AIK 4 Kel 3 (Makalah Gerakan Pembaharuan Islam) [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

AL ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAHAN GERAKAN PEMBAHARUAN ISLAM DI INDONESIA



DISUSUN OLEH: LARASATI OKKA WIDHANNY



( 122017022 )



PERMATA NADIA DINDA



( 122017017 )



DOSEN PEMBIMBING : S.Q . Fardinan S.AG,M.Si KELAS



: III A



PRODI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG 2019



1



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR..............................................................................................................3 BAB I.........................................................................................................................................4 PENDAHULUAN.....................................................................................................................4 A.  



Latar Belakang....................................................................................................................4



B.     Rumusan Masalah...................................................................................................................5



BAB II.......................................................................................................................................6 PEMBAHASAN.......................................................................................................................6 A.



Priode Pendidikan Islam Di Indonesia..................................................................................6



B.



Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia......................................................................8



C.



Gerakan Pembaharuan Islam..............................................................................................12



D.



Munculnya Gerakan Pembaharuan di Minangkabau.......................................................14



E.



Gerakan Revormasi Dan Modernisasi di Indonesia...........................................................18



BAB III....................................................................................................................................32 PENUTUP...............................................................................................................................32 A. 



Kesimpulan.........................................................................................................................32



B. 



Saran...................................................................................................................................32



DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................33



2



KATA PENGANTAR



Puji syukur tercurah kepada Allah SWT atas taufik, hidayah, berkat dan rahmat-Nya. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada suri tauladan kita Rasulullah SAW, keluarganya, sahabatnya serta para pengikutnya hingga akhir zaman. Al Islam dan Kemuhammadiyahan ini adalah mata kuliah dengan bobot 2 SKS yang terdapat pada mata kuliah Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Palembang. Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini. Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini. Pada kesempatan ini penyusun mengucapkan terimakasih kepada : 1. Dosen pembimbing 2. Semua pihak



Palembang,19 Maret 2019



Penulis



3



BAB I PENDAHULUAN



A.  



Latar Belakang Pada abad ke XIII M agama Islam mulai masuk ke Indonesia, dan ada yang



berpendapat bahwa penyebaran Islam pertama kali dilakukan oleh para pedagang dan mubaligh dari Gujarat-India. Sekarang jumlah umat Islam di Indonesia merupakan yang paling besar dibandingkan umat Islam di negara-negara lain di dunia ini oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa umat Islam di Indonesia mempunyai peranan yang penting bagi bangsa-bangsa dan negara-negara Islam lainnya. Lebih-lebih di Indonesia sendiri, umat Islam merupakan mayoritas penduduk dan mereka bertebaran di segenap pelosok tanah air serta banyak yang berkumpul dalam berbagai organisasi sosial, pendidikan, keagamaan, ekonomi, dan politik. Semenjak datangnya Islam di Indonesia yang disiarkan oleh para mubaligh khususnya di Jawa oleh Wali Sanga atau Sembilan Wali Allah hingga berabad-abad kemudian, masyarakat sangat dijiwai oleh keyakinan agama, khususnya Islam. Sejarah telah mencatat pula, bahwa Islam yang datang di Indonesia ini sebagiannya dibawa dari India, dimana Islam tidak lepas dari pengaruh Hindu. Campurnya Islam dengan elemen-elemen Hindu menambah mudah tersiarnya agama itu di kalangan masyarakat Indonesia, terutama masyarakat Jawa, karena sudah lama kenal akan ajaran-ajaran Hindu itu. Sebagian besar tersiarnya Islam di Indonesia adalah hasil pekerjaan dari Kaum Sufi dan Mistik.Sesungguhnya adalah Sufisme dan Mistisisme Islam, bukannya ortodoksi Islam yang meluaskan pengaruhnya di Jawa dan sebagian Sumatera.Golongan Sufi dan Mistik ini dalam berbagai segi toleran terhadap adat kebiasaan yang hidup dan berjalan di tempat itu, yang sebenarnya belum tentu sesuai dengan ajaran-ajaran tauhid. Sebelumnya, masyarakat sangat kuat berpegang teguh pada Agama Hindu dan Budha.Setelah kedatangan Islam, mereka banyak berpindah agama secara sukarela. Tetapi sementara itu mereka masih membiasakan diri dengan adat kebiasaan lam, sehingga bercampur-baur antara adat kebiasaan Hindu-Budha dengan ajaran Islam. Terpuruknya nilai–nilai pendidikan dilatar belakangi oleh kondisi internal Islam yang tidak lagi menganggap ilmu pengetahuan umum sebagai satu kesatuan ilmu yang harus diperhatikan. Selanjutnya, ilmu pengetahuan lebih banyak diadopsi bahkan dimanfaatkan



4



secara komprehensif oleh barat yang pada masa lalu tidak pernah mengenal ilmu pengetahuan. Secara garis besar ada beberapa faktor yang mendorong terjadinya proses pembaharuan Islam. Pertama faktor internal yaitu, faktor kebutuhan pragmatis umat Islam yang sangat memerlukan satu system yang betul – betul bisa dijadikan rujukan dalam rangka mencetak manusia – manusia muslim yang berkualitas, bertaqwa, dan beriman kepada Allah. Kedua faktor eksternal adanya kontak Islam dengan barat juga merupakan faktor terpenting yang bisa kita lihat. Adanya kontak ini paling tidak telah menggugah dan membawa perubahan phragmatik umat Islam untuk belajar secara terus menerus kepada barat, sehingga ketertinggalan yang selama ini dirasakan akan bisa terminimalisir. Dalam makalah ini, kami akan membahas pembaharuan islam di Indonesia. B.     Rumusan Masalah 1.      Bagaimana Priode Pendidikan Islam Di Indonesia? 2.      Bagaimana Pembaharuan Pendidikan Di Indonesia? 3.      Bagaimana Gerakan Pembaharuan Islam Di Indonesia?



5



BAB II PEMBAHASAN



A.



Priode Pendidikan Islam Di Indonesia 1. Pendidikan Islam Di Indonesia Pada Tahun 1899-1930 Pendidikan Islam di Indonesia sebelum tahun 1900 masih bersifat halaqoh  (nonklasikal). Selain itu madrasah-madrasah tidak besar sehingga kita tidak menemukan sisa-sisanya. Salah satu pesantren yang berdiri sebelum tahun 1900 yaitu pesantren Tebuireng yang didirikan K.H Hasyim Asy’ari. Tokoh-tokoh Islam Indonesia yang mendirikan pesantren merupakan Alumni-alumni dari Mekkah . Mereka bersamaan naik haji dan tinggal beberapa tahun untuk belajar mendalami ilmu agama setelah tamat mereka kembali ke Indonesia membawa warna baru bagi pendidikan Islam . Tokoh tersebutlah yang mendirikan pesantren seperti pesantren Tebuireng yang dirikan oleh KH. Hasyim ‘Asy’ari, pesantren Al-Mushatafiyah Purba baru Tapanuli selatan yang dirikan oleh Syaik Mustafa Husein tahun 1913. Dalam sejarah Minangkabau terdapat ulama besar dan termasyhur ialah syekh Burhanuddin murid dari Syekh Abdul-Rauf Singkil ( Aceh) yang telah mendirikan Surau di Ulakan Pariaman. Beliau ini yang mengembangkan Pendidikan agama Islam di daerah Minangkabau. Metodologi pengajaran masih didominasi oleh system sorogan, dimana guru membaca buku yang berbahasa Arab dan menerangkan dengan bahasa daerah kemudian murid-murid mendengarkan. Selain itu evaluasi belajar sangat kurang diperhatikan, hal ini didiga karena tujuan belajarnya lillahi ta’ala. Secara umum kurikulum lembaga pendidikan Islam tahun 1930 meliputi ilmu-ilmu ; bahasa Arab dengan tata bahasanya fiqh, akidah, akhlak dan pendidikan. Sarana pendidikan yang dipergunakan masjid dan madrasah ( kelas). Kelas tidak diukur dari hasil evaluasi tapi kelas menurut tahun masuk atau periodisasi. Tidak ada istilah kenaikan kelas, begitu 6 tahun atau 7 tahun mereka dianggap sudah tamat dan berhak untuk mengajar. Bahwa pendidikan pada masa sebelum tahun 1900 merupakan masa tradisional dalam system pendidikan Islam di Indonesia. Masa tersebut belum adanya pembaharuan tentang system pendidikan baik pada kurikulum, kitab-kitab 6



yang masih banyak menggunakan tulisan tangan manusia dan metode pengajaran yang mengunkan system bandungan dan halaqah dalam proses belajar mengajar. 2.      Pendidikan Islam di Indonesia pada tahun 1931-1945 Menurut Mahmud yunus dimana dimulainya modernisasi pendidikan Islam di Indonesia di mulai dari tahun 1931 lembaga pendidikan Islam Indonesia memasuki warna baru. Pembaharuan pendidikan Islam Indonesia di rintis oleh para alumnialumni yang belajar di negara timur tengah khususnya Mekkah. Pengaruh pendidikan modern sangat mendapat respon positif, karena banyak lembaga pendidikan yang menganut system modern seperti Kulliah Mu’allimin Islamiyah yang berdiri pada tahun 1931 Pimpinan Mahmud yunus. Selain itu Pondok Modern Darussalam Gontor ponorogo pimpinan K.H Imam Zarkasyi sudah mengikuti kurikulum dan system pendidikanNormal sebelumnya masih secar tradisional. Selain pengetahuan umum sebagai pembaharuan dalam periode ini, selain itu juga pembaharuan dalam bidang metodologi misalnya Mahmud Yunus menerapkan tariqah al-mubasyirah dalam belajar bahasa Arab, dan metodologi pengajaran setiap bidang studi sangat variatif. Adapun evaluasi sudah menjadi alat ukur keberhasilan siswa. Menurut Imam Zarkasyi pengaruh pembaharuan pada masa ini terhadap masyarakat, yakni wawasan keislaman umat Islam semakin luas, pola pikir semakin rasional, alumni pesantren dapat melanjutkan pendidikan ke universitas baik dalam maupun luar negeri. Awal abad ke-20 merupakan masa pembaharuan model dan system pendidikan Islam di Indonesia. Pembaharuan tersebut berasal baik dari kaum reformis Muslim sendiri maupun dari pemeritahan kolonial Belanda.[3] B.



Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia Pembaharuan yang mengandung pikiran, aliran, gerakan, dan usaha untuk mengubah paham,adat istiadat, instituisi lama dan sebagainya, agar semua itu dapat disesuaikan dengan pendapat-pendapat dan keadaan baru yang timbul oleh tujuan ilmu pengetahuan serta teknologi modern. Modernisasi atau pembaharuan juga berarti proses pergeseran sikap dan mentalitas mental sebagai warga masyarakat untuk bisa hidup



7



sesuai dengan tuntutan hidup masyarakat kini.Modernisasi merupakan proses penyesuaian pedidikan Islam dengan kemajuan zaman. Latar belakang danPola-pola pembaharuan dalam Islam, khususnya dalam pendidikan mengambil tempat sebagai : 1) golongan yang berorentasi pada pola pendidikan modern barat, 2) gerakan pembaharuan pendidikan Islam yang berorentasi pada sumber Islam yang murni dan 3) pembaharuan pendidikan yang berorentasi pada nasionalisme. Modernisasi pendidikan Islam Indonesia masa awalnya dikenalkan oleh bangsa kolonial Belanda pada awal abad ke-19. Program yang dilaksanakan oleh kolonial Belanda dengan mendirikan Volkshoolen, sekolah rakyat, atau sekolah desa ( Nagari) dengan masa belajar selama 3 tahun, di beberapa tempat di Indonesia sejak dasawarsa 1870-an. Pada tahun 1871 terdapat 263 sekolah dasar semacam itu dengan siswa sekitar 16.606 orang; dan menjelang 1892 meningkat menjadi 515 sekolah dengan sekitar 52.685 murid. Point penting eksprimen Belanda dengan sekolah nagari terhadap system dan kelembagaan pendidikan Islam adalah tranformasi sebagian surau di Mingkabau menjadi sekolah nagari model Belanda. Memang berbeda dengan masyarakat muslim jawa umumnya memberikan respon yang dingin, banyak kalangan masyrakat muslim Minangkabau memberikan respon yang cukup baik terhadap sekolah desa. Perbedaan respon masyarakat Muslim Minangkabau dan jawa banyak berkaitan dengan watak cultural yang relatif berbeda, selain itu juga berkaitan dengan pengalaman histories yang relatif berbeda baik dalam proses dan perkembangan Islamisasi maupun dalam berhadapan dengan kekuasaan Belanda. Selain itu perubahan atau modernisasi pendidikan Islam datang dari kaum reformis atau modernis Muslim. Gerakan reformis Muslim yang menemukan momentumnya sejal abad 20 berpendapat, diperlukan reformasi system pendidikan Islam untuk mempu menjawab tantangan kolonialisme dan ekspansi Kristen. Respon system pendidikan Islam tradisional seperti suaru (Minangkabau) dan Pesantren (Jawa) terhadap modernisasi pendidikan Islam menurut Karel Steenbrink dalam kontek surau tradisional menyebutnya sebagai menolak dan mencontoh, dalam kontek pesantren sebagai menolak sambil mengikuti. Untuk itu, tak bisa lain dalam pandangan mereka, surau harus mengadopsi pula beberapa unsure pendidikan modern yang telah diterapkan oleh kaum reformis, khususnya system klasikal dan penjejangan, tanpa mengubah secara signifikan isi pendidikan surau itu sendiri. 8



Selain respon yang diberikan oleh pesantren di jawa, komunitas pesantren menolak asumsi-asumsi keagamaan kaum reformis. Tetapi pada saat tertentu mereka pasti mengikuti langka kaum reformis, karena memiliki manfaat bagi para santri, seperti system penjenjangan, kurikulum yang lebih jelas dan system klasikal. Pesantern yang mengikuti jejak kaum reformis adalah pesanteren Mambahul ‘ulum di Surakarta, dan di ikuti oleh pesantren Modern Gontor di Ponorogo. Pondok tersebut memasukan sejumlah mata pelajaran umum ke dalam kurikulumnya, juga mendorong santrinya untuk memperlajari bahasa Inggris selain bahasa Arab dan melaksanakan sejumlah kegiatan ekstra kurikuler seperti olah raga, kesenian dan sebagainya. Sistem Pendidikan Islam pada mulanya diadakan di surau-surau dengan tidak berkelas-kelas dan tiada pula memakai bangku, meja, dan papan tulis, hanya duduk bersela saja. Kemudian mulialah perubahan sedikit demi sedikit sampai sekarang. Pendidikan Islam yang mula-mula berkelas dan memakai bangku, meja dan papan tulis, ialah Sekolah Adabiah (Adabiah School) di Padang. Adabiah School merupakan madrasah (sekolah agama) yang pertama di Minangkabau, bahkan diseluruh Indonesia. Madrasah Adabiah didirikan oleh Almarhum Syekh Abdullah Ahmad pada tahun 1909. Adabiah hidup sebagai madrasah sampai tahun 1914, kemudian diubah menjadi H.I.S. Adabiah pada tahun 1915 di Minangkabau



yang



pertama



memasukkan



pelajaran



Agama



dalam



rencana



pelajarannya. Sekarang Adabiah telah menjadi sekolah Rakyat dan SMP. Setelah berdirinya madrasah Adabiah, maka selanjutnya diikuti madrasah lainnya seperti madras Schol di Sungyang ( daerah Batusangkar) oleh Syekh M.Thaib tahun 1910 M, Diniah School ( madrasah diniah) oleh Zainuddin Labai Al-Junusi di Padangpanjang tahun 1915. Di antara guru Agama banyak juga mengarang kitab-kitab untuk madrasah ialah 1)H. Jalaluddin Thaib, seperti kitab jenjang bahasa arab 1-2, Tingkatan bahasa arab 1-2, Tafsir Al-Munir 1-2, ( 2) Anku Mudo Abdul hamid Hakim, seperti kitab: Al-Mu’in AlMubin 1-5, As-Sullam, Al-Bayan Tahzibul akhlaq, ( 3) Abdur-Rahim Al-Manafi seperti kitab : Mahadi ‘ilmu Nahu, Mahadi ilmu Sharaf, Al-Tashil, Lubahul Fighi, Al-Huda, Asasul adab. Ulama-ulama yang mengadakan



perubahan dalam



pendidikan Islam



di



Minangkabau adalah 1) syekh Muhd. Thaib Umar Sungayang, batu sangkar tahun 1874-1920 M. 2) Syekh H.Abdullah Ahmad, Padang tahun 1878 M-1933M, 3) Syekh



9



H. Abdul karim Amrullah, Maninjau 1879-1945 M, 4) Syekh H.M. Jamil Jambek bukittinggi 1860-1947, 5) dan lain-lain. Surau –surau yang termashur di Minangkabau adalah sebagai berikut ; 1) Surau Tanjung Sungyang didirikan oleh Syekh H.M Thaib Umar pada tahun 1897 M dan masih hidup sampai sekarang dengan nama Al-Hidayah dan SMPI, PGA., 2) Surau Parabek, bukittinggi didirikan oleh Syekh H. Ibrahim Musa pada tahun 1908 M. dan masih hidup sampai sekarang dengan nama Thawalib, 3) Surau padang Japang didirikan oleh Syekh H. Abbas Abdullah pada tahun … dan masih hidup sampai sekarang dengan nama Darul funun Abbasiah, 4) dan lain-lain. Tentang keadaan pendidikan Islam di Minangkabau pada masa beberapa tahun sebelum tahun 1900. dilukiskan dalam skema pendidikan Islam. Melihat keadaan di lapangan bahwa pengamalan agama Islam di Indonesia yang masih banyak bercampur dengan tradisi Hindu-Budha tersebut dan jelas sekali merusak kemurnian ajarannya, maka tampillah beberapa ulama mengadakan pemurnian dan pembaharuan faham keagamaan dalam Islam.Pada mulanya lahir Gerakan Padri di daerah Minangkabau yang dipelopori oleh Malim Basa, pendiri perguruan di Bonjol, yang kemudian dikenal dengan sebutan Imam Bonjol.Sejak kembali dari Mekah, Imam Bonjol melancarkan pemurnian aqidah Islam seperti yang telah dilakukan oleh gerakan Wahabi di Mekah.Karena kaum tua yang masih sangat kuat berpegang teguh pada adat menentang dengan keras terhadap gerakan Imam Bonjol maka timbulah perang Padri yang berlangsung antara tahun 1821-1837. Pemerintahan Kolonial Belanda, sesuai dengan politik induknya “Devide et empera” akhirnya membantu kaum adat untuk bersama-sama menumpas kaum pembaharu. Sungguh pun kaum militer Padri dapat dikalahkan, tetapi semangat pemurnian Islam dan kader-kader pembaharu telah ditabur yang kemudian pada kenmudian hari banyak meneruskan usaha dan perjuangan mereka. Diantaranya, Syekh Tohir Jalaludin, setelah kembali dari Mekah dan Mesir bersama-sama dengan Al Khalili mengembangkan semangat pemurnian Agama Islam dengan menerbitkan majalah Al Imam di Singapura. Pada saat itu juga, di Jakarta berdiri Jami’atul Khair pada tahun 1905, yang pada umumnya beraggotakan peranakan Arab.Organisasi Jami’atul Khair ini dinilai sangat penting karena dalam kenyataanya dialah yang memulai dalam bentuk organisasi dengan bentuk modern dalam masyarakat Islam (dengan anggaran dasar, daftar anggota yang tercatat, rapat-rapat berkala) dan mendirikan suatu sekolah dengan cara-cara yang 10



