Abses Hepar [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN Abses hati adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan oleh karena infeksi bakteri, parasit, jamur maupun nekrosis steril yang bersumber dari sistem gastrointestinal



yang



ditandai



dengan



adanya



proses



supurasi



dengan



pembentukan pus yang terdiri dari jaringan hati nekrotik, sel-sel inflamasi atau sel darah didalam parenkim hati.1  Secara umum, abses hati terbagi 2, yaitu abses hati amebik (AHA) dan abses hati piogenik (AHP). AHA merupakan salah satu komplikasi amebiasis ekstraintestinal yang paling sering dijumpai di daerah tropik/subtropik, termasuk Indonesia. AHP dikenal juga sebagai hepatic abscess, bacterial liver  abscess, bacterial abscess of the liver, bacterial hepatic abscess. AHP ini merupakan kasus yang relatif jarang, pertama ditemukan oleh Hippocrates (400SM) dan dipublikasikan pertama kali oleh Bright pada tahun 1936.1  Prevalensi yang tinggi sangat erat hubungannya dengan sanitasi yang jelek, status ekonomi yang rendah serta gizi yang buruk. Meningkatnya arus urbanisasi menyebabkan bertambahnya kasus abses hati di daerah perkotaan. Di negara yang sedang berkembang abses hati amoeba lebih sering didapatkan secara endemik dibandingkan dengan abses hati piogenik. Dalam beberapa dekade terakhir ini telah banyak perubahan mengenai aspek epidemiologis, etiologi, bakteriologi, cara diagnostik maupun mengenai pengelolaan serta prognosisnya.2



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Fisiologi Hati Hati adalah kelenjar terbesar dalam tubuh, berat rata-rata sekitar 1.500 gr atau 2 % berat badan orang dewasa normal. Letaknya sebagian besar di regio hipokondria dekstra, epigastrika, dan sebagian kecil di hipokondria sinistra. Hati memiliki dua lobus utama yaitu kanan dan kiri. Lobus kanan dibagi menjadi segmen anterior dan posterior oleh fisura segmentalis kanan. Lobus kiri dibagi menjadi segmen medial dan lateral oleh ligamentum falsiformis. Di bawah peritonium terdapat jaringan ikat padat yang disebut kapsula Glisson yang meliputi seluruh permukaan hati. Setiap lobus hati terbagi menjadi strukturstruktur yang disebut sebagai lobulus, yang merupakan unit mikroskopis dan fungsional organ yang terdiri atas lempeng-lempeng sel hati dimana diantaranya terdapat sinusoid. Selain sel-sel hati, sinusoid vena dilapisi oleh sel endotel khusus dan sel Kupffer yang merupakan makrofag yang melapisi sinusoid dan mampu memfagositosis bakteri dan benda asing lain dalam darah sinus hepatikus. Hati memiliki suplai darah dari saluran cerna dan limpa melalui vena porta hepatica dan dari aorta melalui arteri hepatika.2,3,4 Hepar mempunyai dua facies (permukaan) yaitu : 1. Facies diafragmatika 2. Facies visceralis (inferior)



1. Facies diafragmatika Facies diafragmatika adalah sisi hepar yang menempel dipermukaan bawah diafragma, facies ini berbentuk konveks. Facies diafragmatika dibagi menjadi facies anterior, superior, posterior dan dekstra yang batasan satu sama lainnya tidak jelas, kecuali di mana margo inferior yang tajam terbentuk. Abses hati dapat menyebar ke sistem pulmonal melalui facies diafragma ini secara perkontinuitatum. Abses menembus diafragma dan akan timbul efusi pleura, empiema abses pulmonal atau pneumonia. Fistula bronkopleura,biliopleura dan biliobronkial juga dapat timbul dari ruptur abses hati. 2. Facies viseralis Facies viseralis adalah permukaan hepar yang menghadap ke inferior, berupa struktur-struktur yang tersusun membentuk huruf H. Pada bagian tengahnya terletak porta hepatis (hilus hepar). Sebelah kanannya terdapat vena cava inferior dan vesika fellea. Sebelah kiri porta hepatis terbentuk dari kelanjutan fissura untuk ligamentum venosum dan ligamentum teres. Di bagian vena cava terdapat area nuda yang berbentuk segitiga dengan vena kava sebagai dasarnya dan sisi-sisinya terbentuk oleh ligamen koronarius bagian atas dan bawah. Struktur yang ada pada permukaan viseral adalah porta hepatis,omentum minus yang berlanjut hingga fissura ligamen venosum, impresio ginjal kanan dan glandula supra renal, bagian kedua duodenum, fleksura kolli dekstra, vesika fellea, lobus kuadratus, fissura ligamentum teres dan impresio gaster. Facies



viseralis ini banyak bersinggungan dengan organ intestinal lainnya sehingga infeksi dari organ-organ intestinal tersebut dapat menjalar ke hepar.



