Tinjauan Pustaka Abses Peritonsil-1 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB 1 PENDAHULUAN



Abses peritonsil adalah salah satu dari abses leher dalam yang paling sering ditemukan. Abses leher dalam terbentuk di dalam ruang potensial di antara fasia leher dalam sebagai akibat penjalaran infeksi dari berbagai sumber seperti gigi, mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga tengah dan leher. 1,2 Abses leher dalam merupakan salah satu penyakit infeksi yang mengancam jiwa , dibentuk oleh lapisan fasia serfikalis yang profunda, morbiditas dan mortalitasnya berkisar antara 1,6 - 40 %.1 Dikatakan mengancam jiwa karena pada abses leher dapat menyebabkan banyak komplikasi seperti obstruksi jalan napas, kelumpuhan saraf kranial, mediastinitis dan kompresi hingga ruptur arteri karotis interna. Penyebab paling sering dari abses leher dalam adalah infeksi gigi (43%) dan penyalahgunaan narkoba suntikan (12%).2 Abses perintosilar hampir selalu dijumpai oleh dokter keluarga dan bagi mereka yang sudah mendapat pelatihan dan pengalaman bisa mendiagnosa dan mengobati dari kebanyakan pasien. Identifikasi awal dan inisiasi terapi penting dilakukan untuk menghindari komplikasi yang lebih berat. 3



1



BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA



2.1 Embriologi dan Anatomi Selama bulan ketiga kehidupan janin, tonsil palatina berasal dari endoderm melapisi kantong faring kedua dan mesoderm faring kedua membran, tumbuh sebagai kuncup kelenjar yang mengandung jaringan limfoid. Plika triangularis (lipatan selaput lendir) timbul dari bagian inferior yang mencapai pilar anterior, membagi amandel menjadi bagian anterior dan posterior. Yang lebih kecil lipatannya disebut plika semilunaris (yaitu supratonsilar), sisa celah kedua berjalan di antara pilar anterior dan posterior. Fosa supratonsilar ada sebagai depresi kecil di bagian superior. Bagian dari amandel tertanam didalam sekitar selaput lendir saat tumbuh, dan hanya sebagian kecil yang tetap terlihat. Tonsil palatina tumbuh keseluruhan pada usia sekitar enam tahun, tidak seperti jaringan limfoid pada umumnya. Setelah pubertas ukuran tonsil sangat berkurang karena atrofi jaringan limfoid. Ukuran anak laki-laki sangat bervariasi di antara individu.4 Tonsil palatina adalah sepasang organ limfoid yang terletak di antara lipatan palatoglosal



(pilar anterior) dan lipatan palatofaringeus (pilar posterior)



disebut fosatonsilar . Dikelilingi oleh kapsul tipis yang memisahkan tonsil dari otot konstriktor faringeus



superior



dan



tengah.1



2



otot



konstriktor faringeus bagian



Gambar 2.1 Anatomi normal tonsil palatina dan jarinagn sekitarnya 5 Pilar



anterior



dan posterior membentuk bagian depan dan belakang



ruangan peritonsil. Bagian atas ruangan ini berhubungan dengan torus tubarius, di bagian bawah dibatasi oleh sinus pir iforis. Ruangan peritonsil diisi oleh jairngan ikat longgar, infeksi yang berat dapat dengan cepat membentuk pus. Inflamasi dan proses supuratif dapat meluas dan mengenai palatum mole, dinding lateral faring dan jarang sekali ke basis lidah. 1 Faring dibagi menjadi nasofaring, orofaring dan laringofaring. Nasofaring merupakan bagian dari faring yang terletak di atas palatum mole, orofaring yaitu bagian yang terletak di antara palatum molle dan tulang hyoid, sedangkan laringofaring bagian dari faring yang meluas dari tulang hyoid sampai ke batas bawah kartilago krikoid. 1 Plika triangularis (tonsilaris) merupakan lipatan mukosa yang tipis, yang menutupi



pilar



anterior



dan



sebagian permukaan anterior tonsil. Plika



semilunaris (supratonsil) adalah lipatan sebelah atas dari mukosa yang memersatukan kedua pilar. Fosa supratonsil merupakan celah yang ukurannya



