Acara 2 Perkawinan Monohibrid Pada Drosophila Melanogaster [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PRAKTIKUM GENETIKA



ACARA PRAKTIKUM KE II PERKAWINAN MONOHIBRID PADA Drosophila melanogaster Nama NIM Kelompok Hari/Tanggal Asisten



: Gassania Naufal Fauziah : 24020118120042 :4 : Senin, 30 Maret 2020 : Theresia Damayanti



LABORATORIUM BIOTEKNOLOGI DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA UNIVERSITAS DIPONEGORO 2020



LEMBAR PENGESAHAN



Semarang,



April 2020



Mengetahui, Asisten



Praktikan



Theresia Damayanti 24020117140072



Gassania Naufal Fauziah 24020118120042



ACARA II PERKAWINAN MONOHIBRID PADA Drosophila melanogaster



I.



Tujuan I.1 Melakukan perkawinan monohibrid pada Drosophila melanogaster. I.2 Mengamati pewarisan sifat hasil perkawinan monohibrid Drosophila melanogaster.



II.



Tinjauan Pustaka II.1Persilangan monohobrid Persilangan monohibrid adalah persilangan antara dua individu dengan perilaku dan sifat yang berbeda. Perbandingan 1:2:1 dan 3:1. Persilangan monohibrid dapat dibagian menjadi dua yaitu persilangan monohibrid



dominan



dan



persilangan



intermediant.



Persilangan



ini



melibatkan satu sifat eda antara dua individu. Persilangan antara normal dengan curved menghasilkan F1 normal. Hukum dominan pada persilangan monohibrid yaitu jika penyilangan dua organisme jantan dan betina homozigot dengan pasangan yang kontraks, yang dimana hanya muncul dari sifar tetuanya pada keturunan sifat F1, sifat demikianlah yang dinamakan sifat dominan (Ganawati, 2014). 2.2.1



Wild Type Variasi strain Droshopilla sp terdapat berbagai macam



dengan ciri-ciri tertentu. Morgan menemukan lalat jantan dengan mata putih berbeda dengan mata normal, yaitu merah. Fenotip normal untuk suatu karakter, seperti mata merah pada Droshopilla, disebut tipe liar (wild type). Karakter-karakter alternatif dari tipe liar, seperti mata putih pada Droshopilla, disebut fenotip mutan (mutan phenotype), yang sebenarnya berasal dari alel tipe liar yang mengalami perubahan atau mutasi (Wahyuni, 2013). 2.2.2



Ebony



Tipe ebony merupakan salah satu tipe dari lalat buah Drosophila melanogaster yang mengalami mutasi dan perubahan pada warna tubuhnya.Lalat ini berwarna gelap , hampir hitam dibadannya. Adanya suatu mutasi pada gen yang terletak pada kromosom ketiga. Secara normal fungsi gen tersebut berfungsi untuk membangun pigmen yang memberi warna pada lalat buah normal. Lalat Drosophila melanogaster dengan tipe ebony memiliki ciri tubuh hitam mengkilap karena terjadi mutasi. Kerusakan terjadi pada kromosom nomor 3 lokus nomor 70,7. Hal ini menyebabkan pigmen hitam menumpuk di seluruh tubuh (Oktary, 2015). 2.2.3



Curly Ahli genetika lalat buah meneliti beberapa mutasi dominan



yang memodifikasi morfologi orang dewasa dengan cara yang mudah dikenali, seperti mengubah bentuk sayap, mata, atau bulu lalat. Salah satu mutan pertama yang diidentifikasi pada masa awal genetika lalat dan hingga hari ini kemungkinan mutasi yang paling banyak digunakan, adalah Curly, yang menyebabkan lengkungan ke atas pada sayap dewasa. Meskipun penting sebagai penanda, penyebab genetik Curly tetap tidak diketahui. Diduga mutasi Curly terjadi pada gen duox, yang mengkode enzim penghasil ROS. ROS yang pernah dianggap sebagai produk sampingan metabolisme yang berbahaya, juga dapat memiliki tujuan yang bermanfaat (Hurd et al, 2015). 2.2.4



