Agama Islam Ibadah Mahdhah Dan Ghairu Mahdhah [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ibadah merupakan satu pola hubungan yang menghubungkan diri seorang hamba dengan Tuhannya. Dengan beribadah, seseorang akan dekat dengan Allah. Hal ini bermakna bahwa Allah dengan segala keagungan dan kebesaran-Nya, akan terhubung dengan manusia. Memahami makna ibadah tersebut, seorang muslim dapat terhubung dengan kasih sayang Allah, karunia dan perlindungan Allah, pertolongan dan pemeliharaan-Nya yang maha luas. Insan yang telah menyatakan dirinya sebagai muslim dituntut untuk senantiasa melaksanakan ibadah sebagai pertanda keikhlasan mengabdi diri kepada Allah SWT. Tanpa adanya ketaatan beribadah, berarti pengakuannya sebagai seorang muslim diragukan dan dipertanyakan. Apabila terjadi kesenjangan antara pengakuan dan amal ibadah, berarti ia belum memahami sepenuhnya konsepsi syari’at tentang kewajiban pengabdian kepada Allah SWT. Ibadah kepada Tuhan Yang Maha Esa merupakan salah satu fitrah manusia yang senantiasa memunculkan ketundukan dan pengagungan kepada Allah dan merupakan pembawaan dan pengetahuan asli manusia. Fitrah itu merupakan hakikat keberadaan manusia karena tujuan penciptaan manusia, jin dan makhluk lainnya tiada lain adalah untuk beribadah kepada Allah. Bentuk ibadah secara global diantaranya, shalat, puasa, zakat, haji, menyantuni anak yatim, berbuat baik kepada orang tua, bersedekah dan lain sebagainya. Bahkan tersenyum dinilai sebagai suatu ibadah. Kendati demikian, harus dengan niat yang ikhlas. Suatu perbuatan dinilai ibadah kalau diniatkan dengan ibadah. Ditinjau dari jenisnya, ibadah dalam Islam terbagi menjadi dua jenis ibadah mahdhah dan Ibadah ghairu mahdhah. Ibadah mahdhah atau ibadah khusus meliputi bentuk-bentuk ritual tertentu yang diajarkan syara’ seperti shalat, puasa, zakat dan haji . Sedangkan ibadah ghairu mahdhah merupakan ibadah yang tidak menyangkut hubungan manusia dengan Tuhan, melainkan manusia dengan manusia lainnya bentuk dapat berupa sumbangan pribadi



untuk kesejahteraan sesama manusia misalnya zakat, shodaqoh, infaq. Dalam kehidupan sehari-hari ibadah mahdhah dan ibadah ghoiru mahdah saling beriringan, artinya manusia melakukan shalat, puasa dibarengi dengan berbuat amal soleh seperti bersedekah atau berbuat baik kepada orang lain. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka dirumuskan masalah sebagai berikut: 1. Apa yang dimaksud dengan hakekat ibadah? 2. Apa yang dimaksud dengan ibadah mahdhah? 3. Apa yang dimaksud dengan ibadah ghairu mahdhah? 4. Apa fungsi dari ibadah? 5. Apa hikmah dari ibadah? 6. Apa makna spiritual ibadah bagi kehidupan sosial di masyarakat? C. Tujuan Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penulisan makalah sebagai berikut: 1. Mahasiswa mampu memahami hakekat ibadah. 2. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian ibadah mahdhah. 3. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian ibadah ghairu mahdhah. 4. Mahasiswa mampu menjelaskan fungsi dari ibadah. 5. Mahasiswa mampu menjelaskan hikmah ibadah. 6. Mahasiswa mampu menjelaskan makna spiritual ibadah bagi kehidupan sosial di masyarakat



BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hakikat Ibadah Kata hakikat, Dalam bahasa arab kalimatanya adalah  ( ُ‫ ) ْال َحقِ ْيقَة‬kata ini merupakan kata benda yang dalam bahasa indonesia menjadi kata pokok yaitu kata “hak” yang berarti milik (kepunyaan), kebenaran, atau yang benar-benar ada. Sedangkan secara etimologi hakikat berarti inti sesuatu, puncak atau sumber dari segala sesuatu. Ibadah secara bahasa berarti taat, tunduk, dan pengabdian. Menurut Ibnu Taymiyah ibadah merupakan sebagai puncak ketaatan dan ketundukan yang didalamnya



terdapat



unsur



cinta



(al-hubb).