3



bervariasi yang terletak di atas tonsil di antara pilar anterior dan posterior. Tonsil terdiri dari sejumlah penonjolan yang bulat atau melingkar seperti kripta yang mengandung jaringan limfoid dan di sekelilingnya terdapat jaringan ikat. Di tengah kripta terdapat muara kelenjar mukus. Tonsil dan adenoid merupakan bagian terpenting cincin waldeyer. 1



Gambar 2.2 Ruang Peritonsil 1



2.2 Definisi Abses peritonsilar merupakan kumpulan pus yang terlokalisasi pada jaringan peritonsilar yang terbentuk sebagai hasil dari tonsilitis yang supuratif .6 Pada abses peritonsilar



ditemukan kumpulan pus yang berlokasi antara



kapsul fibrosa tonsil palatina dan otot konstriktor faringeal superior. Daerah ini terdiri atas jaringan ikat longgar, infeksi dapat menjalar dengan cepat membentuk cairan yang purulen. Inflamasi yang progresif dapat meluas secara



4



langsung ke arah palatum mole, dinding lateral faring, dan jarang ke arah basis lidah. 1 2.3 Epidemiologi Abses peritonsilar kira-kira 30% dari abses leher dalam, sekalipun sudah di era antibiotika, abses peritonsil masih sering ditemukan dengan jumlah yang menurun menjadi 18% di United Kingdom dalam sepuluh tahun terahir ini. 1 Penyakit ini dapat terjadi pada rentang usia 10-60 tahun namun paling sering terjadi pada usia 20-40 tahun. 6 Tonsilitis



banyak



ditemukan



biasanya ditemukan pada orang dewasa



pada anak-anak.



Abses



peritonsil



dan dewasa muda, sekalipun dapat



terjadi pada anak-anak. Pada anak-anak jarang terjadi kecuali pada mereka yang menurun sistem immunnya tetapi infeksi bisa menyebabkan obstruksi jalan napas yang signifikan pada anak-anak. Bukti menunjukkan bahwa tonsilitis kronik atau percobaan penggunaan antibiotik oral untuk tonsilitis akut merupakan predisposisi untuk berkembangnya abses peritonsil.1 Abses peritonsil umumnya terjadi akibat komplikasi



tonsilitis akut ,



dikatakan bahwa abses peritonsil merupakan salah satu komplikasi umum dari tonsilitis akut. Pada penelitian di seluruh dunia dilaporkan insidens abses peritonsil ditemukan 10 -37 per 100.000 orang. Di Amerika dilaporkan 30 kasus per 100 orang per tahun, 45.000 kasus baru per tahun. Data yang akurat secara internasional belum dilaporkan. Biasanya unilateral, bilateral jarang ditemukan. 1 Pada anak dengan usia yang lebih muda, abses peritonsilar dapat terjadi karena menurunnya imunitas. Perbandingan jumlah penderita pria dan wanita



5



adalah sama. Tidak ada predileksi ras pada abses peritonsilar. Di Amerika serikat angka kejadiannya sebesar 30 kasus per 100.000 orang per tahun. 6 Yang Lin melaporkan sebuah kasus bilateral



abses peritonsil.



Usia



bervariasi paling tinggi pada usia 15-35 tahun, tidak ada perberdaan antara lakilaki dan perempuan.1 2.4 Etiologi Proses ini terjadi sebagai komplikasi tonsilitis akut atau infeksi yang bersumber dari kelenjar mukus Weber di kutub atas tonsil. Biasanya kuman penyebab sama dengan prnyebab tinsilitis, dapat ditemukan kuman aerob dan anaerob. 7 Organisme aerob dan anaerob yang paling umum dikaitkan dengan abses peritonsil tercantum pada tabel dibawah. Streptococcus pyogenes (streptokokus beta-hemolitik grup A) adalah organisme yang paling umum secara aerob terkait dengan abses peritonsil. Organisme anaerobik yang paling umum adalah Fusobacterium. Pada kebanyakan kasus abses peritonsil, infeksi disebabkan oleh kedua organisme aerob dan anaerob. 5 Tabel 2.1 organisme penyebab abses peritonsil 5



