Abses Bartholini [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Clinical Science Session



KISTA DAN ABSES BARTHOLINI



Oleh: Nugra Daary R G



1840312246



Preseptor: dr. Efriza Naldi, Sp.OG



BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI RSUD WD ADNAAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS PAYAKUMBUH 2019



1



BAB 1 PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang Kelenjar bartholin berperan penting dalam mengeluarkan lendir yang berfungsi sebagai pelumas vulva dan vagina saat koitus. Obstruksi duktus Bartholin dapat mengakibatkan retensi sekret kelenjer bartholin yang akan memungkinkan terjadinya dilatasi duktus sehingga terbentuk kista. Kista bartholin dapat terinfeksi dan menimbulkan abses. Kista bartholin umumnya bersifat asimptomatis. Akan tetapi jika ukuran kista batholin semakin membesar akan menimbulkan manifestasi klinis



berupa



ketidaknyamanan saat



Infeksi



berjalan dan melakukan hubungan seksual.



kista akan menyebabkan terbentuknya abses ditandai dengan gejala nyeri hebat, dispareunia, demam dan keterbatasan aktivitas fisik. Kista atau abses Bartholin unilateral akan mengalami distensi yang menyebabkan asimetri vulva dan vagina. Pada pemeriksan fisik teraba massa berfluktuasi (kistik). Jika ada discharge dari kelenjar harus dikirim untuk dikultur dan uji sensitivitas. Hasil kultur biasanya polimikroba, akan tetapi Bacteroides spp. dan Escherichia coli merupakan mikroorganisme yang sering ditemukan. Penyebab pasti terjadinya kista dan abses Bartholin masih belum diketshi secara pasti, namun diketahui bahwa faktor resiko terjadinya kista dan abses bartholin sering dikaitkan dengan wanita yang berisiko untuk terjangkintnya penyakit menular seksual. Faktor-faktor resiko tersebut antara lain bergonta-ganti pasangan seks, riwayat infeksi menular seksual, episiotomi medio-lateral, dan riwayat trauma pada vulva. Penatalaksanaan konservatif dari kista atau abses bartholin antara lain warm sitz bath, kompres, pemberian analgesik dan antibiotik jika diperlukan. Kista persisten dan abses sebaiknya dilakukan terapi pembedahan. Marsupialisasi merupkan teknik yang umum digunakan dalam terapi pembedahan karena memiliki tingkat kekambuhan rendah dan fungsi dari kelenjar bartholin masih bisa dipertahankan. Perawatan



2



pascaoperasi, pasien diberikan antibiotik sesuai pola sensitivitas tempat pelayanan kesehatan yang ada. Komplikasi kista atau abses kelenjar Bartholin berupa kejadian relaps, nyeri hebat, dispareunia, kesulitan dalam berjalan, trauma psikologis dan ketidakharmonisan perkawinan. 1.2.Batasan Masalah Makalah ini membahas definisi, epidemiologi, etiologi, faktor risiko, patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis, diagnosis banding, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan, komplikasi, prognosis serta laporan kasus Abses bartolini.



1.3. Tujuan Penulisan Makalah ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman dokter muda Obstetri Ginekologi mengenai Abses bartolini.



1.4. Metode Penulisan Makalah ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan pustaka yang dirujuk dari berbagai literatur.



1.5. Manfaat Penulisan Melalui makalah ini diharapkan bermanfaat untuk menambah ilmu dan pengetahuan dokter muda Obstetri Ginekologi mengenai Abses bartolini.