White Drosophila melanogaster tipe white merupakan mutan yang



memiliki mata berwarna putih. Hasil mutasi tersebut disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah karakteristik spermatozoa, viabilitas, gen transformer (tra), pautan dan resesif letal, suhu, segregation distorsion, dan umur jantan. Tipe white pada Drosophila melanogaster tersebut dapat diketahui merupakan hasil mutasi dari lalat Drosophila melanogaster strain N atau wild type. Hal ini dapat terjadi karena beberapa faktor yang mendukung terjadinya proses



mutasi tersebut. Mutasi yang terjadi pada mutan Drosophila melanogaster tipe white disebabkan oleh adanya gen tra yang terekspresi. Gen tersebut berperan dalam proses biosintesis glutamat, siklus asimilasi amonia, proses biosintesis asam amino alpha, proses biosintesis



senyawa



organonitrogen,



dan



proses



biosintesis



organisme tunggal (Karmana, 2010). II.2Chi Square Metode Contact Plate merupakan teknik yang sederhana dalam mengkultur mikroorganisme di alam. Metode ini dapat digunakan karena lebih mudah, murah Chi-Square disebut juga dengan Kai Kuadrat. Chi Square adalah salah satu jenis uji komparatif non parametris yang dilakukan pada dua variabel, di mana skala data kedua variabel adalah nominal. (Apabila dari 2 variabel, ada 1 variabel dengan skala nominal maka dilakukan uji chi square dengan merujuk bahwa harus digunakan uji pada derajat yang terendah). Uji chi-square merupakan uji non parametris yang paling banyak digunakan. Namun perlu diketahui syarat-syarat uji chi-square yakni frekuensi responden atau sampel yang digunakan besar, sebab ada beberapa syarat di mana chi square dapat digunakan. uji Chi-square (X2) dibuat dengan memastikan probablitas bahwa penyimpangan nisbah yang diamati dari nisbah yang diharapkan disebabkan oleh kebetulan dan tidak ada faktor lain seperti kondisi percobaan, pencuplikan yang terbias atau bahkan hipotesis yang salah. Prosedur statistic biasanya meletakan kriteria sembarang saja untuk menentukan berapa tingkat penyimpangan itu sama atau kurang dari 5 dan 100. Statistik tidak pernah akan menghasilkan bukti mutlak untuk suatu hipotesis, tetapi hanya memberikan limit ketidakpastian. Uji X2 melibatkan penentuan dan nisbah yang diramalkan dan memastikan berapa dekat data itu cocok dengan nisbah. Uji X2 dibuat dengan memastikan probabilitas bahwa penyimpangan nisbah yang diamati dari nisbah yang diramalkan disebabkan oleh kebetulan dan tidak ada faktor lain seperti kondisi percobaan, pencuplikan yang terbias atau bahkan hipotesis yang salah (Fatmawati, 2016).



III.



Metode III.1



Alat



1. Alat tulis 2. Buku panduan praktikum 3. Buku laporan sementara 4. Kamera hp 5. Lup 6. Botol selai 7. Kapas 8. Kuas 9. Botol pembius III.2



Bahan



1.



Lalat buah Drosophila melanogaster tipe liar



2.



Lalat buah Drosophila melanogaster mata putih



3.



Lalat buah Drosophila melanogaster mutan kromosom somatis



4.



Kloroform



III.3



Cara Kerja



III.3.1 Membuat Media Pertumbuhan Lalat Buah 1. Sebanyak 300 g pisang dihaluskan, 3.5 g agar-agar, 75 g gula merah, dan 200 ml air direbus hingga mendidih 2. Ditambahkan 10 g ragi roti dan 6 ml larutan asam benzoat (2.5 g asam benzoat dalam 60 ml alkohol/etanol) 3. Media dimasukkan dalam botol selai dan didiamkan berhari-hari sampai lalt buah hinggap didalamnya III.3.2 Membedakan Jenis Kelamin 1. Ujung abdomen lalat betina memanjang dan meruncing, sedangkan pada lalat jantan membulat.