Hati tersusun menjadi unit-unit fungsional yang dikenal sebagai lobulus, yaitu susunan heksagonal jaringan yang mengelilingi sebuah vena sentral, seperti kue angel food bersudut enam dengan lubang mewakili vena sentral. Di tepi luar setiap potongan lobulus terdapat tiga pembuluh: cabang arteri hepatika, cabang vena porta, dan duktus biliaris. Darah dari cabang-cabang arteri hepatika dan vena porta tersebut mengalir dari perifer lobulus ke dalam ruang kapiler yang melebar yang disebut sinusoid. Sinusoid ini terdapat di antara barisan sel-sel hati ke vena sentral seperti jari-jari pada ban sepeda. Sel-sel kuffer melapisi bagian dalam sinusoid dan menghancurkan sel darah merah yang usang serta bakteri yang lewat bersama darah. Hepatosit tersusun diantara sinusoid-sinusoid dalam lempeng yang tebalnya dua lapis sel, sehingga setiap tepi lateral berhadapan dengan darah sinusoid. Vena sentral dari semua lobulus hati menyatu untuk membentuk vena hepatika, yang menyalurkan darah keluar dari hati. Terdapat sebuah saluran tipis penyalur empedu, kanalikulus biliaris, yang berjalan diantara sel-sel di dalam setiap lempeng hati. Setiap hepatosit berkontak dengan sinusoid hati di satu sisi dan dengan kanalikulus biliaris di sisi lain.8,9



Kanalikulus mengalir ke dalam duktus biliaris intralobulus dan duktusduktus ini bergabung melalui duktus biliaris antarlobulus membentuk duktus hepatikus kiri dan kanan. Duktus-duktus ini bersatu di luar hati membentuk duktus hepatikus komunis. Duktus sistikus mengalir ke luar dari kantung empedu. Duktus hepatikus bersatu dengan duktus sistikus untuk membentuk duktus koledokus (duktus biliaris komunis). Duktus koledokus masuk ke dalam duodenum di papila duodenum, orifisiumnya dikelilingi oleh sfingter oddi, dan duktus ini biasanya bersatu dengan duktus pankreatikus mayor tepat sebelum masuk ke dalam duodenum.8,7



Gbr 2. Gambaran vaskularisasi hati dan saluran empedu7 Hati adalah organ metabolit terbesar dan terpenting di tubuh. Organ ini penting bagi sistem pencernaan untuk sekresi garam empedu dan juga melakukan berbagai fungsi lain, mencakup hal-hal berikut:8 1.      Pengolahan metabolik kategori nutrien utama (karbohidrat, lemak dan protein) setelah penyerapan mereka di saluran pencernaan. 2.      Detoksifikasi atau degradasi zat-zat sisa dan hormon serta obat dan senyawa asing lainnya. 3.      Sintesis berbagai protein plasma, mencakup protein-protein yang penting untuk pembekuan darah serta untuk mengangkut hormon tiroid, steroid dan kolesterol dalam darah. 4.      Penyimpanan glikogen, lemak, besi, tembaga dan banyak vitamin. 5.      Pengaktifan vitamin D yang dilaksanakan oleh hati bersama ginjal.



6.      Pengeluaran bakteri dan sel darah merah yang usang berkat adanya makrofag residen. 7.      Ekskresi kolesterol dan bilirubin, yang terakhir adalah produk penguraian yang berasal dari destruksi sel darah merah yang sudah usang. 2.2 Abses Hati Amoeba a.     Epidemiologi Abses hati amoeba merupakan penyakit yang banyak didapatkan di daerah tropis dan negara berkembang, dan juga masalah yang sama didapatkan di daerah telah berkembang karena imigrasi dan wisatawan.10 Meksiko, India, Afrika dan sebagian dari Amerika Tengah dan Amerika Selatan merupakan daerah endemis dari E. Hystolitica. Tahun 1995, WHO mengestimasi bahwa 40-50 juta orang menderita kolitis amoeba atau abses hati amoeba di seluruh dunia, dengan angka kematian 40.000 hingga 10.000 pertahun.10,11 Hampir 10% penduduk dunia terutama di Negara berkembang terinfeksi E. histolytica, tetapi hanya sepersepuluh yang memperlihatkan gejala.1 Individu yang mudah terinfeksi adalah penduduk di daerah endemis, wisatawan ke daerah endemis atau para homoseksual.1,11 Penelitian epidemiologi menunjukkan perbandingan pria dan wanita berkisar 10:1. Penularan pada umumnya melalui jalur oral-anal-fekal. Usia yang dikenai berkisar antara 20-40 tahun terutama dewasa muda dan lebih jarang pada anak, dengan riwayat perjalanan ke daerah endemis.1,10 Untuk alasan yang tidak jelas, wanita yang sedang haid insidennya lebih rendah dan munculnya kehamilan menghilangkan resistensi ini. Pecandu alkohol sering dilaporkan lebih mudah terkena infeksi amoeba. Penurunan daya tahan tubuh juga ikut berperan. Pasien dengan abses hati amoeba tanpa riwayat perjalanan ke daerah endemis sering dihubungkan dengan penurunan daya tahan tubuh seperti AIDS, malnutrisi, infeksi kronik dan penggunaan kortikosteroid yang lama.10,11,13 b.      Etiopatogenesis Dari berbagai spesies amoeba, hanya Entamoeba histolytica yang patogen pada manusia. Sebagai host definitif, individu–individu yang asimtomatis



mengeluarkan tropozoit dan kista bersama kotoran mereka. Infeksi biasanya terjadi setelah menelan air atau sayuran yang terkontaminasi. Kista adalah bentuk infektif pada amubiasis, hidup di tanah, kotoran manusia dan bahkan pada air yang telah diklorinasi. Setelah kista tertelan, dinding kista dicerna oleh usus halus, keluarlah tropozoit imatur. Tropozoit dewasa tinggal di usus besar, terutama di caecum. Sebagian besar tropozoit kecil dan tidak invasif. Individu yang terinfeksi kemungkinan asimtomatis atau berkembang menjadi desentri amoeba. Strain Entamoeba histolytica tertentu dapat menginvasi dinding colon. Strain ini berbentuk tropozoit besar, yang di bawah mikroskop tampak menelan sel darah merah dan sel PMN. Pertahanan tubuh penderita juga berperan dalam terjadinya amubiasis invasif.14 Tidak semua amoeba yang masuk ke hepar dapat menimbulkan abses. Untuk terjadinya abses, diperlukan faktor pendukung atau penghalang berkembangbiaknya amoeba tersebut. Faktor tersebut antara lain adalah pernah terkena infeksi amoeba, kadar kolesterol yang meninggi, pascatrauma hepar dan ketagihan alkohol.3