Sedangkan



menurut



muhammadiyah, ibadah adalah mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan melaksankan segala perintahnya dan menjauhi segala larangannya serta mengamalkan apa saja yang diperkenankan olehnya. (Himpunan Putusan Tarjih hal. 276). Adapun definisi ibadah menurut ulama Fiqh yaitu apa yang dikerjakan untyuk mendapatkan keridhaan Allah SWT dan mengharapkan pahalanya diakhirat. Dari kedua pengertian diatas, maka hakikat ibadah dapat disimpulkan bahwa Ibadah adalah semata hanya untuk menunjukkan makna yang sebenarnya atau makna yang paling dasar dari yang sebenar-benarnya semata hanya karena Allah. Seorang cendikiawan muslim yakni Hasbi As-Shiddiqi dalam kitabnya kuliah ibadah mengemukakan bahwa hakikat dari ibadah ialah: Ketundukan jiwa yang timbul dari hati yang merasakan cinta terhadap Tuhan yang disembah dan merasakan kebesaran-Nya, meyakini bahwa bagi alam ini ada penguasanya, yang tidak dapat diketahui oleh akal hakikatnya. Ibnu Katsir, salah seorang ilmu tafsir mengemukakan bahwa hakikat ibadah itu adalah suatu himpunan dari semua rasa cinta, tunduk, dan takut yang sempurna (kepada Allah SWT).



B. Konsep Ibadah Mahdah 1. Pengertian Ibadah Mahdhah Ibadah mahdah atau ibadah khusus yaitu ibadah langsung kepada Allah SWT, tata cara pelaksanaannya telah diatur dan ditetapkan oleh Allah SWT atau dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Karena itu, pelaksanaannya sangat ketat, yaitu harus sesuai dengan contoh dari Rasul. Allah dan RasulNya telah menetapkan pedoman atau cara yang harus ditaati dalam beribadah, tidak boleh ditambah-tambah atau dikurangi. Penambahan atau pengurangan dari ketentuan-ketentuan ibadah yang ada dinamakan bid‟ahdan berakibat batalnya ibadah yang dilakukan. Contoh ibadah khusus ini adalah shalat (termasuk didalamnya thaharah),puasa, zakat, dan haji. (Shiddieqy dan Hasbi, 2001) Ibadah mahdhah adalah hubungan manusia dengan Tuhannya, yaitu hubungan yang akrab dan suci antara seorang muslim dengan Allah SWT yang bersifat ritual (peribadatan), ibadah mahdhah merupakan manifestasi dari rukun islam yang lima. Atau juga sering disebut ibadah yang langsung.  Selain itu juga ibadah mahdhah adalah ibadah yang perintah dan larangannya sudah jelas secara zahir dan tidak memerlukan penambahan atau pengurangan. (Djazuli, 2011) 2. Prinsip Ibadah Mahdhah Ibadah bentuk ini memiliki 4 prinsip, yaitu: a. Keberadaannya harus berdasarkan adanya dalil perintah, baik dari alQuran maupun al-Sunnah, jadi merupakan otoritas wahyu, tidak boleh ditetapkan oleh akal atau logika keberadaannya. Haram kita melakukan ibadah ini selama tidak ada perintah. b. Tatacaranya harus berpola kepada contoh Rasul SAW. c. Bersifat suprarasional (di atas jangkauan akal) artinya ibadah bentuk ini bukan ukuran logika, karena bukan wilayah akal, melainkan wilayah wahyu, akal hanya berfungsi memahami rahasia di baliknya yang disebut hikmah tasyri’. Shalat, adzan, tilawatul Quran, dan ibadah mahdhah lainnya, keabsahannnya bukan ditentukan oleh mengerti atau