3



BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA



2.1 Kelenjar Bartolini 2.1.1 Anatomi Kelenjar Bartholini merupakan salah satu organ genitalia eksterna, kelenjar Bartholini atau glandula vestibuler major, berjumlah dua buah berbentuk bundar, dan berada di sebelah dorsal dari bulbus vestibulli. Saluran keluar dari kelenjar ini bermuara pada celah yang dapat terjadi diantara labium minus pudendi dan tepi hymen. Glandula ini homolog dengan glandula bulbourethralis pada pria. Kelenjar ini tertekan pada waktu coitus dan mengeluarkan sekresinya untuk membasahi atau melicinkan permukaan vagina di bagian caudal. Kelenjar Bartholini di perdarahi oleh arteri bulbi vestibuli, dan dipersyarafi oleh nervus pudendus dan nervus hemoroidal inferior. Kelenjar Bartholini sebagian tersusun dari jaringan erektil dari bulbus, jaringan erektil dari bulbus menjadi sensitif selama rangsangan seksual dan kelenjar ini akan mensekresi sekret yang mukoid yang bertindak sebagai lubrikan. Drainase pada kelenjar ini oleh saluran dengan panjang kira-kira 2 cm yang terbuka ke arah orificium vagina sebelah lateral hymen, normalnya kelenjar Bartholini tidak teraba pada pemeriksaan palpasi.1 2.1.2 Histologi Kelenjar Bartholini di bentuk oleh kelenjar rakemose dibatasi oleh epitel kolumnair atau kuboid. Duktus dari kelenjar Bartholini merupakan epitel transisional yang secara embriologi merupakan daerah transisi antara traktus urinarius dengan traktus genital.2 2.1.3 Fisiologi Kelenjar Bartholini berfungsi mensekresikan cairan ke permukaan vagina. Mukosa kelenjar dilapisi oleh sel-sel epitel kubus. Cairan ini mengalir ke dalam duktus sepanjang 2,5cm dan dilapisi oleh sel-sel epitel transisional. Duktus ini bermuara diantara labia minor dan himen dan dilapisi pada bagian ini terdiri atas epitel skuamosa.



4



Oleh karena itu, kelenjar ini dapat berkembang menjadi karsinoma sel skuamosa atau adenoarsinoma. Kelenjar ini mengeluarkan lendir untuk memberikan pelumas vagina. Kelenjar Bartholini mengeluarkan jumlah lendir yang relatif sedikit sekitar satu atau dua tetes cairan tepat sebelum seorang wanita orgasme. Cairan mungin sedikit membasahi permukaan labia dan vagina, sehingga kontak dengan daerah sensitif menjadi lebih nyaman bagi wanita.3



Gambar 2.1 Kelenjar Bartholini



2.2



Kista dan Abses Bartolini



2.2.1 Definisi Kista adalah kantung yang berisi cairan atau bahan semisolid yang terbentuk di bawah kulit atau di suatu tempat di dalam tubuh. Kista kelenjar Bartholini terjadi ketika kelenjar ini menjadi tersumbat. Kelenjar Bartholini bisa tersumbat karena berbagai alasan, seperti infeksi, peradangan atau iritasi jangka panjang. Apabila saluran kelenjar ini mengalami infeksi maka saluran kelenjar ini akan melekat satu sama lain dan menyebabkan timbulnya sumbatan. Cairan yang dihasilkan oleh kelenjar ini kemudian terakumulasi, menyebabkan kelenjar membengkak dan membentuk suatu kista. Abses Bartolinia adalah penumpukan nanah yang membentuk benjolan (pembengkakan) di salah satu kelenjar Bartholin yang terletak di setiap sisi lubang vagina.4



2.2.2 Epidemiologi



5



Dua persen wanita mengalami kista Bartholini atau abses kelenjar pada suatu saat dalam kehidupannya. Abses umumnya hampir terjadi tiga kali lebih banyak daripada kista. Salah satu penelitian kasus kontrol menemukan bahwa wanita berkulit putih dan hitam yang lebih cenderung untuk mengalami kista Bartholini daripada wanita hispanik, dan bahwa perempuan dengan paritas yang tinggi memiliki resiko terendah. Kista Bartholini, yang paling umum terjadi pada labia minora. Involusi bertahap dari kelenjar Bartholini dapat terjadi pada saat seorang wanita mencapai usia 30 tahun. Hal ini mungkin menjelaskan lebih seringnya terjadi kista Bartholini dan abses selama usia reprduksi. Sekitar 1 dalam 50 wanita akan mengalami kista Bartholini atau abses di dalam hidup mereka. Jadi, hal ini adalah masalah yang perlu dicermati. Kebanyakan kasus terjadi pada wanita usia antara 20 sampai 30 tahun. Namun, tidak menetap kemungkinan dapat terjadi pada wanita yang lebih tua atau lebih muda.5,6



