Abses Periodontal [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN KASUS ABSES PERIODONTAL DENGAN KELAINAN SISTEMIK DIABETES MELITUS DAN HIPERTENSI Diajukan untuk memenuhi Tugas Akhir Kepaniteraan Klinik Madya SMF Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Rumah Sakit Umum Daerah Yowari



Oleh : Brilliantine Ch Liborang 009 0840 140



Pembimbing : dr. Meiske Paoki, Sp.BM



SMF ILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT RUMAH SAKIT UMUM DAERAH JAYAPURA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS CENDERAWASIH JAYAPURA-PAPUA 2017



BAB 1 PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang Periodonsium merupakan jaringan lunak dan keras yang terletak pada sekeliling gigi, meliputi gingiva, sementum, ligamen periodontal dan tulang alveolar. Fungsi utama jaringan periodontium adalah melekatkan gigi ke jaringan tulang rahang dan menjaga integritas permukaan mukosa mastikasi dari rongga mulut. Periodontium atau jaringan pendukung gigi terdiri dari unit fungsional, biologis, dan perkembangan yang mengalami perubahan seiring bertambahnya usia serta mengalami perubahan morfologi yang berhubungan dengan perubahan fungsi dan perubahan lingkungan oral.1 Berbagai kondisi akut yang terjadi pada jaringan periodontium seperti terbentuknya abses harus mendapat perhatian khusus. Abses periodontal adalah infeksi lokal bakteri yang terjadi di dalam jaringan periodontium. Abses ini terbentuk karena mikroorganisme piogenik endogen, atau karena faktor toksik yang terkandung pada plak dan atau resistensi host akibat faktor lokal atau ketiga setelah infeksi pulpa gigi (14- 25%) dan perikoronitis (10-11%). Prevalensi tertinggi terjadi pada gigi molar yaitu 50%. Hal ini dikarenakan bentuk poket periodontal yang melibatkan furkasi, morfologi dan kompleksitas anatomi gigi molar. Abses dapat juga terjadi setelah dilakukannya operasi periodontal tertentu. Penelitian studi klinis mengenai Guided Tissue Regeneration yang melaporkan 10 dari 80 kontrol pengguna non resorbable barier dan 4 dari 82 kontrol pengguna bio resorbable barier dilaporkan mengalami abses atau supurasi pada area yang dioperasi. Lokasi abses belum tentu sama dengan lokasi permukaan poket yang ada, poket pada bagian bukal atau lingual dapat membentuk abses pada bagian interproksimal dan sebaliknya.1 Sebagai akibat rentannya pertahanan jaringan periodontal terhadap bakteri, maka penderita diabetes mellitus sangat mudah terjadi gangguan jaringan periodontal serta perkembangannya dari gingivitis menjadi



1



periodontitis lebih cepat disbanding dengan penderita yang bukan diabetes mellitus.2 Salah satu komplikasi periodontal yang sering ditemukan pada penderita diabetes mellitus adalah abses periodontal, yang memerlukan penanganan yang lebih cermat dan teliti, sehingga dokter gigi di tuntut untuk mengetahui latar belakang dan riwayat kesehatan umum penderita, teknik perawatan, mengevaluasi respon jaringan terhadap hasil perawatan, serta melakukan kerjasama dengan dokter spesialis terutama bagian endokrin.2



2



BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1



Definisi Abses Periodontal Abses periodontal secara mikroskopis merupakan akumulasi dari PMN (polymorphonuclear) yang hidup maupun sudah mati didalam dinding poket periodontal.1 Abses periodontal adalah suatu inflamasi purulen yang terlokalisir pada jaringan periodontal. Lesi ini disebut juga dengan abses periodontal lateral atau abses parietal. Abses periodontal diketahui sebagai lesi yang dapat dengan cepat merusak jaringan periodontal terjadi selama periode waktu yang terbatas serta mudah diketahui gejala klinis dan tanda-tandanya seperti akumulasi lokal pus dan terletak di dalam pocket periodontal.3