tidak, melainkan ditentukan apakah sesuai dengan ketentuan syari’at, atau tidak. Atas dasar ini, maka ditetapkan oleh syarat dan rukun yang ketat. d. Azasnya “taat”, yang dituntut dari hamba dalam melaksanakan ibadah ini adalah kepatuhan atau ketaatan. Hamba wajib meyakini bahwa apa yang diperintahkan Allah kepadanya semata-mata untuk kepentingan dan kebahagiaan hamba, bukan untuk Allah, dan salah satu misi utama diutus Rasul adalah untuk dipatuhi. 3. Bentuk-bentuk Ibadah Mahdhah a. Shalat Shalat adalah ibadah yang tersusun dari beberapa perkataan dan perbuatan yang sudah ditentukan, dimulai dengan takbirotul ihram dan diakhiri dengan salam, dikerjakan untuk membuktikan pengabdian dan kerendahan diri kepada Allah SWT dan dengan memenuhi syarat rukun. b. Puasa Puasa dari segibahasa berarti menahan atau mencegah. Sedang dari segi istilah puasa berarti menahan makan dan minum serta membatalkannya sejak terbit fajar hingga terbenam matahari. c. Zakat Zakat berarti bersih, suci, atau bertambah subur. Sedang dari segi istilah zakat berarti kadar harta tertentu yang diberikan. Mengeluarkan zakat hukumnya wajib bagi seorang muslim yang memiliki harta yang telah mencapai hisab (ketentuan minimal yang wajib dikeluarkan zakatnya). d. Haji Haji adalah sengaja mengunjungi Ka’bah (rumah suci) untuk menunaikan amal ibadah tertentu, pada waktu bulan haji dengan niat yang ikhlas karena Allah SWT. Haji merupakan rukun Islam kelima, rukun Islam ini berbeda dengan rukun-rukun Islam lainnya, karena hanya wajib sekali saja dalam seumur hidup bagi yang memenuhi syarat.



C. Konsep Ibadah Ghairu Mahdhah 1. Pengertian Ibadah Ghairu Mahdhah Ibadah ghairu mahdhah adalah semua perbuatan yang bermanfaat untuk sesama manusia dan lingkungannya, yang diniatkan untuk beribadah kepada Allah SWT. Ibadah ghairu mahdhah tata caranya tidak ditentukan oleh Allah. Hal ini menyangkut segala macam amal kebaikan yang di ridhai Allah SWT baik berupa perkataan maupun perbuatan. Bahkan sekedar baru berniat saja sudah dianggap ibadah dan mendapat pahala dari Allah. (Razak dkk, 2011) 2. Prinsip Ibadah Ghairu Mahdhah Prinsip-prinsip dalam ibadah ghairu mahdhah sebagai berikut: a. Keberadaannya didasarkan atas tidak adanya dalil yang melarang. Selama Allah dan Rasul-Nya tidak melarang maka ibadah bentuk ini boleh diselenggarakan. Selama tidak diharamkan oleh Allah, maka boleh melakukan ibadah ini. b. Tatalaksananya tidak perlu berpola kepada contoh Rasul, karenanya dalam ibadah bentuk ini tidak dikenal istilah “bid’ah” , atau jika ada yang menyebutnya, segala hal yang tidak dikerjakan rasul bid’ah, maka bid’ahnya disebut bid’ah hasanah, sedangkan dalam ibadah mahdhah disebut bid’ah dhalalah. c. Bersifat rasional, ibadah bentuk ini baik-buruknya, atau untung-ruginya, manfaat atau madharatnya, dapat ditentukan oleh akal atau logika. Sehingga jika menurut logika sehat, buruk, merugikan, dan madharat, maka tidak boleh dilaksanakan. d. Azasnya “Manfaat”, selama itu bermanfaat, maka selama itu boleh dilakukan. Maka segala bentuk kegiatan baik yang ditujukan untuk meraih ridho Allah masuk ke dalam ranah ibadah ghairu mahdah.



