faktor Regional 7. Index Tebal Perkerasan ( ITP ) 8. Jenis Material Kebutuhan data untuk perkerasan kaku Metode NAASRA Data teknis jalan 1. Umur Rencana 2. Frekuensi Bus Trans Pakuan dalam 1 hari 3. California Bearing Ratio ( CBR ) 4. Faktor Regional 5. Jenis Material



Kebutuhan Data untuk perkerasan lentur Metode Analisa Komponen ( MAK ) : Data teknis Jalan Data inventarisasi Jalan kota Bogor dari dinas Bina Marga Dan Pengairan pemerintah kota Bogor yang dilewati oleh bus Trans Pakuan kota Bogor Koridor Terminal Bubulak-Pool Bus Wisata Baranangsiang disajikan dalam bentuk tabel di bawah ini, Tabel 4.2 Data Teknis Jalan Panjang Lebar Lebar Fungsi atau Jumlah Status No Nama Jalan jalan Perkeras Lajur peranan lajur jalan (Km) an Khusus jalan 1



Jalan Padjajaran



6,4 km



18 m



3,25 m



Jalan Kedung 2



Halang (Jalan



2,9 km



19 m



3,25 m



Raya Bogor) 3



Jalan K.H Soleh



7,9 km



16 m



3,25 m



Iskandar 4



Jalan Abdullah Bin Nuh



3,2 km



20 m



3,25 m



3 lajur 2



Nasio



arah



nal



3 lajur 2



Nasio



arah



nal



1 lajur 2



Nasio



arah



nal



2 lajur 2



Kota



Kolektor



Kolektor



Kolektor



Kolektor



arah



Sumber : Data Inventaris Dinas Bina Marga Dan Pengairan Pemerintah Kota Bogor 2006 Umur Rencana Umur rencana perkerasan jalan adalah jumlah tahun dari saat jalan tersebut dibuka untuk lalu lintas kendaraan sampai diperlukan suatu perbaikan yang bersifat struktural ( sampai diperlukan overlay lapisan perkerasan ). Selama umur rencana tersebut pemeliharaan perkerasan jalan tetap harus dilakukan, seperti pelapisan non struktural yang berfungsi sebagai lapis aus. Umur rencana untuk perkerasan lentur jalan baru umumnya diambil 20 tahun dan untuk peningkatan jalan 10 tahun. Umur rencana yang lebih besar dari 20 tahun tidak lagi ekonomis karena perkembangan lalu lintas yang terlalu besar dan sukar mendapatkan ketelitian yang memadai ( tambahan tebal lapisan perkerasan menyebabkan biaya awal yang cukup tinggi ). Dalam studi perencanaan tebal perkerasan lentur jalan Padjajaran kota Bogor menggunakan umur rencana 10 tahun. Data lalu lintas Tebal lapisan perkerasan jalan ditentukan dari beban yang akan dipikul, berarti



dari arus lalu lintas atau frekuensi bus yang akan memakai lajur khusus tersebut.



Koefisien distribusi kendaraan (C) untuk kendaraan ringan dan berat yang pada jalur rencana ditentukan menurut daftar di bawah ini :



Tabel 4.3 Frekuensi Bus Trans Pakuan Bogor Frekuensi Bus Trans Pakuan Bogor No



Hari



Jumlah



1



Sabtu



41



2



Minggu



39



3



Senin



37



4



Selasa



39



5



Rabu



39



Total



195



Rata- rata



39



Sumber: Data tugas akhir Risa Ariestin ”Analisa kinerja tingkat pelayanan Bus Trans Pakuan pada Pilot Project” (Koridor Terminal Bubulak – Baranangsiang Kota Bogor), 2008. A. Persentase Kendaraan Pada Jalur Rencana Jalur rencana merupakan salah satu jalur lalu lintas dari suatu ruas jalan raya, yang menampung lalu lintas terbesar. Jika jalan tidak memiliki tanda batas jalur, maka jumlah jalur ditentukan lebar perkerasan menurut daftar di bawah ini : Tabel 4.4 Jumlah jalur terhadap lebar perkerasan Lebar Perkerasan (L) Jumlah Jalur (n) L < 5,50 m



1 jalur



5,50 m < L < 8,25 m



2 jalur



8,25 m < L < 11,25 m



3 jalur



11,25 m < L < 15,00 m



4 jalur



15,00 m < L < 18,75 m



5 jalur



18,75 m < L < 22,00 m



6 jalur



Sumber : SNI 1732 – 1989 - F



Jumlah



Tabel 4.5 Koefisien Distribusi Kendaraan (C) Kendaraan Ringan* Kendaraan Berat**



Jalur



1 arah



2 arah



1 arah



2 arah



1 jalur



1,00



1,00



1,00



1,00



2 jalur



0,60



0,50



0,70



0,50



3 jalur



0,40



0,40



0,50



0,475



4 jalur



0,30



0,45



5 jalur



0,25



0,425



6 jalur



0,20



0,40



* berat total < 50 ton misalnya : mobil penumpang, pick up, mobil hantaran ** berat total > 50 ton misalnya : bus, truck, semi trailer, trailer Sumber : SNI 1732 – 1989 - F B.



