12 0 561 KB
OBESITAS No. Dokumen : SOP
No. Revisi
:
Tanggal Terbit : Halaman Puskesmas
:
Ttd Kepala Puskesmas
Danga
Kepala Puskesmas Klaudia Pau 197908182005012020
1.Pengertian
Obesitas merupakan keadaan dimana seseorang memiliki kelebihan lemak (body fat) sehingga orang tersebut memiliki risiko kesehatan.
2.Tujuan
Sebagai acuan penerapan langkah-langkah dalam melakukan tatalaksana obesitas
3.Kebijakan
4.Referensi
Panduan Praktek Klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan kesehatan primer.
5.Prosedur
Alat dan Bahan:
6. Langkah – langkah
Spygmomanometer
Stetoskop
Timbangan
Pengukur Tinggi badan
Pengukur Lingkar Pinggang
1. Dokter melakukan identifikasi pasien dengan menanyakan nama, tanggal lahir, alamat pasien (minimal dua data)
dan mencocokannya dengan data
rekam medis. 2. Dokter melakukan anamnesa Biasanya pasien datang bukan dengan keluhan kelebihan berat badan namun dengan adanya gejala dari risiko kesehatan yang timbul. 3. Dokter melakukan pemeriksaan fisik a.
Pengukuran Antropometri (BB, TB dan LP)
1/40
Indeks
Masa
Tubuh
menggunakan
rumus
(IMT/Body Berat
Badan
mass
index/BMI)
(Kg)/Tinggi
Badan
kuadrat (m2) b.
Pengukuran lingkar pinggang (pada pertengahan antara iga terbawah dengan krista iliaka, pengukuran dari lateral dengan pita tanpa menekan jaringan lunak). Risiko meningkat bila laki-laki >85 cm dan perempuan >80cm.
c.
Pengukuran tekanan darah Untuk menentukan risiko dan komplikasi, misalnya hipertensi.
4. Dokter/petugas meminta pemeriksaan
kadar gula darah, profil lipid, dan
asam urat. 5. Dokter menegakkan diagnosa berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang 6. Dokter memberikan penatalaksanaan Non –Medikamentosa: a. Penatalaksanaan
dimulai
dengan
kesadaran
pasien
bahwa
kondisi
sekarang adalah obesitas, dengan berbagai risikonya dan berniat untuk menjalankan program penurunan berat badan b. Diskusikan dan sepakati target pencapaian dan cara yang akan dipilih (target rasional adalah penurunan 10% dari BB sekarang) c. Usulkan cara yang sesuai dengan faktor risiko yang dimiliki pasien, dan jadwalkan pengukuran berkala untuk menilai keberhasilan program d. Penatalaksanaan ini meliputi perubahan pola makan (makan dalam porsi kecil namun sering) dengan mengurangi konsumsi lemak dan kalori, meningkatkan latihan fisik dan bergabung dengan kelompok yang bertujuan sama dalam mendukung satu sama lain dan diskusi hal-hal yang dapat membantu dalam pencapaian target penurunan berat badan ideal. e. Pengaturan pola makan dimulai dengan mengurangi asupan kalori sebesar 300-500 kkal/hari dengan tujuan untuk menurunkan berat badan sebesar ½-1 kg per minggu. f. Latihan fisik dimulai secara perlahan dan ditingkatkan secara bertahap intensitasnya. Pasien dapat memulai dengan berjalan selama 30 menit dengan
jangka
waktu
5
kali
seminggu
dan
dapat
ditingkatkan
intensitasnya selama 45 menit dengan jangka waktu 5 kali seminggu.