Gbr 3. Entamoeba hystolitica12



Gbr 4. Penularan E. hystolitica12 Amoebiasis invasif dapat menyebabkan perdarahan usus besar, perforasi, dan pembentukan fistula. Bila terjadi perforasi biasanya pada daerah caecum. Infeksi amoeba invasif pada tempat-tempat yang jauh meliputi paru, otak dan terutama hepar. Distribusi yang luas ini menunjukkan bahwa amoeba dapat menginvasi organ melalui penjalaran lokal atau melalui sistem sirkulasi. Abses pada hepar diduga berasal dari invasi sistem vena porta, pembuluh limfe mesenterium, atau melalui penjalaran intraperitoneal. Dalam parenkim hepar terbentuk tempat-tempat mikroskopis di mana terjadi trombosis, sitolisis dan pencairan, suatu proses yang disebut hepatitis amoeba. Bila tempat-tempat tersebut bergabung terbentuklah abses amoeba.14 Struktur dari abses amoeba hepar terdiri dari cairan di dalam, dinding dalam dan kapsul jaringan penyangga. Secara klasik, cairan abses menyerupai "anchovy paste" dan berwarna coklat kemerahan, sebagai akibat jaringan hepar serta sel darah merah yang dicerna. Abses mungkin saja berisi cairan hijau atau kuning. Tidak seperti abses bakterial, cairan abses amoeba steril dan tidak berbau. Evaluasi cairan abses untuk penghitungan sel dan enzimatik secara umum tidak membantu dalam mendiagnosis abses amoeba. Dinding dalam abses adalah lapisan dari jaringan nekrotik hepar dan trofozoit yang ada. Biopsi dari lapisan ini



sering memperkuat diagnosis dari investasi amoeba hepar. Pada abses lama, kapsul jaringan penyangga dibentuk oleh perkembangan fibroblast. Berbeda dengan abses piogenik, lekosit dan sel-sel inflamasi tidak didapatkan pada kapsul dari abses amoeba hepar.3,14



Gbr 5. Gambaran Abses Hati Amoeba15 Dibandingkan dengan abses hati piogenik, abses hati amoeba sering terletak pada lobus kanan dan sering superfisial serta tunggal. Data terakhir menunjukkan 70% sampai 90% kasus pada lobus kanan hepar, terutama bagian belakang dari kubah. Lebih dari 85% kasus abses amoeba hepar adalah tunggal. Kecenderungan ini diperkirakan akibat penggabungan dari beberapa tempat infeksi mikroskopik. Ukuran abses bervariasi, dari diameter 1 sampai 25 cm, dengan pertumbuhan yang berkelanjutan karena nekrosis aktif dari jaringan sekitar hepar. Kavitas tersebut berisi cairan kecoklatan (hasil proses lisis sel hepar), debris granuler dan beberapa sel-sel inflamasi. Amoeba bisa didapatkan ataupun tidak di dalam cairan pus. Bila abses ini tidak diterapi akan pecah. Dari hati, abses dapat menembus ruang subdiafragma masuk ke paru-paru dan kadangkadang dari paru ini menyebabkan emboli ke jaringan otak.3,11,14



C .    Gambaran Klinis



Manifestasi akut lebih sering pada abses hati amoeba daripada piogenik. Jarang sekali penderita dengan ruptur abses hepar menyebabkan syok. Banyak pasien dewasa yang memiliki gejala yang sama, namun lebih berat pada abses hati piogenik. Pasien dengan abses hati amoeba sering memiliki riwayat penyakit diare (20-50%).14 Gejala klinis yang klasik pada abses hati amoeba dapat berupa demam yang tidak lebih dari 38,5 °C, nyeri perut kanan atas, hepatomegali yang nyeri spontan atau nyeri tekan. Jarang sekali disertai ikterus, prekoma, atau koma. Bila lobus kiri yang terkena, akan ditemukan massa di daerah epigastrium. Kadangkadang gejalanya tidak khas dan timbul pelan-pelan. Penderita tidak kelihatan sakit berat seperti pada abses karena bakteri. 1,2,3,4,10,11,14 No 1 2 3 4 5 6 7 No 1 2 3 4



Gejala Nyeri perut Demam Menggigil Nausea Berat badan menurun Diare Batuk Tanda Nyeri tekan perut kanan atas Hepatomegali Tanda peritoneal Ikterus



Presentase (%) 84-93 80-93 41-73 45-85 29-45 17-60 2-41 Presentase (%) 67-80 18-53 18-20 4-12