Angka Ekivalen Angka ekivalen (E) masing-masing golongan beban sumbu (setiap kendaraan) ditentukan menurut rumus daftar di bawah ini : beban satu sumbu tung gal dalam kg Angka ekivalen = ( _____________________________ )4 .............. ( 4.1 ) 8160 sumbu tunggal beban satu sumbu tung gal dalam kg Angka ekivalen = 0,086 ( _____________________________ )4..... ( 4.2 ) 8160 sumbu ganda Tabel 4.6 Angka ekivalen (E) Beban satu sumbu Kg Lbs 1000 2205



Angka Ekivalen Sumbu Tunggal Sumbu Ganda 0,0002



2000



4409



0,003 6



0,0003



3000



6614



0,0183



0,0016



4000



8818



0,0577



0,0050



5000



11023



0,1410



0,0121



Koefisien distribusi kendaraan (C) untuk kendaraan ringan dan berat yang pada jalur rencana ditentukan menurut daftar di bawah ini :



6000



13228



0,2923



0,0251



7000



15432



0,5415



0,0466



8000



17637



0,9238



0,0794



8160



18000



1,0000



0,0860



9000



19841



1,4798



0,1273



10000



22046



2,5555



0,1940



11000



24251



3,3022



0,2840



12000



26455



4,6670



0,4022



13000



28660



6,4419



0,5540



14000



30864



8,6647



0,7452



15000



33069



11,4184



0,9820



16000



35276



14,7815



1,2712



Sumber : SNI 1732 – 1989 - F



Tabel 4.7 Komposisi Roda Dan Unit Ekivalen 8.16 ton Beban As Tunggal



Sumber :Manual Pemeriksaan Perkerasan Jalan Dengan Alat Benkleman Beam, Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Bina Marga No 01/MN/B/1983 Data California Bearing Ratio ( CBR ) Perkerasan jalan diletakkan diatas tanah dasar, dengan demikian secara keseluruhan mutu dan daya tahan konstruksi perkerasan tidak lepas dari sifat tanah dasar. Tanah dasar yang baik untuk konstruksi perkerasan jalan adalah tanah dasar yang berasal dari lokasi itu sendiri atau didekatnya, yang telah dipadatkan sampai tingkat kepadatan tertentu sehingga mempunyai daya dukung yang baik serta berkemampuan mempertahankan perubahan volume selama masa pelayanan walaupun terdapat perbedaan kondisi lingkungan dan jenis tanah di lokasi



pekerjaan. Banyak metode yang dipakai untuk menentukan daya dukung tanah dasar, khususnya di Indonesia daya dukung tanah dasar untuk kebutuhan perencanaan tebal perkerasan ditentukan dengan metode pemeriksaan CBR ( California Bearing Ratio ) yang diperoleh dari hasil pemeriksaan contoh tanah yang telah disiapkan di laboratorium atau di lapangan. Seringkali jenis tanah dasar itu berbeda – beda sehubungan dengan perubahan kedalaman pada satu titik pengamatan. Untuk itu perlu ditentukan nilai CBR yang mewakili titik tersebut. Dalam merencanakan tebal perkerasan, oleh Dinas Bina Marga Dan Pengairan Pekerjaan Umum kota Bogor nilai CBR yang diberikan untuk setiap jalan yang dilewati Bus Trans Pakuan Koridor Terminal Bubulak-Pool Bus Wisata Baranangsiang dibedakan berdasarkan status jalan nasional dan jalan kota hal itu disebabkan biaya perawatan dan peningkatan untuk jalan nasional diberikan oleh propinsi Jawa Barat sedangkan untuk jalan kota diberikan oleh pemerintah kota Bogor. Dalam hal ini yang termasuk jalan nasional adalah : 1. 2.



Jalan. Padjajaran Jalan. Kedung halang (Jalan Raya Bogor)



3. Jalan. Kill. Soleh Iskandar Yang termasuk jalan kota adalah : 1. Jalan Abdullah Bin Nuh Dari data yang diperoleh (ada pada lampiran) maka penulis mengambil data CBR yang terkecil, hal itu dikarenakan data yang terkecil menunjukan kondisi tanah yang paling keras sebagai tanah dasar dalam perencanaan tebal perkerasan. Tabel 4.8 Data CBR Jalan Nasional Jalan. Padjajaran, Jalan. Kedung halang (Jalan Raya Bogor), Jalan. Kill. Soleh Iskandar. No



Titik Pengamatan



STA



Nilai CBR (%)



1



1



0+000



9



2



2



0+050



3



3



3



0+100



3



4



4



0+150



7



5



5



0+200



2



6



6



0+250



3



7



7



0+300



2



8



8



0+350



3



9



9



0+400



4



10



10



0+450



3



11



11



0+500



4



12



12



0+550



6



Sumber : Data Dinas Bina Marga Dan Pengairan pemerintah kota Bogor tahun 2006



Nilai CBR yang mewakili adalah yang didapat dari angka persentase 90%. Stabilitas tanah dasar dapat diperoleh dari berbagai percobaan di lapangan dan di laboratorium, seperti misalnya pengujian CBR, Resistance dan Plate Bearing. Oleh karena itu, untuk penyederhanaan ditetapkan parameter bebas Daya Dukung Tanah ( DDT ) yang dapat dikorelasikan secara empiris dengan berbagai nilai stabilitas tanah dasar. Korelasi antara nilai CBR dan nilai DDT yang ditetapkan dalam Metode Analisa Komponen dengan persamaan sebagai berikut : DDT = 4,3 log ( CBR ) + 1,7 ........................................... ( 4.3 ) Yang termasuk jalan kota adalah : 1. Jalan Abdullah Bin Nuh Tabel 4.9 Data CBR Jalan Kota, Jalan Abdullah Bin Nuh. No



Titik pengamatan



STA



Nilai CBR (%)



1



1



0+050



3



2



2



0+075



2



3



3



0+109



2



4



4



0+125



4



5



5



0+150



9



6



6



0+175



2



7



7



0+225



9



8



8



0+275



15



9



9



0+400



6



10



10



0+425



3



11



11



0+450



2



12



12



0+475



3



13



13



0+500



1



14



14



0+525



2



15



15



0+550



2



16



16



0+650



3



17



17



0+675



7



Sumber : Data Dinas Bina Marga Dan Pengairan pemerintah kota Bogor tahun 2006



Nilai CBR yang mewakili adalah yang didapat dari angka persentase 90%. Faktor Regional Sebagaimana metode AASHTO yang diadopsi, maka Metode Analisa Komponen pun memperhitungkan pengaruh lingkungan yang disebut Faktor Regional ( FR ). Faktor ini adalah fungsi dari kondisi iklim ( yang dinyatakan dengan jumlah curah hujan per tahun ), kelandaian dan persentase kendaraan berat. Kendaraan berat yang diperhitungkan dalam menentukan FR adalah kendaraan dengan total berat lebih besar atau sama dengan 13 ton. Maka untuk data kondisi regional disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut :



No



Tabel 4.10 Faktor Regional Curah Hujan Kendaraan Kelandaian



Nama Jalan



1



Jalan Padjajaran



2



Jalan



Faktor



(mm/tahun)



berat



(%)



Regional



4000



7,5 cm ...........OK!! Maka, dihasilkan tebal perkerasan berdasarkan metode analisa komponen adalah : Lapis permukaan Asphalt Concrete = 10,3 cm LPA Batu pecah kelas B = 20 cm LPB Sirtu kelas C = 10 cm



Analisa Biaya Tebal perkerasan lentur Jalan KH. Soleh Iskandar. Pekerjaan Lapis permukaan asphalt concrete (A.T.B) Volume Pekerjaan Volume Pekerjaan Lapis permukaan asphalt concrete (A.T.B) tebal 10,3 cm : Volume pekerjaan = 5.3 19,84 m3 Pekerjaan Lapis pondasi atas klas B Volume Pekerjaan Volume Pekerjaan Lapis pondasi atas klas B tebal 20 cm : Volume pekerjaan = 10.329,80 m3 Pekerjaan Lapis pondasi bawah klas C Volume Pekerjaan Volume Pekerjaan Lapis pondasi bawah klas C tebal 10 cm : Volume pekerjaan = 5.164,9 m3 Rekapitulasi biaya tebal perkerasan lentur Jalan KH. Soleh Iskandar dengan Metode (MAK) Tabel 5.27 Rekapitulasi biaya tebal perkerasan lentur jalan KH. Soleh Iskandar dengan Metode (MAK) No Perkerasan Jalan Vol Sat Harga Jumlah Harga



1



Satuan (Rp)



(Rp)



5.319,84 m3



1.789.343,00



9.519.018.465,00



10.329,98 m3



190.032,00



1.963.026.759,00



Pekerjaan Lapis permukaan asphalt concrete (A.T.B) Teb 5,2 cm.



2



Lapis pondasi atas klas B tebal 20 cm



3



Lapis pondasi bawah klas C tebal 10 cm



5.164,9



m3



178.449,00



921.671.240,10



Total 12.403.716.460,00 Dibulatkan 12.403.716.460,00 Sumber : Hasil perhitungan Perhitungan Tebal Perkerasan Kaku Metode NAASRA Sambungan pemuaian dipasang tiap 100 m Ruji Ø20 panjang (L) : 350 mm, jarak (S) : 300 mm e. Tulangan memanjang Data-data : Ft = 0,5 x MR = 0,5 x 40 =20 kg/cm2 Fy = 4585 kg/cm2 n = 6 (tabel 2.11) Ps Ps = = Presentase tulangan (1,3 0,2memanjang )% 100 f ( ) fy nxft −



ft 100x 20 = (4585 6 20) (1,3 0,2(1))% x 2000 (1,5) 0,49% = _____ −











=



4465 0,49 1 00 1 5 = 7,35 cm2 As = _________ xx 100 Amin = 0,6% x 100 x 15 = 9 cm 2/m lebar Dicoba tulangan Ø19 mm -150 mm (A = 18,892cm2/m lebar) - Pengecekan jarak teoritis antar retakan : Data-data : Ft = 20 kg/cm2 n = 6 (tabel 2.11) P



=



Atotal 100xtebalplat



U



=



d = 4/d 1/4 d



18,892 x 100 1 5



π



ð



S



= Koefisien susut beton (400 x 10-6)



Ec



= 16.600 x 'bk ó



= 16.600 x 350 = 3 10.557 kg/cm2 d



= 0,0125 = 4/1,9 = 2,1



Fb



=



2,16 bk ó



= 2,16/1,9 x 350 = 21,2 kg/cm 2 Lcr



=



ft 2 nxp xuxf SxEc Ft 2 ( ) b −



20 2 = =



6 0 , 0125 x 202 5,18



2



400 10 2 ,1 2 1 x x x ,2 (







6) 310557



20







)



= 77,2 cm Lcr tidak memenuhi yang diisyaratkan 150 cm -250 cm jadi tulangan memanjang Ø 19 – 150 mm tidak dapat digunakan. Karena Lcr tidak memenuhi syarat maka perhitungan diulang. Dicoba tulangan Ø19 mm -200 mm (A = 14,169 cm2/m lebar) - Pengecekan jarak teoritis antar retakan : Data-data : Ft = 20 kg/cm2 n = 6 (tabel 2.11) Atotal 14 , 169 P = = 0,0094 100xtebalplat 100 x1 5



S



d = 4/d = 4/1,9 = 2,1 1/4 d = Koefisien susut beton (400 x 10-6)



Ec



= 16.600 x 'bk



U



=



π



ð



ó



= 16.600 x 350 = 3 10.557 kg/cm2 Fb



= 2,16 bk d ó



= 2,16/1,9 x 350 = 21,2 kg/cm 2 Lcr



2 = nxp xuxf ftSxEc Ft 2 (



b



20 2 =







) 6x0 , 0094 2 ,1x 2x 1 2



,2 (



400 10 x







6) 310557



202 = 2,45 = 163,26 cm Lcr memenuhi yang diisyaratkan 150 cm -250 cm d



20







)