2. Lalat jantan memiliki sisir kelamin (sex comb), yaitu rambutrambut kaku berwarna hitam di permukaan distal tarsus terakhir kaki depan. Lalat betina tidak memiliki sisir kelamin. III.3.3 Pembiusan 1. Kapas dibasahi pada botol pembius dengan eter secukupnya. 2. Botol kultur berisi lalat yang akan dibius diambil. Ketok-ketoklah mulut botol agar lalat menjauhi mulut botol. 3. Botol kultur dibuka bersamaan dengan menangkupkan botol pembius pada mulut botol kultur. Usahakan tidak ada lalat yang terbang keluar botol. Eterisasi selama 1 menit akan membuat lalat terbius dan berhenti bergerak. 4. Botol pembius dilepaskan dan keluarkan lalat dari botol kultur ke atas kertas putih. Dengan menggunakan kuas, pisahkan lalat-lalat yang mati, ditandai dengan membukanya sayap dan kaki ke arah samping. Pisahkan pula lalat jantan dan lalat betina, gunakan sesuai dengan kebutuhan III.3.4 Perkawinan 1. Ambil masing-masing 5 induk jantan dan 5 induk betina perawan yang masih dalam keadaan terbius. Masukkan ke dalam botol kultur baru dengan cara meletakkannya pada selembar kertas steril, sehingga tidak langsung menyentuh makanannya. 2. Berilah label persilangan pada botol kultur tersebut, Tuliskan nama/kelompok Anda, macam perkawinan (fenotip induk) dan jumlah masing-masing induk, dan tanggal perkawinan. Letakkan botol kultur pada suhu yang sesuai (25oC). 3. Lakukan pengamatan 1 – 2 hari sesudah perkawinan. Apabila ada induk yang mati, segera ganti dengan induk baru. 4. Amati setelah 1 minggu. Apabila telah terbentuk larva, keluarkan seluruh induk dan pindahkan ke botol lain. Apabila belum terbentuk larva, tunggu kira-kira 3 hari kemudian.



IV.



Hasil Pengamatan Studi kasus : - Jantan sayap lurus (normal) dominan homozigot >< betina sayap keriting (curly) resesif homozigot  bagaimana fenotip dan genotip F1? - Jika pada F2 diperoleh 17 lalat sayap normal dan 6 sayap curly, apakah sesuai dengan Hukum Mendel? (Analisis X2). 4.1



Persilangan Monohibrid Drosophila melanogaster - Persilangan  XAYA >< XaXa F1 Xa Xa



XA XAXa XAXa



YA XaYA XaYA



Genotio F1 : X A X a : X a Y A  1 : 1 Fenotip F1 : XAXa = betina sayap lurus (normal) XaYA = jantan sayap keriting (curly) -



F2 XA Xa



Persilangan  XaYA >< XAXa



Xa XAXa XaXa



YA XAYA XaYA



Genotio F2 : X A X a : X a X a : X A Y A : X a Y A  1 : 1 : 1 : 1 Fenotip F2 : XAXa = betina sayap lurus (normal) XaXa = betina sayap keriting (curly) XAYA = jantan sayap lurus (normal) XaYA = jantan sayap keriting (curly)



4.2



Uji X2 pada Persilangan Drosophila melanogaster H0 : data yang diperoleh sesuai hukum Mendel H1 : data yang diperoleh tidak sesuai hukum Mendel



Fenotip Lurus Keriting Jumlah



Hasil percobaan (O) 17 6 25



Hasil yang diharapkan (e) 3 /4 x 23 = 17,25 3 /4 x 23 = 5,75



d (O - e)



d2 / e



- 0,25 0,25



0,0036 0,0108 2 X = 0,0144



Derajat kebebasan (db) : 2 – 1 = 1 Nilai X2 hitung < Nilai X2 tabel  0,0144 < 3,84 (batas signifikan) Jadi H0 dapat diterima karena nilai X2 hitung < Nilai X2 tabel. Nilai kemungkinan pada table X2 terletak di antara 0,004 (p = 0,95) dan 0,016 (p = 0,90). Sehingga data yang diperoleh merupakan data yang bagus dan memenuhi Hukum Mendel.



