ACS, Kep. Kritis 3B [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH KEPERAWATAN KRITIS ACUTE CORONARY SYNDROM (ACS)



Oleh : Kelompok 7 Kelas : 3 B Nama Anggota Kelompok : Wanchy Dely Jane Galla Winda Febriyanti Rampa Yanti Yanti Avrilia Fatubun Yolanda Christiana Odilaricha Yolanda Puteri Sande Salukanan Juliet Selly



PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STELLA MARIS MAKASSAR TAHUN AJARAN 2019/202



KATA PENGANTAR



Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah dengan lancar. Penyusunan makalah ini dalam rangka memenuhi tugas Mata Kuliah Keperawatan Kritis oleh Ibu Jenita Saranga. Dalam proses penyusunannya tak lepas dari bantuan, arahan dan masukan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ucapkan banyak terima kasih atas segala partisipasinya dalam menyelesaikan makalah ini. Meski demikian, penulis menyadari masih banyak sekali kekurangan dan kekeliruan di dalam penulisan makalah ini, baik dari segi tanda baca, tata bahasa maupun isi. Sehingga penulis secara terbuka menerima segala kritik dan saran positif dari pembaca. Demikian apa yang dapat penulis sampaikan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk masyarakat umumnya dan khususnya untuk penulis sendiri.



Makassar, 8 April 2020



Penulis



ii



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR................................................................................................ii DAFTAR ISI.............................................................................................................iii BAB I PENDAHULUAN KONSEP DASAR MEDIS A. Latar Belakang.......................................................................................................1 B. Rumusan Masalah..................................................................................................2 C. Tujuan....................................................................................................................2 BAB II PEMBAHASAN A. Defenisi..................................................................................................................3 B. Anatomi Fisiologi..................................................................................................3 C. Etiologi ..................................................................................................................6 D. Klasifikasi..............................................................................................................8 E. Patofisiologi ....................................................................................................... 12 F. Manifestasi Klinik................................................................................................14 G. Pemeriksaan Diagnostik......................................................................................15 H. Penatalaksanaan Medis.......................................................................................16 I. Manajemen Kritis..................................................................................................17 J. Komplikasi............................................................................................................18 KONSEP DASAR KEPERAWATAN A. Pengkajian...........................................................................................................24 B. Diagnosa Keperawatan........................................................................................25 C. Intervensi Keperawatan.......................................................................................25 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan .........................................................................................................28 B. Saran....................................................................................................................28 DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................29 iii



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Acute coronary syndrome (ACS) saat ini merupakan salah satu masalah kesehatan umum di dunia. Sejak tahun 1990 prevelensi ACS terus meningkat, pada tahun 2004 American Heart Association (AHA) memperkirakan prevalensi ACS di Amerika Serikat mencapai 13.200.000 jiwa. Menurut data World Health Organization (WHO) pada tahun 2013, ACS menjadi penyebab kematian terbanyak dengan mencapai jumlah 7 juta jiwa kematian setiap tahunnya di seluruh dunia, hal ini terutama terjadi di negara berkembang (WHO, 2013). Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007 di Indonesia, prevalensi ACS mencapai



9,3% dan menempati peringkat ke-3 sebagai penyebab



kematian terbanyak setelah stroke dan hipertensi (Depkes RI, 2008). Acute coronary syndrome (ACS) merupakan kumpulan gejala yang manifestasi klinisnya dominan disebabkan oleh proses aterosklerosis. Hal ini biasanya dipresipitasi oleh thrombosis akut yang diinduksi oleh ruptur atau erosi plak aterosklerosis pembuluh darah koroner, dengan atau tanpa disertai vasokontriksi, sehingga menyebabkan penurunan mendadak alira pembuluh darah jantung (Hamm et al., 2011). Istilah Acute coronary syndrome (ACS) pada saat ini digunakan untuk menggambarkan kejadian kegawatan pada pembuluh darah koroner. ACS merupakan suatu sindrom pada pembuluh darah koroner yang dapat menyebabkan beberapa penyakit seperti : angina tak stabil, infark miokard non elevasi ST, infark miokard elevasi ST, maupun angina pektoris pasca infark vaskuler yang harus diperhatikan khususnya pada pasien yang memiliki penyakit yang jantung koroner. Asuhan keperawatan yang diberikan pada pasien dengan diagnosa medik ACS memerlukan perhatian yang lebih intensif untuk mencegah terjadinya kematian mendadak pada pasien.



1



B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana konsep dasar medis pada Acute coronary syndrome (ACS) ? 2. Bagaimana konsep dasar keperawatan pada Acute coronary syndrome (ACS) ? 3. Bagaimana manajemen keperawatan krits pada Acute coronary syndrome (ACS)? 4. Bagaimana peran dan fungsi perawat pada Acute coronary syndrome (ACS) ? C. Tujuan 1. Mampu memahami konsep dasar medis pada Acute coronary syndrome (ACS) 2. Mengetahui konsep dasar keperawatan pada Acute coronary syndrome (ACS) 3. Mampu memahami manajemen keperawatan krits pada Acute coronary syndrome (ACS) 4. Mengetahui peran dan fungsi perawat pada Acute coronary syndrome (ACS)



2



BAB II PEMBAHASAN KONSEP DASAR MEDIS A. Defenisi Acute coronary syndrome (ACS) merupakan keadaan terjadinya perubahan patologis dalam dinding arteri koroner, sehingga menyebabkan iskemik miokardium dan menimbulkan Unstable Angina Pectoris (UAP) serta Infark Miokard Akut (IMA) seperti Non ST Elevation Myocardial Infarct (NSTEMI) dan ST Elevation Myocardial Infarct (STEMI) (Jospeh et al., 2016). Acute coronary syndrome (ACS) merupakan spektrum manifestasi akut dan berat