jadi tulangan memanjang Ø 19 – 200 mm dapat digunakan. f. Tulangan melintang Data-data : F = 1,2 Lebar plat = 6,5 m (lebar plat) h = 150 mm Fs = 230 Mpa As = 11, 76xFxLxh Fs = 1 1,76x1,2x6,5x1 50 230 = 59,82 mm 2/m lebar = 0,59 cm 2/m lebar Asmin = 0,14% x 15 x 100 = 2,1 cm2/m lebar Jadi tulangan melintang adalah Ø 12 – 300 mm ( A = 3,76 cm2/m lebar) Analisa Biaya Tebal perkerasan kaku Jalan K.H Soleh Iskandar. Pekerjaan Lapis permukaan Beton Volume Pekerjaan Volume pekerjaan = 7.747,35 m3 Pekerjaan Lapis pondasi bawah Volume Pekerjaan Volume pekerjaan = 15.494,70 m3 Pekerjaan Bekisting untuk beton Volume Pekerjaan Volume pekerjaan = 2.3 83,8 m2 Pekerjaan Penulangan beton memanjang Ø 19 – 200 mm Volume Pekerjaan Volume pekerjaan = 575.885,00 kg Pekerjaan Penulangan beton melintang Ø 12 – 300 mm Volume Pekerjaan Volume pekerjaan = 141.438,44 kg Pekerjaan Pemasangan Tulangan dowel untuk rigid pavement Ø20 panjang (L) : 350 mm, jarak (S) : 300 mm Volume Pekerjaan Volume pekerjaan = 10.024,83 m1



Rekapitulasi biaya tebal perkerasan kaku jalan K.H Soleh Iskandar dengan Metode NAASRA Tabel 5.32 Rekapitulasi biaya tebal perkerasan kaku jalan K.H Soleh Iskandar dengan Metode NAASRA No Perkerasan Jalan Vol Sat Harga Jumlah Harga



1



Satuan (Rp)



(Rp)



Lapis permukaan permukaan beton



7.747,35



m3



784.189,00



6.075.386.649,00



15.494,70



m3



190.032,00



2.944.488.830,00



2.3 83,8



m2



112.533,00



268.256.165,40



575.885,00



kg



8.972,00



5.166.840.220,00



141.438,44



kg



8.972,00



1.268.985.684,00



10.024,83



m1



121.695,00



1.219.971.687,00



tebal 15 cm 2



Lapis pondasi bawah klas B tebal 30 cm



3



Bekisting untuk beton



4.



Penulangan beton memanjang Ø 19 – 200 mm



5.



Penulangan beton melintang Ø 12 – 300 mm



6.



Pemasangan Tulangan dowel untuk rigid pavement Ø20 panjang (L) : 350 mm, jarak (S) : 300 mm Total 16.943.929.240,00 Dibulatkan 16.943.929.240,00



Sumber : hasil perhitungan



Tabel 5.33 Perbandingan antara Perkerasan Lentur dan kaku pada Jalan K.H Soleh Iskandar kota bogor No



Item



1



Umur rencana (masa layanan)



2 3 4 5 6 7



Lendutan Perilaku terhadap overloading Kebisingan dan vibrasi Pantulan cahaya Bentuk permukaan Frekensi Bus



8



Proses konstruksi



9



Perawatan



10



Struktur perkerasan



Perkerasan lentur Perkerasan kaku Efektif 10 tahun. Perlu Efektif dapat mencapai beberapa tahap pembangunan 20 tahun dalam satu masa layanan seperti kali konstruksi perkerasan kaku Cenderung melendut Lendutan jarang terjadi Perkerasan lentur lebih sensitif pada overloading dibanding perkerasan kaku, ini dikaitkan dengan perilaku terhadap lendutan Perkerasan lentur mempunyai tingkat kebisingan dan vibrasi yang lebih rendah Perkerasan lentur mempunyai daya pantul yang lebih lemah dibandingkan perkerasan kaku Permukaan perkerasan lentur lebih halus dibandingkan perkerasan kaku 39 Bus! hari 39 Bus! hari Relatif lebih mudah dan Dengan teknologi cepat. Dengan teknologi bahan aditif untuk campuran, waktu yang beton, maka proses dibutuhkan dari mulai pematangan bisa penghamparan sampai dibuka berlangsung cepat untuk lalu-lintas hanya sekitar 2 hari, tetapi membutuhkan waktu sekitar beton yang terlalu 2 jam cepat matang cenderung mudah retak Memerlukan perawatan rutin, Tidak perlu perawatan tetapi relatif lebih mudah rutin, tetapi perbaikan kerusakan relatif lebih sulit 1. Lapis permukaan hotmix 1 .Lapis permukaan (asphalt) = 9,3 cm Beton = 15 cm 2. Lapis Pondasi atas = 20 2. Lapis pondasi cm bawah = 30 cm 3. Lapis Pondasi bawah = 10 3. Ruji = Ø 20 – 300 cm mm 4. Tulangan memanjang = Ø 19 – 200 mm 5. Tulangan melintang = Ø 12 – 300 mm



11



11



12



Rp. 12.403.716.460,00



Biaya



Beban didistribusikan secara Karakteristik thd berjenjang pada tiap lapisan pembebanan



Karakteristik meterial



Material yang diperlukan adalah aspal, dan filler (jika diperlukan). Sangat sensitif terhadap air



Rp. 16.943.929.240,00 Dengan nilai kekakuan yang tinggi maka seluruh beban diterima oleh struktur Material utama adalah agregat, semen, dan filler (jika diperlukan). Air dapat membantu pada saat pematangan beton



Sumber : hasil perhitungan Perhitungan perencanaan tebal perkerasan Jalan Abdullah Bin Nuh kota Bogor. Perencanaan tebal perkerasan lentur metode M.A.K : Tebal perkerasan minimum tiap lapisan : Tebal minimum didapat dari tabel Tebal Minimum Tiap Lapisan : d1 = 7,5 cm (tebal minimum Lapis Permukaan HRA) d 2 = 20 cm (tebal minimum LPA Batu Pecah kelas B) d3 = 10 cm (tebal minimum LPB Sirtu kelas C) 1. ITP = a1d1 + a2d2 + a3d3 7 = (0,30 x d1 ) + (0,13 x 20) + (0,11 x 10) d1 = 11 cm berdasarkan perhitungan tebal lapis permukaan adalah 11 cm maka tebal lapisan permukaan dapat dipakai kerena lebih dari tebal minimum lapisan permukaan yang diisyaratkan adalah 7,5 cm maka d1 = 11 cm > 7,5 cm ............OK!! Maka, dihasilkan tebal perkerasan berdasarkan metode analisa komponen adalah : Lapis permukaan Asphalt Concrete = 11 cm LPA Batu Pecah kelas B = 20 cm LPB Sirtu kelas C = 10 cm