2/40
7. Dokter memberikan edukasi kepada pasien dan atau keluarga pasien mengenai kondisi pasien, layanan medis, pengobatan, efek samping obat dan rujukan bila diperlukan. 8. Dokter
mencatat
tanggal
pemeriksaan,
anamnesa,pemeriksaan
fisik,diagnose/kode ICD 10: E66.9 obesity unspecified. 7. Bagan Alir
-
8.Hal-hal yang
Konseling dan Edukasi:
perlu diperhatikan
1. Adanya motivasi dari pasien dan keluarga untuk menurunkan berat badan hingga mencapai BB ideal sangat membantu keberhasilan terapi. 2. Menjaga agar berat badan tetap normal dan mengevaluasi adanya penyakit penyerta. 3. Membatasi asupan energi dari lemak total dan gula. Meningkatkan konsumsi buah dan sayuran, serta kacang-kacangan, biji-bijian dan kacang-kacangan. 4. Terlibat dalam aktivitas fisik secara teratur (60 menit sehari untuk anak-anak dan 150 menit per minggu untuk orang dewasa) Kriteria Rujukan: 1. Konsultasi pada dokter spesialis penyakit dalam bila pasien merupakan obesitas dengan risiko tinggi dan risiko absolut 2. Jika sudah dipercaya melakukan modifikasi gaya hidup (diet yang telah diperbaiki, aktifitas fisik yang meningkat dan perubahan perilaku) selama 3 bulan, dan tidak memberikan respon terhadap penurunan berat badan, maka pasien dirujuk ke spesialis penyakit dalam untuk memperoleh obatobatan penurun berat badan
9. Unit Terkait
1. Poli umum 2. Klinik gizi 3. Laboratorium
10. Dokumen
Rekam medis
Terkait 11. Rekaman historis
No
Yang diubah
Isi perubahan
Tanggal mulai diberlakukan
perubahan
3/40
TATALAKSANA TIROTOKSIKOSIS No. Dokumen : SOP
No. Revisi
:
Tanggal Terbit : Halaman
:
Ttd Kepala Puskesmas UPTD PUSKESMAS
1.Pengertian
Manifestasi klinis akibat kelebihan hormon tiroid yang beredar di sirkulasi.
2.Tujuan
Sebagai
acuan
penerapan
langkah-langkah
dalam
melakukan
tatalaksana
tirotoksikosis 3.Kebijakan 4.Referensi
Panduan Praktek Klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan kesehatan primer.
5.Prosedur
Alat : 1. EKG 2. Jam 3. Termometer 4. Spygmamometer 5. Timbangan
6. Langkah langkah
1. Dokter melakukan identifikasi pasien dengan menanyakan nama, tanggal lahir, alamat pasien (minimal dua data)
dan mencocokannya dengan data
rekam medis. 2. Dokter melakukan anamnesa dengan keluhan a. Berdebar-debar b. Tremor c. Iritabilitas d. Intoleran terhadap panas e. Keringat berlebihan f.
Penurunan berat badan
g. Peningkatan rasa lapar (nafsu makan bertambah) h. Diare i.
Gangguan reproduksi (oligomenore/amenore dan libido turun)
4/40
j.
Mudah lelah
k.
Pembesaran kelenjar tiroid
l.
Sukar tidur
m. Rambut rontok 3. Dokter melakukan pemeriksaan fisik a. Benjolan di leher depan b. Takikardia c. Demam d. Exopthalmus e. Tremor Spesifik untuk penyakit Graves :
Oftalmopati (spasme kelopak mata atas dengan retraksi dan gerakan kelopak
mata
yang
lamban,
eksoftalmus
dengan
proptosis,
pembengkakan supraorbital dan infraorbital)
Edema pretibial
Kemosis,
Ulkus kornea
Dermopati
Akropaki
Bruit
4. Dokter meminta pemeriksaan penunjang -
Darah rutin, gula darah sewaktu
-
EKG
5. Dokter
menegakkan
diagnosa
ditegakkan
berdasarkan
anamnesa,
pemeriksaan fisik dan penunjang. 6. Dokter memberikan penatalaksanaan -
Pemberian obat simptomatis
-
Propanolol dosis 40-80 mg dalam 2-4 dosis.