V.



Pembahasan Praktikum Genetika acara II yang berjudul ‘Perkawinan Monohibrid pada Drosophila melanogaster” yang dilaksanakan pada hari Senin tanggal 30 Maret 2020 secara daring. Tujuan dari praktikum ini adalah Melakukan perkawinan monohibrid pada Drosophila melanogaster dan mengamati pewarisan sifat hasil perkawinan monohibrid Drosophila melanogaster Alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu alat tulis, buku panduan praktikum, buku laporan sementara, kamera hp, lup, botol selai, kapas, kuas, botol pembius. Bahan yang digunakan dalam acara ini adalah lalat buah Drosophila melanogaster tipe liar, mata putih, kromosom somatis, kloroform. Cara kerja dimulai dengan menyiapkan alat dan bahan, membuat media pertumbuhan lalat buah, membedakan jenis kelamin, melakukan pembiusan lalu perkawinan. Studi kasus persilangan lalat buah antara parental 1 (P1) jantan sayap lurus (normal) dominan homozigot dan betina sayap keriting (curly) resesif homozigot menghasilkan keturunan pertama (F1) berupa jantan sayap keriting (XaYA) dan betina sayap lurus (XAXa) dengan perbandingan 1 : 1. Persilangan kedua dilakukan oleh parental 2 (P2) antara jantan sayap keriting (XaYA) dan betina sayap lurus (XAXa) menghasilkan keturunan kedua (F2) dengan empat macam sifat yaitu jantan sayap lurus (XAYA), jantan sayap keriting (XaYA), betina sayap lurus (XAXa) dan betina sayap keriting (XaXa). Berdasarkan hasil F2 didapatkan perbadingan sayap lurus dan sayap keriting adalah 1 : 1. Lain halnya dengan perkawinan resiproknya akan menghasilkan F1 normal baik jantan maupun betina, dengan betina heterozigot. Persilangan antar F1 menghasilkan jantan normal, betina normal dan jantan keriting dengan perbandingan 1 : 2 : 1. Adanya perbedaan hasil pada persilangan ♂N x ♀w dan resiproknya, menunjukkan bahwa terjadi pautan kromosom kelamin, dengan sifat sayap keriting terpaut pada kromosom X. Hal ini sesuai dengan pendapat Natsir (2013) bahwa berdasarkan pengamatan fenotip pada hasil persilangan strain jantan normal (♂N) dengan strain betina white (♀w), pada F1 dihasilkan keturunan betina normal (♀N) dan jantan white (♂w), munculnya fenotip



jantan white (♂w) diperoleh dari sifat induk betinanya (♀w). Ini dikarenakan sifat mata putih ini dikendalikan oleh faktor yang terletak pada kromosom kelamin X (terpaut pada kromosom nomor I) yang penurunannya mengalami pewarisan menyilang (Crisscross inheritance), yaitu sifat keturunan yang jantan semua sifatnya berasal dari induk betina, sedangkan sifat induk jantan X nya akan diberikan pada semua keturunan betina. Adanya fenomena pautan kelamin juga dibuktikan dengan hasil persilangan resiproknya ♀N x ♂w yang diperoleh fenotip F1 semuanya normal, baik pada jantan maupun betina. Sifat keturunan yang jantan memperoleh sifat mata merah dari induk betina (♀N), sedangkan induk jantan white (♂w), memberikan sifat mata pada keturunan yang betina. Hal ini telah sesuai dengan hasil rekonstruksi persilangan pautan kromosom kelamin. Pada pautan kelamin dari hasil persilangan resiproknya ternyata menunjukkkan hasil yang berbeda, inilah sebagai penanda adanya pautan kelamin. Dari hasil persilangan ♀N x ♂w, F1 semuanya normal, penanda bahwa sifat normal sebagi sifat dominan terhadap white. Berdasarkan hasil analisis Chisquare (X2) terhadap persilangan F2 dari persilangan F1