banyak sedikitnya telah modern. Di bawah pimpinan Syekh Ahmad Soorkati, Jami’atul Khair banyak mengadakan pembaharuan dalam bidang pengajaran bahasa Arab, pendidikan Agama Islam, penyiaran agama, dan banyak berusaha mewujudkan Ukhuwah Islam. Sementara itu, banyak tumbuh dan lahir gerakan pembaharuan dan pemurnian Agama Islam di beberapa tempat di Indonesia, yang satu sama lain mempunyai penonjolan perjuangan dan sifat yang berbeda-beda. Akan tetapi, secara keseluruhan mereka mempunyai cita-cita yang sama dan tunggal yaitu “Izzul Islam wal Muslimin” atau kejayaan Agama Islam dan Kaum Muslimin. Di antara gerakangerakan tersebut adalah: Partai Sarekat Islam Indonesia, Muhammadiyah, Persatuan Islam, dan Al Irsyad. Gerakan-gerakan tersebut, umumnya terbagi dalam dua golongan yaitu Gerakan Modernis dan Gerakan Reformis.Yang dimaksud dengan Gerakan Modernis ialah gerakan yang menggunakan organisasi sebagai alat perjuangannya.Jadi semua Gerakan Islam tersebut dapat digolongkan sebagai gerakan Modernis. Sedangkan Gerakan Reformis, berarti di samping gerakan ini menggunakan organisasi sebagai alat perjuangannya, juga berusaha memurnikan Islam dan membangun kembali Islam dengan pikiran-pikiran baru, sehingga Islam dapat mengarahkan dan membimbing umat manusia dalam kehidupan mereka. Misalnya: Muhammadiyah, Persatuan Islam, dan Al Irsyad.[4] C.



Gerakan Pembaharuan Islam 1.



Gerakan Polotik Islam a. Partai Serikat Islam Indonesia Sebelum menjadi Sarikat Islam, pada mulanya berasal organisasi dagang yang bernama Sarekat Dagang Islam. Didirikan pada 1911 oleh seorang pengusaha batik terkenal di Sala, yaitu Haji Samanhudi.Anggota-anggotanya terbatas pada para pengusaha dan pedagang batik, sebagai usaha untuk membela kepentingan mereka dari tekanan politik Belanda dan monopoli bahan-bahan batik oleh para pedagang Cina.Kemudian akibat pelarangan terhadap Sarekat Dagang Islam oleh Residen Surakarta, maka pada 1912 kedudukannya dipindah ke Surabaya dan namanya pun berganti menjadi Sarekat Islam.



11



Sarekat Islam dipimpin oleh Haji Umar Said Cokroaminoto. Dan dibawah kepemimpinannya Sarekat Islam berkembang mewnjadi sebagai organisasi besar dan berpengaruh, anggota-anggotanya semakin Banyak dan meliputi  seluruh lapisan masyarakat dan cabang-cabangnya berdiri dimana-mana. Tujuannya diperluas, tidak saja urusan dagang dan perekonomiannya, melainkan lebih luas dan besar yaitu: menentang politik kolonial Belandadalam segala seginya dengan menggunakan dasar perjuangan islam. Dengan tujuan tersebut akhirnya Sarekat Islam memasuki bidang politik dan menginginkan suatu pemerintahan yang bebas dari penjajahan Belanda. Karena Sarekat Islam diselundupi oleh orang-orang komunis yang tergabung dalam organisasi Indische Social Democratische Vereniging (ISDV) pimpinan Sneevliet, seorang kader komunis yg berasal dari negeri Belanda, akhirnya tak dapat mengelakkan diri dari perpecacahan, dan menjadilah SI Putih SI Merah yang beraliran komunis . Sarekat Islam Putih kemudian meningkatkan diri menjadi satu organisasi politik Partai Sarekat Islam Indonesia yang diresmikan pada tahun 1929. b. Partai Islam Majmumi Partai Islam Masjumi berdiri pada tanggal 7 November 1945 sebagai hasil keputusan Muktamar Umat Islam Indonesia I yang berlangsung di Yogyakarta (Gedung Madrasah Mualimin Muhammadiyah) pada tanggal 7-8 November 1945. Kongres ini dihadiri oleh hampir semua tokoh dari berbagai organisasi Islam dari masa sebelum perang serta pada masa pendudukan Jepang, seperti Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, Sarekat Islam, al-Wasliyah, Persis, alIrsyad, serta tokoh intelektual muslim yang pada zaman Belanda aktif dalam Jong Islamiten Bond dan Islam Study Club dan sebagainya. Dalam kongres tersebut disepakati dan diputuskan untuk mendirikan Majlis Syura Pusat bagi umat Islam Indonesia. Sesungguhnya Partai Masjumi ini merupakan kelanjutan dari kegiatan politik organisasi Islam pada akhir zaman penjajah Belanda yang dikenal dengan nama MIAI (Majlis Islam A’la Indonesia). MIAI adalah suatu wadah federasi dari semua organisasi Islam, baik yang bergerak dalam bidang politik praktis maupun yang bergerak dalam bidang sosial kemasyarakatan yang didirikan pada tanggal 21 September 1937 di Surabaya atas inisiatif KH Mas Masyur (Muhammadiyah), KH Wahab Hasbullah (NU), dan Wondo Amiseno 12



(Sarekat Islam). Kemudian pada masa pendudukan Jepang gabungan gerakan Islam yang juga bersifat federasi semacam MIAI ini dinamakan Majlis Syura Muslimin Indonesia (Masjumi). Partai Masjumi yang mencanangkan tujuannya dengan rumusan “Terlaksananya syari’at Islam dalam kehidupan orang-seorang, masyarakat, dan Negara Republik Indonesia” dalam kiprah politiknya sepanjang masa hidupnya, baik dalam bentuk program maupun kebijakan-kebijakan partai menampakan sikap yang tegar, istiqomah, konsisten terhadap prinsip-prinsip Islam yang bersumber pada Al-Qur’an maupun Al-Hadits. Politik yang dianut oleh Partai Masjumi adalah politik yang menggunakan parameter Islam, artinya bahwa semua program atau kebijakan partai harus terukur secara pasti dengan nilai-nilai Islam. Ungkapan bahwa politik itu kotor, menurut keyakinan Partai Masjumi tidak mungki  terjadi manakala sikap, langkah, dan pola perjuangannya selalu berada di atas prinsip-prinsip ajaran Islam. Masjumi mengakui terhadap realitas yang terjadi di tengahtengah arena politik bahwa politik itu memang kotor, kalau politik itu didasarkan pada “politik bebas nilai” atau politik yang diajarkan oleh Nicollo Machiavelli bahwa “tujuan menghalalkan semua cara”. Politik Islam sebagaimana yang dianut oleh Partai masjumi adalah politik yang mengharamkan tujuan yang ditempuh dengan semua cara. Islam mengajarkan bahwa “Tujuan yang baik harus dicapai dengan cara-cara yang baik pula”. Pada tanggal 15 Desember 1955 diadakan Pemilu, Partai Masjumi mendapatka 57 kursi di pemerintahan. Akan tetapi karena Bung Karno termakan oleh bujukan dari Komunis sehingga pada tanggal 17 Agustus 1960 mengeluarka Surat Keputusan (SK) Presiden Nomor 200 tahun 1960 untuk membubarkan Partai Islam Masjumi dari pusat sampai ranting di seluruh wilayah NKRI. Pada tanggal 13 September 1960 DPP Masjumi membubarkan Masjumi dari pusat sampai ke ranting-rantingnya. D.



Munculnya Gerakan Pembaharuan di Minangkabau Gerakan pembaharuan islam yang muncul di awal abad 20 di Minangkabau adalah suatu gerakan perubahan yang terutama didorong oleh corak keberagamaan masyarakat minangkabau. Atas dasar ini, gerakan pembaharuan itu merupakan reaksi



13



terhadap berbagai problem perkembanganislam sebagaimana dipahami dan diamalkan di minangkabau. Untuk memahami hal itu, dengan ringkas perlu  disinggung corak islam yang berkembang diminangkabau. Sejarah mencatat, unsur dominan yang sangat mewarnai perkembangan awal islam dinusantara ialah kuatnya pengaruh sufisme, terutama sufisme tarekat. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa islamisasi nusantara secara besar-besaran terjadi pada saat berkembang subur sufisme sebagai implikasi dari jatuhnya baghdad. Daerah minangkabau pada gilirannya tidak bisa terhindar dari pengaruh sufisme tarekat tersebut, sehingga didaerah ini paling tidak sejak awal sejarah diminangkabau sufisme tarekat tersebut mendominasi perkembangan islam diminangkabau. Yang paling menonjol peranannya adalah tarekat syatariyah, qadariyah dan naqsabandiyah. Islamisasi minangkabau lebih terbentuk melalui akulturasi budayaketimbang proses politik seperti proses islamisasi daerah lain di Indonesia. Hal ini sayangnya mengakibatkan perkembangan islam terkesan sangat lamban karena proses yang terjadi tidak melibatkan unsur pemaksaan kekuasaan politik. Walaupun demikian harus diakui , lambat laun eksistensi islam dalam struktur dan budaya masyarakat minangkabau sesungguhnya menjadi semakin  dominan. Tapi perlu juga dipahami, sebagai konsekwensi hal ini tidak serta merta bisa menghilangkan semua unsur lama yang telah ada dalam proses tersebut sesungguhnya ialah continuity and change. 1.