-
PTU 300-600 mg dalam 3 dosis bila klinis Graves jelas
7. Dokter memberikan edukasi kepada pasien dan atau keluarga pasien mengenai kondisi pasien, layanan medis, pengobatan, efek samping obat dan rujukan bila diperlukan. 8. Dokter
mencatat
tanggal
pemeriksaan,
anamnesa,pemeriksaan
fisik,diagnose/kode ICD 10: E05.9 Tirotoksikosis unspecified
5/40
7. Bagan Alir
-
8.Hal-hal yang
Konseling dan Edukasi:
perlu
1. Pengenalan tanda dan gejala tirotoksikosis
diperhatikan
2. Anjuran kontrol dan minum obat secara teratur. 3. Melakukan gaya hidup sehat Kriteria rujukan: Pasien dirujuk untuk penegakan diagnosa dengan pemeriksaan laboratorium ke layanan sekunder.
9. Unit terkait
1. Poli umum 2. UGD 3. Laboratorium 4. Apotik
10. Dokumen terkait
11. Rekaman historis
1. Rekam medis 2. Surat rujukan No
Yang diubah
Isi perubahan
Tanggal mulai diberlakukan
perubahan
6/40
TATALAKSANA DIABETES MELITUS TYPE 2 No. Dokumen : SOP
No. Revisi
:
Tanggal Terbit : Halaman
:
Ttd Kepala Puskesmas UPTD PUSKESMAS
1.Pengertian
Kumpulan gejala yang ditandai oleh hiperglikemia akibat defek pada kerja insulin (resistensi insulin) dan sekresi insulin atau kedua-duanya.
2.Tujuan
Sebagai acuan penerapan langkah-langkah dalam melakukan tatalaksana diabetes melitus type 2
3.Kebijakan
4.Referensi
Panduan Praktek Klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan kesehatan primer.
5.Prosedur
Alat: 1. Jam 2. Termometer 3. Spygmomanometer 4. Timbangan 5. Glucometer
6. Langkah langkah
1. Dokter melakukan identifikasi pasien dengan menanyakan nama, tanggal lahir, alamat pasien (minimal dua data)
dan mencocokannya dengan data rekam
medis. 2. Dokter melakukan anamnesa dengan menanyakan keluhan polifagia, poliuri, polidipsi, penurunan berat badan yang tidak jelas sebabnya Keluhan tidak khas:
Lemah
Kesemutan (rasa baal di ujung-ujung ekstremitas)
Gatal
Mata kabur
Disfungsi ereksi pada pria
7/40
Pruritus vulvae pada wanita
Luka yang sulit sembuh
3. Dokter melakukan pemeriksaan fisik berupa penilaian berat badan, penurunan visus, uji sensibilitas kulit 4. Dokter meminta pemeriksaan penunjang
Gula Darah Puasa
Gula Darah 2 jam Post Prandial
Urinalisis
EKG
5. Dokter menegakkan diagnosa berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang 6. Dokter memberikan penatalaksanaan Medikamentosa OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap sesuai respons kadar glukosa darah, dapat diberikan sampai dosis optimal.
Contoh
obat OHO : Golongan Sulfonilurea (15 –30 menit sebelum makan), Metformin ( sebelum/pada saat/sesudah makan.) Non medikamentosa a. Terapi nutrisi disesuaikan dengan berat badan dengan prinsip 3 J ( Jumlah, jenis dan jadwal ) b. Latihan Jasmani Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan teratur (3-5 kali seminggu selama kurang lebih 30-60 menit minimal 150 menit/minggu intensitas sedang). Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki ke pasar, menggunakan tangga, berkebun, harus tetap dilakukan. 7. Dokter memberikan edukasi kepada pasien dan atau keluarga pasien mengenai kondisi pasien, layanan medis, pengobatan, efek samping obat dan rujukan bila diperlukan. 8. Dokter
mencatat
tanggal
pemeriksaan,
anamnesa,
pemeriksaan
fisik,diagnose/kode ICD 10: E11 Non-insulin-dependent diabetes mellitus 7. Bagan Alir 8.Hal-hal yang perlu diperhatikan
Faktor risiko: 1. Berat badan lebih dan obesitas (IMT ≥ 25 kg/m 2. Riwayat penyakit DM di keluarga
8/40
3. Mengalami hipertensi (TD ≥ 140/90 mmHg ) 4. Riwayat melahirkan bayi dengan BBL > 4000 gram atau pernah didiaagnosa DM Gestasional 5. Perempuan dengan riwayat PCOS (polycistic ovary syndrome) 6. Riwayat GDPT (Glukosa Darah Puasa Terganggu) / TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) 7. Aktifitas jasmani yang kurang. Kriteria diagnostik DM dan gangguan toleransi glukosa: 1. Gejala klasik DM (poliuria, polidipsia, polifagi) + glukosa plasma sewak mg/dL
(11,1
mmol/L).