Analisa Biaya Tebal perkerasan lentur Jalan Abdullah Bin Nuh Pekerjaan Lapis permukaan asphalt concrete (A.T.B) Volume Pekerjaan Volume Pekerjaan Lapis permukaan asphalt concrete (A.T.B) tebal 11 cm : Panjang = 3.208 m Lebar = 6,5 m Tebal = 11 cm = 0,11 m Volume pekerjaan = 2.293,72 m3 Pekerjaan Lapis pondasi atas klas B Volume Pekerjaan Volume Pekerjaan Lapis pondasi atas klas B tebal 20 cm : Volume pekerjaan = 4.174,40 m3 5.5.2.3 Pekerjaan Lapis pondasi bawah klas C



Volume Pekerjaan Volume Pekerjaan Lapis pondasi bawah klas C tebal 10 cm : Volume pekerjaan = 2.085,20 m3 Rekapitulasi biaya tebal perkerasan lentur jalan Abdullah Bin Nuh dengan Metode (MAK) Tabel 5.38 Rekapitulasi biaya tebal perkerasan lentur jalan Abdullah Bin Nuh dengan Metode (MAK) No Perkerasan Jalan Vol Sat Harga Jumlah Harga



1



Satuan (Rp)



(Rp)



Pekerjaan Lapis permukaan asphalt



2.293,72



m3



1.789.343,00



4.104.251.826,00



4.174,40



m3



190.032,00



793.269.580,80



2.085,20



m3



190.032,00



396.254.726,40



concrete (A.T.B) teb 10,3 cm. 2



Lapis pondasi atas klas B tebal 20 cm



3



Lapis pondasi bawah klas C tebal 10 cm



Total Dibulatkan Sumber : Hasil perhitungan Perhitungan Tebal Perkerasan Kaku Metode NAASRA Sambungan pemuaian dipasang tiap 100 m Ruji Ø20 panjang (L) : 350 mm, jarak (S) : 300 mm g. Tulangan memanjang Data-data : Ft = 0,5 x MR = 0,5 x 40 =20 kg/cm2 Fy = 4585 kg/cm2 n = 6 (tabel 2.11) Ps Ps = = Presentase tulangan (1,3 0,2memanjang )% 100 f ( ) fy nxft −



ft 100x 20 = (4585 6 20) (1,3 0,2(1))% x 2000 (1,5) 0,49% = _____ −











=



4465 0,49 1 00 1 5 As = _________ xx 100



= 7,35 cm2



5.293.776.113,00 5.293.776.113,00



Amin = 0,6% x 100 x 15 = 9 cm 2/m lebar Dicoba tulangan Ø19 mm -150 mm (A = 18,892cm2/m lebar) - Pengecekan jarak teoritis antar retakan : Data-data : Ft = 20 kg/cm2 n = 6 (tabel 2.11) P



=



U



=



Atotal 100xtebalplat



18,892 x 100 1 5



= 0,0125



S



d = 4/d = 4/1,9 = 2,1 1/4 d = Koefisien susut beton (400 x 10-6)



Ec



= 16.600 x 'bk



,r



,r



a



= 16.600 x 350 = 3 10.557 kg/cm2 Fb



=



2,16 d bk a



= 2,16/1,9 x 350 = 21,2 kg/cm 2 Lcr



= 2



ft 2 b(



nxp xuxf SxEc Ft —



) = 20 2 6 0 , 0125 x



= 2



20 5,18



2



400 10 2 ,1 2 1 x , 2 ( xx







6) 310557



= 77,2 cm Lcr tidak memenuhi yang diisyaratkan 150 cm -250 cm jadi tulangan memanjang Ø 19 – 150 mm tidak dapat digunakan. Karena Lcr tidak memenuhi syarat maka perhitungan diulang. Dicoba tulangan Ø19 mm -200 mm (A = 14,169 cm2/m lebar) - Pengecekan jarak teoritis antar retakan : Data-data : Ft = 20 kg/cm2 n = 6 (tabel 2.11) P



=



Atotal 100xtebalplat



U



=



d = 4/d 1/4 d ,r



,r



14 , 169 100 x1 5



= 0,0094



= 4/1,9 = 2,1



20







)



S



= Koefisien susut beton (400 x 10-6)



Ec



= 16.600 x 'bk ó



= 16.600 x 350 = 3 10.557 kg/cm2 Fb



= 2,16 bk d ó



= 2,16/1,9 x 350 = 21,2 kg/cm 2 Lcr



2 = nxp xuxf ftSxEc Ft 2 (



b



=







20 2 6 x0 , 0094 2 ,1x2x 1 2



)



,2(



400 10 x



6 )310557



2 = 20 2,45



= 163,26 cm Lcr memenuhi yang diisyaratkan 150 cm -250 cm jadi tulangan memanjang Ø 19 – 200 mm dapat digunakan. h. Tulangan melintang Data-data : F = 1,2 Lebar plat = 6,5 m (lebar plat) h = 150 mm Fs = 230 Mpa As = 11, 76xFxLxh Fs = 1 1,76x1,2x6,5x1 50 230 = 59,82 mm2/m lebar = 0,59 cm2/m lebar Asmin = 0,14% x 15 x 100



= 2,1 cm2/m lebar



Jadi tulangan melintang adalah Ø 12 – 300 mm ( A = 3,76 cm2/m lebar)



20







)