Tabel 1. Gejala dan tanda Abses Hati Amoeba yang diteliti antara tahun 1986-1999 pada 241 pasien10 D.    Kelainan Laboratorium Dan Pemeriksaan Penunjang 1.      Laboratorium Banyak penderita abses hati amoeba hanya mengalami sedikit perubahan parameter laboratorium. Penulis lain menyebutkan pada penderita dengan abses hati amoeba akut tidak didapatkan anemia, tetapi didapatkan derajat leukositosis yang cukup bermakna, sedangkan pada penderita dengan penyakit kronis mengalami anemia dengan leukositosis yang tidak jelas.14 Pada pemeriksaan hematologi pada abses hati amoeba didapatkan hemoglobin antara 10,4-11,3%, sedangkan leukosit berkisar umumnya antara 10.000-12.000/ml 3.1,3 Pada abses hati piogenik, leukositosis didapatkan pada 70% penderita, sementara anemia



didapatkan pada kira-kira 50% kejadian. Abnormalitas test faal hati lebih jarang terjadi dan lebih ringan pada abses hati amoeba dibanding abses hati piogenik. Hiperbilirubinemia didapatkan hanya pada 10% penderita abses hati amoeba. Pada pemeriksaan faal hati didapatkan albumin 2,67-3,05 gr%, globulin 3,62-3,75 gr%, total bilirubin 0,9-2,44 gr%, alkali fosfatase 270,4-382 u/L sedangkan SGOT 27,8-55,9 u/L dan SGPT 15,7-63 u/L.1,14 Karena pada abses amoeba terjadi destruksi aktif parenkim hepar, dapat terjadi peningkatan PPT (Plasma Prothrombin Time). Pemeriksaan feses penderita, meskipun dengan sampel yang didapatkan dengan proktoskop bukan merupakan cara yang dapat dipercaya untuk mendiagnosis investasi amoeba. Kista dan tropozoit pada kotoran hanya teridentifikasi pada 15% sampai 50% (penulis lain menyebutkan 15,4%) penderita abses amoeba hepar, karena infeksi usus besar seringkali telah mereda saat penderita mengalami abses hepar. Complement fixation test lebih dapat dipercaya dibanding riwayat diare, pemeriksaan kotoran dan proktoskopi. Diagnosis sering ditegakkan dengan aspirasi dari kavitas abses, prosedur yang relatif tidak berbahaya. Tropozoit amoeba ditemukan pada kurang dari sepertiga pasien.14 2.      Pemeriksaan Penunjang a.       Foto dada Kelainan foto dada pada abses hati amoeba dapat berupa peninggian kubah diafragma kanan, berkurangnya gerak diafragma, efusi pleura, kolaps paru dan abses paru.1,3,10



Gbr 6. Gambaran Foto Dada Abses Hati Amoeba12 b.      Foto polos abdomen Kelainan pada foto polos abdomen tidak begitu banyak, hanya mungkin dapat berupa gambaran ileus, hepatomegali atau gambaran udara bebas di atas hati jarang didapatkan berupa air fluid level.1 c.       Ultrasonografi Untuk mendeteksi abses hati amoeba, USG sama efektifnya dengan CT atau MRI. Sensitivitasnya dalam diagnosis abses hati amoeba 85-95 %. USG dapat mendeteksi kelainan sebesar 2 cm disamping sekaligus dapat melihat kelainan traktus bilier dan diafragma. Keterbatasan USG terutama kelainan pada daerah tertentu, pasien gemuk atau kurang kooperatif.1,3,10,13,14 Abses hati amoeba stadium dini kelihatan seperti suatu massa dan jika terjadi pencairan bagian tengah, terlihat sebagai kista. Gambaran ultrasonografi pada abses hati amoeba adalah:1 1)      Bentuk bulat atau oval 2)      Tidak ada gema dinding yang berarti 3)      Ekogenesitas lebih rendah dari parenkim hati normal 4)      Bersentuhan dengan kapsul hati 5)      Peninggian sonik distal



Gbr 7. USG Abses Hati Amoeba16



d.      Tomografi Computer Sensitivitas Tomografi Computer berkisar 95-100% dan lebih baik untuk melihat kelainan di daerah posterior dan superior. Tetapi tidak dapat melihat integritas diafragma, sehingga tidak dapat menentukan efusi pleura sebagai efusi reaktif atau ruptur dari diafragma.1,11,14,



Gbr 8. Gambaran CT Scan Abdomen Abses Hati Amoeba dengan kontras IV dan oral. Gambaran ini tidak dapat dibedakan dengan abses hati piogenik.11



Gbr 9. Gambaran CT Scan Abdomen Abses Hati Amoeba pada pasien yang sama dengan gambar 8 di atas tanpa kontras.11 e.       Pemeriksaan Serologi Membedakan abses piogenik dengan abses amoeba pada hepar seringkali tidak dapat dilakukan dengan mempergunakan kriteria klinis, pemeriksaan laboratorium rutin dan pemeriksaan radiologis. Karena itu, pemeriksaan serologi



diperlukan untuk memastikan adanya infeksi amoeba.14 Respon antibodi bergantung pada lamanya sakit dan negatif pada minggu pertama. Titer antibodi dapat bertahan berbulan-bulan sampai tahunan pada pasien di daerah endemik. Jadi tidak begitu spesifik untuk daerah endemik, tetapi sangat spesifik untuk daerah bukan endemik.1 Pemeriksaan serologi yang dapat dilakukan meliputi IHA (Indirect Hemagglutination), GDP (Gel Diffusion Precipitin), ELISA (Enzyme-linked Immunosorbent Assay), counterimmunelectrophoresis, indirect immunofluorescence, dan complement fixation. IHA dan GDP merupakan prosedur yang paling sering digunakan. IHA dianggap positif jika pengenceran melampaui 1:128. Sensitivitasnya mencapai 95%. Bila tes tersebut diulang, sensitivitasnya dapat mencapai 100%. IHA sangat spesifik untuk amubiasis invasif, tetapi hasil yang positif bisa didapatkan sampai 20 tahun setelah infeksi mereda. GDP meskipun dapat mendeteksi 95% abses hepar karena amoeba, juga mendeteksi colitis karena amoeba yang noninvasif. Jadi, tes ini sensitif, tetapi tidak spesifik untuk abses amoeba hepar. Namun demikian, GDP dapat dikatakan tidak mahal, mudah dilaksanakan, dan jarang sekali tetap positif sampai 6 bulan setelah sembuhnya abses. Karena itu, bila pada pemeriksaan radiologi ditemukan lesi "space occupying" di hepar, GDP sangat membantu untuk memastikan apakah kelainan tersebut disebabkan amoeba.1,3,11,13,14 ELISA, counterimmunelectrophoresis, dan indirect immunofluorescence juga sangat sensitif dan cepat prosedurnya untuk mendiagnosis amubiasis invasif. Namun pemeriksaan tersebut masih sulit didapatkan dibanding IHA dan GDP dan harganya lebih mahal. Prosedur "compement fixation" merupakan pemeriksaan serologi pertama yang dikembangkan untuk mendiagnosis amubiasis invasif, namun pelaksanaannya sukar dan sensitivitasnya kurang. Karena itu, pemeriksaan ini jarang digunakan.11,14 E.     Diagnosis Diagnosis abses hati amoeba di daerah endemis dapat dipertimbangkan jika terdapat demam, nyeri perut kanan atas dan hepatomegali yang nyeri tekan. Di samping itu, bila didapatkan leukositosis, alkali fosfatase meninggi disertai