6



2.5 Patogenesis Kurangnya bukti yang jelas tentang patogenesis abses peritonsil telah mendorong penelitian untuk mencari aspek baru dari penyakit ini. Abses peritonsil secara tradisional dikenal sebagai komplikasi tonsilitis akut tapi dalam tiga dekade terakhir, telah disarankan bahwa infeksi di kelenjar lingualis posterior juga bisa dilibatkan. Begitu juga dengan studi abses peritonsil pada pasien dengan tonsilektomi sebelumnya menyarankan bahwa faktor selain infeksi amandel mungkin terjadi berkontribusi pada patogenesis. Faktor host individu seperti merokok tembakau dan kebersihan mulut berpengaruh pada flora mulut dan mungkin ikut berperan dalam prosesnya.4 2.5.1 Tonsilitis Temuan mikroba dari tonsilitis akut dan abses peritonsil terbukti serupa. Sampai 76% pasien abses peritonsilar telah melaporkan menderita sakit tenggorokan sebelum didiagnosis. Dengan demikian



abses peritonsil



telah



dianggap sebagai komplikasi dari tonsilitis akut. Namun, puncak kejadian tonsilitis akut yaitu di antara usia 5-15 tahun, sedangkan abses peritonsil berusia 15-30 tahun. Selanjutnya dalam beberapa penelitian, sampai 68% pasien dengan abses peritonsilar belum pernah mendahului gejala tonsilitis. Dalam kelompok besar studi (n = 685) tidak ada korelasi antara kenaikan tingkat tonsilitis akut dan peritonsilar infeksi ditemukan. Kontroversi ini telah menyebabkan perdebatan timbul mempertanyakan keyakinan bahwa infeksi supuratif dalam amandel semata-mata bertanggung jawab atas abses peritonsilar. 4



7



2.5.2 Kelanjar saliva Kelompok kelenjar saliva mukosa berada di ruang peritonsilar dan terhubung ke permukaan oleh saluran untuk membersihkan kriptusnya. Abses peritonsil terjadi setelah tonsilektomi mendukung teori asal lokal infeksi. Juga khas abses peritonsil unilateral mendukung onset yang lebih lokal. Dibandingkan dengan abses leher dalam, tingkat amilase nanah abses peritonsil telah terbukti meningkat. Bias yang mencurigakan mungkin disebabkan oleh kontaminasi, kelompok yang sama membandingkan tingkat amilase abses peritonsilar dengan abses gigi; Perbedaan signifikan juga terlihat antara abses ini, yang berfungsi untuk menekankan sambungan saliva, khususnya abses peritonsil. Sebuah kelompok orang Tionghoa belajar permukaan tonsil pada pasien abses peritonsil dan menemukan amandel utuh bersamaan meradangnya kelenjar ludah yang lebih tinggi dari amandel; Pasien tanpa abses kelenjar normal Sebuah kelompok riset Thailand berusaha untuk menyelidiki kemungkinan asosiasi abses peritonsil dengan kelenjar ini dengan memeriksa 55 pasien tonsilektomi , bagaimanapun dengan hanya ada tiga abses peritonsil di antara kelompok pasien, mereka tidak dapat membuktikan hubungan apapun. 4 2.5.3 Penyakit periodontal Pasien abses peritonsilar tampaknya memiliki peningkatan kejadian karies gigi dan prevalensi penyakit periodontal yang lebih tinggi daripada pasien dengan tonsilitis kronis. Dalam sebuah penelitian di Polandia hanya 22% dari 111 pasien abses peritonsil yang memiliki gigi sehat dan status gigi pasien berusia di atas 40 tahun secara signifikan lebih buruk daripada pasien yang lebih muda. Sebanyak 27% pasien abses peritonsilar telah dilaporkan mengalami masalah gigi