Glukosa
plasma
sewaktu
merupakan
hasil
pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir ATAU 2. Gejala Klasik DM + Kadar glukosa plasma6mg/dl.Puasapuasadiartikan ≥ 12 pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam ATAU 3. Kadar glukosa plasma 2 jam pada tes toleransi glukosa oral (TTGO)> 200 mg/dL
(11,1
mmol/L)
TTGO
dilakukan
dengan
standard
WHO,
menggunakan beban glukosa anhidrus 75 gram yang dilarutkan dalam air. Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) atau Gula Darah Puasa Teranggu (GDPT) tergantung dari hasil yang diperoleh Kriteria gangguan toleransi glukosa: 1. GDPT
ditegakkan
bila
setelah
pemeriksaan
glukosa
plasma
puasa
didapatkan antara 100–125 mg/dl (5,6–6,9 mmol/l) 2. TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO kadar glukosa plasma 140– 199 mg/dl pada 2 jam sesudah beban glukosa 75 gram (7,8 -11,1 mmol/L) 3. HbA1C 5,7 -6,4% Konselinga dan edukasi: 1. Penyakit DM tipe 2 tidak dapat sembuh tetapi dapat dikontrol 2. Gaya
hidup
sehat
harus
diterapkan
pada
penderita
misalnya
olahraga,
menghindari rokok, dan menjaga pola makan.
9/40
3. Pemberian obat jangka panjang dengan kontrol teratur setiap 2 minggu Kriteria pengendalian DM (berdasarkan konsensus DM) Baik
Sedang
Buruk
Glukosa darah 80 -99
100-125
≥ 126
80-144
145-179
≥ 180
< 6,5
6,5 –8
>8
< 200
200-239
≥ 240
< 100
100 –129
≥ 130
150-199
≥ 200
puasa (mg/dL) Glukosa darah 2 jam (mg/dL) A1C (%) Kolestero l
total
(mg/dL) Kolestero l
LDL
(mg/dL) Kolestero l
Pria > 40 HDL Wanita>
(mg/dL) 50 Trigliserida < 150 ((mg/dL)
10/40
IMT (kg/m3)
18, 5 -23
23-25
> 25
Tekanan darah ≤130/8
> 130-140 >140/90
(mmHg)
/ >80-90
Kriteria Rujukan: 1. DM tipe 2 dengan komplikasi 2. DM tipe 2 dengan kontrol gula buruk 3. DM tipe 2 dengan infeksi berat
9. Unit terkait
1. Poli umum 2. Klinik gizi 3. UGD 4. Apotik 5. Laboratorium
10. Dokumen terkait
11. Rekaman historis
1. Rekam medis 2. Surat rujukan No
Yang diubah
Isi perubahan
Tanggal mulai diberlakukan
perubahan
11/40
TATALAKSANA HIPOGLIKEMIA No. Dokumen : SOP
No. Revisi
:
Tanggal Terbit : Halaman
:
Ttd Kepala Puskesmas UPTD PUSKESMAS
1.Pengertian
Keadaan dimana kadar glukosa darah < 60 mg/dl, atau kadar glukosa darah < 80 mg/dl dengan gejala klinis.
2.Tujuan
Sebagai
acuan
penerapan
langkah-langkah
dalam
melakukan
tatalaksana
hipoglikemia 3.Kebijakan
4.Referensi
Panduan Praktek Klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan kesehatan primer.
5.Prosedur
Alat: 1. Glucometer 2. Spygmomanometer 3. Stetoskop 4. Jam Bahan: 1. Dekstrosa 10 % 2. Dekstrosa 40% 3. Spuit 10 cc 4. Infus set
6. Langkah -
1.
Dokter melakukan identifikasi pasien dengan menanyakan nama, tanggal lahir, alamat pasien (minimal dua data)
langkah
dan mencocokannya dengan data rekam
medis. 2.