letak diafragma yang tinggi dan perlu dipastikan dengan pemeriksaan ultrasonografi serta dapat dibantu dengan tes serologi.1,3 F.     Diagnosis Banding Penyakit lain yang gejala klinisnya mirip dengan abses hati amoeba antara lain kolesistitis akut, hepatitis virus akut, dan karsinoma hati primer tipe febril. Untuk memastikan diagnostik, perlu dilihat hasil pemeriksaan ultrasonografi, punksi, dan percobaan pengobatan dengan amoebisid yang merupakan diagnosis pereksklusionem.3,10,14 G.    Penatalaksanaan Dengan ditemukannya metronidazol, sebagian besar kasus abses hati amoeba hepar tidak lagi memerlukan tindakan bedah. Aspirasi perkutan atau tindakan bedah diperlukan bila diagnosisnya masih belum dapat dipastikan atau bila terjadi komplikasi. 1.      Antibiotik Golongan imidasol meliputi metronidazol, tinidazol, dan niridazol dapat memberantas amoeba pada usus maupun hepar. Metronidazol peroral, 750 mg, tiga kali sehari selama sepuluh hari, dapat menyembuhkan 95% penderita abses amoeba hepar.1,10 Pemberian intravena sama efektifnya, diperlukan pada penderita yang mengalami rasa mual atau pada penderita yang keadaan umumnya buruk. Hasil yang positif pada pemberian metronidazol secara empiris dapat memperkuat diagnosis abses amoeba hepar. Perbaikan gejala klinis terjadi dalam 3 hari dan pemeriksaan radiologis menunjukkan penurunan ukuran abses dalam 7 sampai 10 hari. Metronidazol tidak mahal dan aman, namun merupakan kontraindikasi pada kehamilan. Efek samping yang dapat terjadi ialah mual dan rasa logam. Neuropati perifer jarang terjadi.1,10,11,13,14, Emetin, dehidroemetin, dan klorokuin berguna pada abses amoeba hepar yang mengalami komplikasi atau bila pengobatan dengam metronidazol gagal.10,14 Karena obat ini hanya memberantas amoeba yang invasif, diperlukan pemberian



obat yang bekerja dalam usus secara bersamaan. Pemberian metronidazol dapat dilanjutkan. Setelah terapi abses hepar diberikan, direkomnedasikan pemberian agen luminal untuk mencegah kekambuhan. Agen Luminal yang efektif untuk amubiasis seperti iodokuinol, paronomysin dan diloxanide furoate. 10 Emetin dan dehidroemetin diberikan secara intramuskular. Emetin memiliki "therapeutic range" yang sempit. Dapat terjadi proaritmia, efek kardiotoksik yang diakibatkan akumulasi dosis obat. Penderita yang mendapat obat ini harus tirah baring dan dilakukan pemantauan tanda vital secara teratur.11,10,14, Emetin dan dehidroemetin diindikasikan terutama untuk penderita yang mengalami komplikasi paru, karena biasanya keadaan umumnya buruk dan memerlukan terapi "multidrug" untuk mempercepat perbaikan gejala klinis. Dehydroemetine 1-1,5 mg/kgBB/hari intramuskular (maksimum 99 mg/hari) selama 10 hari. Klorokuin dapat diberikan per oral. Dosisnya 1g/hari selama 2 hari dan diikuti 500/hari selama 20 hari. Meskipun efek samping penggunaan klorokuin lebih sedikit dibanding emetin dan dehidroemetin, obat ini kurang poten serta sering terjadi relaps jika digunakan sebagai obat tunggal. Saat ini klorokuin digunakan bersamaan dengan emetin dosis rendah untuk strain amoeba yang resisten terhadap metronidazol. Kombinasi klorokuin dan emetin dapat menyembuhkan 90% sampai 100% penderita amoebiasis ekstrakolon yang resisten.1,11,14, 2.      Aspirasi Jarum Penderita yang mendapat pengobatan amoebisid sistemik namun gejala klinisnya tidak menunjukkan perbaikan lebih dari 72 jam setelah dimulainya pengobatan, akan menunjukkan perbaikan dengan cara aspirasi rongga abses. Dalam hal ini, aspirasi berguna tidak hanya untuk mengurangi gejala-gejala penekanan, tetapi juga untuk menyingkirkan adanya infeksi bakteri sekunder. Aspirasi juga mengurangi resiko ruptur pada abses yang volumenya lebih dari 250 ml, abses yang terletak pada lobus kiri hepar, atau lesi yang disertai rasa nyeri hebat dan elevasi diafragma, dan untuk membedakan dengan abses hati piogenik Aspirasi