Analisa Biaya Tebal perkerasan kaku Jalan Abdullah Bin Nuh Pekerjaan Lapis permukaan Beton Volume Pekerjaan Volume pekerjaan = 3.127,80 m3 5.5.4.2 Pekerjaan Lapis pondasi bawah klas B Volume Pekerjaan Volume pekerjaan = 6.255,60 m3 Pekerjaan Bekisting untuk beton Volume Pekerjaan Volume pekerjaan = 962,4 m2 Pekerjaan Penulangan beton memanjang Ø 19 – 200 mm Volume Pekerjaan Volume pekerjaan = 232.501,24 kg Pekerjaan Penulangan beton melintang Ø 12 – 300 mm Volume Pekerjaan Volume pekerjaan = 61.861,31 kg Pekerjaan Pemasangan Tulangan dowel untuk rigid pavement Ø20 panjang (L) : 350 mm, jarak (S) : 300 mm Volume Pekerjaan Volume pekerjaan = 4.053,33 m1 Rekapitulasi biaya tebal perkerasan kaku jalan Abdullah Bin Nuh dengan Metode NAASRA Tabel 5.43 Rekapitulasi biaya tebal perkerasan kaku jalan Abdullah Bin Nuh dengan Metode NAASRA No Perkerasan Jalan



1



Vol



Sat



Harga



Jumlah Harga



Satuan (Rp)



(Rp)



Lapis permukaan permukaan beton



3.127,80



m3



784.189,00



2.452.786.354,00



6.255,60



m3



190.032,00



1.188.764.179,00



962,4



m2



112.533,00



108.307.175,92



232.501,24



kg



8.972,00



2.086.001.125,00



tebal 15 cm 2



Lapis pondasi bawah klas B tebal 30 cm



3



Bekisting untuk beton



4.



Penulangan beton memanjang Ø 19 – 200 mm



5.



Penulangan beton melintang Ø 12 –



61.861,31



kg



8.972,00



555.019.673,30



4.053,33



m1



121.695,00



809.591.807,90



300 mm 6.



Pemasangan Tulangan dowel untuk rigid pavement Ø20 panjang (L) : 350 mm, jarak (S) : 300 mm Total



7.200.470.315,00



Dibulatkan



7.200.470.315,00



Sumber : hasil perhitungan Tabel 5.44 Perbandingan antara Perkerasan Lentur dan kaku pada Jalan Abdullah Bin Nuh kota bogor No



Item



1



Umur rencana (masa layanan)



2 3 4 5 6 7



8



Lendutan Perilaku terhadap overloading Kebisingan dan vibrasi Pantulan cahaya Bentuk permukaan Frekensi Bus



Proses konstruksi



Perkerasan lentur Perkerasan kaku Efektif 10 tahun. Perlu Efektif dapat mencapai beberapa tahap pembangunan 20 tahun dalam satu masa layanan seperti kali konstruksi perkerasan kaku Cenderung melendut Lendutan jarang terjadi Perkerasan lentur lebih sensitif pada overloading dibanding perkerasan kaku, ini dikaitkan dengan perilaku terhadap lendutan Perkerasan lentur mempunyai tingkat kebisingan dan vibrasi yang lebih rendah Perkerasan lentur mempunyai daya pantul yang lebih lemah dibandingkan perkerasan kaku Permukaan perkerasan lentur lebih halus dibandingkan perkerasan kaku 39 Bus! hari 39 Bus! hari Dengan teknologi Relatif lebih mudah dan cepat. Dengan teknologi bahan aditif untuk campuran, waktu yang beton, maka proses dibutuhkan dari mulai pematangan bisa penghamparan sampai dibuka berlangsung cepat untuk lalu-lintas hanya sekitar 2 hari, tetapi



membutuhkan waktu sekitar 2 jam



9



Perawatan



10



Struktur perkerasan



11



Biaya



11



12



Memerlukan perawatan rutin, tetapi relatif lebih mudah



1. Lapis permukaan hotmix (asphalt) = 11 cm 2. Lapis Pondasi atas = 20 cm 3. Lapis Pondasi bawah = 10 cm



Rp. 5.293.776.113,00



Beban didistribusikan secara Karakteristik thd berjenjang pada tiap lapisan pembebanan



Karakteristik meterial



Material yang diperlukan adalah aspal, dan filler (jika diperlukan). Sangat sensitif terhadap air



Sumber : hasil perhitungan



beton yang terlalu cepat matang cenderung mudah retak Tidak perlu perawatan rutin, tetapi perbaikan kerusakan relatif lebih sulit 1 .Lapis permukaan Beton = 15 cm 2. Lapis pondasi bawah = 30 cm 3. Ruji = Ø 20 – 300 mm 4. Tulangan memanjang = Ø 19 – 200 mm 5. Tulangan melintang = Ø 12 – 300 mm Rp. 7.200.470.315,00 Dengan nilai kekakuan yang tinggi maka seluruh beban diterima oleh struktur Material utama adalah agregat, semen, dan filler (jika diperlukan). Air dapat membantu pada saat pematangan beton



Total Rekapitulasi Tebal Perkerasan Lentur Lajur Khusus Bus Trans Pakuan Kota Bogor. Tabel 5.45 Total Rekapitulasi Tebal Perkerasan Lentur Lajur Khusus Bus Trans Pakuan Kota Bogor. Tebal lapisan dan jenis Material No



Nama



Nama



Segmen



1



2



Lapis



Permukaan



Pondasi Atas



Jalan



Bawah



10,3 cm



20 cm (Batu



10 cm



(HRA MS340)



Pecah klas B



(Sirtu Klas



CBR 80)



C CBR 30)



Segmen Jalan 2 Kedung



10,3 cm



20



(HRA MS340)



Pecah



Segmen Jalan 3 K.H Soleh



Segmen Jalan 4 Abdullah



10,3 cm



20



(HRA MS340)



Pecah



(Batu 10 cm



klas



cm



11 cm



20



(HRA MS340)