yang



merupakan



keadaan



kegawatdaruratan



dari



koroner



akibat



ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen miokardium dan aliran darah (Kumar, 2007). Acute coronary syndrome (ACS) terdiri atas infark miokardium dengan atau tanpa elevasi segmen ST merupakan gannguan yang mengancam dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi meskipun penatalaksanaan terapi telah berkembang (Kolasky, 2009). B. Anatomi Fisiologi Jantung berbentuk seperti buah pir atau kerucut terletak seperti piramida terbaik dengan apeks (puncak) berada di bawah dan basis (alas) berada di atas. Beratnya 250-350 gram pada orang dewasa. Jantung terletak pada rongga dada (cavum thorax) tepatnya pada rongga mediastinum diantara paru-paru kiri dan kanan. 1. Lapisan Jantung Lapisan jantung terdiri dari perikardium, epikardium, miokardium dan endokardium. Lapisan perikardium adalah lapisan paling atas dari jantung terdiri dari fibrosa dan serosa dan berfingsi sebagai pembungkus jantung. Lapisan perikardium terdiri dari perikardium parietal (pembungkus luar jantung) dan perikardium visceral (lapisan yang langsung menempel pada jantung). Antara perikardium parietal dan visceral terdapat ruangan perikardium yang berisi cairan serosa berjumlah 15-50 ml dan berfungsi sebagai pelumas. Lapisan epikardium merupakan lapisan paling atas dari dinding jantung. Selanjutnya adalah lapisan miokardium yang merupakan lapisan fungsional jantung yang menungkinkan jantung bekerja sebagai pompa. Miokardium mempunyai sifat 3



istimewa yaitu bekerja secara otonom (miogenik), durasi kontraksi lebih lama dari otot rangka dan mampu berkontraksi secara ritmik. Ketebalan lapisan miokardium pada setiap ruangan jantung berbeda-beda. Ventrikel kiri mempunyai lapisan miokardium yang paling tebal karena mempunyai beban lebih berat untuk memompa darah ke sirkulasi sistemik yang mempunyai tahanan aliran darah lebih besar. Miokardium tediri dari dua berkas oto yaitu sinsitium atrium dan sinsitium ventrikel. Setiap serabut otot dipisahkan diskus interkalaris yang berfngsi mempercepat hantaran impuls pada setiap sel otot jantung. Antara sinsitium atrium dan sinsitium ventrikel terdapat lubang yang dinamakan anoulus fibrosus yang merupakan tempat masuknya serabut internodal dari atrium ke ventrikel. Lapisan endokardium merupakan lapisan yang membentuk bagian dalam jantung dan merupakan lapisan endotel yang sangat licin untuk membantu aliran darah.



2. Katup-katup Jantung Katup jantung ada dua macam yaitu katup AV (atrioventrikular) dan aktup SL (semilunar. Katup AV terletak antara atrium dan ventrikel, sedangkan katup SL terletak antara ventrikel dengan pembuluh darah besar pada jantung. Katup AV antara atrium dekstra dan ventrikel dekstra adalah katup trikuspidalis dan antara atrium sinistra dan ventrikel sinistra adalah katup bikuspidalis (mitral). Katup AV hanya membuka satu arah ( ke arah ventrikel) karena berfungsi mencegah aliran balik dari ventrikel ke atrium pada saat sistol. Secara anatomi katup AV hanya membuka ke satu arah karena terikat oleh korda tendinae yang menempel pada muskulus papilaris pada dinding ventrikel. Katup SL terdiri dari katup pulmonal yang terdapat antara ventrikel kanan dengan arteri pulmonalis dan katup aortik yang terletak antara ventrikel kiri dan aorta. 4



3. Pembuluh Darah Besar Pada Jantung Ada beberapa pembuluh darah besar yang berdekatan letaknya dengan jantung yaitu : 1. Vena Cava Superior Vena cava superior adalah vena besar yang membawa darah kotor dari tubuh bagian atas menuju atrium kanan. 2. Vena cava Inferior Vena cava inferoir adalah vena besar yang membawa darah kotor dari bagian bawah diafragma ke atrium kanan. 3. Sinus Conaria Sinus coronry adalah vena besar di jantung yang membawa darah kotor dari jantung sendiri. 4. Trunkus Pulmonalis Pulmonary trunk adalah pembuluh darah besar yang membawa darah kotor dari ventrikel kanan ke arteripulmonalis. Arteri pulmonalis dibagi menjadi 2 yaitu kanan dan kiri yang membawa darah kotor dari pulmonary trunk ke kedua paruparu ke atrium kiri. 5. Vena pulmonalis Vena pulmonalis, dibagi menjadi 2 yaitu kanan dan kiri yang membwa darah bersih dan kedua paru-paruke atrium kiri. 6. Aorta Asendens Ascending aorta, yaitu pembuluh darah besar yang membawa darah bersih dari ventrikel kiri ke arkus aorta (lengkung aorta) ke cabangnya yang bertanggung jawab dengan organ tubuh bagian atas. 7. Aorta Desendens Descending aorta, yaitu bagian aorta yang membawa darah bersih dan bertanggung jawab dengan organ tubuh bagian bawah. 4. Sirkulasi Darah Sirkulasi darah terbagi menjadi dua yaitu sirkulasi sistemik dan sirkulasi pulmonal. Sirkulasi pulmonal adalah peredaran darah antara jantung dengan paruparu. Sirkulasi pulmonal diawali dengan keluarnya darah dari ventrikel kanan ke paru-paru melalui arteri pulmonalis dan kembali ke atrium kiri melalui vena-vena pulmonalis.



5



Sirkulasi sistemik merupakan peredaran darah dari jantung ke seluruh tubuh (kecuali paru-paru). Sirkulasi sistemik dimulai dari keluarnya darah dari ventrikel kiri ke aort kemudian ke sleuruhtubuh melalui berbagai percabangan arteri. Selanjutnya kembali ke jantung melalui vena cava superior dan darah dari tubuh bagian bawah kembali ke jantung melalui vena cava inferior. C. Etiologi Menurut Brunner & Suddarth, 2002 penyebab dari sindrom koroner akut yaitu : a. Arterosklerosis Arterosklerosis adalah kelainan pada dinding pembuluh darah yang berkembang menjadi plak yang dapat mengganggu aliran pembuluh darah apabila cukup besar (Rilantono, 2015). Arterosklerosis merupakan pengerasan pembuluh arteri akibat penurunan elastisitas pembuuh arteri yang disebabkan oleh adanya timbunan lemak pada lapisan dinding bagian dalam pembuluh darah. b. Aorta insufisiensi Kondisi dimana katup aorta tidak menutup secara efisiens sehingga memungkinkan darah bocor kembali ke ruang jantung ventrikel kiri. Dengan demikian, darah yang dipompa oleh jantung melalui katup aorta kedalam aorta bocor kembali ke dalam jantung (ventrikel kiri) karena katup aorta tidak menutup dengan benar. c. Spasme arteri koroner Merupakan proses pengetahuan (kontaksi) singkat dan sementara dari otot-otot



dinding



arteri



sehingga



pembuluh



darah



mengalami



penyempitan. Menurut Santoso dan Setiawan 2005, faktor risiko dari ACS terbagi menjadi dua yaitu : 1. Faktor risiko yang tidak dapat diubah : a. Usia Usia merupakan prediktor yang kuat pada faktor risiko sindrom koroner akut. Terjadinya arterosklerosis dipercepat dengan bertambahnya usia. Dengan penuaan peningkatan plak, necrotic core, dan peningkatan kadar