2.2



Klasifikasi Abses periodontal dapat di klasifikasikan atas 3 kriteria, yaitu: A. Berdasarkan lokasi abses 1. Abses gingiva Abses gingiva merupakan infeksi lokal purulen yang terletak pada marginal gingiva atau papila interdental dan merupakan lesi inflamasi akut yang mungkin timbul dari berbagai faktor, termasuk infeksi plak mikroba, trauma, dan impaksi benda asing. Gambaran klinisnya



merah,



licin,



kadang-kadang



sangat



sakit



dan



pembengkakan sering berfluktuasi.2 2. Abses periodontal Abses periodontal merupakan infeksi lokal purulen di dalam dinding gingiva pada pocket periodontal yang dapat menyebabkan destruksi ligamen periodontal dan tulang alveolar. Abses periodontal secara khusus ditemukan pada pasien dengan periodontitis yang tidak dirawat dan berhubungan dengan pocket periodontal yang sedang dan dalam, biasanya terletak diluar daerah mukogingiva. Gambaran klinisnya terlihat licin, pembengkakan gingiva mengkilat disertai rasa sakit, daerah pembengkakan gingivanya lunak karena adanya eksudat



3



purulen dan meningkatnya kedalaman probing, gigi menjadi sensitif bila diperkusi dan mungkin menjadi mobilitas serta kehilangan perlekatan periodontal dengan cepat dapat terjadi.2 Abses periodontal sering muncul sebagai eksaserbasi akut dari pocket periodontal yang ada sebelumnya terutama terkait pada ketidaksempurnaan dalam menghilangkan kalkulus dan tindakan medis seperti pada pasien setelah perawatan bedah periodontal, setelah pemeliharaan preventif, setelah terapi antibiotik sistemik dan akibat dari penyakit rekuren. Abses periodontal yang tidak berhubungan dengan inflamasi penyakit periodontal termasuk perforasi gigi, fraktur dan impaksi benda asing. Kurangnya kontrol terhadap diabetes mellitus merupakan faktor predisposisi dari pembentukan abses periodontal. Pembentukan abses periodontal merupakan penyebab utama kehilangan gigi. Namun, dengan perawatan yang tepat dan perawatan preventif yang konsisten, gigi dengan kehilangan tulang yang signifikan dapat dipertahankan selama bertahun-tahun.2 3. Abses perikoronal Abses perikoronal merupakan akibat dari inflamasi jaringan lunak operkulum, yang menutupi sebagian erupsi gigi. Keadaan ini paling sering terjadi pada gigi molar tiga rahang atas dan rahang bawah. Sama halnya dengan abses gingiva, abses perikoronal dapat disebabkan oleh retensi dari plak mikroba dan impaksi makanan atau trauma. Gambaran klinis berupa gingiva berwarna merah terlokalisir, bengkak, lesi yang sakit jika disentuh dan memungkinkan terbentuknya eksudat purulen, trismus, limfadenopati, demam dan malaise.2



B. Berdasarkan Jalannya Lesi 1. Abses periodontal akut Abses periodontal akut biasanya menunjukkan gejala seperti sakit, edematous, lunak, pembengkakan, dengan penekanan yang



4



lembut di jumpai adanya pus, peka terhadap perkusi gigi dan terasa nyeri pada pocket periodontal, sensitifitas terhadap palpasi dan kadang disertai demam dan limfadenopati.2 2. Abses periodontal kronis Abses periodontal kronis biasanya berhubungan dengan saluran sinus dan asimtomatik, walaupun pada pasien didapatkan gejalagejala ringan. Abses ini terbentuk setelah penyebaran infeksi yang disebabkan oleh drainase spontan, respon host atau terapi. Setelah homeostatis antara host dan infeksi tercapai, pada pasien hanya sedikit atau tidak terlihat gejalanya. Namun rasa nyeri yang tumpul akan timbul dengan adanya pocket periodontal, inflamasi dan saluran fistula.2



C. Berdasarkan Jumlah Abses 1. Abses periodontal tunggal Abses periodontal tunggal biasanya berkaitan dengan faktorfaktor lokal mengakibatkan tertutupnya drainase pocket periodontal yang ada.2 2. Abses periodontal multipel Abses ini bisa terjadi pada pasien diabetes mellitus yang tidak terkontrol, pasien dengan penyakit sistemik dan pasien dengan periodontitis tidak terawat setelah terapi antibiotik sistemik untuk masalah non oral. Abses ini juga ditemukan pada pasien multipel eksternal resopsi akar, dimana faktor lokal ditemukan pada beberapa gigi.2



2.3



Etiologi Etiologi abses periodontal dibagi atas 2, yaitu: A. Abses periodontal berhubungan dengan periodontitis. Hal- hal yang menyebabkan abses periodontal yang berhubungan dengan periodontitis adalah:2 1.