2.2.3 Etiologi Kista Bartholini berkembang ketika saluran keluar dari kelenjar Bartholini tersumbat. Cairan yang dihasilkan oleh kelenjar kemudian terakumulasi, menyebabkan kelenjar membengkak dan membentuk suatu kista. Suatu abses terjadi bila kista menjadi terinfeksi. Abses Bartholini dapat disebabkan oleh sejumlah bakteri. Ini termasuk organisme yang menyebabkan penyakit menular seksual seperti Klamidia dan Gonore serta bakteri yang biasanya ditemukan di saluran pencernaan, seperti E. colli. Umumnya abses ini melibatkan lebih dari satu jenis organisme. Obstruksi distal saluran Bartholini bisa mengakibatkan retensi cairan, dengan dihasilkannya dilatasi dari duktus dan pembentukan kista. Kista dapat terinfeksi, dan abses dapat berkembang dalam kelenjar. Kista Bartholini tidak selalu harus terjadi sebelum abses kelenjar. Kelenjar Bartholini adalah abses polimikrobial. Meskipun Neisseria Gonorrhoeae adalah mikroorganisme aerobik yang dominan mengisolasi, bakteri anaerob adalah patogen yang paling umum. Chlamidia trachomatis juga mungkin menjadi organisme kausatif. Namun, kista saluran Bartholini dan abses kelenjar tidak lagi dianggap



6



sebagai bagian eksklusif dari infeksi menular seksual. Selain itu operasi vulvovaginal adalah penyebab umum kista dan abses tersebut.6



2.2.4 Patogenesis Kelenjar Bartholini menghasilkan cairan yang membasahi vagina mulai masa pubertas. Kelenjar bartholini berfungsi untuk melumasi vagina baik pada kondisi normal maupun saat berhubungan. Kista bartholini terjadi karena adanya sumbatan pada salah satu ductus bartholini sehingga mukus yang dihasilkan tidak dapat disekresi. Hal ini menyebabkan akumulasi cairan sekresi. Sumbatan dapat disebabkan oleh mukus yang mengental, infeksi inflamasi kronik karena trauma atau gangguan kongenital. Bila lama kelamaan sejalan dengan membesarnya kista, tekanan di dalam kista semakin besar. Dinding kelenjar / kista mengalami peregangan dan meradang. Demikian juga akibat peregangan pada dinding kista, pembuluh darah pada dinding kista terjepit mengakibatkan bagian yang lebih dalam tidak mendapatkan pasokan darah sehingga jaringan menjadi mati (nekrotik). Jika terjadi infeksi pada kista bartholini maka kista ini dapat berubah menjadi abses, yang ukurannya dapat meningkat setiap hari dan terasa nyeri. Karena letaknya di vagina bagian luar, kista akan terjepit terutama saat duduk dan berdiri menimbulkan rasa nyeri yang terkadang disertai dengan demam.1 Abses dapat berkembang dari kista bartolini yang terinfeksi. Dan kadang kelenjar itu sendiri terinfeksi yang semakin memburuk dan menjadi abses. Banyak jenis kuman (bakteri) dapat menginfeksi kista Bartolini atau kelenjar yang menyebabkan abses. Kebanyakan kuman yang menyebabkan infeksi kulit atau yang terkandung dalam urin, seperti Staphylococcus spp dan Escherichia coli. Beberapa kasus disebabkan kuman menular seksual seperti gonorrhea atau klamidia.7