6



kalsium yang secara signifikasn menunjukkan efek yang berhubungan dengan pengembangan arterosklerosis b. Jenis kelamin Berdasarkan penelitian Ruiz dkk, 2012, disebutkan bahwa perbedaab jenis kelamin perempuan dan laki-laki sangat signifikan. Komposis pada plak koroner terjadi pada wanita denga usia 130 mg/dl, HDL (Hight Density Lipoprotein) < 50mg/dl, serta kadar kolesterol total > 200mg/dl, berisiko terjadi pebentukan arterosklerosis. d. Diabetes melitus Hiperglikemis menyebabkan peningkatan agregasi trombosit, yang dapat menyebabkan pembentukan trombus. e. Aktivitas fisik Berhubungan dengan pola hidup seseorang f. Obesitas Obesitas



berhubungan



dengan



adanya



penimbunan



lemak



dan



peningkatan kadar gula dalam darah. D. Klasifikasi Wasid (2007) mengatakan berat/ringannya Sindrom Koroner Akut adalah : 1. Kelas I : Serangan baru yaitu kurang dari 2 bulan progresif, berat, dengan nyeri pada waktu istrirahat, atau aktivitas sangat ringan, terjadi > 2 kali per hari. 2. Kelas II : Sub akut, yakni sakit dada antara 48 jam sampai dengan 1 bulan pada waktu istirahat. 3. Kelas III : Akut, yakni kurang dari 48 jam Secara Klinis : 1. Kelas A : Sekunder, dicetuskan oleh hal-hal di luar koroner, seperti anemia, infeksi, demam, hipotensi, takiaritmi, dan hipoksia karena gagal napas. 2. Kelas B : Primer



8



3. Kelas C : Setelah infark (dalam 2 minggu IMA). Belum pernah diobati. Dengan anti angina (penghambat beta adrenergik, nitrat, dan antagonis kalsium). Antiangina dan nitrogliserin intravena. Menurut Anderson JL et al 2007 klasifikasi ACS meliputi : Klasifikasi STEMI



Penyebab



Penemuan



Penatalaksanaan



Gejala Diagnostik Medik a. Nyeri dengan a.Elevasi segmen a.Oksigen untuk



Kurangnya suplai



Tanda dan



darah



atau



tanpa ST



pada



mempertahankan



ke elektrokardiografi



SaO2 level>90 %



miokard karena



radiasi



adanya



lengan, leher, b.



penyempitan



punggung



jantung



arteri



atau



meningkat



koroner



karena



epigastrium



arterosklerosis



b.



Sesak napas,



Biomarker b.Nitrogliserin atau yang



morfin



untuk



mengontrol rasa sakit c.β-blocker,



atau oklusi arteri



diaforesis,



agiotensin-



oleh



mual,



converting



takikardia,



enzyme



tachypnea,



inhibitors, statin



hipotensi atau



(mulai



hipertensi,



masuk dan terus



penurunan



jangka panjang),



oksigen arteri



clopidogrel



saturasi



(Plavix), heparin



(SaO2)< 90 %



tak terpecah atau



dan



rendah-molecular



embolus



atau trombus



kelainan



irama napas c.



d.



Terjadi



saat



istirahat



atau



pada



weight heparin d.Intervensi koroner perkutan



dengan



dalam waktu 90



tenaga,



menit



kegiatan



evaluasi medis



terbatas



e. terapi fibrinolitik



Nyeri 9



lebih



dari



lama



dan



terasa



lebih



berat



dari



angina



tidak



stabil (kerusakan jaringan irreversibel [infark] terjadi jika



perfusi



tidak NSTEMI



dikembalikan) a. Nyeri dengan a.Depresi segmen a. Oksigen untuk



Kurangnya suplai



darah



atau



tanpa



atau



radiasi



adanya



lengan, leher,



inversi



penyempitan



punggung,



elektrokardiogra b.



arteri



atau



fi



karena



epigastrium



arterosklerosis atau



b.



diaforesis,



arteri



atau trombus



pada



tingkat



SaO2>90% Nitrogliserin



Biomarker



morfin



untuk



yang



mengontrol rasa sakit c.



b-blocker,



takikardia,



angotensin



takipnea,



converting



hipotensi,



enzyme



hipertensi,



inhibitor, statin



penurunan



(mulai



saturasi arteri



masuk dan terus



oksigen



jangka



(SaO2)



c.



n



meningkat



mual,



embolus



T



atau



b. Sesak napas, jantung



oklusi



sebagian oleh



daerah



gelombang



mempertahanka



miokard karena



koroner



ke



ST



dan



pada



panjang),



kelainan irama



clopidogrel



napas



(plavix),



Terjadi



saat



heparin



tak



istirahat



atau



terpecah



atau



10



dengan tenaga,



low moleculer-,



kegiatan



heparin



terbatas



dan glikoprotein



d. Nyeri dalam durasi



berat



IIb/IIIa inhibitor



lebih



d.