Adanya saku periodontal yang dalam dan berliku.



5



2.



Penutupan marginal saku periodontal yang dapat mengakibatkan perluasan infeksi ke jaringan periodontal sekitarnya karena tekanan pus di dalam saku tertutup.



3.



Perubahan dalam komposisi mikroflora, virulensi bakteri, atau dalam pertahanan host bisa juga membuat lumen saku tidak efisien dalam meningkatkan pengeluaran supurasi.



4.



Pengobatan dengan antibiotik sistemik tanpa debridemen subgingiva pada pasien dengan periodontitis lanjut juga dapat menyebabkan pembentukan abses.



B. Abses periodontal tidak berhubungan dengan periodontitis Hal-hal yang menyebabkan abses periodontal yang tidak berhubungan dengan periodontitis adalah:2 1.



Impaksi dari benda asing seperti potongan dental floss, biji popcorn, potongan tusuk gigi, tulang ikan, atau objek yang tidak diketahui.



2.



Perforasi dari dinding gigi oleh instrumen endodontik.



3.



Infeksi lateral kista. Faktor-faktor lokal yang mempengaruhi morfologi akar dapat



menjadi predisposisi pembentukan abses periodontal. Adanya cervical cemental tears dapat memicu pekembangan yang cepat dari periodontitis dan perkembangan abses.2



2.4



Patofisiologi dan Mikrobiologi Abses periodontal secara mikroskopis merupakan akumulasi dari PMN (polymorphonuclear) yang hidup maupun sudah mati didalam dinding poket periodontal. PMN ini akan mengeluarkan enzim yang dapat merusak sel-sel dan komponen struktur jaringan lainnya. Hasil dari kerusakan sel-sel dan jaringan ini adalah cairan yang dinamakan pus, yang merupakan inti dari abses. Reaksi inflamasi akut disekitar pus menghasilkan edema intra dan ekstra sel serta penghancuran leukosit. Berkurangnya resistensi jaringan, virulensi, dan jumlah bakteri yang ada menentukan terjadinya infeksi, masuknya bakteri ke dalam dinding jaringan lunak memulai pembentukan abses periodontal.1



6



Bakteri yang umum di dalam poket periodontal adalah Streptococcus viridans yang merupakan bakteri aerobik sedangkan bakteri yang paling banyak jumlahnya adalah bakteri jenis batang gram negatif anaerobik dan gram positif kokus fakultatif sekitar 60 %, bakteri-bakteri ini dapat menghasilkan enzim laktamase yaitu Porphyromonas gingivais, Prevotela intermedia,



Fusobacterium



nucleatum,



Campylobacter



rectus



dan



Capnocytophaga spp.1 Bakteri jenis spiroceta adalah Peptostreptokokus, streptokokus mileri, Bakteroides capilosus, Veillonella, B fragilis, Eikenela corodens, Prevotella melaninogenica, dan Actinobacilus actinomycetemcomitan.1 Bakteri-bakteri tersebut bersifat piogenik menghasilkan respon inflamasi jaringan, seperti dilatasi pembuluh darah, pengeluaran banyak leukosit, proliferasi sel jaringan konektif. Sel-sel ini akan berpusat disuatu titik yang disebut sebagai 7ocus infeksi, berbatas tegas sehingga dapat mencegah penjalaran bakteri. Penemuan terkini menyebutkan bahwa bakteri yang terdapat pada kondisi periodontitis yang rentan terhadap terbentuknya abses adalah bakteri yang dapat hidup lama didalam jaringan dan tahan terhadap respon inflamasi host, bakteri-bakteri ini umumnya berbentuk encapsulated sehingga mempunyai virulensi yang tinggi dan dapat menjalar ke jaringan periodonsium yang lebih dalam dan membentuk abses.1 Abses periodontal dapat berasal dari periodontitis kronis yang terjadi karena berbagai faktor predisposisi. Berbagai faktor predisposisi yang akan mempermudah terbentuknya abses yaitu :1 1) perubahan komposisi dari microflora 2) virulensi bakteri atau pada respon jaringan dapat membuat tidak efisiennya pembuangan pus dari lumen 3) bentuk poket yang kompleks yang berhubungan dengan furkasi gigi molar akan memudahkan terbentuknya abses 4) perawatan skeling yang tidak sempurna 5) impaksi benda asing 6) infeksi kista lateral