Tokoh Pembaharu Di Minangkabau  Syaikh ahmad khatib Seorang pelopor dari golongan pembaharuan di daerah Minangkabau adalah Syaikh Ahmad Khatib yang menyebarkan pikiran-pikirannya dari masa duapuluh terakhir dari abad yang lalu sampai 10-15 tahun pertama dari abad ini. Dilahirkan di Bukittinggi pada tahun1855 dikalangan keluarga yang mempuyai latarbelakang agama dan adat yang kuat , Syaikh Ahmad Khatib memperoleh pendidikannya pada sekolah rendah dan sekolah guru ini didirikan oleh pemeritahan belanda. Ia pergi ke Mekkah pada tahun 1876 ia mencapai kedudukan tertinggi dalam mengajarkan agama, yaitu sebagai imam dari mazhab Syafi’i di masjid al-haram. Walaupun ia tidak pernah kembali ke daerah asalnya kemudian, tetapi ia tetap mempunyai hubungan dengan daerah asalnya ini melalui mereka yang naik haji ke mekkah dan belajar padanya dan yang  kemudian menjadi guru di daerah masing-masing. Hubungan tersebut dipererat lagi dengan publikasi tulisan-tulisannya sendiri tentang persoalan yang dipertikaikan yang sering dikemukakan kepadanya oleh bekas murid-muridnya di Indonesia. Sebagai imam dari madzhab Syafi’i tidaklah mungin diharapkakn dari Syaikh Ahmad Khatib untuk meninggallkan madzhab ini. Tetapi ia tidak melarang murid-muridnya untuk membaca dan mempelajari tulisan  Muhammad Abduh, seperti yang terdapat dalam majalah Al’urwadt AlWustqa. Dan tafsir Al-Manar, Walaupun ia membiarkan hal ini dengan maksud supaya pemikiran yang dikemukakan oleh pembaharu mesir tersebut ditolak. Sebaliknya pula ia kenal betul dengan peringatan yang diberikan oleh imam Syafi’i yang mendesak pada siapapun juga umumnya untuk meninggalkan 14



fatwanya (imam Syafi’i sendiri) apabila fatwa-fatwa  ini ternyata berlawanan dengan sunnah Nabi. Mengenai masalah-masalah di Minangkabau, Syaikh Ahmad Khatib terkenal sangat menolak dua macam kebiasaan. Ia sangat menentang thareqat naqsabandiyah yang sangat banyak praktekkan pada saat itu seperti ia pun juga sangat menentang peraturan-pertauran adat mengenai hak waris. Kedua hal ini merupakan masalah yang terus menerus ditentang kemudian oleh pembaharu-pembaharu lain didaerah tersebut.  Syaikh thaher djalaluddin Pengaruh Syaikh Thaher pada kolega atau muridnya ini di Minangkabau dilakukan melalui majalah Al-Imam, serta melalui sekolah yang ia dirikan, yaitu Al-Iqbal Al-Islamiyah, di Singapura ia bersama seorang yang bernama Raja Haji Ali Ahmad pada tahun 1980. Walaupun sekolah ini segera dipindahkan ke Riau oleh karena kesukaran-kesukaran keuangan dan kelajutan di Riau tadi dilakukan tanpa partisipasi Syaikh Taher, namun sekolah di Singapura itu telah diambil sebagai model oleh Haji Abdullah Ahmad dalam mendirikakn sekolah Adabiyah di Padang. Haji Ahmad mengunjungi teman atau gurunya ini di Singapura dengan maksud sengaja mempelajari rencana sekolah tersebut. Haji Abdullah Ahmad benar-benar mencontohkan bentuk dan juga motto dari Alimam pada majalah yang ia terbitkan  di Padang (al-munir).  Syaikh Muhammad djamil djambek Pada tahun 1918 ia mendiikan suatu lembaga yang sampai sekarang masih terkenal dengan nama Surau Inyik Djambek. Surau ini merupakan pusat kegiatan untuk memberikan pelajaran agama, demikian juga merupakan tempat pertemuan bagi organisasi-organisasi islam serta tempat dimana makanan dihidangkan bagi tokoh-tokoh yang diundangnya untuk berdialog tadi. Kira-kira tahun 1913 ia mendirikan di Bukittinggi suatu organisasi yang bersifat social, Tsamaratul Ikhwan, yang juga menerbitkan kitab-kitab kecil dan brosurbrosur tentang pelajaran  agama tanpa maksud mencari keuntungan. Beberapa tahun lamanya Djambek bergerak dalam organisasi ini, sampai pada saat organisasi tersebut diubah menjadi sebuahperusahaan penerbitan yang bersifat komersial. ketika itu ia tidak turut lagi dalam perusahaan tersebut. Ia sangat memberikan dorongan pada pembaharuan di Minangkabau dengan membantu organisasi-organisasi pembaharuan itu.  Haji abdul karim amrullah (haji rasul) Haji Rasul banyak mengadakan perjalanan keluar daerahnya. Yang terpenting antaranya ialah kepergiannya ke Malaya (1916) dan ke jawa (1917). Dalam kunjungnnya ke jawa ini mengandalkan hubungan dengan pemimpin-pemimpin sarekat islam dan muhammadiyah. Dialah yang memperkenalkan muhammadiyah di Minangkabau pada tahun 1925, yang segera meluas dengan cepat. Haji Rasul memang sangat aktif dalam gerakan di daerah Minangkabau. suraunya di Padang anjang tumbuh menjadi Sumatra Thawalib yang melahirkan 15



persatuan muslimin Indonesia, suatu partai politik pada permulaan tahun 1930an. Ia juga menjadi penasehat persatuan guru-guru agama islam pada tahun 1920. Ia memberikan bantuannya pada usaha mendirikan sekolah normal islam dipadang pada tahuun 1930. Ia menentang komunisme dengan sangat gigih pada tahun 1920.  Haji Abdullah ahmad Keperluan terhadap pendidikan yang sistematis dan kenyataan bahwa tidak semua anak-anak dari pedagang di Padang dapat masuk sekolah-sekolah yang didirikan oleh pemerintah menyebabkan Haji Ahmad membuka sekolah Adabiyah dengan bantuan pedagang-pedagag ini. Ini terjadi pada tahun 1909 setelah Haji Ahmad mengunjungi sekolah Iqbal di Singapura. Di samping kegiatan ini, Haji Ahmad sangat aktif menulis, malahan ia menjadi ketua persatuan wartawan di Padang pada tahun 1914. Ia mempunyai hubungan yang sangat erat dengan siswa-siswa sekolah menengah pemerintah di Padang dan sekolah dokter di Jakarta dan memberikan bantuannya dalam kegiatan Jong Sumatra Bond. Ia merupakan pendiri dari majalah Al-Munir yang diterbitkan di Padang tahun 1911 sampai tahun 1916. Al-Akhbar tahun 1913 (salah satu majalah berita) dan menjadi redaktur dalam bidang agama dari majalah AlIslam tahun 1918 yang diterbitkan oleh sarekat islam.  Syaikh Ibrahim musa Syaikh Ibrahim musa memiliki peran yang besar dalam mendirikan lembagalembaga modern di Minangkabau. Ia membantu dalam gerakan pembaharuan dan mengikuti dua organisasi, baik kaum muda maupun kaum tua, yaitu persatuan guru-guru agama islam (kaum muda) dan ittihadul ulama (kaum tua). Dan suraunya terkenal dengan nama Thaawalib (parabek) dan sangat erat hubungannya dengan lembaga yang sama di Padang  Zainuddin Labai Al-Junusi Berbeda dengan para pembaharu lainnya, Labia lebih tertarik pada kehidupan dan kegiatan kalangan bangsawana, seperti musthafa  kamil di mesir daripada Abduh atau Rasyid Ridha yang lebih banyak memperhatikan soal agama. Dengan membuka sekolah guru diniyah (1915) ia mempergunakan system berkelas dengan kurikulum yang lebih teratur yang mencakup juga pengetahuan umum seperti bahasa, matematika, sejarah, ilmu bumi disamping pelajaran agama. Ia juga mengorganisir sebuah klub music untuk murid-muridnya.  



16



2. Lembaga-lembaga dan organisasi pembaharu dalam bidang social dan pendidikan  Sekolah Adabiyah Pada tahun 1909 sekolah ini hanya ada 20 orang murid yang kebanyakan diantaranya adalah anak pedagang, sekolah ini adalah sekolah dasar yang sama dengan sekolah HIS (Hollands Inlandse School) yang membedakan adalah adanya agama dan al-qur’an yang diajarkan secara wajib. Pada tahun 1915 sekolah ini menerima subsidi dari pemerintah. namanya pun diubah  menjadi Hollandsch Maleische School Adabiyah. Kepalanya adalah seorang blanda sehingga pelajaran agama agak kurang diperhatikan. Dan sejak saat itu tiang tumpuan bagi para pembaharu menjadi hilang.  Surau jembatan besi Surau ini mulanya memberikan pelajaran yang biasa seperti fiqh dan tafsir qur’an namun dengan masuknya Haji Abdullah Ahmad dan Haji Rasul mengajar disurau tersebut pelajaran lebih ditekankan pada ilmu alat berupa kemampuan untuk menguasai bahasa arab dan cabang-cabangnya. Maksudnya agar para siswa dapat mempelajari sendiri kitab-kitab yang diperlukan sehingga lambat laun islam semakin dikenal dari kedua sumber utamanya yaitu al-qur’an dan hadist. Dan maksud akhir dari surau jembatan besi ini didirikannya  sekolah Thawalib  Sumatra thawalib Haji jalaluddin Thaib, pada tahun 1919 mengintrodusi cara-cara mengajar moderen kedalam Thawalib, system berkelas yang lebih sempurna. Pada tahun berikutnya Thaib menjadi  ketua dari Sumatra Thawalib. Pada waktu itu organisasi tadi telah berkembang dan meluas melebihi kegiatan yang dilakukan sebelumnnya. Sehingga dapat dikatakan organisasi tersebut menjadi suatu badan yang mengawasi dan membina sekolah itu sendiri.  Persatuan muslim Indonesia (PERMI) Pada tahun 1929 organisasi Thawalib memperluas keanggotaannya pada semua bekas para pelajar dan guru-guru yang tidak lagi memiliki hubungan langsung dengan lembaga pendidikan tersebut. pada tahun berikutnya organisasi tersebut berubah menjadi persatuan  muslimin Indonesia. Pada tahun 1932 organisasi ini berubah menjadi partai politik yang kemudian disingkat menjaadi PERMI. Pada masa ini datang dua anak muda yaitu Ilyas Ja’kub dan Muchtar Luthfi. Mereka bergabung dengan Thawalib sebagai guru dan memberikan bimbingan dalam bidang politik. Sekitar tahun 1933 permi menderita tekanan-tekanan yang dilancarkan oleh pemerintah, pemimpin-pemimpin dibuang termasuk guru-guru yang mengajar dithawalib.