Katerisasi



lama dan lebih



jantung



parah



kemungkinan



pada



dari angina



dan



perkutan



tidak stabil



intervensi koroner pasien



untuk dengan



berkelanjutan sakit



dada,



ketidakstabilan hemodinamik, atau peningkatan risiko memburuknya kondisi klinis UAP



Erosi atau fisur a. Nyeri dengan a.Depresi segmen a. Oksigen untuk pada



plak



atau



tanpa



mempertahanka



radiasi



yang relatif kecil



lengan, leher,



inversi



dan



punggung atau



elektrokardiogra b.



menimbulkan



daerah



fi



oklusi



trombus



epigastrium



yang



transien. b. Sesak napas,



biasanya



diaforesis, labil



mual,



gelombang



atau



aterosklerosis



Tombus



ke



ST



T



n



pada



SaO2>90% Nitrogliserin atau



b.Biomarker jantung



tingkat



morfin



untuk yang



mengontrol rasa



meningkat



sakit c.



b-blocker,



dan



takikardia,



angotensin



menyebabkan



hipotensi atau



converting



oklusi sementara



hipertensi,



enzyme



11



yang



penurunan



inhibitor, statin



berlangsung



saturasi



(mulai



antara



oksigen arteri



masuk dan terus



(SaO2)



jangka



10-20



menit



c.



dan



kelainan irama



panjang),



napas



clopidogrel



pada



Terjadi



saat



(plavix),



istirahat



atau



heparin



tak



dengan tenaga,



terpecah



atau



kegiatan



low moleculer-,



terbatas



heparin



berat



dan glikoprotein IIb/IIIa inhibitor



D. Patofisiologi Sebagian besar Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah manifestasi akut dari plak ateroma pembuluh darah koroner yang koyak atau pecah. Hal ini berkaitan dengan perubahan komposisi plak dan penipisan tudung fibrus yang menutupi plak tersebut. Kejadian ini akan diikuti oleh proses agregasi trombosit dan aktivasi jalur koagulasi. Terbentuklah trombus yang kaya trombosit (white thrombus). Trombus ini akan menyumbat liang pembuluh darah koroner, baik secara total maupun parsial, atau menjadi mikroemboli yang menyumbat pembuluh koroner yang lebih distal. Selain itu, terjadi pelepasan zat vasoaktif yang menyebabkan vasokontriksi sehingga memperberat gangguan aliran darah koroner. Berkurangnya aliran darah koroner menyebabkan iskemia miokardium. Pasokan oksigen yang berhenti selama sekurang-kurangya 20 menit menyebabkan miokardium mengalami nekrosis (infark miokard) ( PERKI, 2015). Infark miokard tidak selalu disebabkan oleh oklusi total pembuluh darah koroner. Obstruksi subtotal yang disertai vasokontriksi yang dinamis dapat menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan otot jantung (miokard). Akibat dari iskemia selain nekrosis adalah gangguan kotraktilitas miokardium karena proses hibernating dan stunning (setelah iskemia hilang). Disritmia dan remodelling ventrikel (perubahan bentuk, ukuran dan fungsi ventrikel). Sebagian 12



pasien SKA tidak mengalami koyak plek seperti diterangkan diatas, mereka mengalami SKA karena obstruksi dinamis akibat spasme lokal arteri koronaria epikardial penyempitan arteri koronaria, tanpa spasme maupun trombus, dapat diakibatkan oleh progresi plak atau restenosis setelah Intervensi Koroner Prekrutan (IKP). Beberapa faktor ekstrinsik seperti demam, anemia, tirotoksikosis, hipotensi, takikardia, dapat menjadi pencetus terjadinya SKA pada pasien yang telah mempunyai plak arterosklerosis (PERKI, 2015). Patofisiologi yang mendasari ACS adalah iskemia miokard yang disebabkan karena ketersediaan oksigen yang tidak mencukupi (inadekuat) dengan kebutuhan oksigen miokard. Kebutuhan oksigen pada miokard ditentukan oleh denyut jantung, afterload, kontraktilitas dan ketegangan otot jantung. Aliran oksigen yang tidak adekuat tersebut diakibatkan adanya penyumbatan pembuluh darah arteri karena aterosklerosis. Biasanya penurunan aliran darah koroner tidak enyeybabkan gejala iskemik pada saat istirahat sampai penyumbatan di pembuluh darah melebihi 95%. Namun gejala iskemik dapat muncul karena peningkatan aktivitas fisik yang mampu meningkatkan jumlah kebutuhan oksigen pada miokard dengan sedkitnya 60% penyumbatan di pembuluh arteri. Pembentukan plak aterosklerosis a. Inisiasi proses aterosklerosis peran endotel Aterosklerosis merupakan proses pembentukan plak di tunika intima arteri besar dan arteri sedang. Proses ini berlangsung terus selama hidup sampai akhirnya bermanifestasi sebagai SKA. Proses aterosklerosis ini terjadi melalui 4 tahap, yaitu krusakan endotel, migrasi kolesterol LDL low-density lipoprotein ke dalam tunika intima, respons inflamatorik, dan pembentukan kapsul fibrosis. Beberapa faktor risiko koroner turut berperan dalam proses aterosklerosis, antara lain hipertensi, hiperkolesterolemia, diabetes dan merokok. Faktor risiko ini dapat menyebabkan kerusakan endotel memegang peranan penting dalam terjadinya proses aterosklerosis. Jejas endotel mengaktifkan proses inflamasi, migrasi dan proliferasi sel, kerusakan jarigan lalu terjadi perbaikan, dan akhirnya menyebabkan pembuluh plak. b. Perkembangan proses aterosklerosis : peran proses inflamasi Jika endotel rusak, sel-sel inflamatorik, terutama monosit, bermigrasi menuju ke lapisan subendotel dengan cara berikatan dengan molekul adhesif endotel. Jika