adalah hipotesis (H0) diterima, karena dari perhitungan



diperoleh X² hitung (0,0144) < X² tabel 0,05 (3,841), dengan db = 1, karena menggunakan 2 strain dalam persilangan ini sehingga menjadi 2 - 1 = 1. Hal ini sesuai dengan pendapat Firdauzi (2014) bahwa berdasarkan hasil analisis Chisquare (χ2) pada persilangan F2 dari persilangan F1, X² hitung (3,78) < X² tabel 5% (3,841) berarti nilai ini dapat diterima (H0 diterima). Telah diamati oleh George Mendel bahwa makin banyak jumlah generasi yang dihitung, makin mendekati ratio kenyataan terhadap rasio teoritis dengan catatan bahwa suasana lingkungan dan genotip tidak berbeda. Sebetulnya dalam kenyataan sehari-hari, rasio fenotip yang didapat tidaklah persis demikian. Makin dekat nilai rasio kenyataan, yang disebut o ( observation) terhadap rasio teoritis yang disebut e (expected), makin sempurna data yang dipakai, berarti makin bagus pernyataan fenotipnya. Jika perbandingan o/e mendekati angka satu berarti data yang didapat makin bagus, dan pernyataan fenotip tentang karakter yang diselidiki mendekati sempurna. Akan tetapi, jika o/e menjauhi 1, data itu buruk



dan pernyataan fenotip tentang karakter yang diselidiki berarti dipengaruhi oleh suatu faktor lain. Faktor lain yang dimaksud adalah faktor lingkungan (suhu dan makanan) atau jumlah objek yang diamati terlalu sedikit.



VI.



Kesimpulan Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 6.1. knkgjn 6.2.



DAFTAR PUSTAKA Fatmawati, Dewi. 2016. Pengaruh lama kopulasi terhadap jumlah keturunan F1 pada persilangan drosophilla melanogaster Strain wild type(N) dan Strain white(W). Thesis, IAIN Palangka Raya. Firdauzi, Nirmala Fitria. 2014. Rasio Perbandingan F1 dan F2 pada Persilangan Strain N x b, dan Strain N x tx Serta Resiproknya. Jurnal Biology Science & Education Vol 3 No 2. Page 197 – 204 ISSN 2252-858X Ganawati, Fitria Fauzi. 2014. Rasio Perbandingan F1 Dan F2 Pada Persilangan Starin N x B, Dan Strain N x tx Serta Resiproknya. Jurnal Biologi Science and Education 3 (2) : 197-204 Hurd, Thomas. R., Feng-Xia Liang., and Ruth Lehmann. 2015. Curly Encodes Dual Oxidase, Which Acts with Heme Peroxidase Curly Su to Shape the Adult Drosophila Wing.



PLoS Genet, 11 (11)



Karmana, I Wayan. 2010. Pengaruh Macam Strain dan Umur Betina Terhadap Jumlah



Turunan Lalat Buah (Drosophila melanogaster). Genec



Swara. 4(2) Natsir, Nur Alim. 2013. Fenomena Pautan Kelamin pada Persilangan Drosophila melanogaster STRAIN N♂ x w♀ dan N♂ x b♀ Beserta Resiproknya. Jurnal Biology Science & Education Vol 2 No 2. Page 159 – 169 ISSN 2252-858X Oktary, Ade P., Ridhwan, M., dan Armi. 2015. Ekstrak Daun Kirinyuh (Eupatorium odoratum) dan Lalat Buah (Drosophila melanogaster). Serambi Akademika 3 (2) : 335-342