Tinjauan Pustaka Abses Hepar [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB II TINJAUAN PUSTAKA



Abses Hepar 2.1



Pendahuluan Abses hati merupakan infeksi pada hati yang disebabkan oleh infeksi



bakteri, parasit, jamur, maupun nekrosis steril yang bersumber dari sistem gastrointestinal



yang



ditandai



dengan



adanya



proses



supurasi



dengan



pembentukan pus yang terdiri dari jaringan hati nekrotik, sel-sel inflamasi atau sel darah dalam parenkim hati. Organisme mencapai hati melalui satu jalur berikut: 1) infeksi asendens di saluran empedu (kolangitis asendens); 2) melalui pembuluh darah, baik porta atau arteri; 3) infeksi langsung ke hati dari sumber disekitar; 4) luka tembus. Abses hati timbul pada keadaan defisiensi imun (lanjut usia, imunosupresi, kemoterapi kanker disertai kegagalan sumsum tulang). Abses hati terbagi 2 secara umum, yaitu abses hati amebic (AHA) dan abses hati piogenik (AHP/ Hepatic Abcess, Bacterial Liver Abcess). AHA merupakan salah satu komplikasi amebiasis ekstraintestinal yang paling sering dijumpai di daerah tropis/subtropik termasuk Indonesia. AHA lebih sering terjadi endemic di negara berkembang dibanding AHP. AHA terutama disebabkan oleh E. Histolytica. AHP dikenal juga sebagai hepatic abscess, bacterial liver abscess, bacterial abscess of the liver, bacterial hepatic abscess. AHP ini merupakan kasus yang



1



relatif jarang. AHP ini tersebar di seluruh dunia, dan terbanyak di daerah tropis dengan kondisi higiene/sanitasi yang kurang.



2.2



Epidemiologi Penyakit abses hati didapatkan diseluruh dunia, abses hati piogenik lebih



sering ditemukan di negara maju termasuk Amerika Serikat, sedangkan abses hati amuba di negara sedang berkembang yang beriklim subtropis dan tropis terutama pada daerah dengan kondisi lingkungan yang kurang baik. Abses hati amuba cenderung endemis di beberapa wilayah seperti Afrika, Asia Tenggara ( termasuk Indonesia ), Meksiko, Venezuela dan Kolumbia. Ada 8-16 kasus abses hepar setiap 100.000 pasien rumah sakit. Abses hepar memiliki angka mortalitas 5-30%. Sebagian besar kasus ini terjadi diatas umur 50 tahun, terutama pada umur 60-70 tahun. Abses hepar terjadi pada laki-laki dan wanita dalam jumlah sama.



2.3



Anatomi Hepar Hati merupakan kelenjar terbesar dalam tubuh. Beratnya rata-rata sekitar



1.500 gram atau 2-2,5% berat badan orang dewasa normal. Hati merupakan organ tersendiri dan memiliki fungsi yang saling berhubungan antara satu dengan yang lain. Fungsi dasar hati meliputi: a) Fungsi vaskular untuk menyimpan dan menyaring darah; b) Fungsi metabolisme yang berhubungan dengan sebagian besar sistem metabolisme tubuh seperti metabolisme karbohidrat, lemak, protein, vitamin,