2.2.5 Diagnosis



7



Anamnesis Kebanyakan kista kelenjar Bartholini kecil dan tanpa gejala kecuali ketidaknyamanan saat sedang melakukan hubungan seksual. Saat lesi menjadi besar dan infeksi, wanita mungkin mengalami nyeri berat pada vulva yang dapat menghalangi saat berjalan, duduk atau melakukan aktivitas seksual. Gejala akut biasanya terjadi akibat dari infeksi, yang mengakibatkan rasa sakit, nyeri, dan dispareunia. Jaringan sekitarnya menjadi membengkak dan meradang. Penyakit ini cukup sering rekurens. Dapat terjadi berulang, akhirnya menahun dalam bentuk kista Bartholin. Kista tidak selalu menimbulkan keluhan, tapi dapat terasa berat dan mengganggu coitus. Pada anamnesis ditanyakan tentang gejala seperti: a. Panas b. Gatal c. Sudah berapa lama gejala berlangsung d. Kapan mulai muncul e. Faktor yang memperberat gejala f. Apakah pernah berganti pasangan seks g. Keluhan saat berhubungan h. Riwayat penyakit menular seks i. Riwayat penyakit kulit dalam keluarga j. Riwayat keluarga mengidap penyakit kanker kelamin k. Riwayat penyakit yang lainnya misalnya diabetes dan hipertensi l. `Riwayat pengobatan sebelumnya. Adapun jika kista terinfeksi akan dapat berkembang menjadi abses Bartholini dengan gejala klinik berupa: a) Nyeri saat berjalan, duduk, beraktifitas fisik, atau berhubungan seksual. b) Umumnya tidak disertai demam, kecuali jika terinfeksi dengan mikroorganisme yang ditularkan melalui hubungan seksual atau ditandai dengan adanya perabaan kelenjar limfe pada inguinal. c) Pembengkakan area vulva selama 2-4 hari d) Biasanya ada sekret di vagina, kira-kira 4 sampai 5 hari pasca pembengkakan,



8



terutama jika infeksi yang disebabkan oleh bakteri yang ditularkan melalui hubungan seksual e) Dapat terjadi ruptur spontan f) Teraba massa unilateral pada labia mayor sebesar telur ayam, lembut, dan berfluktuasi, atau terkadang tegang dan keras. Pemeriksaan fisik Saat melakukan inspeksi akan tampak pembesaran pada kelenjar Bartholin dapat menyerupai massa vulvovaginal. Kebanyakan kista unilateral, bulat atau lonjong, keras. Disekeliling abses secara khas ada eritem dan sakit pada palpasi. Massa biasanya terlokalisasi di labia mayor posterior atau vestibula bawah. Mengingat kebanyakan kista dan abses pasti asimetri dari anatomi labial, beberapa kista kecil terdeteksi dengan palpasi. Abses Bartholin yang pecah secara spontan akan memperlihatkan suatu area yang lembut dimana akan lebih mudah terjadi ruptur. 8 Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan Laboratorium dinilai setelah insisi dan drainase, nanah disedot dan diperiksa. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan adalah pewarnaan gram, kultur, dan test VDRL. Abses Bartolin dapat disebabkan oleh organisme pyococcal, gonococcus dan Chlamydia trachomatis. Dalam satu studi, hanya sekitar 21 dari 109 kasus disebabkan oleh staphylococci, sedangkan 50 kasus disebabkanoleh Escherichia coli dan 46 kasus disebabkan oleh Streptococcus faecalis (Tanaka, 2005).



2.2.6 Diagnosis Banding Kista Bartolini dan abses kelenjar harus dibedakan dari massa vulva lainnya. Yang paling umum vulva kistik dan padat. Karena kelenjar Bartolini biasanya menyusut selama menopause, pertumbuhan vulva pada wanita postmenopause harus dievaluasi untuk keganasan, terutama jika massa tidak teratur, nodular, dan terus menerus.1



Tabel 2.1 Diagnosis Banding TerhadapLesi Kistikdan Padat pada Vulva



9



Lesi



Lokasi



Karakteristik



KistaBartolini



Vestibule



Umumnya unilateral; tidak memberikan gejala jika ukurannya kecil



Kista Epidermal



Labia



Jinak, mobile, kendur; terjadi karena



majora



trauma atau obstruksi pada duktus pilosebaceous



Mucous



cyst



of



the Labia



vestibule



Lunak, diameter kurang dari 2 cm,



minora,



permukaan rata, daerah superficial;



vestibule,



soliter



area



tanpagejala



atau



multisoliter;