Dokter melakukan anamnesa dengan menanyakan Tanda dan gejala sebagai berikut:
Rasa gemetar
Perasaan lapar
Pusing
12/40
Keringat dingin
Jantung berdebar
Gelisah
Penurunan kesadaran bahkan sampai koma dengan atau tanpa kejang.
Riwayat penggunan preparat insulin atau obat hipoglemik oral, dosis terakhir, waktu pemakaian terakhir, perubahan dosis, waktu makan terakhir, jumlah asupan makanan, dan aktivitas fisik yang dilakukan.
3. Dokter melakukan pemeriksaan fisik yaitu o
Pucat
o
Diaphoresis/keringat dingin
o
Tekanan darah menurun
o
Frekuensi denyut jantung meningkat
o
Penurunan kesadaran
o
Defisit neurologik fokal (refleks patologis positif pada satu sisi tubuh) sesaat.
4. Dokter meminta pemeriksaan penunjang kadar gula darah sewaktu 5. Dokter menegakkan diagnosa berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang 6. Dokter memberikan penatalaksanaan Stadium permulaan (sadar):
a. Berikan gula murni 30 gram (2 sendok makan) atau sirop/permen atau gula murni (bukan pemanis pengganti gula atau gula diet/ gula diabetes) dan makanan yang mengandung karbohidrat. b. Hentikan obat hipoglikemik sementara. Pantau glukosa darah sewaktu tiap 12 jam. c. Pertahankan GD sekitar 200 mg/dL (bila sebelumnya tidak sadar). d. Cari penyebab hipoglikemia dengan anamnesa baik auto maupun allo anamnesa.
Stadium lanjut (koma hipoglikemia atau tidak sadar dan curiga hipoglikemia):
a. Diberikan larutan dekstrose 40% sebanyak 2 flakon (=50 mL) bolus intra vena. b. Diberikan cairan dekstrose 10 % per infus 6 jam perkolf. c. Periksa GDS setiap satu jam setelah pemberian dekstrosa 40% o
Bila GDS < 50 mg/dL bolus dekstrosa 40 % 50 mL IV.
o
Bila GDS 200 mg/dL
pertimbangan menurunkan kecepatan drip
dekstrosa 10 %. d. Bila GDS > 100 mg/dL sebanyak 3 kali berturut–turut, pemantauan GDS setiap 2 jam, dengan protokol sesuai diatas, bila GDs >200 mg/dL – pertimbangkan mengganti infus dengan dekstrosa 5 % atau NaCI 0,9 %. e. Bila GDS > 100 mg/dL sebanyak 3 kali berturut-turut, protokol hipoglikemi dihentikan. 7. Dokter memberikan edukasi kepada pasien dan atau keluarga pasien mengenai kondisi pasien, layanan medis, pengobatan, efek samping obat dan rujukan bila diperlukan. 8.
Dokter
mencatat
tanggal
pemeriksaan,
anamnesa,
pemeriksaan
fisik,diagnose/kode ICD 10: E 16.2 hypoglicaemia unspecified. 7. Bagan Alir
-
8.Hal-hal yang
Diagnosa hipoglikemia ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya dan hasil
perlu diperhatik an
pemeriksaan kadar gula darah. Trias whipple untuk hipoglikemia secara umum: 1. Gejala yang konsisten dengan hipoglikemia 2. Kadar glukosa plasma rendah 3. Gejala mereda setelah kadar glukosa plasma meningkat. Konseling dan Edukasi: Seseorang yang sering mengalami hipoglikemia (terutama penderita diabetes), hendaknya selalu membawa tablet glukosa karena efeknya cepat timbul dan memberikan sejumlah gula yang konsisten. Kriteria rujukan: 1. Pasien penurunan kesadaran harus dirujuk ke layanan sekunder (spesialis penyakit dalam) setelah diberikan dekstrose 40% bolus dan infus dekstrose 10% dengan tetesan 6 jam per kolf. 2. Bila hipoglikemi tidak teratasi setelah 2 jam tahap pertama protokol penanganan
9. Unit terkait
1. UGD 2. Apotik 3. Klinik gizi 4. Laboratorium
14/40
10. Dokumen Terkait
11. Rekaman historis
1. Rekam medis 2. Surat rujukan No
Yang diubah
Isi perubahan
Tanggal mulai diberlakukan
perubahan
15/40
TATALAKSANA HIPERURISEMIA-GOUT ARTHRITIS No. Dokumen : SOP
No. Revisi
:
Tanggal Terbit : Halaman
:
Ttd Kepala Puskesmas UPTD PUSKESMAS
1.Pengertian
Radang sendi yang diakibatkan deposisi kristal monosodium urat pada jaringan sekitar sendi.