juga



bermanfaat



bila



terapi



dengan



metronidazol



merupakan



kontraindikasi seperti pada kehamilan. Tidak ada indikasi untuk melakukan injeksi obat-obatan ke dalam kavitas abses. Sebaiknya aspirasi ini dilakukan dengan tuntunan USG. Bila abses menunjukkan adanya infeksi sekunder, drainase terbuka adalah pilihan terapinya.1,3,10,11,13,14 3.      Drainase Perkutan Drainase perkutan berguna pada penanganan komplikasi paru, peritoneum dan perikardial. Tingginya viskositas cairan abses amoeba memerlukan kateter dengan diameter yang besar untuk drainase yang adekuat. Infeksi sekunder pada rongga abses setelah dilakukan drainase perkutan dapat terjadi.14 4.      Drainase Bedah Pembedahan diindikasikan untuk penanganan abses yang tidak berhasil membaik dengan terapi konservatif. Laparotomi diindikasikan untuk perdarahan yang jarang terjadi tetapi mengancam jiwa penderita, disertai atau tanpa adanya ruptur abses. Tindakan operasi juga dilakukan bila abses amoeba mengenai sekitarnya. Penderita dengan septikemia karena abses amoeba yang mengalami infeksi sekunder juga dicalonkan untuk tindakan bedah, khususnya bila usaha dekompresi perkutan tidak berhasil. Laparoskopi juga dikedepankan untuk kemungkinannya



dalam



mengevaluasi



terjadinya



ruptur



abses



amoeba



intraperitoneal. Sepanjang tindakan ini, kateter perkutan dimasukkan dengan tuntunan laparoskopi akan berhasil mengeluarkan abses dan mencegah tindakan laparotomi.3,13,14 H.    Komplikasi Diperkirakan 10% pasien dengan abses amoeba hati akan mengalami komplikasi. Dari penelitian yang baru-baru ini diadakan di China dengan 503 kasus abses amoeba hati yang didokumentasikan sepanjang 21 tahun, didapatkan 22% mengalami komplikasi dengan perforasi. Perforasi tersering meliputi struktur pleura dan paru (72%), ruang subfrenik (14%), dan ruang peritoneum (10%). Pada penelitian lain (India Selatan) dengan 200 kasus abses amoeba hati yang didapati



antara tahun 1989 dan 1991, komplikasi yang didapat 4% termasuk pleural efusi (dua kasus), konsolidasi paru (4 kasus), efusi perikardial (1 kasus), dan ascites (2 kasus). Peneliti di negara Barat melaporkan insidens komplikasi sebanyak 23%. Disebutkan pula pada sebuah penelitian bahwa pasien-pasien dengan komplikasi didapatkan perubahan yang bermakna dari hemoglobin, hematokrit, prothrombin time, total protein, albumin, LDH, dan BUN. Juga titer antibodi terhadap E. histolytica meningkat pada kelompok ini.10,14 Seperti halnya abses piogenik, angka kematian meningkat pada pasienpasien ini. Komplikasi tersering adalah ruptur abses ke dalam peritoneum atau ke dalam toraks. Abses dapat juga menyebabkan erosi organ di sekitarnya atau mendapat infeksi sekunder bakterial. Sangat jarang, hemobilia dan kegagalan hepar timbul sebagai akibat pertumbuhan yang erosif dari abses hati amoeba.14 Sistem pleuropulmonal merupakan sistem tersering terkena bila abses amoeba hepar ruptur. Secara khusus, kasus tersebut berasal dari lesi yang terletak di lobus kanan hepar. Abses menembus diafragma dan akan timbul efusi pleura, empyema, abses pulmonal, atau pneumonia. Fistula bronkopleura, biliopleura, dan biliobronkial juga dapat timbul dari ruptur abses amoeba. Pasien-pasien dengan fistula ini akan menunjukkan ludah yang berwarna kecoklatan yang berisi amoeba yang ada. Kebanyakan komplikasi pleuropulmonal berespons baik terhadap antibiotik dan drainase. Pasien-pasien dengan amoeba



empyema akan



mengakibatkan sesak napas dan perselubungan hemitoraks. Ini akan memerlukan terapi multimedikamentosa, pemasangan toraks drain, dan sering torakotomi dengan dekortikasi. Torakotomi mungkin juga diperlukan pada pasien-pasien dengan fistula biliobronkial yang tidak membaik dengan pengobatan konservatif.14 Tiga puluh persen dari komplikasi abses amoeba, termasuk kontaminasi peritoneal, berasal dari abses hepar kanan. Penanganan amubiasis ruptur intraperitoneal masih kontroversial. Beberapa penulis menganjurkan terapi antibiotik sistemik saja, yang lain menganjurkan drainase perkutan. Pasien-pasien dengan perdarahan yang mengancam nyawa atau yang gagal pada pengobatan konservatif memerlukan laparotomi, drainase abses, dan irigasi amoebisidal. Terapi amoebisidal sistemik adalah pengobatan awal dari fistula hepatokutan.14