3. Bentuk-Bentuk Ibadah Ghairu Mahdhah a. Sedekah Keutamaan sedekah: Dari ka’ab bin ‘Ujrah berkata, nabi bersabda: “Shadaqah memadamkan kesalahan sebagaimana sebogkah es mencair diatas batu karang “ (HR, Ibnu Hibban). Kandungan hadis: bahwa shodaqoh itu akan menyucikan jiwa dan membersihkannya dari setiap dosa/kesalahan. b. Tolong Menolong Keutamaan tolong menolong: Pertolonganmu terhadap orang lemah adalah sodaqoh yang paling afdol. (HR. Ibnu Abi Ad-Dunia dan Asysyihaab) Allah selalu menolong orang selama orang itu selalu menolong saudaranya (semuslim). (HR. Ahmad) .Kandungan hadis: tolong menolong termasuk sedekah, dan Allah selalu menolong manusia yang mau menolong sesamanya. c. Dakwah Keutamaan dakwah kepada Allah; Dari Abu Hurairah sesungguhnya Rasulullah bersabda: “barangsiapa yang berdakwah kepada petunjuk maka akan mendapat pahala orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi



pahala



mereka



sedikitpun”.



(HR



Muslim:



6804).



Kandungan hadis; bagi orang yang berdakwah sesuai degan petunjuk, artinya sesuai degan ajaran islam secara benar, maka orang itu akan mendapatkan pahala dan tidak akan dikurangi pahalanya sedikitpun. d. Belajar Keutamaan mencari ilmu/belajar: Rasulullah bersabda: “ barangsiapa yang kedatangan ajal sedang ia masih menuntut ilmu maka ia akan bertemu degan Allah dimana tidak ada jarak antara para nabi kecuali satu derajat kenabian (HR. Tabarani). Kandungan hadis; Mencari ilmu adalah amal yang mulia dan terpuji khususnya ilmu agama islam, sebab dengan menekuni ilmu agama berarti telah merintis jalan untuk mencari ridho Allah, dengan ilmu ia dapat menghindari larangan-larangan Allah dan menjalankan perintah Allah, karena itulah para malaikat selalu melindungi orang yang sedang menuntut ilmu dan kelak dihari akhir



mereka akan mendapat kemuliaan yang hanya terpaut satu derajat degan nabi. e. Dzikir Keutamaan berdzikir: Dari Abu Hurairah dan Abu sa’id Al Kudri dari Nabi bersabda:” Tidaklah suatu kaum duduk berdzikir kepada Allah kecuali mereka akan dinaungi malaikat, diliputi rahmat, diliputi sakinah, dan Allah menyebut nama-nama mereka dihadapan makhluk-makhluk lain di sisinya”. Kandungan hadis: jika dalam suatu kaum berdzikir maka dia akan selalu dibawah naungan malaikat, dan selalu diliputi rahmat dari Allah dalam hidupnya, dan selalu didekati ketenangan dalam hidupnya. f. Menyingkirkan gangguan dijalan Dari Abu Hurairah, Nabi bersabda: “ ketika seseorang berjalan disuatu jalan, dan dia mendapatkan ranting yang berduri kemudian ia mengambilnya



maka



Allah



bertrimakasih



padanya



dan



mengampuninya”. (HR. Mutafaqun ‘alaihi: 652,4940). Kandungan hadis: menyingkirkan ranting, bisa diartikan degan segala sesuatu yang dapat mengganggu perjalanan manusia lainnya, hendaklah ketika kita  melewatinya mau menyingkirkanya, maka kita akan mendapat pahala dan ampunan dari Allah SWT. g. Bekerja Dalam Hadis Qudsi yang berbunyi: “Allah berfirman kepada malaikat ynag diserahi tugas mengurus rezeki-rezeki anak Adam: “siapapun hambaKu yang kamu dapati dia menuju cita-cita yang satu (bertaqwa menuju ridho Illahi). Maka jaminlah oleh kamu rezekinya dari langit dan bumi dan siapapun hambaKu yang kamu dapati mencari rezekinya itu dengan adil, maka murnikanlah dan mudahkanlah rezeki itu baginya, dan jika dia melanggar ketentuan yang demikian degan cara lain biarkanlah ia berbuat sekehendak hatinya kemudian ia pasti tidak akan dapat mencapai derajat diatas dari apa yang telah Aku tentukan baginya (diriwayatkan oleh Abu Nua’im dari Abu hurairah). Kandungan hadis : Allah menganjurkan manusia untuk bekerja degan cara yang baik dan