2.Tujuan
Sebagai
acuan
penerapan
langkah-langkah
dalam
melakukan
tatalaksana
hiperurisemia-gout arthritis 3.Kebijakan
4.Referensi
Panduan Praktek Klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan kesehatan primer.
5.Prosedur
Alat dan Bahan:
6. Langkah -
1. Dokter melakukan identifikasi pasien dengan menanyakan nama, tanggal lahir,
langkah
alamat pasien (minimal dua data
dan mencocokannya dengan data rekam
medis. 2. Dokter melakukan anamnesa dengan menanyakan keluhan 1. Bengkak pada sendi ,terutama pada satu sendi (90% pada serangan awal) 2. Nyeri sendi yang mendadak, biasanya timbul pada malam hari. 3. Bengkak disertai rasa panas dan kemerahan. 4. Demam, menggigil, dan nyeri badan. 3. Dokter melakukan pemeriksaan fisik Melibatkan sendi metatarsophalang 1 atau sendi tarsal lainnya. Sendi yang mengalami inflamasi tampak kemerahan dan bengkak. 4. Dokter meminta pemeriksaan penunjang kadar asam urat dalam darah > 7 mg/dl. 5. Dokter menegakkan diagnosa berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan
16/40
pemeriksaan penunjang 6. Dokter memberikan penatalaksanaan Medikamentosa: a. Mengatasi serangan akut dengan segera Obat:analgetik, kortikosteroid o Kortikosteroid sistemik jangka pendek (bila NSAID dan kolkisin tidak berespon baik) seperti prednisone 2-3x5 mg/hari selama 3 hari o NSAID seperti natrium diklofenak 25-50 mg selama 3-5 hari b. Mengelola hiperurisemia (menurunkan kadar asam urat) dan mencegah komplikasi lain o
Obat-obat penurun asam urat Pemberian Allupurinol dimulai dari dosis terendah 100 mg, kemudian bertahap dinaikkan
bila diperlukan,
dengan
dosis maksimal 800
mg/hari. Target terapi adalah kadar asam urat < 6 mg/dl. Nonmedikamentosa:
Modifikasi gaya hidup
Minum cukup (8-10 gelas/hari).
Mengelola obesitas dan menjaga berat badan ideal.
Hindari konsumsi alkohol
Pola diet sehat (rendah purin)
7. Dokter memberikan edukasi kepada pasien dan atau keluarga pasien mengenai kondisi pasien, layanan medis, pengobatan, efek samping obat dan rujukan bila diperlukan. 8.