8



sebelumnya. Selanjutnya masalah molar ketiga yang lebih rendah telah terbukti dapat meningkatkan jumlah bakteri anaerob pada amandel. 4 2.5.4 Merokok Sejumlah penelitian telah melaporkan peningkatan kemungkinan kejadian abses peritonsilar pada pasien yang merokok. Prevalensi merokok lebih tinggi di antara pasien abses peritonsilar dibandingkan pasien tonsilitis akut. Konsumsi tembakau dikaitkan dengan penurunan aliran air liur dan penyakit sekitar jaringan gigi, yang dapat mempengaruhi bakteri mulut. Brook telah mempelajari efek merokok pada flora bakteri di mulut dan menemukan bahwa seperti Prevotella intermedia dan Fusobacterium nucleatum lebih sering terjadi pada perokok. Dia juga menemukan peningkatan kadar antibodi terhadap bakteri yang sama di antara pasien abses peritonsilar. Sebuah studi kecil menunjukkan korelasi antara merokok dan morfostructural perubahan amandel. 4 2.6 Gejala klinis Pasien dengan abses peritonsilar tampak sakit dengan demam, malaise, sakit tenggorokan, nyeri menelan (odinofagia) yang hebat, disfagia, nyeri telinga (otalgia), kadang terasaingin muntah (regurgitasi), mulut berbau (foetoe exore), hipersalivasi atau suara gumam (hot potato voice) . Nyeri tenggorokan tampak lebih berat pada sisi yang sakit dan otalgia pada sisi yang sama. Pemeriksaan fisik biasanya menunjukkan adanya trismus, dengan kesulitan membuka mulut karena terasa sakit disebabkan terdapat radang pada otot mastikasi selaini itu, untuk menelan juga terasa nyeri. Inspeksi pada oropharynx tampak adanya pembengkakan dan eritema pilar tonsillar anterior dan palatum di atas tonsil yang terinfeksi. Tonsil umumnya bergeser ke inferior dan medial dengan deviasi



9



kontralateral dari uvula. Serta terdapat pembengkakan kelenjar submadibula dengan nyeri tekan.3,7



Gambar 2.3 Gejala Klinis Abses Peritonsiler 8 Tabel 2.2 Gejala Klinis dan Tanda Fisik Pasien Abses Peritonsilar3 Gejala Klinis



Tanda Fisik



o Demam



o Erytematous, palatum yang lunak



o Malaise



dan bengkak dengan uvula kearah



o Nyeri tenggorokan



kontralateral dan pembengkakan



(lebih buruk di satu sisi)



pada tonsil.



o Disfagia



o Trismus



o Otalgia (ipsilateral)



o Drooling o Suara gumam (hot potato voice) o Pembengkakan



kelenjar



submadibula dengan nyeri tekan



10



2.7 Diagnosis Keluhan yang sering dirasakan adalah lokasi rasa sakit di tenggorokan yang menunjukkan lokasi abses. Riwayat penderita demam, mengalami kesulitan menelan atau mungkin telah memakan benda asing. Pada pemeriksaan fisik terdapat trismus (ketidak mampuan atau kesulitan dalam membuka mulut) sering terjadi karena pembengkakan atau inflamasi pada ruang pharyngomaxillary dan m. Pterygoid. Selain itu, banyak pasien akan mengalami penebalan, suara gumam sering disebut hot potato voice. 3 Tes radiologis dapat membantu dalam membedakan abses peritonsilar dari diagnosa lainnya adalah Ultrasonografi (USG) yang termudah dan alat yang paling mudah. USG dapat didapatkan transkutan dengan menempatkan transduser pada kelenjar submandibular dan pada seluruh area tonsillar. USG juga dapat dilakukan secara intraoral dengan menempatkan pasien dalam posisi duduk. Pada pasien dengan trismus dapat membatasi kemampuan untuk menggunakan sonografi intraoral. Penggunaan CT scan



mungkin dapat membantu dalam



mengidentifikasi dari abses. CT scan dengan kontras agar melihat abses dengan optimal. Daerah atenuasi rendah pada CT scan dengan kontras menunjukkan adanya pembentukan abses.