7



7) trauma terhadap gigi yang mengakibatkan gigi patah pada bagian akarnya 8) terjadi perforasi lateral pada gigi yang sedang dirawat endodontik, 9) pemberian antibiotik secara sistemik tanpa dilanjutkan dengan skeling subgingiva pada pasien dengan periodontitis parah akan mengakibatkan perubahan pada komposisi mikrobiota subgingiva yang dapat menghasilkan infeksi yang lebih parah. Abses periodontal secara khas terjadi pada aspek lateral akar gigi. Secara klinis terlihat pembengkakan, warna kemerahan, gingiva tampak mengkilap, dapat berbentuk seperti kubah, dapat pula menyatu pada satu titik atau fistula. Jika abses tidak segera ditangani dapat menyebabkan kehilangan gigi. Pasien dengan abses periodontal memiliki gejala seperti demam, dehidrasi, pembengkakan yang terjadi dengan cepat, trismus, rasa sakit yang hebat, kesulitan saat berbicara, dan menelan. Kondisi abses periodontal yang bersifat lokal akan dapat menjadi berbahaya bila dibiarkan saja, karena abses ini dapat cepat menyebar dan semakin parah sehingga mempengaruhi kondisi sistemik.1



2.5



Komplikasi Komplikasi yang dapat timbul karena abses periodontal meliputi kehilangan gigi dan penyebaran infeksi. 1.



Kehilangan Gigi Abses periodontal yang dikaitkan dengan kehilangan gigi biasanya dijumpai pada kasus-kasus periodontitis sedang sampai parah dan selama fase pemeliharaan. Abses periodontal merupakan penyebab utama dilakukan ekstraksi gigi pada fase pemeliharaan dimana terjadi pembentukan abses yang berulang dan gigi mempunyai prognosis buruk.2



2.



Penyebaran Infeksi Ada dua kemungkinan yang terjadi yaitu: penyebaran bakteri dalam jaringan selama perawatan atau penyebaran bakteri melalui aliran darah karenabakteremia dari abses yang tidak dirawat.



8



Pada abses dentoalveolar yang berasal dari endodontik lebih sering menyebabkan komplikasi penyebaran infeksi daripada abses periodontal. Cellulitis, infeksi subkutaneus, phlegmone dan mediastinitis dapat berasal dari infeksi odontogenik tetapi jarang berasal dari abses periodontal. Namun, abses periodontal dapat berperan sebagai pusat infeksi non oral. Abses periodontal bisa menjadi pusat dari penyebaran bakteri dan produk bakteri dari rongga mulut ke bagian tubuh lainnya dan menyebabkan keadaan infeksi yang berbeda. Pada perawatan mekanikal abses periodontal bisa menyebabkan bakteremia seperti pasien dengan endoprotesa atau imunokompromise dapat menyebabkan infeksi non oral.2 Paru-paru bisa bertindak sebagai barier makanikal dimana bakteri periodontal dapat terjebak dan dapat menyebabkan penyakit. Penyebaran bakteri periodontal dapat juga berakibat menjadi abses otak. Sejumlah laporan kasus dari periodontal patogen bahwa pada abses otak tersebut didapatkan adanya bakteri P.micros, F. nucleatum, pigmen hitam pada bakteri batang anaerob dan Actinomyces spp, diantaranya merupakan spesis bakteri periodontal anaerob yang diisolasi dari abses intra cranial. Infeksi lain yang berhubungan dengan abses periodontal adalah cervical nekrotizing fascitis dan cellulites pada pasien kanker payudara.2