2



proses koagulasi, penyimpanan besi, ekskresi obatobatan, hormon, dan zat lain; c) Fungsi sekresi dan ekskresi yang berperan membentuk empedu yang akan mengalir melalui saluran empedu (ductus choledochus / biliaris) ke saluran cerna. Hati mendapat pasokan darah dari vena porta (vena porta hepatis) dan arteri hepatika (arteri hepatica propria). Pasokan darah tersebut berjumlah 1450 ml/menit dimana 1100 ml/menit berasal dari vena porta dan sisanya, 350 ml/menit berasal dari arteri hepatika. Jumlah ini sekitar 29% dari sisa curah jantung atau hampir sepertiga dari aliran total darah tubuh. Pada keadaan normal, hati dapat menyimpan darah sekitar 450 ml atau hampir 10% dari total volume darah tubuh. Pada tekanan tinggi, melalui vena hepatika dan sinus hepatika, hati dapat menyimpan cadangan darah 0,5-1 liter. Hati dapat berubah menjadi abnormal pada kondisi tertentu, seperti infeksi. Hati terdiri atas 2 lobus, yaitu lobus kanan (lobus hepatis dexter) dan lobus kiri (lobus hepatissinister). Lobus kanan terbagi atas segmen anterior dan posterior oleh fissura segmentalis kanan yang tidak terlihat dari luar. Lobus kiri dibagi menjadi segmen medial dan lateral oleh ligamentum falsiformis yang terlihat dari luar. Setiap lobus terdiri atas lobulus, suatu unit mikroskopis dan fungsional dasar hati. Hati manusia berisi 50.000-100.000 lobulus. Lobulus hati berbentuk silindris dengan panjang beberapa milimeter dan berdiameter 0,8-2 milimeter. Lobulus hati dibentuk terutama dari banyak lempeng sel hati yang berbentuk kubus, tersusun radial mengelilingi vena sentralis atau memancar secara



3



sentrifugal dari vena sentralis seperti jeruji roda. Masing-masing lempeng sel hati tebalnya 1-2 sel, dan diantara sel yang berdekatan terdapat kanalikuli biliaris kecil yang mengalir ke duktus biliaris didalam septum fibrosa yang memisahkan lobulus hati yang berdekatan. Juga didalam septum terdapat venula porta kecil yang menerima darah terutama dari vena saluran pencernaan melalui vena porta. Diantara lempeng-lempeng sel hati terdapat kapiler-kapiler yang dinamakan sinusoid. Dari venula porta, darah mengalir ke sinusoid hepar gepeng dan bercabang yang terletak diantara lempeng-lempeng hepar tersebut dan kemudian ke vena sentralis. Darah dialirkan melalui vena sentralis ke arah vena hepatika dan kemudian ke vena cava. Dengan demikian, sel hepar terus-menerus terpapar oleh darah vena porta. Selain vena porta, juga ditemukan arteriol hepar didalam septum interlobularis. Arteriol ini menyuplai darah arteri ke jaringan septum diantara lobulus yang berdekatan, dan banyak arteriol kecil juga mengalir langsung ke sinusoid hati, paling sering pada sepertiga jarak ke septum interlobularis. Selain sel-sel hepar, sinusoid vena dilapisi oleh 2 tipe sel yang lain : (1) sel endotel khusus dan (2) selKupffer besar, yang merupakan makrofag jaringan (juga disebut sel retikuloendotel), yang mampu memfagositosis bakteri dan benda asing lain dalam darah sinus hepatikus sehingga infeksi jarang terjadi. Lapisan endotel sinusoid vena mempunyai pori yang sangat besar, beberapa diantaranya berdiameter hampir 1 mikrometer. Dibawah lapisan ini, terletak diantara sel endotel dan sel hepar, terdapat ruang jaringan yang sangat sempit yang disebut ruang Disse. Jutaan ruang Disse kemudian menghubungkan pembuluh limfe



4



didalam septum interlobularis. Oleh karena itu, kelebihan cairan didalam ruangan ini dikeluarkan melalui aliran limfatik. Karena besarnya pori di endotel, zat didalam plasma bergerak bebas ke dalam ruang Disse. Bahkan banyak protein plasma berdifusi secara bebas ke ruang ini.



Gambar Segmen dan Lobus Permukaan Parietal Hepar



Gambar Segmen dan Lobus Permukaan Visceral Hepar



5



Gambar Pembuluh Darah Hepar & Duktus Biliaris



2.4



Abses Hepar Piogenik



2.4.1 Etiologi Etiologi AHP adalah enterobacteriaceae, microaerophilic streptococci, anaerobic streptococci, klebsiella pneumonia, bacteroides, fusobacterium, S. aureus, S. milleri, candida albicans, aspergillus, actinomyces, eikenella corrodens, yersinia enterolitica, S. typhi, brucella militensis, dan fungal. Pada era pre-antibiotik, AHP terjadi akibat komplikasi apendisitis bersamaan dengan pylephlebitis. Bakteri patogen melalui a. hepatica atau melalui sirkulasi vena portal masuk ke dalam hati, sehingga terjadi bakterimia sistemik, ataupun menyebabkan komplikasi infeksi intraabdominal (diverticulitis, peritonitis, dan infeksi post operasi). Sedangkan saat era antibiotik, terjadi peningkatan insidensi AHP akibat komplikasi dari sistem biliaris (kolangitis, kolesistitis). Hal ini karena