Pada kurang dari 2% pasien, abses hepar kiri dapat mengalami ruptur ke dalam perikardium. Pada kebanyakan pasien, akan timbul gagal jantung kongestif. Penanganan dari amubiasis perikardial adalah nonoperatif, dengan angka kematian yang rendah dengan aspirasi jarum dan amoebisidal sistemik dibanding prosedur drainase terbuka.14 I.       Prognosis Tidak seperti abses hati piogenik, angka kematian pada abses amoeba hepar tercatat dalam sejarah lebih rendah. Tahun 1935, Ochner melaporkan 9% pasien dengan abses amoeba meninggal karena penyakitnya. Para peneliti mengevaluasi pengobatan dengan antibiotik saja, antibiotik dikombinasikan dengan aspirasi jarum, dan antibiotik dengan drainase terbuka, telah dilaporkan dengan angka kematian yang sama antara 2% sampai 3%.14 Beberapa faktor klinis telah dikaitkan dengan prognosis yang jelek pada pasien-pasien dengan abses amoeba hepar. Peningkatan umur, manifestasi klinis yang lambat, encephalopathy, multipel abses, volume abses > 500 ml, dan komplikasi seperti ruptur intraperikardial atau komplikasi pulmonal meningkatkan tiga kali angka kematian. Hiperbilirubinemia (>3,5 mg/dL) juga termasuk faktor resiko, dengan ruptur timbul lebih sering pada pasien-pasien dengan jaundice. Kadar hemoglobin 8 g/dL dan serum albumin 10.000/mm3) didapatkan pada 75-96% pasien, walaupun beberapa kasus menunjukkan nilai normal. Laju endap darah biasanya meningkat dan dapat terjadi



anemia



ringan



yang



didapatkan



pada



50-80%



pasien.



Alkali fosfatase dapat meningkat yang didapatkan pada 95-100 pasien. Peningkatan serum aminotransferase apartat dan serum aminotransferase alanin didapatkan pada 48-60% pasien. Prognosis buruk bila kadar serum amino transferase meningkat. Peningkatan bilirubin didapatkan pada 28-73% pasien. Penurunan albumin (3 g/dL) masih diamati. Protrombin time meningkat pada 71-87 pasien.1,3,18



2.      Pemeriksaan Penunjang a.       Foto Dada Pada foto dada didapatkan elevasi atau perubahan diafragma kanan terlihat pada 50% kasus. Dapat dijumpai pleuritis, empiema, abses paru dan jarang sekali fistel bronkopleural. Kadang didapati garis batas udara dan cairan yang terdapat di dalam rongga abses.1,3,18 b. Pemeriksaan ultrasonografi, CT-Scan dan MRI mempunyai nilai diagnostik yang tinggi. Sekarang dapat dikatakan bahwa pemeriksaan CT dan MRI merupakan gold standard. Pemeriksaan ini sangat penting dalam pengelolaan abses hati terutama untuk diagnosis dini dan dapat menetapkan lokasi abses lebih akurat terutama untuk drainase perkutan atau tindakan bedah. USG merupakan alat diagnostik yang berharga karena cepat, noninvasif, biaya relatif lebih murah dan tidak ada radiasi.1,2,3,13,18



Gbr 11. CT Scan Abdomen Abses Hati Piogenik pada lobus kanan, yang telah dilakukan terapi drainase perkutaneus dan antibiotik.18 c. Bakteriologi Pemeriksaan biakan pada permulaan penyakit sering tidak menimbulkan kuman. Kuman yang sering ditemukan adalah kuman gram negatif dan bakteri anaerob.1,5 E.    Diagnosis Diagnosis abses hati piogenik perlu dipikirkan pada setiap penderita dengan demam tanpa sebab yang jelas, terutama pascabedah. 3 Terdapat demam



yang naik turun disertai menggigil, nyeri perut kanan atas, hepatomegali dan nyeri tekan. Disamping itu bila didapatkan leukositosis, alkali fosfatase meninggi disertai letak diafragma yang tinggi dan perlu dipastikan dengan pemeriksaan ultrasonografi serta dapat dibantu dengan tes biakan.1,3,18 Aspirasi tertutup dapat dilakukan dengan bimbingan ultrasonografi. Punksi ini



untuk tujuan aspirasi berulang, memasukkan antibiotik serta memasang



kateter, baik sebagai tindakan diagnosis maupun pengobatan.3 F.     Penatalaksanaan 1. Antibiotik Pemberian antibiotik disesuaikan hasil tes kepekaan kuman. Bila hasil tes belum ada, sedangkan pengobatan harus dimulai, dapat digunakan kombinasi gentamisin, metronidazol atau klindamisin. Pengobatan selama 2 bulan, kecuali bila abses telah diatasi dengan pembedahan secara baik. Bila perlu, antibiotik dapat diberikan langsung ke saluran empedu melalui kateter yang dipasang sewaktu melakukan laparotomi atau langsung ke sistem porta melalui v. umbilikalis. Keberhasilan pengobatan bergantung pada ukuran, letak dan jumlah asbes.1,3,13,18 2. Pengobatan Bedah Indikasi drainase bedah adalah:18 



Abses yang lokasinya tidak bisa dijangkau dengan drainase perkutaneus.







Adanya



penyakit



intraabdominal



lain



yang



membutuhkan



pembedahan. 



Gagal dengan terapi antibiotik.