adil (halal), maka Allah akan memudahkan rezekinya melalui malaikat yang bertugas mengurusi rezeki-rezeki manusia, dan apabila ia bekerja dengan cara tidak baik, maka Allah tidak akan memberikan derajat yang baik kepadanya. D. Fungsi Ibadah Terdapat tiga aspek fungsi ibadah dalam Islam : 1. Mewujudkan hubungan antara hamba dengan Tuhannya. Mewujudkan hubungan antara manusia dengan Tuhannya dapat dilakukan melalui “muqorobah” dan “khudlu”. Orang yang beriman dirinya akan selalu merasa diawasi oleh Allah. Ia akan selalu berupaya menyesuaikan segala perilakunya dengan ketentuan Allah SWT. Dengan sikap itu seseorang muslim tidak akan melupakan kewajibannya untuk beribadah, bertaubat, serta menyandarkan segala kebutuhannya pada pertolongan Allah SWT. Demikianlah ikrar seorang muslim seperti tertera dalam Al-Qur’an surat AlFatihah ayat 5 “Hanya Engkaulah yang Kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah Kami meminta pertolongan.” Atas landasan itulah manusia akan terbebas dari penghambaan terhadap manusia, harta benda dan hawa nafsu. 2. Mendidik mental dan menjadikan manusia ingat akan kewajibannya. Dengan sikap ini, setiap manusia tidak akan lupa bahwa dia adalah anggota masyarakat yang mempunyai hak dan kewajiban untuk menerima dan memberi nasihat. Oleh karena itu, banyak ayat Al-Qur’an ketika berbicara tentang fungsi ibadah menyebutkan juga dampaknya terhadap kehidupan pribadi dan masyarakat. Contohnya: ketika Al-Qur’an berbicara tentang shalat, ia menjelaskan fungsinya: “Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al-Qur’an dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. 3. Melatih diri untuk berdisiplin adalah suatu kenyataan bahwa segala bentuk ibadah menuntut kita untuk berdisiplin. Kenyataan itu dapat dilihat dengan jelas dalam pelaksanaan shalat, mulai dari wudhu, ketentuan waktunya, berdiri, ruku, sujud dan aturan-aturan lainnya, mengajarkan kita untuk berdisiplin. Apabila kita menganiaya sesama muslim, menyakiti manusia



baik dengan perkataan maupun perbuatan, tidak mau membantu kesulitan sesama manusia, menumpuk harta dan tidak menyalurkannya kepada yang berhak. Tidak mau melakukan “amar ma’ruf nahi munkar”, maka ibadahnya tidak bermanfaat dan tidak bisa menyelamatkannya dari siksa Allah SWT. E. Hikmah Ibadah 1. Tidak syirik Seorang hamba yang sudah berketetapan hati untuk senantiasa beribadah menyembah kepada Nya, maka ia harus meninggalkan segala bentuk syirik. Ia telah mengetahui segala sifat-sifat yang dimiliki Nya adalah lebih besar dari segala yang ada, sehingga tidak ada wujud lain yang dapat mengungguli-Nya. 2. Memiliki ketakwaan Ketakwaan yang di landasi cinta timbul karena ibadah yang di lakukan manusia setelah merasakan kemurahan dan keindahan Nya munculah dorongan untuk beribadah kepada Nya. Sedangkan ketakwaan yang dilandasi rasa takut timbul karena manusia menjalankan ibadah dianggap sebagai suatu kewajiban bukan sebagai kebutuhan. Ketika manusia menjalankan ibadah sebagai suatu kewajiban ada kalanya muncul ketidak ikhlasan, terpaksa dan ketakutan akan balasan dari pelanggaran karena tidak menjalankan kewajiban. 3. Terhindar dari kemaksiatan Ibadah memiliki daya pensucian yang kuat sehingga dapat menjadi tameng dari pengaruh kemaksiatan, tetapi keadaan ini hanya bisa dikuasai jika ibadah yang di lakukan berkualitas. Ibadah ibarat sebuah baju yang harus selalu dipakai dimanapun manusia berada. 4. Berjiwa sosial Artinya ibadah menjadikan seorang hamba menjadi lebih peka dengan keadaan lingkungan sekitarnya, karena dia mendapat pengalaman langsung dari ibadah yang dikerjakannya. Sebagaimana ketika melalukan ibadah puasa, ia merasakan rasanya lapar yang biasa dirasakan oleh orang-orang



yang



kekurangan.