13



sudah berada pada lapisan subendotel, sel-sel ini mengalami differensiasi menjadi makrofag. Makrofag akan mencerna LDL teroksidasi dan juga berpenetrasi ke dinding arteri, berubah menjadi sel foam dan selanjutnya membentuk fatty streaks. Makrofag yang teraktivasi ini melepaskan zat-zat kemoatraktan dan sitokin (misalnya monocyte chemoattractant protein-I, tumor necrosis factor α, IL-1, IL6, CD04, dan c-reactive protein ) yang makin mengaktifkan proses ini dengan merekrut lebih banyak makrofag, sel T, dan sel otot polos pembuluh darah (yang mensintesis komponen matriksekstraseluler) pada tempat terjadinya plak. c. Dirupsi plak, trombosis, dan ACS Bebeberapa penelitian menunjukkan bahwa inti lipid yang besar, kapsul fibrosa yang tipis dan inflamasi dalam plak merupakan predisposisi untuk terjadinya ruptur. Setelah terjadi ruptur plak maupun erosi endotel, matriks subendotelial akan terpapar darah yang ada sirkulasi. Hal ini menyebabkan adhesi trombosit yang diikuti aktivasi dan agregasi trombosit, selanjutnya trombus (Myratha, R. 2012). E. Manifestasi Klinik Manifestasi klinis sangat penting dalam penegakan diagnosis ACS meliputi anamnese terhadap adanya nyeri dada, EKG, dan pertanda jantung (cardiac marker). a. Nyeri dada Nyeri dada terutama dirasakan di daerah sub sterna dan bisa menjalar ke lengan kiri atau kanan, ke rahang, bahu. Keluhan biasanya berupa sensasi terbakar, tertekan, terhimpit benda berat, sesak napas, seperti diremas, atau hanya berupa keluhan tidak nyaman di dada. Keluhan sering disertai kerigat dingin, mual, muntah atau pingsan. b. Elektrokardiogram Hasil berupa perubahan segmen ST baik ST elevasi maupun deprese atau adanya inverse gelombang T dapat meberikan gambaran kejadian ACS. Harus dilengkapi dengan pemeriksaan cardiac maker. c. Pada ACS dapat ditemukan juga sesak napas, diaphorasis, mual, dan nyeri epigastric. d. Perubahan tanda vital, seperti takikardi, takipnea, hipertensi, atau hipotensi, dan penurunan saturasi oksigen (SpO2) atau kelainan irama jantung. 14



F. Pemeriksaan Diagnostik Menurut Udjianti, 2011, pemeriksaan penunjang pada pasien ACS adalah a. Pemeriksaan Laboratorium 1. Pemeriksaan darah lengkap a) Sel darah putih : leukositosis (10.000-20.000 m m3 ) muncul hari kedua setelah serangan infark karena inflamasi karena terjadi ruptur pembuluh darah yang disebabkan akibat sel lemak. b)



Kadar elektrolit : menilai abnormalitas kadar natrium, kalium, atau kalsium yang membahayakan kontraksi otot jantung.



c) Test fungsi ginajal : peningkatan kadar BUN (Blood Urea Nitrogen) dan kreatinin karena penurunan laju filtraasi glomerulus (glomerulo filtrasi rate/GFR) terjadi akibat penurunan curah jantung. d)



Peningkatan kadar serum kolesterole atau trigliserida : dapat meningkatkan



risiko



arterosklerosis



atau



trigliserida



:



dapat



meningkatkan risiko arterosklerosis (Coroner Artery Disease) 2. Analisa Gas Darah (Blood Gas Analysis, BGA) : menilai oksigenasi jaringan (hipoksia) dan perubahan keseimbangan asam-basa darah. b. Kardiak iso-enzim : menunjukkan pola kerusakan khas, untuk membedakan kerusakan otot jantung dengan otot lain. 1) CPK (Creatinin Phospokinas) > 50 u/L 2) CK-MB (Creatinin Kinase-MB) > 10 u/L 3) LDH (Lactate Dehydrogenase) > 240 u/L 4) SGOT (Serum Glutamic Oxalo Transminase) > 18 u/L 5) Cardiac Troponin : positif c. EKG 1) Segmen ST elevasi abnormal menunjukkan adanya injuri miokard 2) Gelombang T inversi (arrow head) menunjukkan adanya iskemia miokard 3) Q patologis menunjukkan adanya nekrosis miokard d. Radiologi 1) Thorax rontgen : menilai kardiomegali (dilatasi sekunder) karena gagal jantung kongestif



15



2) Echocardiogram : menilai struktur dan fungsi abnormal otot dan katup jantung 3) Radioactive isotope : menilai area iskmeia serta non-perfusi koroner dan miokard. G. Penatalaksanaan Medis Menurut Bambang 2011, penatalaksanaan medis penyakit ACS diantaranya : a. Oksigen suplemental digunakan untuk meningkatkan suplai oksigen ke jantung. Oksigenasi, langkah ini segera dilakukan karena dapat membatasi kekurangan oksigen pada miokard yang mengalami cedera serta menurunkan beratnya STelevasi. Ini dilakukan sampai dengan pasien stabil dengan level oksigen 2-3 liter/menit secara kanul hidung. b. Nitrogliserin diberikan untuk meringankan nyeri c. Morfin diberikan untuk meringankan nyeri d. Aspirin digunakan untuk mneghambat agregasi keping darah e. Melakukan diet rendah-lemak dan berserat-tinggi f. Bagi penderita ACS STEMI, penanganan meliputi : 1) Terapi trombolitik (kecuali bila ada kontraindikasi) dalam waktu 12 jam setelah



serangan



gejala



untuk



mengembalikan



kepatenan



dan



meminimalkan nekrosis 2)



Heparin IV untuk meningkatkan kepatenan di arteri koroner yang diserang



3)



Inhibitor glikoprotein IIb/Iia untuk meminimalkan agregasi keping darah



4) Inhibitor enzim pengkonversi-angiotensin (Angiotensin Converting Enzym-ACE) untuk menurunkan afterload dan preload dan mencegah pembentukan kembali (dimulai 6 jam setelah adanya admisi atau jika kondisi pasien stabil) 5) PTCA, penempatan stent atau bedah CABG untuk membuka arteri yang mengalami penyempitan



16



H. MANAJEMEN KRITIS ACS 1. Oksigenasi : langkah ini segera dilakukan karena dapat membatasi kekurangan oksigen pada miokard yang mengalami cedera serta menurunkan beratnya STelevasi. Ini dilakukan sampai dengan pasien stabil dengan level oksigen 2-3 liter/menit secara kanul hidung. 2.



Nitrogliserin (NTG) : digunakan pada pasien yang tidak hipotensi. Mula-mula secara sublingual (SL) (0,3-0,6 mg), atau aerosol spray. Jika sakit dada tetap ada setelah 3x NTG setiap 5 menit dilanjutkan dengan drip intravena -10 ug/menit dan tekanan darah sistolikjangan kurang dari 100 mmHg. Manfaatnya ialah memperbaiki pengiriman oksigen ke miokard, menurunkan kebutuhan oksigen di miokard, menurunkan beban awal (preload) sehingga mengubah tegangan dinding ventrikel, dilatasi arteri coroner besar dan memperbaiki aliran kolateral.