2.6



Terapi Perawatan abses periodontal pada umumnya tidak berbeda dengan perawatan infeksi pada gigi. Secara prinsip, penanganannya dapat berupa secara lokal dan perawatan lanjutan yang sesuai setelah keadaan daruratnya terkontrol. Penatalaksanaan pasien dengan abses periodontal dapat dibagi menjadi tiga tahap, yaitu Penatalaksanaan segera, Penatalaksaan awal, Perawatan definitive.1 Tahap pertama yakni penatalaksanaan yang bersifat segera atau keadaan darurat infeksi. Penanganan ini disertai dengan terapi antimikroba. Penatalaksanaan segera tergantung dari tingkat keparahan dari infeksi dan tanda/gejala lokal. Pada kondisi yang tidak terlalu parah penggunaan obat



9



analgesik dan antimikroba dapat menghentikan gejala sistemik, trismus, dan penjalaran infeksi.1 Antibiotik diberikan secukupnya sesuai dengan derajat keparahan



dari



infeksi.



Phenoxymethylepinicillin



Antibiotik 250-500



yang



mg,



dapat



digunakan



Amoxycilin



250-500



yaitu mg,



Metronidazole 200-400 mg. Jika terdapat alergi terhadap penicillin maka dapat digunakan Erytromycin 250-500 mg, Doxycyline 100 mg, Clindamycin 150-300 mg.1 Penatalaksanaan awal dilakukan atas dasar terdapat abses akut tanpa keracunan sistemik, lesi residual setelah perawatan keracunan sistemik, dan pada abses periodontal kronis. Penatalaksanaan awal terdiri dari :1,2 1. Insisi dan drainase, sebelum insisi dilakukan irigasi abses terlebih dahulu dengan menggunakan larutan salin, serta dilakukan pemeriksaan benda asing yang ada didalam poket periodontal. 2. Lakukan skeling dan root planning untuk membersihkan daerah abses, 3. Operasi periodontal dapat dilakukan untuk mendapatkan drainase langsung melewati dasar poket, terutama bila terdapat cacat tulang secara vertikal yang dalam dan membersihkan kalkulus subgingiva yang dalam. Untuk operasi flap periodontal terlebih dahulu dilakukan anestesi pada daerah abses. Setelah itu dinding poket diretraksi dengan probe atau kuret untuk mendapatkan drainase langsung melalui muara poket. Lakukan penekanan dengan jari secara halus untuk mengeluarkan pus, irigasi dapat dilakukan untuk membersihkan eksudat dan dasar poket yang tersisa. Apabila daerah abses besar, maka prosedur skeling dan kuretase sebaiknya ditunda sampai tanda klinis berkurang dengan terapi antibiotik. Perubahan oklusi akan terjadi karena tekanan dari abses akan mendorong gigi ke arah oklusal sehingga terjadi peninggian gigitan. 4. Penggunaan obat antibiotik secara sistemik, dosis tinggi dengan durasi pendek dianjurkan, tetapi prosedur drainase dan skeling subgingiva harus dilakukan setelah terapi antibiotik selesai. Antibiotik sistemik yang direkomendasikan



yaitu



Amoxxycillin/augmentin



Phenoxymethyl



penicillin



250-500



metronidazole



mg,



250-500 250



mg, mg



(penggunaan metronidazole kontra indikasi pada pasien hamil dan



10



mengkonsumsi alkohol), Tetracycline HCL 250 mg (penggunaan tetracycline kontra indikasi pada pasien hamil dan anak-anak dibawah 10 tahun), Doxycyline 100 mg. 5. Instruksi oral hygiene. Perawatan definitif dilakukan setelah perawatan awal selesai untuk mengembalikan fungsi, estetik, dan mempertahankan kesehatan jaringan periodonsium pasien. Perawatan definitif dilakukan tergantung dari kebutuhan pasien.1 Penggunaan terapi antibiotik sistemik untuk merawat abses periodontal dapat menjadi kontroversi karena bila abses berulang akan timbul reaksi resistensi, juga terapi antibiotik dapat merubah lingkungan mikrobiota jaringan. Pemberian antibiotik yang spektrumnya tidak cocok akan menyebabkan terjadinya perubahan resistensi suatu bakteri yang dapat menimbulkan pertumbuhan pesat dari bakteri tersebut dan menghilangkan bakteri lain, hal ini akan mengakibatkan eksaserbasi akut atau infeksi yang persisten.1