Gagal dengan aspirasi perkutaneus. Adapun kontra indikasi relatif pembedahan:18  Abses multipel  Infeksi polimikrobial.  Berhubungan dengan keganasan atau penyakit imunosupresif.  Adanya penyakit komplikasi



tindakan



Penyaliran tertutup dan pemberian antibiotik melalui kateter ternyata efektif pada banyak penderita. Pembedahan dilakukan pada penderita yang tidak menunjukkan hasil baik dengan pengobatan nonbedah.3 Laparotomi dilakukan dengan sayatan subcostal kanan, abses dibuka, dilakukan penyaliran, dicuci dengan larutan garam fisiologik dan larutan antibiotik serta dipasang kateter. Apabila letak asbes jauh dari permukaan, penentuan lokasi dilakukan dengan ultrasonografi intraoperatif, kemudian dilakukan aspirasi dengan jarum.3 Abses multipel bukan indikasi untuk pembedahan dan pengobatannnya hanya dengan pemberian antibiotik dan punksi.3,13



C.    Komplikasi Dapat terjadi penyulit berupa pecahnya abses ke organ sekitarnya atau ke dalam rongga tubuh, seperti perut, rongga dada atau pericard. Dapat pula terjadi septisemia atau syok.3,18 Komplikasi ke rongga paru sangat sering terjadi, sehingga menyebabkan efusi pleura, empiema dan fistel bronkohepatik. Komplikasi ke intrabdominal juga biasa didapatkan seperti asbes subfrenik dan ruptur ke cavum peritoneum, perut, colon, vena cava dan ginjal. Abses besar bisa menekan vena cava inferior dan vena hepatica sehingga mengakibatkan sindrom Budd-Chiari. Ruptur ke perikardium dan otak melalui pembuluh darah jarang terjadi.18 D.    Prognosis Asbes hati piogenik yang tidak diterapi bisa mengakibatkan angka kematian 100%. Pada kasus serius, telah dilaporkan angka kematian lebih dari 80%. Diagnosis cepat, drainase yang adekuat dan terapi antibiotik lama bisa menurunkan angka kematian menjadi 15-20%. Prognosis abses hati piogenik dipengaruhi oleh.1,18 



Usia lebih dari 70 tahun







Abses multipel







Infeksi polimikrobial







Berhubungan dengan keganasan dan penyakit imunosupresif.







Gangguan fungsi hati seperti ikterus dan hipoalbuminemia. Komplikasi dengan mortalitas tinggi dapat terjadi pada keadaan sepsis



asbes subfrenik atau subhepatik, ruptur abses ke rongga peritonium, pleura, atau ke paru, disamping komplikasi kegagalan hati, hemobilia dan perdarahan ke dalam abses hati.1,3



DAFTAR PUSTAKA 1. 2. 3. 4.



5. 6. 7. 8. 9.



Tjokronegoro A., Utama H. Amoebiasis hati. Buku Ajar Nmu Penyakit Dalam. Edisi 5. Jakarta: Balai Penerbitan FKUI; 2009.p.328-32. Santoso M, Wijaya. Diagnostik dan penatalaksanaan abses amoebiasis hati. Dexa Medica 2004;4:17-20. Sarda KA, Misrha A, Malhorta N, Manchanda A. Hyperbilirubinemia in Patients with Amoebic Liver Abscess: A Study of 75 Cases. J Gastroint Dig Syst 2013, 3:3. Dutta A, Kishangunj, Bandyopadhyay S, Kolkata. Management of Liver abscess. Medicine Update 2012; 22.p 469-475. Mezhir J, Fong Y, Jacks LM, Getrajdman GI et.al. Current Management of Pyogenic Liver Abscess: Surgery is Now Second-Line Treatment. J Am Coll Surg. 2010;6:p.976-983. Davis J, Mc Donald M. Pyogenic liver abscess. Available at Uptodate Desktop 16.1: Juni 2014 Ayles HM and Cock KD (2004). Hepatic abscess and cysts. In: Handbook of liver disease. Friedman LS, Keeffe EB eds.Second edition. Elsevier Inc.Philadelphia, pp 349-364 Chung Y F A, Tan Y M, Lui H F, Tay K H, Lo R H G, Kurup A, Tan B H (2007). Management of pyogenic liver abscesses – percutaneous or open drainage?Singapore Med J 48, 115 Davis J, Mc Donald M (2008). Pyogenic liver abscess. Available at Uptodate Desktop 16.1: January 2008 Haque R, Huston CD,  Hughes M,  Houpt E, Petri Jr.WA (2003).Amebiasis. N Engl J Med 348,1565-73



10. 11. 12. 13.



14. 15.



16. 17. 18.



Hughes MA, Petri WA (2000). Amebic liver abscess, Infectious Disease Clinics of North America 14 . 92-106 Neuschwander-Tetri BA (2007).Bacterial, parasitic,  fungal, and granulomatous liver disese. In:Cecil Medicine. Goldman L, Ausiello D eds. 23rd Edition .Saunders Elsevier. Philadelphia. Available at CD ROM Sherlock S, Dooley J (2002). The liver in infections. In: Diseases of the liver and biliary system. Sherlock S, Dooley J eds. Eleventh Edition. Milan. Blackwell Publishing, pp 495-526 Wenas NT, Waleleng BJ (2006). Abses hati pogenik. Dalam: Buku ajar ilmu penyakit dalam.Editor: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S.Edisi keempat. Jakarta. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, hal.  462-463 Papavramidis Ts, Sapalidis K, Pappas D, Karagianopoulou G, Trikoupi A, Souleimanis Ch, et al: Gigantic hepatic amebic abscess presenting as acute abdomen: a case report. J Med Case Reports 2008, 12:325. Huston CD: Intestinal Protozoa in Feldman: Sleisenger Fordtran’s Gastrointestinal and Liver Disease. Pathophysiology, diagnosis and management Saunders Elseviers, PhiladelphiaFeldman M, Friedman LS, Brandt LJ, Sleisenger MH , 8 2006, 2414-9. Hughes MA, Petri WA Jr: Amebic liver abscess. Infect Dis Clin North Am 2000, 14:565-582 Malik AA, Bari SUL. Pyogenic liver abscess: Changing patterns in approach. World J Gastrointest Surg 2010 December 27; 2(12): 395-401 Kolli A. Management of pyogenic Liver abscess. New York: Kings County Hospital Center, July 2006.