3. Morphine : Obat ini bermanfaat untuk mengurangi kecemasan dan kegelisahan, mengurangi rasa sakit akibat iskemia, meningkatkan venous capacitance, menurunkan tahanan pembuluh sistemik, serta nadi menurun dan tekanan darah juga menurun, sehingga preload dan after load menurun, beban miokard berkurang, pasien tenang tidak kesakitan. Dosis 2-4 mg intravena sambil memperhatikan efek samping mual, bradikardi dan depresi pernapasan, 4. Aspirin : harus diberikan kepada semua pasien Sindrom Koroner Akut jika tidak ada kontraindikasi (ulkus gaster, asma bronkial). Efeknya ialah menghambat siklooksigenase -1 dalam platelet dan mencegah pembentukan tromboksan-A2. Kedua hal tersebut menyebabkan agregasi platelet dan kontriksi arterial. 5. Glycoprotein IIb/IIIa Inhibitor : obat ini perlu diberikan pada NSTEMI ACS dengan risiko tinggi, terutama hubungannya dengan intervensi koroner perkutan (IKP). Pada STEMI, bila diberikan bersama trombolitik akan meningkatkan efek reperfusi. Efek GPIIb/Iia-1 ialah menghambat agregasi platelet tersebut dan cukup kuat terhadap semua tipe stimulan seperti trombin, ADP, kolagen, dan serotonin. Ada 3 preparat yaitu Abciximab, Tirofiban, dan Eptifibatide yang diberikan secara intravena. Ada juga secara peroral, yakni Orbofiban, Sibrafiban, dan Xiilofiban. 6. Katerisasi jantung : selain penggunaan obat-obatan, teknik katerisasi jantung saat ini juga semakin maju. Tindakan memperdarahi (melalui pembuluh darah) daerah yang kekurangan atau bahkan tidak memperoleh darah bis dilaksanakan dengan 17



membuka seumbatan pembuluh darah coroner dengan balon dan lalu dipsang alat yang disebut stent. Dengan demikian aliran darah dengan segera dapat kembali mengalir menjadi normal. I. Komplikasi Menurut PERKI 2015, komplikasi ACS yaitu : a. Gangguan Hemodinamik 1) Gagal jantung, dalam fase akut dan subakut setelah STEMI, seringkali terjadi disfungsi miokardium. Bila revaskularisasi dilakukan segera dengan IKP atau trombolisis, perbaikan fungsi ventrikel dapat segera terjadi, namun apabila terjadi jejas transmural dan/atau obstruksi mikrovaskuler, terutama pada dinding anterior, dapat terjadi komplikasi akut berupa kegagalan pompa dengan remodelling patologis disertai tanda dan gejala klinis kegagalan jantung, yang dapat berakhir dengan gagal jantung kronik. a) Hipotensi, keadaan ini dapat terjadi akibat gagal jantung, namun dapat juga disebabkan oleh hipovolemia, gangguan irama atau komplikasi mekanis. Bila berlanjut, hipotensi dapat menyebabkan gangguan ginjal, acute tubular necrosis dan berkurangnya urine output. b) Kongestif paru, ditandai dengan dispnea dengan ronki basah paru segmen basal, berkurangnya saturasi oksigen arterial, kongesti paru pada rontgen dada dan perbaikan klinis terhadap diuretik dan/atau terapi vasodilator. c) Output urin rendah, keadaan output rendah menggabungkan tanda perfusi perifer yang buruk dengan hipotensi, gangguan ginjal dan berkurangnya produksi urin. Ekokardiografi dapat menunjukkan fungsi ventrikel kiri yang buruk, komplikasi mekanis atau infark ventrikel kanan. d) Syok kardiogenik, syok kardiogenik dikaitkan dengan kerusakan ventrikel kiri luas, namun juga dapat terjadi pada infark ventrikel kanan. Baik mortalitas jangka pendek maupun jangka panjang tampaknya berkaitan dengan disfungsi sistolik ventrikel kiri awal dan beratnya regurgitasi mitral.



18



2) Aritmia dan gangguan konduksi dalam fase akut, Aritmia yang terjadi setelah reperfusi awal dapat berupa manifestasi dari kondisi berat yang mendasarinya, seperti iskemia miokard, kegagalan pompa, perubahan tonus otonom, hipoksia dan gangguan elektrolit (seperti hipokalemia) dan gangguan asam-basa a) Aritmia supraventricular, dalam beberapa kasus laju ventrikel menjadi cepat dan dapat menyebabkan gagal jantung sehingga perlu ditangani dengan segera. Kendati laju yang cukup diperlukan untuk mengurangi kebutuhan oksigen miokardium, dan dapat dicapai dengan pemberian penyekat beta atau mungkin antagonis kalsium, baik secara oral maupun intravena b) Aritmia ventricular c) Sinus brakikardi dan blok jantung, sinus brakikardi sering terjadi dalam beberapa jam awal STEMI, terutama pada infark inferior. Dalam beberapa kasus, hal ini disebabkan oleh karena opioid. Sinus bradikardi seringkali tidak memerlukan pengobatan. Bila disertai dengan hipotensi berat, sinus bradikardi perlu diterapi dengan atropin. Bila gagal dengan atropin, dapat dipertimbangkan penggunaan pacing sementara. b. Komplikasi Kardiak, usia lanjut, penyakit 3 pembuluh, infark dinding anterior, iskemia berkepanjangan atau berkurangnya aliran TIMI merupakan faktor risiko terjadi komplikasi kardiak. Beberapa komplikasi mekanis dapat terjadi secara akut dalam beberapa hari setelah STEMI, meskipun insidensinya belakangan berkurang dengan meningkatnya pemberian terapi reperfusi yang segera dan efektif 1) Regurgitasi katup mitral, regurgitasi katup mitral dapat terjadi selama fase subakut akibat dilatasi ventrikel kiri, gangguan m.Papilaris atau pecahnya ujung m.Papilaris atau chordae tendinae 2) Ruptur jantung, ruptur dinding bebas ventrikel kiri dapat terjadi pada fase subakut setelah infark transmural, dan muncul sebagai nyeri tibatiba dan kolaps kardiovaskuler dengan disosiasi elektromekanis 3)



Ruptur septum ventrikel, biasanya ditandai perburukan klinis yang terjadi dengan cepat dengan gagal jantung akut dan murmur sistolik yang kencang yang terjadi pada fase subakut