Dokter
mencatat
tanggal
pemeriksaan,
anamnesa,
pemeriksaan
fisik,diagnose/kode ICD 10: E79.0 Hyperuricemia without signs of inflammatory arthritis and tophaceous disease 7. Bagan alir
-
8.Hal-hal yang
Kriteria rujukan:
perlu diperhatikan
1. Apabila pasien mengalami komplikasi atau pasien memiliki penyakit komorbid 2. Bila nyeri tidak teratasi
9. Unit terkait
1. Poli umum 2. Klinik gizi 3. Laboratorium 4. Apotik
17/40
10. Dokumen terkait
11. Rekaman historis perubahan
1. Rekam medis 2. Surat rujukan No
Yang diubah
Isi perubahan
Tanggal mulai diberlakukan
18/40
TATALAKSANA Malnutrisi Energi Protein (MEP) No. Dokumen : SOP
No. Revisi
:
Tanggal Terbit : Halaman
:
Ttd Kepala Puskesmas
Kepala UPTD PUSKESMAS
UPTD PUSKESMAS
1.Pengertian
Penyakit akibat kekurangan energi dan protein umumnya disertai defisiensi nutrisi lain
2.Tujuan
Sebagai acuan penerapan langkah-langkah dalam melakukan tatalaksana malnutrisi energi protein (MEP)
3.Kebijakan 4.Referensi 5.Prosedur
Panduan Praktek Klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan kesehatan primer, -
Alat :
1. Alat pemeriksaan gula darah sederhana 2. Alat pengukur berat dan tinggi badan anak serta dewasa 3. Skala antropometri 4. Termometer 5. Tali sentimeter 6. Jam 6. Langkah langkah
1. Dokter melakukan identifikasi pasien dengan menanyakan nama, tanggal lahir, alamat pasien (minimal dua data) dan mencocokannya dengan data rekam medis. 2. Dokter melakukan anamnesa dengan menanyakan keluhan: a. Kwashiorkor, dengan keluhan:
Edema
Wajah sembab
Pandangan sayu
Rambut tipis, kemerahan seperti warna rambut jagung, mudah dicabut tanpa sakit, rontok
Anak rewel, apatis
19/40
b. Marasmus, dengan keluhan:
Sangat kurus
Cengeng
Rewel
Kulit keriput
c. Marasmus Kwashiorkor, dengan keluhan kombinasi dari ke-2 penyakit tersebut diatas. 3. Dokter melakukan pemeriksaan fisik Pemeriksaan Fisik Patognomonis a) BB/TB < 70% atau < -3SD b) Marasmus: tampak sangat kurus, tidak ada jaringan lemak bawah kulit, anak tampak tua, baggy pants appearance. c) Kwashiorkor: edema, rambut kuning mudah rontok, crazy pavement dermatosa d) Tanda dehidrasi e) Demam f)
Frekuensi dan tipe pernapasan: pneumonia atau gagal jantung
g) Sangat pucat h) Pembesaran hati, ikterus i)
Tanda defisiensi vitamin A pada mata: konjungtiva kering, ulkus kornea, keratomalasia
j)
Ulkus pada mulut
k) LILA < 11,5 cm untuk anak 6-59 bulan 4. Dokter meminta pemeriksaan penunjang laboratorium: gula darah, Hb, Ht, preparat hapusan darah tepi, UL, FL 5. Dokter menegakkan diagnosa berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang 6. Dokter memberikan penatalaksanan: o
Vitamin A dosis tinggi diberikan pada anak gizi buruk dengan dosis sesuai umur pada saat pertama kali ditemukan
o
Makanan untuk pemulihan gizi dapat berupa makanan lokal atau pabrikan.
o
Jenis pemberian ada 3 pilihan: makanan terapi atau gizi siap saji, F100 atau makanan lokal dengan densitas energi yg sama terutama dari lemak (minyak/santan/margarin).
o
Pemberian jenis makanan untuk pemulihan gizi disesuaikan masa pemulihan (rehabilitasi): 1 minggu pertama pemberian F100. Minggu
20/40
berikutnya jumlah dan frekuensi F100 dikurangi seiring dengan penambahan makanan keluarga. 7. Dokter memberikan edukasi kepada pasien dan atau keluarga pasien mengenai kondisi pasien, layanan medis, pengobatan, efek samping obat dan rujukan bila diperlukan. 8. Dokter mencatat tanggal pemeriksaan, anamnesa, pemeriksaan fisik,diagnose/kode ICD 10: E79.0 E46 Unspecified protein-energy malnutritioN 7. Bagan Alir
Langkah penanganan gizi buruk terbagi dalam fase stabilisasi dan rehabilitasi 8.Hal-hal yang
Diagnosa ditegakkan berdasarkan tanda dan gejala klinis serta pengukuran
perlu diperhatikan
antropometri. Anak didiagnosa dengan gizi buruk, apabila: 1. BB/TB < -3SD atau 70% dari median (marasmus). 2. Edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh (kwashiorkor: BB/TB >-3SD atau marasmik-kwashiorkor BB/TB