6



semakin tinggi umur harapan hidup dan semakin banyak pula orang lanjut usia yang dikenai penyakit sistem biliaris ini. AHP juga bisa diakibatkan oleh trauma, luka tusuk atau tumpul, dan kriptogenik.



2.4.2 Patogenesis Hati adalah organ yang paling sering untuk terjadinya abses. Abses hati dapat berbentuk soliter atau multiple. AHP dapat berupa lesi tunggal dan jamak, dengan garis tengah milimeter hingga masif. Abses terjadi melalui penyebaran hematogen maupun secara langsung dari tempat terjadinya infeksi di dalam rongga peritoneum. Hati menerima darah sistemik dan melalui sirkulasi vena portal, sehingga memungkinkan terinfeksinya hati oleh karena paparan bakteria yang berulang, tetapi dengan adanya sel kupffer yang membatasi sinusoid hati akan menghindari terinfeksinya hati oleh bakteri tersebut. Adanya penyakit sistem biliaris, memungkinkan terjadinya obstruksi aliran empedu dan menyebabkan terjadinya proliferasi bakteri (abses empedu biasanya multiple yang mengandung bahan purulen). Adanya tekanan dan distensi kanalikuli akan melibatkan cabangcabang dari vena portal dan limfatik sehingga akan terbentuk formasi abses fileflebitis. Mikroabses yang terbentuk akan menyebar secara hematogen sehingga terjadi bakteremia sistemik. Sedangkan penyebaran langsung dari trauma biasanya menyebabkan abses besar dan tunggal. Penetrasi akibat luka tusuk menyebabkan inokulasi bakteri pada parenkim hati sehingga terjadi AHP. Penetrasi akibat trauma tumpul menyebabkan nekrosis hati, perdarahan intrahepatik dan terjadi kebocoran saluran empedu sehingga terjadi kerusakan kanalikuli. Kerusakan kanalikuli akan memudahkan bakteri



7



masuk ke hati dan terjadi pertumbuhan bakteri melalui proses supurasi dan pembentukan pus. AHP lebih sering terjadi pada lobus kanan hepar. Hal ini berdasarkan perbedaan anatomi hati, yaitu lobus kanan menerima darah dari a. mesenterika superior dan vena portal sedang lobus kiri menerima darah dari a. mesenterika inferior dan aliran limfatik.



2.4.3 Diagnosis Penegakan diagnosis abses hepar piogenik dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan penunjang. Kadang sulit ditegakkan sebab gejala dan tanda klinis yang tidak spefisik. CT-scan dan tes serologis sangat membantu. Diagnosis berdasarkan penemuan bakteri penyebab dengan kultur darah hasil aspirasi merupakan standar emas. Dengan diagnosis dini, akan memperlihatkan prognosis yang baik.



2.4.4 Manifestasi Klinis Manifestasi sistemik AHP biasanya lebih berat dari pada AHA. Sindrom klinis klasik AHP berupa nyeri spontan perut kanan atas yang ditandai jalan membungkuk ke depan dengan kedua tangan diletakkan di atasnya. Selain itu, demam tinggi merupakan keluhan paling utama, keluhan lain yaitu nyeri pada kuadran kanan atas abdomen, dan disertai dengan keadaan syok. Setelah era pemakaian antibiotik yang adekuat, gejala dan manifestasi AHP adalah malaise, demam tidak terlalu tinggi dan nyeri tumpul pada abdomen yang menghebat dengan adanya pergerakan.