Sehingga



mendorong



hamba



tersebut



lebih



memperhatikan orang lain. 5. Tidak kikir Harta yang dimiliki manusia pada dasarnya bukan miliknya tetapi milik Allah SWT yang seharusnya diperuntukan untuk kemslahatan umat. Tetapi karena kecintaan manusia yang begitu besar terhadap keduniawian menjadikan dia lupa dan kikir akan hartanya. Berbeda dengan hamba yang mencintai Allah SWT, senantiasa dawam menafkahihartanya di jalan Allah SWT. Ia menyadari bahwa miliknya adalah bukan haknya tetapi ia hanya memanfaatkan untuk keperluannya semata-mata sebagai bekal di akhirat yang di wujudkan dalan bentuk pengorbanan harta untuk keperluan umat. F. Makna Spiritual Ibadah Bagi Kehidupan Masyarakat Pengertian ibadah dalam kehidupan masyarakat ialah pengabdian kepada Allah dalam bentuk shalat, puasa, zakat, haji dzikir dan membaca Al-Quran. Ini karena kehidupan tidak hanya untuk berurusan dengan hal-hal tersebut melainkan untuk hal-hal yang menyeluruh, mencakup seluruh aspek yang dibutuhkan manusia seperti berdagang, bertani dan bekerja, mencari ilmu dan sebagainya guna mempertahankan dan mengembangkan kehidupan itu sendiri. Maknanya manusia harus menerapkan apa yang telah disebutkan dalam AlQuran dan Hadist ke dalam kehidupan sosial.



BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Ibadah mahdhah atau ibadah khusus ialah ibadah yang ketentuannya telah ditetapkan oleh Allah SWT dan telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Contoh ibadah khusus ini adalah shalat (termasuk didalamnya thaharah),puasa, zakat, dan haji. Prinsip dari ibadah mahdhah diantaranya keberadaannya harus berdasarkan adanya dalil perintah, baik dari al-Quran maupun al-Sunnah, tatacaranya harus berpola kepada contoh Rasul SAW, bersifat suprarasional (di atas jangkauan akal) dan azasnya “taat”.  Sedangkan Ibadah ghoiru mahdoh adalah semua perbuatan baik yang dilakukan dengan niat karena allah SWT semata, misalnya sedekah,  belajar, dzikir, dakwah, tolong menolong dan lain sebagainya. Prinsip ibadah ghairu mahdhah yaitu



keberadaannya didasarkan



atas tidak adanya dalil yang



melarang, tatalaksananya tidak perlu berpola kepada contoh Rasul, bersifat rasional dan azasnya “manfaat”. Terdapat tiga aspek fungsi ibadah yaitu mewujudkan hubungan antara hamba dengan Tuhannya, mendidik mental dan menjadikan manusia ingat akan kewajibannya dan melatih diri untuk berdisiplin. Kemudian, hikmah dari ibadah sendiri diantaranya tidak syirik, memiliki ketakwaan, terhindar dari kemaksiatan, berjiwa sosial dan tidak kikir. B. Saran Sebagai umat islam kita harus memahami secara mendalam tentang ibadah baik ibadah mahdhah maupun ibadah ghairu mahdhah serta mengaplikasikan kedalam kehidupan sehari-hari sebagai bukti ketawaan kita terhadap Allah SWT serta menjadikan Al-Quran dan Al-Sunnah sebagai pegangan hidup.



DAFTAR PUSTAKA Abdullah, Abdurrahman bin Shalih Ali Bassam. (2010). Syarah Hadits Hukum Bukhari Muslim. Jakarta: Pustaka As-Sunnah. Ash-shiddieqy, Hasbi, Teungku. (2001). Pengantar Hukum Islam. Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra. Djazuli, A. (2011). Kaidah-kaidah Fikih. Jakarta: Prenada Media Group. Jamaluddin, S. (2010). Kuliah Fiqih Ibadah. DI Yogyakarta: LPPI UMY. Razak, Y. (2011). Pendidikan Agama. Jakarta: Uhamka Press. Qardhawi, Y. (2002). Konsep Ibadah Dalam Islam, Bandung: Mizan.