2.7



Faktor Penyebab Penundaan Odontektomi Penundaan odontektomi erat hubungannya dengan kontraindikasi relatif pencabutan gigi. Odontektomi dapat dilakukan bilamana keadaan lokal maupun keadaan umum (sistemik) pasien dalam keadaan yang sehat. Jika keadaan umum pasien kurang baik, kemungkinan dapat terjadi suatu komplikasi yang serius setelah odontektomi. Kelompok kontraindikasi ini disebut bersifat relatif sebab pada beberapa kasus tetap dapat dilakukan odontektomi, meskipun banyak hal yang harus dipertimbangkan sebelum melakukan tindakan operasi. Ketika seorang dokter gigi merasa pengetahuan atau keterampilan yang dimilikinya tidak cukup untuk menangani komplikasi yang mungkin terjadi, biasanya dokter gigi akan membatalkan atau menunda odontektomi tersebut.4 A. Diabetes Mellitus Diabetes mellitus (DM) atau kencing manis adalah suatu penyakit kronis yang terjadi ketika konsentrasi glukosa darah dalam tubuh



11



berlebih. Ini biasanya terjadi ketika produksi insulin, hormon pengatur kadar glukosa darah, dari pankreas tidak memadai, atau ketika tubuh tidak dapat secara efektif menggunakan insulin yang dihasilkan. Diabetes mellitus ditandai dengan hiperglikemia dan intoleransi glukosa. Hiperglikemia



digunakan



untuk



menggambarkan



peningkatan



konsentrasi glukosa dalam darah, sedangkan intoleransi glukosa dikaitkan dengan resistensi insulin.3,4 Penyakit ini dikaitkan dengan berbagai komplikasi mikro dan makrovaskuler dalam tubuh. Komplikasi dan manifestasi oral dalam bentuk gingivitis, periodontitis, xerostomia, infeksi oportunistik, akumulasi plak yang lebih besar, parestesi oral, gangguan pengecapan, kandidiasis, terhambatnya penyembuhan luka dan rekonstruksi tulang juga menjadi masalah yang muncul di bidang kedokteran gigi. Dari sekian banyak komplikasi dan manifestasi oral yang telah diuraikan di atas, dua faktor utama yang menjadi pertimbangan dalam melakukan pencabutan gigi pada penderita diabetes mellitus adalah terhambatnya penyembuhan luka dan rekonstruksi tulang.4 B. Hipertensi Hipertensi atau yang dikenal sebagai tekanan darah tinggi didefinisikan sebagai suatu kenaikan tekanan darah sistole lebih dari 140 mmHg atau tekanan darah diastole lebih dari 90 mmHg, dengan diagnosis didasarkan pada hasil yang sama pada dua atau lebih kunjungan setelah pemeriksaan awal. Hipertensi ditandai adanya suatu kenaikan tekanan darah yang persisten sebagai akibat dari kenaikan resistensi dari arteri perifer. Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu peningkatan abnormal tekanan darah dalam pembuluh darah arteri secara terus menerus lebih dari satu periode. Konstriksi arteriol membuat darah sulit untuk mengalir dan meningkatkan tekanan melawan dinding arteri.4 Hipertensi menjadi kontraindikasi relatif dalam pencabutan gigi berkaitan dengan penggunaan anestesi lokal. Adanya vasokonstriktor dalam anestesi lokal merupakan masalah tersendiri berkaitan dengan