8



Apabila AHP letaknya dekat dengan diafragma, akan timbul iritasi diafragma sehingga terjadi nyeri bahu kanan, batuk, ataupun atelektasis (terutama akibat AHA). Gejala lainnya adalah mual, muntah, anoreksia, berat badan turun yang unintentional, badan lemah, ikterus, berak seperti kapur, dan urin berwarna gelap. Pemeriksaan fisik yang didapatkan febris yang sumer-sumer hingga demam/panas tinggi, pada palpasi terdapat hepatomegali serta perkusi terdapat nyeri tekan hepar, yang diperberat dengan adanya pergerakan abdomen, splenomegali didapatkan apabila AHP telah menjadi kronik, selain itu, bisa didapatkan asites, ikterus, serta tanda-tanda hipertensi portal.



2.4.5 Pemeriksaan Penunjang Pada laboratorium didapatkan leukositosis yang tinggi dengan pergeseran ke kiri, anemia, peningkatan laju endap darah, peningkatan alkali fosfatase, peningkatan enzim transaminase dan serum bilirubin, konsentrasi albumin serum menurun dan waktu protrombin yang memanjang menunjukkan bahwa terdapat kegagalan fungsi hati yang disebabkan AHP. Tes serologi digunakan untuk menyingkirkan diagnosis banding. Kultur darah yang memperlihatkan bakterial penyebab menjadi standar emas penegakan diagnosis secara mikrobiologik. Pada pemeriksaan penunjang lain seperti pada pemeriksaan foto thoraks dan foto polos abdomen ditemukan diafragma kanan meninggi, efusi pleura, atelektasis basiler, empiema atau abses paru. Pada foto thoraks PA: sudut kardiofrenikus tertutup; foto thoraks lateral: sudut kostofrenikus anterior tertutup.



9



Di bawah diafragma terlihat air fluid level. Abses lobus kiri akan mendesak kurvatura minor. Secara angiografik, abses merupakan daerah avaskular. Abdominal CT-Scan atau MRI, USG abdominal, dan Biopsi Hati memiliki nilai diagnostik yang tinggi.



Gambar foto polos dada yang memperlihatkan air-fluid level dan peninggian hemidiafragma kanan pada abses hepar piogenik.



2.4.6 Penatalaksanaan Secara konvensional adalah dengan drainase terbuka secara operasi dan antibiotik spektrum luas oleh karena bakteri penyebab abses terdapat di dalam cairan abses yang sulit dijangkau dengan antibiotika tunggal tanpa aspirasi cairan abses. Penatalaksanaan saat ini, dengan menggunakan drainase perkutaneus abses intraabdominal dengan tuntunan abdomen ultrasound atau tomografi computer, komplikasi yang bisa terjadi adalah perdarahan, perforasi organ intraabdominal, infeksi, atau kesalahan penempatan kateter untuk drainase. Kadang pada AHP multiple dilakukan reseksi hati.



10



Penatalaksanaan dengan menggunakan antibiotik, pada terapi awal digunakan penisilin. Selanjutnya dikombinasikan dengan antara ampisilin, aminoglikosida, atau sefalosporin generasi III dan klindamisin atau metronidazol. Jika dalam waktu 48-72 jam, belum ada perbaikan klinis dan laboratoris, maka antibiotik yang digunakan diganti dengan antibiotik yang sesuai dengan hasil kultur sensitivitas aspirat abses hati. Pengobatan secara perenteral dapat dirubah menjadi oral setelah pengobatan parenteral selama 10-14 hari, dan kemudian dilanjutkan kembali hingga 6 minggu kemudian. Pengelolaan dengan dekompresi saluran biliaris dilakukan jika terjadi obstruksi sistem bilaris yaitu dengan rute transhepatik atau dengan melakukan endoskopi.



2.4.7 Prognosis Prognosis yang buruk, apabila terjadi keterlambatan diagnosis dan pengobatan, jika hasil kultur darah yang memperlihatkan penyebab becterial organisme multiple, tidak dilakukan drainase terhadap abses, adanya ikterus, hipoalbuminemia, efusi pleural atau adanya penyakit lain.



11