17



 Diniiyah dan al-madrasah al-diniyah Pendidikan putra putri dalam rangka pembaharuan, disamping yang telah dikerjakan oleh Haji Abdullah dengan sekolah Adabiyah, merupakan suatu inisiatif dari Zainuddin Labia. ia mendirikan sekolah diniyah pada tahun 1915 yang merupakan perkembangan dari surau jembatan besi. Tekanan yang diberikan dalam pelajaran ialah ilmu pengetahuan umum, seperti sejarah ilmu hitung dan bahasa. Dengan bantuan persatuan murid-murid diniyah school yang didirikan atas anjuran Labia. Rahmah mendirikan pada tanggal 1 November1923 sebuah sekolah khusus untuk putra putri dengan nama Al-Madrasah Al-Diniyah. Selain itu, Rahmah juga mengadakan pemberantasan buta huruf dikalangan ibu-ibu yang lebih tua. Perkembangan kedua bagian dari sekolah diniyah ini kemudian berjalan lancar dan dalam tahun 1937 sebuah sekolah guru untuk puteri didirikan, yang disusul tak beberapa lama kemudian oleh pembukaan sekolah yang sama untuk putera.   E.



Gerakan Revormasi Dan Modernisasi di Indonesia 1.



Proses Islam Masuk Ke Indonesia Agama Islam masuk ke Indonesia untuk pertamakalinya di sekitar abad XIII Masehi. Berdasarkan pada informasi sejarah, baik dari sumber Barat yang salah satunya ditokohi oleh Marco Polo maupun dari sumber Timur yang diwakili oleh Ibnu Batuthah. Snouck hurgronye menceritakan dalam bukunya “De Islam in Nederlansch-Indie” tentang masuknya Islam ke Indonesia sebagai berikut “Tatkala Raja Mongol Hulagu Khan pada tahun 1258 M menghancurkan Bagdad yang lebih dari 5 abad lamanya merupakan ibu negri kerajaan Islam, kelihatan seakan-akan kesatuan kerajaan-kerajaan Islam lenyap. Hanya setengah abad sebelum kejadian yang penting itu berlaku, Islam dengan cara perlahan berkembang dan masuk ke pulau-pulau Indonesia dan sekitarnya. Perkembangan ini tidak dicampuri oleh pemerintah manapun juga. Negara-negara pesisir Sumatra, seluruh Jawa, Pantai Borneo (kalimantan) dan Selebes (Sulawesi), dan beberapa pulau-pulau kecil yang lain satu persatu masuk Islam, terutama dengan usaha saudagar-saudagar Islam dari daerah sebelah Barat yang ingin memperoleh tempat tinggal di Indonesia. Dibantu pula oleh anak Negri yang sudah masuk Islam di daerah pesisir yang ikut serta menyiarkan dakwah agama ke daerah pedalaman, dan sebagian lagi pergi berlayar menyiarkan keyakinannya yang baru itu ke pulau-pulau yang terdekat. Masyarakat Indonesia pra Islam, bukanlah masyarakat yang bersih dari berbagai macam ragam keyakinan hidup. Tetapi mereka telah memiliki kepercayaan seperti :Animisme, Dinamisme, Hindhu maupun Buddha yang diyakini dan telah menyatu dalam seluruh aspek hidupnya. Mereka dengan kesadarannya sendiri mau menerima seruan dan ajakan Islam, tetapi mereka tidak begitu saja 18



meninggalkan kepercayaan sebelumnya dari kebiasaan hidupnya. Gejala bercampur aduknya antara kepercayaan lama dengan keyakinannya yang baru tidak mungkin dapat dihindari. Padahal sesungguhnya agama Islam sebagaimana yang diajarkan Allah dan utusan-Nya secara tegas tidak dapat menerima hal seperti itu. Agama Islam adalah agama yang berfahamkan “Monoteisme Absolut”, ajaran yang berfahamkan tauhid yang mutlak dan murni, ajaran yang sama sekali tidak mau berkompromi dengan berbagai macam bentuk kemusyrikan maupun berbagai ragam khurafat (tahayul, gugon tuhon. Jw). Snouck Hurgronye menyelidiki kaum muslimin diberbagai daerah Indonesia. Terutama Jawa, Sumatra dan Aceh. Bahwa orang Jawa “percaya pada adanya benda-benda gaib, suatu kepercayaan yang berasal dari Polinesia dan Hindu. Isalam datang ke Indonesia bukan dibawa oleh para mubaligh yang langsung datang dari jazirah Arab, melainkan dibawa oleh para pedagang dan mubaligh dari Gujarat-India. G.W.J. Drewes menyatakan bahwa “Islam tiba di Indonesia bukan dari pusatnya di Timur Tengah, akan tetapi dari India, dan Islam semacam ini yang telah disaring melalui pengalaman agama di India, dan bertaburan mistisisme, mendapatkan dasarnya yang telah dipersiapkan dengan baik di Jawa yang telah dipengaruhi oleh agama Hindu”. Abu Bakar Aceh menyatakan bahwa para penyiar Islam di hari-hari pertama itu berasal dari Gujarat, India. Alasan ini didasarkan : a.Atas adanya hubungan dagang antara orang-orang hindu dengan orang-orang Indonesia sebelum Islam, dan hubungan dagang ini di teruskan sesudah orangorang Hindu memeluk Islam. b.Gujarat adalah pelabuhan yang terpenting tempat bertolak saudagar-saudagar Hindu maupun Islam ke Indonesia. c.Batu-batu nisan dari kuburan-kuburan terpenting di Indonesia adalah bikinan, mempunyai ukiran dan dimasukkan dari Gujarat. d.Nama-nama yang terkubur itu adalah raja-raja yang memakai gelar Syaj dari bahasa Persia atau India. e.Penyesuaian adat-istiadat dan kebiasaan antara Indonesia dan India yang sampai sekarang masih dapat dilihat dari kehidupan bangsa kita. f.Adanya paham aliran Syiah dan paham wihdatul wujud dalam ilmu tasawuf di Indonesia. Menurut Mukti Ali bahwa:“Campurnya Islam dengan elemen-elemen Hindu menambah mudah tersiarnya agama itu (Islam) dikalangan masyarakat Indonesia, terutama masyarakat Jawa, karena sudah lama kenal dengan ajaran-ajaran Hindu. Sebagian besar tersiarnya Islam di Indonesia ini adalah hasil pekerjaan kaum Sufi dan Mistik. Pemimpin-peminpin Agama Islam pada waktu itu yang di hormati yaitu para ahli tariqah atau para guru suluk, seperti pada abad XVI di Sumatra Utara adalah Hamzah Pansuri, Syamsuddin Pase, Nuruddin ar-Raniri, Abdur-Rauf Singkel,dan 19



di Jawa Wali Songo, mereka itu adalah tokoh Mistik dan Ahli Tasawuf. C.C.Berg menyatakan “sesungguhnya Sufisme atau Mistisisme Islam, bukannya ortodoksi Islam yang meluaskan pengaruhnya di Jawa dan sebagian Sumatra. Tasawuf yang mereka kembangkan cenderung pada tasawuf yang memandang hidup berat sebelah. Ajaran “fana”, yaitu faham meniadakan diri untuk hidup berzuhud yang bersih dari segala pamrih keduniaan menjadikan mereka membelakangi dunia. Dikalangan mereka terkenal ajaran hadits yang menyatakan bahwa “dunia ini penjara bagi orang-orang mukmin, dan surga bagi orang-orang kafir” yang ditafsirkan secara tidak tepat ( bandingkan dengan al-Qashsh (28): 77). Berbeda dengan pemahaman Jamaluddin al- Afghany, bahwa makna “fana” itu tidak lain mengandung pengertian melebur kepentingan diri pribadi bagi kepentingan dan perjuangan bersama. Tasawuf semacam inilah yang di tuntunkan Allah dan Rasul-Nya, dan hal seperti inilah yang dibuktikan sendiri oleh sahabat Abu Bakar as-Shidiq, Usman bin ‘Affan dan Jamaluddin al-Afghany sampai akhir hayatnya. Dalam masalah fikih, yang menguasai lapangan pendidikan dan pengajaran tradisional Islam di Indonesia – di samping tasawuf – muslim Indonesia mengikuti madzhab Syafii, dan beberapa buku pegangan seperti buku-buku penyederhanaan , pengganti, atau syarah (komentar), umpamanya kitab Tuhfah dan Nihayah yang di tulis oleh Ibnu Hajar al-Haitam dan ar-Ramli. Tarekattarekat Sufi yang memperoleh pengikut di Indonesia adalah terekat Qadiri, Rifa’i, Naqsyabandi, Sammani, Qusyasyi, Syattari, Syazili, Khalwati dan Tijjani. Yang perlu mendapat perhatian, masalah firqah, yaitu suatu aliran yang mencul dikarenakan perbedaan dalam memahami masalah pokok-pokok agama, seperti firqah Ahlus-Sunnah wal Jama’ah, Mu’tazilah, Syi’ah, Qadariyah, Jabariyah dsb, ternyata di awal perkembangan Islam di Indonesia telah masuk juga faham Syi’ah. Kedamaian umat Islam di Indonesia dalam melaksanakan kehidupan keagamaan dan dakwahnya yang berlangsung selama kurang lebih tiga abad, disekitar awal abad XVI tiba-tiba dikejutkan dengan datangnya bangsa-bangsa Eropa untuk menjajah secara silih berganti antara bangsa Sepanyol, Potugis, Inggris dan Belanda. Mereka tanpa kecualinya-termasuk Belnda yang menjajah Indonesia – datang kenegri-negri jajahannya selalu dimotivasi oleh tiga motif utama, yaitu : a.Motif ekonomi (Gold), yang dengan motif ini penjajah melaksanakan berbagai macam program kemiskinan terhadap anak negri jajahannya. b.Motif politik (Glory), dengan motif ini penjajah melaksanakan berbagai program pembodohan agar tetap buta terhadap jati dirinya sebagai bangsa yang berhak untuk merdeka. c.Motif agama (Gospel), dengan motif ini penjajah melaksanakan program pemurtadan/Kristenisasi, motif ketiga ini adalah motif yang paling utama.