Pecah



B (Sirtu



Klas



C CBR 30) (Batu 10 cm



klas



CBR 80)



Klas



(Batu 10 cm



klas



cm



B (Sirtu



C CBR 30)



CBR 80)



Bin Nuh Sumber



cm



CBR 80)



Iskandar



4



Pondasi



Segmen Jalan 1 Padjajaran



halang 3



Lapis



Lapis



B (Sirtu



Klas



C CBR 30)



: Hasil perhitungan



Total Rekapitulasi Tebal Perkerasan Kaku Lajur Khusus Bus Trans Pakuan Kota Bogor. Tabel 5.46 Total Rekapitulasi Tebal Perkerasan Kaku Lajur Khusus Bus Trans Pakuan Kota Bogor. Tebal, Jenis lapisan dan Material No Nama Segmen



1



2



Segmen 1



Segmen 2



Nama Jalan



Jalan Padjajaran



Jalan Kedung



Lapis



Lapis Pondasi



Permukaan



Bawah



15 cm



30 cm



(Beton)



(Sirtu)



15 cm



30 cm



halang



(Beton)



(Sirtu)



15 cm



30 cm



(Beton)



(Sirtu)



15 cm



30 cm



(Beton)



(Sirtu)



Jalan 3



Segmen 3



K.H Soleh Iskandar



4



Segmen 4



Jalan Abdullah Bin Nuh



Sumber



: Hasil perhitungan



5.5 Total Rekapitulasi Biaya Tebal Perkerasan Lajur Khusus Bus Trans Pakuan Kota Bogor Tabel 5.47 Total Rekapitulasi Biaya Tebal Perkerasan Lajur Khusus Bus Trans Pakuan Kota Bogor. Nama Jalan



Perkerasan lentur



Perkerasan kaku



(Rp)



(Rp)



No 1 Jalan Padjajaran



Rp. 10.125.144.570,00 Rp. 13.648.757.880,00



2



Jalan Kedung halang



Rp. 4.65 1.793.594,00



3



Jalan



K.H



Rp. 6.505.445.593,00



Soleh Rp. 12.403.716.460,00 Rp. 16.943.929.240,00



Iskandar 4



Jalan Abdullah Bin Nuh Jumlah Total



Sumber : hasil perhitungan



Rp. 5.293.776.113,00



Rp. 7.200.470.315,00



Rp. 32.474.430.740,00 Rp. 44.298.603.030,00



Gambar 5.17 Perkerasan lentur lajur khusus Bus Trans Pakuan Jalan Padjajaran



Gambar 5.18 Perkerasan lentur lajur khusus Bus Trans Pakuan Jalan Kedung Halang



Gambar 5.19 Perkerasan lentur lajur khusus Bus Trans Pakuan Jalan KH Soleh Iskandar



Gambar 5.20 Perkerasan lentur lajur khusus Bus Trans Pakuan Jalan Abdullah Bin Nuh



Gambar 5.21 Perkerasan kaku lajur khusus Bus Trans Pakuan Jalan padjajaran



Gambar 5.22 Perkerasan kaku lajur khusus Bus Trans Pakuan Jalan Kedung Halang



Gambar 5.23 Perkerasan kaku lajur khusus Bus Trans Pakuan Jalan K>H Soleh Iskandar



Gambar 5.24 Perkerasan kaku lajur khusus Bus Trans Pakuan Jalan Abdullah Bin Nuh



Kesimpulan Adapun kesimpulan yang diperoleh dari hasil analisa perhitungan pada setiap segmen yang telah ditentukan adalah sebagai berikut : 1. Pada jalan Padjajaran dengan panjang jalan 6,4 km untuk perhitungan tebal perkerasan lentur dengan menggunakan metode MAK diperoleh tebal lapis permukaan Asphalt Concrete ATB adalah 10,3 cm, tebal LPA kelas B adalah 20 cm, sedangkan LPB kelas C adalah 10 cm dengan total anggaran biaya untuk tebal perkerasan lentur sebesar Rp. 10.125.144.570,00 sedangkan untuk perhitungan tebal perkerasan kaku dengan menggunakan metode NAASRA diperoleh tebal lapis permukaan beton 15 cm, tebal LPB adalah 30 cm, Ruji Ø20 – 300 mm, tulangan memanjang Ø19 – 200 mm, tulangan melintang Ø12 – 300 mm dengan total anggaran biaya untuk tebal perkerasan kaku sebesar Rp. 13.648.757.880,00 maka perbandingan biaya dari kedua perkerasan adalah Rp.3.523.613.310,00 . 2. Pada jalan Kedung halang dengan panjang jalan 2,9 km untuk perhitungan tebal perkerasan lentur dengan menggunakan metode MAK diperoleh tebal lapis permukaan Asphalt Concrete ATB adalah 10,3 cm, tebal LPA kelas B adalah 20 cm, sedangkan LPB kelas C adalah 10 cm dengan total anggaran biaya untuk tebal perkerasan lentur sebesar Rp. 4.65 1.793.594,00 sedangkan untuk perhitungan tebal perkerasan kaku dengan menggunakan metode NAASRA diperoleh tebal lapis permukaan beton 15 cm, tebal LPB adalah 30 cm, Ruji Ø20 – 300 mm, tulangan memanjang Ø19 – 200 mm, tulangan melintang Ø12 – 300 mm dengan total anggaran biaya untuk tebal perkerasan kaku sebesar Rp. 6.505.445.593,00 maka perbandingan biaya dari kedua perkerasan adalah Rp. 1.853.651.999,00. 3. Pada jalan K.H Soleh Iskandar dengan panjang jalan 7,9 km untuk perhitungan tebal perkerasan lentur dengan menggunakan metode MAK diperoleh tebal lapis permukaan Asphalt Concrete ATB adalah 10,3 cm, tebal LPA kelas B adalah 20 cm, sedangkan LPB kelas C adalah 10 cm dengan total anggaran biaya untuk tebal perkerasan lentur sebesar Rp. 12.403.716.460,00 sedangkan untuk perhitungan tebal perkerasan kaku dengan menggunakan metode NAASRA diperoleh tebal lapis permukaan beton 15 cm, tebal LPB adalah 30 cm, Ruji Ø20 – 300 mm, tulangan memanjang Ø19 – 200 mm, tulangan melintang Ø12 – 300 mm dengan total anggaran biaya untuk tebal perkerasan kaku sebesar Rp. 16.943.929.240,00 maka perbandingan biaya dari kedua perkerasan adalah Rp. 4.540.212.780,00 4. Pada jalan Abdullah Bin Nuh dengan panjang jalan 3,2 km untuk perhitungan tebal perkerasan lentur dengan menggunakan metode MAK diperoleh tebal lapis permukaan Asphalt Concrete ATB adalah 11 cm, tebal LPA kelas B adalah 20 cm, sedangkan LPB kelas C adalah 10 cm dengan total anggaran biaya untuk tebal perkerasan lentur sebesar Rp. 5.293.776.113,00 sedangkan untuk perhitungan tebal perkerasan kaku dengan menggunakan metode NAASRA diperoleh tebal lapis permukaan beton 15 cm, tebal LPB adalah 30 cm, Ruji Ø20 – 300 mm, tulangan memanjang Ø19 – 200 mm, tulangan melintang Ø12 – 300 mm dengan total