19



4) Infark ventrikel kanan, dapat terjadi sendiri atau lebih jarang lagi, terkait dengan STEMI dinding inferior. Biasanya gejalanya muncul sebagai triad hipotensi, lapangan paru yang bersih serta peningkatan tekanan vena jugularis. Elevasi segmen ST ≥ 1 Mv diV1 dan V4R merupakan ciri infark ventrikel kanan dan perlu secara rutin dicari pada pasien dengan STEMI inferior yang disertai dengan hipotensi 5)



Perikarditis, dapat muncul sebagai re-elevasi segmen ST dan biasanya ringan dan progresif, yang membedakannya dengan re-elevasi segmen ST yang tiba-tiba seperti pada re-oklusi koroner akibat trombosis stent, misalnya. Pericardial rub yang terus menerus dapat mengkonfirmasi diagnosis, namun sering tidak ditemukan, terutama apabila terjadi efusi perikardinal berat.



6)



Aneurisma ventrikel kiri, pasien dengan infark transmural besar, terutama di dinding anterolateral, dapat mengalami perluasan infark yang diikuti dengan pembentukan aneurisma ventrikel kiri. Proses remodeling ini terjadi akibat kombinasi gangguan sistolik dan diastolik dan seringkali regurgitasi mitral



7)



Trombus ventrikel kiri, keadaan ini dikaitkan dengan prognosis yang buruk karena berhubungan dengan infark yang luas, terutama bagian anterior dengan keterlibatan apikal, dan risiko embolisme sistemik Etiologi



Jenis Kelamin (perempuan)



Usia (>65 tahun)



Disfungsi Struktur pembuluh Menopause ventrikel kiri darah dan diameter lebih kecil Menurunnya jumlah estrogen Pe HDL Pe LDL Peningkatan Trombogenesis



Genetik



Stress



KurangHipertensi bergerak, Merokok beraktivitas Efek hormonal pada Jantungbekerja Memacu Pembentukan metabolisme lipid Merangsang Pembakaran lebihHipercepat adrenalin ateroma koagulasi sistem kalori dan kardiovaskuler Menambah beban lemak dalam Mengganggu Agregasi Meningkatkan pembuluh darah tubuh lebih Melepas fungsi platelet kolesterol arteri sedikit catecholamin endotel e Level pembuluh Lemak Trauma Me kecepatan Penimbunan fibrinogen menumpuk pada lemak (plak) pada denyut jantung langsung Menginduksi dinding arteri semakin dinding inflamasi pembuluh dalam Vasokonstriksi banyak kronik pembuluh darahdan dislipidemia darah 20



Aterosklerosis



Aliran darah ke paru terhambat



Gagal pompa ventrikel kanan



Proses difusi terganggu



Tekanan diastole



Suplai O2 tidak seimbang dengan kebutuhan tubuh



Gagal pompa ventrikel kiri Suplai O2 menurun



Bendungan atrium kanan



Metabolisme Metabolisme anaerob anaerob



Bendungan vena sistemik



Asidosis metabolik



Kebutuhan O2



ATP



meningkat



Takipnea



Lien



Blok pada arteri koroner jantung



Hepar



Fatigue



Hepatomegali MK : Ketidakefektifan Splenomegali MK : Intoleransi Pola Nafas Aktivitas Mendesak diafragma Sesak nafas



Blok total Blok sebagian STEMINSTEMI



Penurunan perfusi jantung yang Iskemia Miokard berakibat pada penuurunan intake oksigen dan akumulasi Kemampuan sintesa ATP hasil metabolisme senyawa secara aerob berkurang kimia Produksi ATP Sel-sel miokard Anaerob mengkompensasikan dengan berespirasi aerob ATP yang dihasilkan sangat sedikit Menghasilkan asam laktat Pompa natrium dan kalium berhenti Asam laktat membuat pH sel menurun Sel terisi ion natriumdanreseptor air Menstimulasi nyeri



21



Sel pecah (lisis) kondisis infark Protein intrasel keluar ke sistemik & interstitial Edema dan bengkak sekitar miokard Jalur hantaran listrik terrganggu Pompa jantung tidak terkoordinasi Volume sekuncup turun MK: Penurunan Curah Jantung



22



Nyeri Akut



KONSEP DASAR KEPERAWATAN 1. Pengkajian a. Anamnese 1) Identitas meliputi nama, umur, jenis kelamin, nomor RM, nama penanggung jawab, hubungan dengan pasien, alamat. 2) Keluhan (nyeri dada, klien mengeluh nyeri ketika beristirahat, terasa panas, di dada retro sternal menyebar ke lengan kiri dan punggung kiri, skala nyeri 8 (skala1-10), nyeri berlangsung ± 10 menit 3) Riwayat penyakit sekarang (klien mengeluh nyeri ketika beristirahat, terasa panas, di dada retro sternal menyebar ke lengan kiri dan punggung kiri, skala nyeri 8 (skala1-10), nyeri berlangsung ± 10 menit 4) Riwayat penyakit sebelumnya (DM, hipertensi, kebiasaan merokok, pekerjaan, stress), dan riwayat penyakit keluarga ( jantung, DM, hipertensi, ginjal). b. Pemeriksaan Fisik 1) Breathing Pada pasien dengan ACS biasanya didapatkan tanda dan gejala dyspnea karena beban kerja jantung yang meningkat. 2) Blood Denyut nadi biasanya takikardi, terdapat nyeri dada (chest pain) dan suara jantung murmur 3) Brain Penurunan kesadaran dapat terjadi karena suplai oksigen tidak adekuat. 4) Bladder Pengukuran volume output dan intake cairan, oleh karena itu perawat perlu memonitor adanya oliguria karena pada penderita ACS biasanya ditemukan gejala oliguria. 5) Bowel Dikaji apakah ada penurunan berat badan, mual, muntah, bising usus, penurunan nafsu makan. 6) Bone Didapatkan kelemahan dan kelelahan fisik.



23



2. Diagnosa Keperawatan a. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera biologis b. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan volume sekuncup c. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan 3. Intervensi Keperawatan



Diangnosa Keperawatan Nyeri Akut



NOC



NIC



Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2×24 jam diharapkan masalah teratasi dengan criteria hasil : Kontrol Nyeri : 1. Mengenali kapan nyeri terjadi 2. Menggambarkan factor penyebab 3. Menggunakan analgesic yang direkomendasikan



1.