selain itu pada CT scan dapat terlihat



pembengkakan jaringan lunak yang menyebar dengan hilangnya bidang lemak dan adanya edema didaerah sekitar. 3



11



Gambar 2.4 CT scan pada Abses Peritonsilar 3 Gold standart dari diagnosis pada abses peritonsilar adalah needle aspiration untuk pengambilan sample nanah, yaitu daerah abses dibius dengan benzalkonium 0,5% (Cetacaine spray) diikuti dengan suntikan 2 cc xylocaine dengan adrenalin 1:100.000. Gunakan pisau tonsila no. 12 atau 11 dengan plaster untuk mencegah penetrasi ke dalam . Aspirasi jarum menggunakan nomor 18 dan spuit 10 ml maka dilakukan pemeriksaan gram dan kultur. Insisi dilakukan pada katub atas sebatas mukosa dan submukoasa. 3



12



Gambar 2.5 Needle Aspiration 3 2.8 Diagnosis Banding Diagnosis diferensial abses peritonsillar adalah selulitis peritonsilar berada pada daerah antara tonsil dan kapsulnya yang bersifat eritematosa namun tidak memiliki pus. Mononukleosis dapat ditentukan pada hitungan darah lengkap dan heterophile. Pada pemeriksaan fisik inspeksi intraoral untuk menyingkirkan infeksi kelenjar ludah, gigi, tulang mastoid, neoplasma, adenitis serviks serta aneurisme arteri karotis interna.3



13



Tabel 2.3 Diagnosis Diferensial Abses Peritonsilar3 Peritonsillar cellulitis Tonsillar abscess Mononucleosis Foreign body aspiration Neoplasms (lymphoma, leukemia) Cervical adenitis Dental infections Salivary gland infection Mastoid infection Aneurysm of internal carotid artery



2.9



Penatalaksanaan Pada stadium infiltrasi diberikan antibiotik golongan penisilin atau



klindamisin dan obat simptomatik. Juga diperlukan kumur-kumur hangat dan kompres dingin pada leher. 7 1. Penisilin adalah kelompok antibiotik yang meliputi fenoksimetil (p.o.), benzil (i.v.), procaine (i.m.) dan benzathine (i.m.) penisilin; ini rentan terhadap enzim betalaktamase diproduksi oleh berbagai bakteri. Dari spektrum yang lebih luas amoxicillin (p.o.) juga banyak digunakan dalam pengobatan dan mungkin juga digunakan dalam kombinasi dengan asam klavulanat, penghambat betalaktamase. Ampisilin (i.v.) jarang digunakan. Penisilin adalah biasanya ditoleransi dengan baik oleh pasien, meski terjadi erupsi kutaneous, diare dan mual dapat



14



terjadi (kejadian, 10%). Prevalensi anafilaksis yang mengancam jiwa reaksi adalah 0,02-0,04%. Pada individu alergi penisilin (dan juga amoksisilin dan ampisilin), klindamisin dapat digunakan sebagai gantinya. Selain itu sefalosporin, sekelompok antibiotik yang terkait dengan penisilin, kadang-kadang digunakan dalam pengobatan Karena bakteri yang paling sering ditemukan di peritonsilar abses (PTA) (grup A streptococcus (GAS), fusobacterium necrophorum



(FN),



streptococcus milleri group (SMG)) rentan terhadapnya penicillin. 2. Metronidazol termasuk kelompok nitroimidazol, bersama dengan tinidazol dan ornidazole Ini digunakan dalam pengobatan banyak parasit (misalnya trikomonas, amuba, giardia) dan bakteri anaerob. Bila diberikan p.o., metronidazol ditemukan didistribusikan dengan baik ke seluruh jaringan tubuh. Obat ini sebagian besar dimetabolisme oleh Hati metabolisme ini berkurang pada pasien dengan disfungsi hati. Gagal ginjal hanya mempengaruhi ekskresi metabolitnya. Metronidazol dapat berinteraksi dengan obat lain (misalnya warfarin, fenitoin, litium) dan menghasilkan sejenis disulfiram Reaksi bila digunakan bersamaan dengan alkohol. Bila diberikan dalam dosis