umumnya



periclitoris Hidradenomapapilliferum Antara labia



Jinak, progresifitas lambat, ukuran nodul antara 2 mm sampai 3 cm; dimulai dari



majora dan kelenjar apokrin labia minora Cyst of the canal of Nuck



Labia



Soft,



compressible,



peritoneum



majora,



entrapped within round ligament, may



mons



mimic inguinal hernia



pubis



2.2.7 Pentalaksanaan Tujuan penanganan kista Bartholini adalah memelihara dan mengembalikan fungsi dari kelenjar Bartholini. Metode penanganan kista Bartholini yaitu insersi word catheter untuk kista dan abses kelenjar Bartholini dan marsupialization untuk kista kelenjar Bartholini. Terapi antibiotik spektrum luas diberikan apabila kista atau abses kelenjar Bartholini disertai dengan adanya selulitis. Biopsi eksisional dilakukan untuk pengangkatan adenokarsinoma pada wanita menopause atau premenopause yang irreguler dan massa kelenjar Bartholini yang nodular.



10



1. Insisi dan drainase abses 



Tindakan ini dilakukan bila terjadi gejala dan tanda abses kista bartolini.







Sering terjadi rekurensi







Cara : -



Disinfeksi abses dengan betadine



-



Dilakukan anestesi lokal (khlor etil)



-



Insisi abses dengan skapel pada titik maksimum fluktuasi



-



Dilakukan penjahitan



Gambar 2.3 Insisi dan Drainase



2. Word catheter Word catheter biasanya digunakan ada penyembuhan kista duktus Bartholini dan abses Bartholini. Panjang tangkai catheter 1 inch dan mempunyai diameter seperti foley catheter no 10. Balon catheter hanya bisa menampung 3 ml normal saline. Cara: 



Desinfeksi dinding abses sampai labia dengan menggunakan betadine







Dilakukan lokal anestesi dengan menggunakan lidokain 1%







Fiksasi abses dengan menggunakan forsep kecil sebelum dilakukan tindakan insisi







Insisi diatas abses dengan menggunakan mass no 11







Insisi dilakukan vertikal di dalam introitus eksternal terletak bagian luar ring himen. Jika insisi terlalu lebar, word chateter akan kembali keluar.







Selipkan word chateter ke dalam lubang insisi







Pompa balon word chateter dengan injeksi normal salin sebanyak 2-3 cc



11







Ujung word chateter diletakkan pada vagina



Gambar 2.4 Word Catheter



Proses epithelisasi pada tindakan bedah terjadi setelah 4-6 minggu, word chateter akan dilepas setelah 4-6 minggu, meskipun epithelisasi bisa terbentuk pada 3-4 minggu. Bedrest selama 2-3 hari mempercepat penyembuhan. Meskipun dapat menimbulkan terjadinya selulitis, antibiotik tidak diperlukan. Antibiotik diperlukan bila terjadi selulitis (jarang). 3. Marsupialisasi Banyak literatur menyebutkan tindakan marsupialisasi hanya digunakan pada kista Bartholini. Namun sekarang digunakan juga untuk abses kelenjar Bartholini karena memberi hasil yang sama efektifnya. Marsupialisasi adalah suatu teknik membuat muara saluran kelenjar Bartholini yang baru sebagai alternatif lain pemasangan word kateter. Komplikasi berupa dispareumi, hematoma, infeksi.



Gambar 2.5 Teknik Operasi Marsupialisasi



12



Cara : 



Desinfeksi dinding kista sampai labia dengan menggunakan betadine







Dilakukan lokal anestesi dengan menggunakan lidokain 1%







Dibuat insisi vertikal pada kulit labium sedalam 0,5 cm (insisi sampai diantara jaringan kulit dan kista/abses) pada sebelah lateral dan sejajar dengan dasar selaput himen







Dilakukan insisi pada kista dan dinding kista dijepit dengan klem pada 4 sisi, sehingga rongga kista terbuka dan kemudian dinding kista diirigasi dengan cairan salin.







Dinding kista dijahit dengan kulit labium dengan traumatik catgut. Jika memungkinkan muara baru dibuat sebesar mungkin (masuk 2 jari tangan), dan dalam waktu 1 minggu muara baru akan mengecil separuhnya, dan dalam waktu 4 minggu muara baru akan mempunyai ukuran sama dengan muara saluran kelenjar Bartholini sesungguhnya.



4. Penggunaan antibiotik 



Antibiotik sesuai dengan bakteri penyebab yang diketahui secara pasti dari hasil pengecatan gram maupun kultur pus dari abses kelenjar Bartholini.