20



2.



Awal Kelahiran Gerakan Pembaharuan Islam di Indonesia Kondisi umat Islam di Indonesia seperti di atas berjalan beratus-ratus tahun lamanya. Baru pada sekitar tahun 1803 bersamaan dengan kepulanganHaji miskin, Haji Sumanik dan Haji Piobang dari menunaikan ibadah Haji dan untuk sementara waktu bermukim, mereka pulang kembali kekampung halamannya di Minangkabau dengan membawa semangat Islam yang di ilhami oleh Gerakan Wahabi yang puritan. Sementara di daerah Luhak Agama para tuanku mengadakan kebulatan tekaduntuk memperjuangkan tegaknya syara’sekaligus memberantas segala macam kemaksiatan yang sudah mulai semarak dikerjakan oleh kaum adat. Mereka terdiri dari Tuanku nan Renceh, Tuanku Bansa, Tuanku Galung, Tuanku Lubuk Aur, Tuanku Padang Lawas, Tuanku Padang Luar, Tuanku Kubu Ambelan dan Tuanku Kubu Sanang. Kedelapan orang inilah yang terkenal dengan julukan ‘harimau nan salapan’, delapan harimau yang berani menantang berbagai macam kemaksiatan. Disamping kedelapan tokoh di atas, muncul tiga tokoh lain di Gerakan Paderi yang namanya cukup legendaris, yaitu Muhammad Syabab yang membangunperbentengan di Bonjol. Hanya bagi orangorang yang belum mengenalnya mereka menamakannya sebagai kaum Paderi, orang-orang yang selalu mengenakan pakaian serba putih, mirip sebagaimana yang biasanya dikenakan oleh father/pastur. Mereka mengadakan perombakan masyarakat secara radikal, dan dalam banyak hal mereka menggunakan kekerasan. Karena itu terjadilah konflik antara kaum paderi dengan sebagian kaum adat, yang diakhiri dengan timbulnya perang terbuka. Dan karena dalam berbagai pertempuran fihak kaum adat selalu dikalahkan, kemudian mereka meminta bantuan kepada pihak Belanda, dan dengan senang hati Belanda menyanggupinya. Perang babakan baru di mulai setelah Belanda mendatangkan bala bantuannya untuk memerangi kaum Paderi. Berhadapan dengan kaum Kafir Belanda. Syaikh Ahmad Khotib, yang lahir di Bukittinggi pada tahun 1855 ketika berusia 21 tahun pergi ke Mekah untuk belajar memperdalam pengetahuan agama Islam yang berfahamkan madzhaf Syafi’i. Dan sejak saat itu Akhmad Khotib tidak pernah kembali ke Indonesia. Bahkan pada puncak karier keilmuannya ia mendapatkan kedudukan yang sangat tinggi sebagai imam dari madzhab Syafi’i di masjidil Haram. Sekalipun demikian hubungan dengan daerah asalnya masih tetap terjalin lewat mereka yang menunaikan ibadah haji atau lewat muridmuridnya yang berasal dari Indonesia. Ia adalah sosok ulama yang cerdas, kritis dan toleran. Hal ini terlihat pada sikapnyayang secara terang-terangan tidak menyetujui terhadap aliran tarikat Naqsabandiyah serta menentang terhadap adat pembagian warisan model Minangkabau-Sumatra Barat. Tokoh-tokoh Pembaharu lainnya dari Minangkabau tercatat antara lain Syaikh Thahir Djalaluddin al-Azhari yang ide-idenya disalurkan lewat majalah “alImam”, Syaikh Djamil Djambek, Abdul Karim Amrullah atau dikenal dengan julukan Haji Rasul (ayah HAMKA), tokoh yang pertamakali memperkenalkan Muhammadiyah kepada masyarakat minangkabau pada tahun 1925. Tokoh pembaharu lainnya, yaitu Haji Abdullah Ahmad Yang ide-ide pembaharuannya disalurkan lewat majalah yang didirikannya, yaitu “Al-Munir”, degan tujuan “memimpin dan memajukan anak-anak bangsa kita... pada agama yang lurus dan 21



beri’tikad yang betul”. Tokoh ini pengetahuannya tentang Islam diakui oleh ulama-ulama Timur Tengah pada suatu konperensi khilafat di Kairo tahun 1926, dimana dia bersama Haji Rasul memperoleh gelar kehormatan doktor dalam bidang agama (doktor fid-din). 3.



Gerakan Pembaharuan Islam di Indonesia Abad XX Memasuki abad XX di Indonesia, terutama di pulau Jawa perjuangan menegakkan agama Islam sehingga kemulyaan Islam sebagai idealita dan kejayaan umat Islam sebagai realita (‘izzu Islama wal muslimin) dapat di realisasikan secara konkrit telah dimulai dengan menggunakan organisasi sebagai alat perjuangannya. Umat Islam mulai saat ini menyadari bahwa cita-cita yang demikian besar lagi berat seperti diatas hanya akan dapat diperjuangkan lebih efektif dan efesien manakala menggunakan alat perjuangan yang namanya “organisasi”. Maka bermuncullah berbagai gerakan pembaharuan dalam Islam, baik yang bergerak dalam bidang politik kenegaraan, seperti Partai Serikat Islam, Partai Islam Indonesia (PII), Partai Islam Masyumi, Partai Muslimin Indonesia, maupun yang bergerak dalam bidang sosial kemasyarakatan seperti Al-Islah walIrsyad atau terkenal dengan nama Al-Irsyad, Persatuan Islam (Persis) dan Muhammadiyah. Sesungguhnya dua pola perjuangan seperti di atas telah ada ‘blue print’ atau cetak birunya sebagaimana yang telah dirintis oleh Gerakan salafiah yang ditokohi oleh Jamaluddin al-Afghany dan Muhammad Abduh. Sebagaimana telah dimaklumi bahwa kalau teori perjuangan Jamaluddin al-Afghany lebih dititik beratkan untuk merebut dan menguasai berbagai lembaga kenegaraan, terutama lembaga legislatif, dengan keyakinan bahwa dengan dikuasainya berbagai lembaga kenegaraan tersebut maka Islam akan dapat menentukan berbagai perundangundangan, aturan, keputusan dan kebijakan negara yang benar-benar Islami. Dan karena saat al-Afghany menegaskan pendiriannya seperti negeri-negeri Islam diseluruh dunia masih dicengkeram oleh kaum penjajah maka untuk melaksanakan cita-citanya tersebut jalan yang pertamakali harus ditempuh oleh negeri-negeri Islam adalah berjuang untuk mengusir kaum penjajah. Sementara Muhammad Abduh berpendapat bahwa dirinya juga setuju dengan prinsip yang dikembangkan oleh Jamaluddin al-Afghany, namun satu hal yang tidak boleh dilupakan juga bahwa pembinaan umat harus juga diprioritaskan. Pembinaan umat lewat dakwah Islamiah, pendidikan dan membangun kesejahteraan umat merupakan satu pekerjaan yang harus diprioritaskan. Lewat pengembangan pendidikan yang benar-benar Islami akan melahirkan kader-kader yang siap menyebarkan ide-ide pembaharuan keseluruh penjuru dunia, dan sekaligus akan menjadi pendukung yang setia untuk tampil kedepan mengisi tugas-tugas kenegaraan dan kemasyarakatan yang menjadi medan garapnya. Dua bidang garap berupa bidang politik dan bidang sosial kemasyarakatan seperti diatas manakala platformnya diletakkan pada asas yang sama maka sesungguhnya esensi dari keduanya merupakan satu-kesatuan yang tidak mungkin dapat dipisahpisahkan, keduanya bagaikan sekeping mata uang yang dilihat dari dua sisI.



22



4.