2.



3.



4.



5.



24



Manejemen Nyeri : Lakukan pengkajian nyeri komprehensif yang meliputi lokasi, karakteristik, onset/durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau beratnya nyeri dan faktor pencetus. Gunakan strategi komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri dan sampaikan penerimaan pasien terhadap nyeri. Gali bersama pasien factor-faktor yang dapat menurunkan atau memperberat nyeri. Berikan informasi mengenai nyeri, seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan dirasakan, dan antisipasi dari ketidaknyamanan akibat prosedur. Ajarkan penggunaan teknik non farmakologi (seperti, biofeedback, TENS, hypnosis, relaksasi, bimbingan antisipatif, terapi music, terapi bermain, terapi aktivitas, akupressur, aplikasi panas/dingin dan pijatan, sebelum, sesudah dan jika memungkinkan, ketika melakukan aktivitas yang menimbulkan nyeri; sebelum nyeri terjadi atau meningkat; dan bersamaan dengan tindakan penurunan rasa nyeri lainnya).



Penurunan Curah Jantung



Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2×24 jam diharapkan masalah teratasi dengan criteria hasil : Keefektivan pompa jantung : 1. Indeks jantung 2. Keseimbangan intake dan output dalam 24 jam 3. Hepatomegali



1.



2.



3. 4.



5. Ketidakefektif an Pola Napas



Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2×24 jam diharapka nmasalah teratasi dengan criteria hasil : Status pernafasan : 1. Frekuensi pernapasan 2. Irama pernapasan 3. Kepatenan jalan napas



1. 2.



3.



4. 5.



Intoleransi Aktifitas



Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2×24 jam diharapkan masalah teratasi dengan criteria hasil : Toleransi terhadapa ktifitas : 1. Saturasi oksigen ketika beraktivitas 2. Frekuensi pernafasan 25



1.



2.



3.



Perawatan jantung : secara rutin mengecek pasien baik secara fisik dan psikologis sesui dengan kebijakan tiap agen/penyedia layanan. Instruksikan pasien tentang pentingnya untuk segera melaporkan bila merasakan nyeri dada. Lakukan terapi relaksasi, sebagaimana mestinya. Dorong adanya peningkatan aktivitas bertahap ketika kondisi pasien sudah distabilkan (mis, dorong aktivitas yang lebih ringan atau waktu yang lebih singkat dengan waktu istirahat yang sering dalam melakukan aktivitas). Evaluasi perubahan tekanan darah. Monitor pernafasan : Monitor kecepatan, irama, kedalaman dan kesulitan bernafas. Monitor pola nafas (mis, bradipneu, takipneu, hiperventilasi, pernafasan kusmaul, pernafasan 1:1, apneustik, respirasibiot, dan pola ataxic). Monitor kelelahan otot-otot diapragma dengan pergerakan parasoksikmal. Auskultasi suara nafas setelah tindakan, utuk dicatat. Monitor peningkatan kelelahan, kecemasan dan kekurangan udara pada pasien. manejemenenergi : Kaji status fisiologis pasien yang menyebabkan kelelahan sesuai dengan konteks usia dan perkembangan. Anjurkan pasien mengungkapkan perasaan secara verbal mengenai keterbatasan yang dialami. Konsulkan dengan ahli gizi



ketika beraktivitas 3. Kemudahan dalam melakukan aktivitas hidup harian (ADL)



mengenai cara meningkatkan asupan energy dari makanan. 4. Bantu pasien untuk membatasi tidur siang dengan menyediakan kegiatan yang mendorong pasien untuk terjaga, dengan cara yang tepat. 5. Evalusai secara bertahap kenaikan level aktifitas pasien.



4. Peran Perawat Pelayanan kerpawatan ini memegang peran penting dalam penanganan ACS. Oleh karena itu kualitas dari perawat yang diberikan tergantung kepada keterampilan dari perawat itu sendiri. Pada prehospital, perawat ambulans harus dilatih untuk mengenali gejala ACS memberikan oksigen, obat penghilang nyeri dan melakukan basic life support. Di beberapa negara, perawat yang dilatih khusus dapat menggantikan posisi dokter ini. Staf ambulans sangat diharapkan agar mencatat EGC untuk tujuan diagnostic dan menginterprestasi atau mentransfernya sehingga dapat dibaca oleh staf



yang berpengalaman pada unit perawat jantung ditempat lain.



Pencatatan ECG terutama untuk perawat berperan besar dalam penaganan ACS di intra hospital. Pada intra hospital perawat berperan untuk melaksanakan pemeriksan EKG kurang dari 10 menit dan memonitor efek samping dari pengobatan ACS, serta melaksanakan discharge planning (edukasi) pada pasien ACS. (Sargowo, 2008)



26



BAB III PENUTUP



A. Kesimpulan Acute coronary syndrome (ACS) merupakan keadaan terjadinya perubahan patologis dalam dinding arteri koroner, sehingga menyebabkan iskemik miokardium dan menimbulkan Unstable Angina Pectoris (UAP) serta Infark Miokard Akut (IMA) seperti Non ST Elevation Myocardial Infarct (NSTEMI) dan ST Elevation Myocardial Infarct (STEMI). B. Saran Setelah membaca makalah ini diharapkan dapat menjadi bahan pembelajaran dan menambah wawasan bagi pembaca. Apabila terdapat kekurangan dalam makalh ini penulis mohon maaf, karena masih dalam proses pembelajaran.



27



DAFTAR PUSTAKA PERKI (Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia). 2015. Pedoman



Tatalaksana



Sindrom



Koroner



Akut.



http://www.inaheart.org/upload/file/Pedoman_tatalaksana_Sindrom_Koro ner_Akut_2015.pdf. [diakses tanggal 7 April 2020] Udjianti, Wajan. 2011. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika. Wasid. 2007. Ilmu Penyakit Jantung. Surabaya: Airlangga Kumar, dkk. 2007. Buku Ajar Patologi Anatomi. Edisi 7 Vol 2. Jakarta : EGC. Santoso, M. Setiawan , T. 2005. Penyakit Jantung Koroner. Jakarta : Cermin Dunia



28