anggaran biaya untuk tebal perkerasan kaku sebesar Rp. 7.200.470.315,00 maka perbandingan biaya dari kedua perkerasan adalah Rp. 1.906.694.202,00 5. Dari total seluruh segmen perkerasan lentur memiliki anggaran biaya untuk perkerasan lentur sebesar Rp. 32.474.430.740,00 dan untuk perkerasan kaku sebesar Rp. 44.298.603.030,00 dan dari total seluruh segmen memiliki perbandingan biaya sebesar Rp. 11.824.172.290,00 6. Dari seluruh total perhitungan perencanaan tebal perkerasan lentur maupun kaku lajur khusus bus trans pakuan kota Bogor telah mencapai standar yang ditentukan karena telah mencapai perhitungan tebal minimum yang diisyaratkan oleh masing-masing metode perhitungan perkerasan lentur dan perkerasan kaku. Saran Adapun saran adalah sebagai berikut : 1. Disarankan agar Dinas terkait memilih Perkerasan kaku hal itu dikarenakan dari Klimatologi curah hujan yang sangat tinggi ± 4000 mm/tahun membuat tanah di kota Bogor menjadi lunak dan halus serta berdasarkan Topografi Kota Bogor bahwa hampir sebagian tekstur tanah dari seluruh wilayah kota Bogor peka terhadap erosi. 2. Sebaiknya Perusahaan Daerah Jasa Transportasi Kota Bogor yang mengelola Bus Trans Pakuan lebih dapat bekerja sama dengan dinas lain yang terkait seperti Dinas PU dan Dinas Perhubungan kota Bogor agar dapat menciptakan lalu lintas yang teratur, aman, nyaman dan bebas dari kemacetan. 3. Sebaiknya Perusahaan Daerah Jasa Transportasi Kota Bogor dapat segera membuat lajur khusus ini agar dapat membuat Kota Bogor bebas dari kemacetan dan juga karena lajur khusus adalah syarat utama dari Bus Rapid Transit yang merupakan jenis Bus Trans Pakuan itu sendiri. 4. Perlu diadakan penelitian lebih lanjut untuk melanjutkan Tugas Akhir ini mengenai analisa dampak sosial adanya lajur khusus Bus Rapid Transit terhadap pengguna kendaraan lain. 5. Perlu diadakan penelitian lebih lanjut mengenai analisa perkerasan jalan sebagaimana judul Tugas Akhir ini, dengan asumsi beban lalu lintas maksimalnya adalah kapasitas jalannya dikarenakan pada kondisi tertentu kendaraan lain diperbolehkan melewat lajur khusus bus tersebut.



DAFTAR PUSTAKA AASHTO, 1986, AASHTO Guide for Design of Pavement Structure. Anas Ally Ir. 1986, Pengertian Dasar Dan Informasi Umum Tentang Beban Konstruksi Perkerasan Jalan, Yayasan Pengembang Teknologi Dan Manajemen, Jakarta. Anas Ally Ir. 1986, Teknologi perkerasan Jalan Beton Semen, Yayasan Pengembang Teknologi Dan Manajemen. Bidang kebinamargaan Dan Pengairan, Analisa Harga Satuan Pekerjaan Engineers Estimate (EE), 1986, Pemerintah Kota Bogor Dinas Bina Marga Dan Pengairan Pekerjaan Umum, Bogor.



Dewan Standardisasi Nasional, 1987 Tata Cara Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya Dengan Metode Analisa Komponen, SNI 1732 – 1989 – F. Hendraningrat, Citroseno, 1993 ”Desain Perkerasan Jalan”, Departemen Pekerjaan Umum, Bandung. Iqbal Manu,Dipl.Heng.MIHT, Agus Ir, 1995, Perkerasan Kaku, Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta. Sukirman, Silvia, 1992, Perkerasan Lentur Jalan Raya, Nova, Bandung. Sulaksono Wibowo, Sony,etc, 2001, Pengantar Rekayasa Jalan (Introduction to Highway Engineering), Sub Jurusan Rekayasa Transportasi, Jurusan Teknik Sipil Institut Teknologi Bandung. Tenriajeng, Andi Tenrisukki, 1999, Rekayasa Jalan Raya 2, Gunadarma, Jakarta. Tenriajeng, Andi Tenrisukki, 2004, Administrasi Kontrak Dan Anggaran Borongan, Gunadarma, Jakarta. Wiron, John William, 2004, Rencana Anggaran Biaya, Asona, Jakarta.