Gerakan Politik Islam di Indoesia Di antara beberapa partai Islam yang pernah hadir di tengah-tengah masyarakat Islam Indonesia yang cukup menonjol, tercatat antara lain adalah : 1. Partaiserikat Islam Indonesia



Cikal bakal gerakan politik Islam di Indonesia diawali dengan berdirinya Serikat Dagang Islam yang didirikan oleh Haji Samanhudhi dan kawan-kawan para pedagang batik di Kota Solo pada tanggal 16 Oktober 1905, 3 tahun sebelum lahirnya Budi Utomo pada tahun 1908. Pada saat SDI dibentuk gerakannya tidak diarahkan pada bidang politik praktis, melainkan diarahkan untuk: a.Pertama untuk menghimpun kekuatan para pedagang baik guna melawan pedagangCina yang memonopoli perdagangan bumbu batik dengan memainkan harga seenaknya sendiri. b.Kedua untuk menghadapi sikap superioritas orang-orang Cina terhadap orang-orang Indonesia sehubungan dengan berhasilnya revolusi Cina pada tahun 1991. Sikap superitas keturunan Cina ini sesungguhnya telah mempunyai akar yang sudah cukup lama, yaitu merupakan hasil kongkrit dari keberhasilan pemerintah Hindia Belanda yang membagi warga negara Hindia Belanda menjadi tiga tingkatan. Diataranya : 1)Tingkatan pertama adalah bangsa Belanda dan Eropa lainnya. 2)Warga negara kedua adalah bangsa Cina dan Timur asing lainnya. 3)Dan warga negara kelas tiga adalah bangsa Indonesia yang memilih kewarganegaraan Belanda. Politik divide et Impera seperti ini diterapkan juga dalam dunia pendidikan yang mereka selenggarakan, dimana dalam sitem pendidikan yang dikembangkan sejak dilaksanakannya politik Etis pemerintah dalam menyelenggarakan pendidikannya anak-anak keturunan Cina dimasukkan pada sekolah kelas dua, sedang anak-anak priyayi masuk sekolah kelas tiga. Perkumpulan dagang yang menggunakan nama Islam ini cepat berpengaruh pada masyarakat pribumi Solo, dan tidak saja membangkitkan perasaan anti Cina tetapi juga anti kolonial dan para pegawainya yang telah banyak menbuat kesulitan bagi rakyat pribumi. Menurut Fred Robertvon der Mehden dalam desertasinya yang berjudul ‘Islam and the Rise of Nationalism in Indonesia’ dikatakan bahwa SDI di ubah menjadi Serikat Islam setelah Tjokroaminoto masuk kedalam organisasi ini dalam tahun 1912 atas undangan Samanhudhi. Tjokraaminoto mengusulkan supaya jangan dibatasi hanya kepada golongan-golongan pedagang, tetapi 23



diperluas, sehingga dari kata “dagang” waktu menyusun statuten dihapus diganti dengan kalimat perkumpulan bernama “Sarikat Islam”. Dengan demikian pergerakan Sarekat Islam yang semula sekedar untuk memajukan perdagangan, saling membantu, terbinanaya rohani dan jasmani, memajukan kehidupan masyarakat beragama Islam, pada tahun 1912 berkembang menjadi pergerakan politik dengan menggunakan Islam sebagai dasar perjuangannya dan mencita-citakan kemerdekaan. Dan dalam perkembangan berikutnya, dengan mengukuti berbagai keputusan kongres yang diadakannya terlihat secara jelas bahwa Sarikat Islam memiliki ciri yang khas sebagai gerakan massa yang oertama yang memperkenalkan politik nasional ketengah-tengan rakyat. Sosok HOS Tjokroaminoto yang oleh Belanda dijulukinya sebagai raja jawa yang tidak dinobatkan, ‘De ongekroonde koning van Jawa’, adalah tokoh nasionalisme modern. Syafii Maarif menilai Tjokroaminoto bukan saja sebagai tokoh dan inspirator pergerakan, pemikir Islam, tetapi ia juga sebagai tokoh pertama kali yang melancarkan ide pembentukan bangsa (nation) dan pemerintahan sendiri (self government). Dialah yang sebenarnya sebagai bapak pendiri faham kebangsaan, ‘the real founding father of nationalism. Ditangan sosok inilah syarikat Islam berkembang dengan pesatnya. Pada tahun 1919, tujuh tahun setelah Tjokroaminoto memimpin organisasi ini telah menyebar keseluruh Jawa dan beberapa tempat di Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi, dan anggotanya meliputi semua lapisan masyarakat. “...Daya tarik Sarikat Islam lebih jauh jangkauannya daripada sekedar mecapai kelompok penduduk kota yang berorientasi Barat. Karena partai tersebut memusatkan perhatiannya secara eksklusif bagi orang-orang Indonesia, maka ia mendapatkan pengikut-pengikutnya dari semua kelas, baik di kota maupun di desa. Para pedagang muslim, para pekerja di kota-kota, para kiai dan ulama, dan bahkan beberapa penyanyi, dan diatas segala-galanya petani tertarik kedalam gerakan massa politik yang pertama – dan terakhir – di Indonesia di jaman kolonial Belanda. Melihat betapa besarnya minat masyarakat dari berbagai lapisan memasuki Sarekat Islam, Ruslan Abdulghani memberikan penilaian ‘dibandingkan Budi Utomo maka Srikat Islam lah yang justru jauh lebih memenuhi syarat-syarat untuk dapat dinyatakan sebagai gerakan nasional. Seorang tokoh penting lainnya yang bergabung pada Serikat Islam, ialah Haji Agus Salim seorang intelektual muslim hasil didikan Barat, yang dipengaruhi oleh aliran-aliran reformis Islam. Ia tidak populer pada periode pertama, tetapi ia berhasil untuk mencapai suatu kedudukan kepemimpinan dalam periodeperiode berikutnya, terutama dalam membentuk dan memberi isi pada Sarikat Islam dengan warna Islamnya. Serikat islam mengalami goncangan dari dalam ketika tokoh-tokoh komunis yang menyusup ke tubuh SI mulai mendapatkan posisi yang menentukan. Satu hal yang patut diperhatikan bahwa dengan cara menyembunyikan ideologi komunismenya yang anti Tuhan dan anti agama di hadapan orang banyak, sementara untuk menarik simpati mereka selalu tampil untuk membela kaum miskin, akhirnya tokoh-tokoh komunis (ISDV) yang berada didalam SI segera 24



mendapat dukungan massa. Kelompok ini “mencoba mengarahkan pergerakannya menjadi suatu aksi yang radikal dan revolusioner, yang memusatkan perhatiannya kepada para pekerja di kota dan di perkebunan serta orang-orang pedesaan. Sebagaimana diketahui faham Komunis diperkenalkan ke Indonesia oleh Hendricus Josephus Franciscus Marie Sneevliet (Belanda), seorang aktivis politik yang berhaluan Marxisme berkebangsaan Belanda datang ke Indonesia pada tahun 1913. Sewaktu masih di negeri Belanda ia menjadi pemimpin organisasi buruh angkutan dan menjadi anggota Social Democratische Arbeiders Partij (SDAP). Mula-mula ia bekerja sebagai staf redaksi Warta perdagangan Soerabajasche Handelblad, sebuah surat kabar milik sindikat perusahaan-perusahaan gula di Jawa Timur. Kemudian ia bekerja menjadi sekertaris Kamar Dagang Semarang. Bersama-sama dengan orang lainnya yaitu Aldolf Baars, P. Bergsma, Brandsteder, H.W. Dekker, dari orang Indonesia tercatat nama Semaun ia mendirikan organisasi Marxis yang pertama di Asia Tenggara dengan sebutan ISDF (Indische Social Democratische Vereniging), suatu perkumpulan orang-orang Indo. Tetapi segera organisasi ini mempropagandakan pemikiran yang bersifat sosialis, segera merubah dirinya menjadi perkumpulan Komunis setelah berhasilnya revolusi di Rusia 1917. Organisasi ini ingin memainkan peranan memimpin didalam pergerakan rakyat umumnya, dan berusaha untuk mempengaruhi organisasi-organisasi lain, terutama organisasi-organisasi massa untuk maksud ini. Ketika mereka mulai melihat organisasi manakah yang paling tepat untuk menanamkan kader-kadernya (sistem sel) agar bisa segera berkembang dengan subur, maka pilihanpu jatuh pada Serikat Islam, suatu organisasi massa yang telah tumbuh dengan suburnya di segala lapisan masyarakat. Dalam waktu yang relatif singkat kader-kader komunis telah menguasai jabatan-jabatan yang sangat menentukan, seprti Semaun yang menjabat sebagai ketua dari Serikat Islam di Semarang. Kegiatan-kegiatan ISDV didalam lingkungan Serikat Islam akhirnya benarbenar menggongcangkan partai. Pemimpin-pemimpin Serikat Islam yang anti komunis mulai bertanya apakah kegiatan-kegiatan itu tidak disokong oleh pihak Belanda sendiri, sebagai usaha untuk memecah pengikut partai yang memang tumbuh dengan pesat dan yang telah menyebabkan timbulnya ketakutan dikalangan banyak orang Belanda. Abdul Moeis menulis bahwa Sneevliet seakan-akan sengaja dikirim ke Indonesia untuk memecah gerakan Rakyat. Agus Salim melihat kegiatan-kegiatan ISDV juga sebagai suatu usaha untuk memindahkan pertikaian-pertikaian yang terdapat di Eropa ke Indonesia. Dengan propaganda dan agitasinya yang sangat lihai akhirnya kader-kader komunis dapat mempengaruhi banyak anggota Serikat Islam, terutama yang bergerak dalam serikat-serikat sekerja yang dibina oleh Seriakt Islam dan diwadahi dalam sebuah federasi yang dinamakan “Persatuan Kaum Buruh Hindia Belanda” (PPKB). Akhirnya wajah SI terbelah menjadi dua, yaitu :