12



tekanan darah pasien. Anestetikum lidokain dengan epinefrin (adrenalin) sebagai vasokonstriktornya merupakan yang paling umum digunakan dalam praktek dokter gigi.4 Salah satu efek samping yang paling penting dari campuran lidokain dengan epinefrin adalah efek kardiovaskular yang membatasi penggunaannya pada beberapa kasus tertentu. Hal ini disebabkan karena penyerapan sistemik epinefrin dari tempat injeksi atau injeksi intravaskulernya. Efek kardiovaskular yang dimaksud seperti hipertensi, nyeri dada, takikardia, dan aritmia jantung lainnya.4 Beberapa bukti penelitian menyatakan bahwa penggunaan bahan anestesi lokal yang mengandung vasokonstriktor dalam dosis yang dianjurkan tidak mengakibatkan peningkatan perubahan tekanan darah yang signifikan. Bila ada perubahan, hanya bersifat sesaat. Sehingga, dalam beberapa literatur menyatakan bahwa anestesi lokal dengan vasokonstriktor dapat dengan aman digunakan selama pencabutan gigi pada pasien hipertensi. Meskipun demikian, masih ada kontroversi tentang hal ini. Komplikasi mengancam nyawa yang disebabkan oleh peningkatan tekanan darah secara spontan dapat terjadi selama prosedur pencabutan gigi pada pasien hipertensi.4 Selain itu, konsumsi obat-obatan pada pasien dengan hipertensi tidak terkontrol juga dapat memicu terjadinya pendarahan setelah pencabutan gigi. Obat-obatan yang umumnya dikonsumsi pasien hipertensi adalah antikoagulan.4



2.8



Eksodonsia Merupakan tindakan untuk mengeluarkan gigi dari soketnya.5 A. Patofisiologi Gigi-gigi yang diekstraksi :5 1. Gigi dengan infeksi 2. Gigi penyebab macam-macam abses jaringan lunak dank eras 3. Keperluan perawatan ortodonsia



13



4. Gigi dengan kelainan pertumbuhan : supernumerary, impkasi, malposisi. 5. Gigi penyebab infeksi fokal 6. Gigi dengan karies besar yang tidak dapat dirawat secara konservasi B. Indikasi pencabutan gigi5 1.



Ada kelainan patologi pulpa baik akut maupun kronis yang tidak dapat lagi dilakukan perawatan secara endodontic dan pada gigi yang tidak dapat lagi dilakukan perawatan “restorative” meskipun tidak terdapat kelainan patologi.



2. Terdapat kelainan periodontal, baik akut maupun kronis yang tidak dapat dilakukan perawatan di bidang periodontology. 3. Trauma yang melibatkan gigi atau prosesus alveolaris seringkali sukar untuk dilakukan perawatan sehingga perlu dilakukan pencabutan. 4. Diperlukan pencabutan pada gigi yang terletak pada garis fraktur karena menghalangi tindakan perawatan fraktur. 5. Gigi-gigi yang mengalami impaksi atau gigi kelebihan yang tidak terletak pada garus oklusi dan gigi-gigi molar ketiga yang tidak lagi mempunyai gigi antagonis. C. Kontraindikasi Kontraindikasi local meliputi :5 1. Pada umumnya kontraindikasi local berkaitan dengan infeksi dan adanya keganasan. a.



Infeksi akut pada kasus selulitis prinsip penanganan adalah mengeliminasi keadaan akut sampai infeksi dapat terlokalisir



b.



Pemberian antibiotic



c.



Drainase pus



d.



Pencabutan gigi merupakan tindakan sekunder setelah infeksi reda.



2. Perikoronitis akut, keadaan akut harus diredakan dengan pemberian antibiotic sebelum tindakan pencabutan gigi yang terkait 3. Kasus keganasan rongga mulut 4. Setelah perawatan radiasi



14



Kontraindikasi sistemik Setiap penyakit sistemik yang dapat menimbulkan komplikasi pada tindakan ekstraksi gigi. Kontraindikasi relative tindakan pencabutan gigi adalah :5 1. Diabetes Mellitus tidak terkontrol (>200mg/dl) 2. Penyakit jantung (PJK) 3. Kelainan



darah



:



anemia,



penyakit



gangguan



pembekuan



(hemophilia), leukemia. 4. Penyakit Adisson atau penyakit defisiensi steroid 5. Penderita dengan demam dikarenakan sebab yang tidak jelas. Dapat dimungkinkan oleh karena subakut bacterial endocarditis 6. Penderita dengan nefritis 7. Penderita dengan kehamilan bermasalah sebaiknya pencabutan gigi dilakukan di trimester kedua 8. Hipertensi 9. Demam dengan penyebab tidak jelas, diwaspadai karena sub-akut bacterial endocarditis. D. Penatalaksanaan5 1. Pencabutan gigi: dilakukan dalam keadaan tidak terdapat infeksi akut yang menyertainya 2. Pencabutan gigi dapat dengan kriteria mudah dan sukar. Pada pencabutan sukar sampai diperlukan open reduction, yaitu pembuatan flap, pembebasan gigi dari tulang alveolar untuk dapat mengeluarkan gigi tersebut. 3. Anestesi local: lidocaine 2%; adrenalin (1:100.000-200.000) pada penderita dengan kelainan sistemik tertentu tidak diperkenankan menggunakan adrenalin. 4. Pencabutan gigi 5. Pasca pencabutan dilakukan pemeriksaan pada kelengkapan struktur gigi dan soket gigi 6. Tamponade untuk menghentikan perdarahan 7. Intruksi pasca ekstraksi



15



8. Setelah tindakan ekstraksi, bila perlu pemberian obat: antibiotic dan analgetik. E. Penyulit5 1. Perdarahan 2. Infeksi 3. Perforasi sinus maksilaris 4. Fraktur akar gigi, rahang 5. Laserasi jaringan lunak sekitar gigi 6. Alveolalgia 7. Luksasi TM-Joint



16



BAB 3 LAPORAN KASUS



3.1



Identitas Nama



: Tn. Jufri Rambobo



Umur



: 32 tahun



Alamat



: Dok 5 Atas



Agama



: Kristen Protestan



Pendidikan



: S1



Pekerjaan



: Swasta



Suku bangsa



: Papua



Tanggal Periksa : 30 Mei 2017 No. DM



3.2



:



Anamnesis 1. Keluhan Utama (Alloanamnesis dan Heteroanamnesis) Nyeri dan bengkak pada gusi sebelah kiri bawah 2. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke polik gigi dan mulut RSUD Jayapura dengan keluhan nyeri pada gusi kiri bawah sejak 2 minggu yang lalu. Nyeri terus menerus. Nyeri berkurang bila minum obat anti nyeri, namun muncul kembali. Nyeri pada gusi kiri disertai bengkak. Awalnya, pasien hanya mengeluh nyeri kemudian pasien pergi ke dokter praktek lalu diberikan anti nyeri serta antibiotic dan dokter menginstruksikan untuk kembali 5 hari lagi untuk dicabut. Setelah obat habis, pasien datang lagi untuk kontrol akan tetapi keluhan semakin bertambah dengan adanya sakit gigi saat mengunyah, gusi bengkak, bau mulut dan menelan terasa asin-asin. Keluhan demam diakui pasien 1 hari yang lalu. Riwayat makan/minum menurun sejak mulai sakit. Riwayat buang air besar dan buang air kecil baik.



17



3. Riwayat Penyakit Dahulu Pasien belum pernah sakit seperti ini. Pasien jarang kontrol untuk perawatan gigi. Pasien hanya datang ke dokter gigi bila ada keluhan sakit gigi. Terakhir kali membersihkan karang gigi pada tahun 2015. 4. Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat Diabetes Melittus (+), Riwayat Hipertensi (+) dari Ibu kandung pasien. 5. Riwayat Sosial Riwayat merokok dan konsumsi alkohol diakui. Riwayat menyirih disangkal.



3.3



Pemeriksaan Fisik 1. Vital Sign (Pemeriksaan di Polik Gigi dan Mulut) Keadaan umum



: Tampak sakit sedang



Kesadaran



: Compos Mentis, GCS : E4V5M6



TTV : TD = 150/100 mmHg, N = 88x/min, R = 22x/mnt, S = 37,4oC 2. Status Generalis Kepala/leher : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), OC (-) pembesaran KGB (-) Thoraks



: I: simetris, ikut gerak nafas, Retraksi (-), P: Taktil fremitus D=S P: Sonor D=S A: Suara nafas Vesikuler (+/+), Rho (-/-), Whe (-/-)



Cor



: I: ictus cordis tidak tampak, P: ictus cordis teraba P: Pekak A: BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)



Abdomen



: I: datar, supel. A: BU (+) normal P: nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba besar P: tympani



Ekstremitas: akral teraba hangat, CRT