Infeksi Neisseria gonorrhoe: Ciprofloxacin 500 mg single dose Ofloxacin 400 mg single dose Cefixim 400 mg oral Ceftriaxon 200 mg i.m







Infeksi Chlamidia trachomatis: Tetrasiklin 4x500 mg/hari selama 7 hari, po Doxycylin 2x100 mg/hari selama 7 hari, po







Infeksi Escherichia coli: Ciprofloxacin 500 mg single dose Ofloxacin 400 mg single dose Cefixim 400 mg oral



13







Infeksi Staphylococcus dan Streptococcus: Penisilin G prokain injeksi 1,6-1,2 juta IU im, 1-2 x hari Ampisilin 250-500 mg/dosis 4x/ hari, po Amoxixillin 250-500 mg/dosis, 3x/hari, po



2.2.8 Komplikasi Komplikasi yang paling umum dari abses Bartholin adalah kekambuhan. Pada beberapa kasus dilaporkan necrotizing fasciitis setelah dilakukan drainase abses. Perdarahan, terutama pada pasien dengan koagulopati dan timbul jaringan parut.



2.2.9 Prognosis Jika abses dengan didrainase dengan baik dan kekambuhan dicegah, prognosisnya baik. Tingkat kekambuhan umumnya dilaporkan kurang dari 20%.



14



BAB 3 PENUTUP



Kista bartholin umumnya bersifat asimptomatis. Akan tetapi jika ukuran kista batholin semakin membesar akan menimbulkan ketidaknyamanan saat



manifestasi klinis



berupa



berjalan dan melakukan hubungan seksual.



Infeksi



kista akan menyebabkan terbentuknya abses ditandai dengan gejala nyeri hebat, dispareunia, demam dan keterbatasan aktivitas fisik. Penyebab pasti terjadinya kista dan abses Bartholin masih belum diketshi secara pasti, namun diketahui bahwa faktor resiko terjadinya kista dan abses bartholin sering dikaitkan dengan wanita yang berisiko untuk terjangkintnya penyakit menular seksual. Faktor-faktor resiko tersebut antara lain bergonta-ganti pasangan seks, riwayat infeksi menular seksual, episiotomi medio-lateral, dan riwayat trauma pada vulva. Penatalaksanaan konservatif dari kista atau abses bartholin antara lain warm sitz bath, kompres, pemberian analgesik dan antibiotik jika diperlukan. Pencegahan merupakan obat yang paling utama yaitu dengan tetap menjaga hyginitas personal. Komplikasi kista atau abses kelenjar Bartholin berupa kejadian relaps, nyeri hebat, dispareunia, kesulitan dalam berjalan, trauma psikologis dan ketidakharmonisan perkawinan.



15



DAFTAR PUSTAKA



1. Daniel, B. R., Kennedy, M. H., Anker, A., Talavera, F., Shulmann, L., 2014. Bartholin’s Cyst. 2. Eroschenko, V, P., 2003, Atlas Histologi de Fiore : dengan Korelasi Fungsional, Edisi 9, EGC, Jakarta : 216 3. Sherwood, L., 2001, Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem, EGC, Jakarta : 565 – 566 4. Endang tri Wahyuni, Muhammad Dali Amiruddin, Alwi Mapiasse. Bartholin’s abscess caused by Escherichia Coli. vol 1. P 68-72. 5. Wechter, M. E., Wu, J. M., Marzano, D., 2009. Management of Bartholin Duct Cysts and Abscesses : a systematic Review.Obstet Gynecol Surv 2009 Jun; 64(6):395-404. 6. Quinn, A., 2012. Bartholin Gland Diseases Treatment and Management. Dalam :http://emedicine.medscape.com/article/777112-overview. 7. Omole, Folashade., 2003. Management of Bartholi’s duct Cyst and Glan Abscess. Dalam :http://www.Aafp.org/afp/20030701/135.html. 8. Cuningham FG, Halvorson, Hoffman, Shaffer, Schorge. 2008. Williams Gynecology, Section 1 Benign General Gynecology, chapter 4. Benign Disorders of the Lower Reproductive Tract. New York : McGraw-Hill.



16