25



1)Kelompok SI pertama yang berorientasi reformis, dan tetap setia menjadikan Islam sebagai perjuangannya, yang kemudian dikenal sebagai SI Putih, dengan tokoh-tokohnya seperti Tjokroaminoto, Agus Salim, Abdil Moeis, Suryopranoto, Sosrokardono dan lain-lainnya. 2)Kelompok SI kedua yang dipengaruhi oelh ISDV, sebuah organisasi berhaluan sosialis yang didirikan oleh Sneevliet, yang selanjutnya dikenal dengan SI Merah. SI merah ini benar-benar sudah tercemar faham komunis, atau bahkan mereka masuk ke SI itu tidak lebih dari sekedar untuk dijadikan sebagai “Kuda Troya” guna memperjuangkan faham Komunis dikala kekuatannya dianggap belum solid. Diantara tokoh-tokohnya yang menonjol antara lain seperti Semaun, Darsono, Tan Malaka. Pertentangan antara kedua kubu ini semakin hari semakin memuncak, hingga akhirnya pada akhir tahun 1921, lewat kongres Serikat Islam mengeluarkan “Disiplin Partai’’. Disiplin Partai ini menegaskan bahwa setiap anggota SI harus memilih dengan tegas, tetap menjadi anggota SI dan harus keluar dari keanggotaan organisasi lainnya, atau sebaknya. Dalam pilihan ini orang-orang Komunis memilih untuk keluar dari SI dan mendirikan sebuah organisasi yang dinamakan ‘Perserikatan Komunis Hindia’. Disamping itu kongres telah memutuskan untuk merubah tentang Keterangan Asas yang lebih menekankan identitasnya sebagai gerakan politik Islam dengan kalimat ‘Kemerdekaan Yang Berasas Islam... yang sesungguhnya melepaskan segala rakyat dari penghambaan macam apapun juga’. Dalam kongresnya pada tahun 1923 SI mengubah namanya menjadi Partai Sarekat Islam, dan pada tahun 1929 nama partai di sempurnakan lagi menjadi ‘Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII)’. Dalam perkembangan selanjutnya, pada tahun 1940 terjadi perpecahan lagi ditubuh PSII dengan keluarnya segolongan anggota dibawah pimpinan Soekarmadji Maridjan Kartosoewirja yang kemudian mendirikan perkumpulan sendiri tetapi tidak mau mengambil nama lain, sehingga ada dua PSII, yaitu PSII biasa dan PSII Kartosoewirjo. 2. Partai Islam Masjumi Partai Islam Masjumi berdiri pada tanggal 7 November 1945 sebagai hasil keputusan Muktamar Umat Islam Indonesia I yang berlangsung di Yogyakarta (Gedung Madrasah Muallimin Muhammadiah) pada tanggal 7-8 November 1945. Kongres ini dihadiri oleh hampir semua tokoh dari berbagai organisasi Islam di masa sebelum perang serta 3pada masa pendudukan Jepang, seperti Muhammadiah, Nahdatul-Ulama, Sarekat Islam, al-Wasliyah, Persis, alIrsyad, serta totkoh-toktoh intelektual muslim yang pada zaman Belanda aktif dalam Jong Islamited Bond dan Islam Study Club dsb. Dalam kongres tersebut disepakati dan diputuskan untuk mendirikan Majlis Syura Pusat bagi umat Islam Indonesia. Sesungguhnya Partai Masjumi ini merupakan kelanjutan dari kegiatan politik oraganisasi-organisasi Islam pada akhir zaman penjajahan Belanda yang 26



dikenal dngan nama MIAI (Majlis Islam A’la Indonesia). MIAI adalah suatu wadah federasi dari semua organisasi Islam, baik yang bergerak dalam bidang politik praktis maupun yang bergerak dalam bidang sosial kemasyarakatan yang didirikan pada tanggal 21 September 1937 di Surabaya atas inisiatif KH. Mas Mansyur (Muhammadiyah), KH. Wahab Hasbullah (NU) dan Wondo Amisero (Sarekat Islam). Kemudian pada masa Pendudukan Jepang gabungan gerakan Islam yang juga bersyifat federasi semacam MIAI ini dinamakan Majlis Syura Muslimin Indonesia. Partai Islam Masjumi yang berdiri di awal Kemerdekaan ini tidak lagi merupakan federasi dari sekian banyak organisasi Islam yang ikut mendirikannya, melainkan benar-benar merupakan Partai yang solid (menyatu), yang didalam keanggotaannya menganut dua sistem, diantaranya : 1)Sistem stelsel pasif, artinya setiap anggota organisasi pendukung partai otamatis menjadi anggota. 2)Sistem stelsel aktif, artinya bahwa seseorang yang ingin menjadi anggota partai harus aktif mendaftarkan dirinya dengan syarat-syarat tertentu yang ditetapkan oleh partai. Dalam menjalani sejarah perjuangannya antara tahun 1945 sampai dengan tahun 1960 Partai Masjumi telah menampilkan tiga sosok ketua yang sangat dihormati dan disegani baik oleh kawan maupun oleh lawannya karena kearifan dan kenegaraannya. Pda periode pertama Masjumi dipimpin oleh dr. Soekiman Wirjosandjojo, perod kedua oleh Mohammad Natsyir dan periode ketiga oleh Prawoto Mangoesasmito. Partai Masjumi yang mencanangkan tujuannya dengan rumusan “Terlaksananya syari’at Islam dalam kehidupan orang seorang, masyarakta dan negara republik Indonesia” dalam kiprah politiknya sepanjang masa hidupnya, baik dalam bentuk program maupun kebijakan-kebijakan partai menampakkan sikap yang tegar, istiqomah, konsisten terhadap prinsip-prinsip Islam yang bersumber pada al-Qur’an maupun al-Hadits. Politik yang dianut oleh Partai Masjumi adalah polotik yang menggunakan parameter Islam, artinya bahwa semua program atau kebijakan Partai harus terukur secara pasti dengan nilai-nilai Islam. Ungkapan bahwa politik itu kotor, menurut keyakinan Partai masjumi tidak mungkin terjadi di tengah-tengah arena politik bahwa memang politik itu kotor, kalau politik itu didasarkan pada ‘politik bebas nilai’, atau politik yang diajarkan oleh Nicollo Machivelli bahwa ‘tujuan menghalalkan semua cara’. Pada tanggal 15 Desember 1955 Indonesia menyelenggarakan Pemilihan Umum dalam rangka melaksanakan amanat UUDS 1950 pasal 137. Pemilihan Umum yang digelar untuk pertama kalinya ini dilaksanakan untuk memilih anggota Konstituante dan anggota DPR pusat maupun daerah. Partai Masjumi termasuk salah satu dari peserta pemilu yang diikuti oleh lebih dari tiga puluh patai / prseorangan. Dan sebagai hasilnya Partai Masjumi keluar sebagai salah satu dari “empat besar”, masing-masing dengan perolehan kursi 57 untuk PNI, 57 untuk Masjumi, 45 untuk NU dan 39 untuk PKI. Namun bila dilihat dari 27



tebaran pemilihnya Masjumi adalah merupakan satu-satunya partai yang memperoleh kursi di seluruh propinsi wilayah Indonesia, dan tidak demikial untuk lainnya. Pada saat sidang dewan Konstitusi untuk menyusun UUD sebagai pengganti UUDS (Undang Undang Sementara th 50) pembahasan menjadi serius saat menyentuh masalah Dasar Negara.di sidang periode pertama Partai Masjumi, NU, PSII, Perti, dll, dapat mengumpulkan suara 230 kursi menggalang kakuatan berasama untuk memperjuangkan Islam sebagai dasar negara Republik Indonesia. Fraksi-fraksi non Islam mengantongi suara 286 kursi bersikeras untuk tetap memperjuangkan Pancasila sebagai dasar negara. Untuk mencari titik temu antara golongan nasionalis sekuler dengan golongan nasionalis muslim, dari fraksi Islam diwakili oleh KH. Masykur (NU) mengajukan dua usulan yaitu : 1)Piagam Jakarta dijadikan Mukadimah UUD 1945. 2)Pasal 29 UUD hendaknya berbunyi “Negara Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa dengan menjalankan Syareat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Pada tanggal 30 Mei, 1 - 2 Juni 1959 diadakan suara, hasil dari ketiga pemungutan suara tersebut adalah 269 setuju dan 199 menolak, 264 setuju dan 204 menolak, da terakhir 263 setuju dan 204 menolak. Dengan demikian kedua usulan di atas baik dari golongan Islam maupun non Islam sama-sama tidak diterima oleh Majlis, dengan alasan bahwa Konstituante telah gagal meaksanakan tugasnya Presiden Sukarno malakukan Dekrit untuk kembali Ke UUD 1945 dan sekaligus membubarkan Konstituante. Dengan adanya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dimulai suatu babakan baru dalam ketatanegaraan Republik Indonesia. Dengan kembalinya negara Indonesia ke UUD 45 berarti Presiden disamping sebagai Kepala Negara juga berfungsi sebagai Kepala Pemerintahan. Berbekalkan dengan fungsi ini Presiden bermaksud segera membentuk Kabinet (Dewan Menteri) dengan mengikut sertakan empat partai besar pemenang Pemilu, yaitu PNI, Masjumi, NU dan PKI. Namun ketika maksud inidisampaikan kepada keempat Pimpinan Partai, Pimpinan Partai Masjumi mengajukan syarat bahwa Masjumi siap duduk dalam Kabinet asal PKI tidak di ikut sertakan, tetapi kalau harus bersamasama duduk berdampingan dengan PKI, lebih baik Masjumi akan berdiri sebagai Partai Oposisi. Bung Karno sejak tahun 1920an menemukan adanya tiga kekuatan ideologis yang riel hidup ditengah-tengah masyarakat Indonesia, yaitu : ideologi Nasionalisme, Islam dan Komunis. Menurut Bung Karno alangkah kuatnya bangsa Indonesia seandainya ketiga kekuatan tersebut dapat dipersatukan. Ia mencita-citakan persatuan antara Nasionalisme, Islam dan Komunis yang di singkat dengan istilah “NASIKOM”. Dengan di tuntun oleh obsesinya yang telah sekian lama dimilikinya, Bung Karno ingin menerapkan ide Nasikom kedalam kabinet yang ia maksud. Maka 28



dengan sikapnya Masjumi yang menolak duduk bersama dengan PKI tidak membuat gagalnya membentuk kabinet Nasikom. Maka terbentuklah kabinet yang unsur utamanya terdiri dari PNI, NU dan PKI, dan untuk mengokohkan dari unsur agama dimasukkan juga unsur dari PSII, Petri, Karkindo dan Partai Katolik. Karena memasukkan unsur-unsur agama lainnya maka kabinet yang dipimpin langsung oleh Bung Karno dinamakan Kabinet ‘NASAKOM’ (Nasionalisme, Agama dan Komunisme). Dalam masa awal pelaksanaan Demokrasi Terpimpin mengakibatkan terjadinya berbagai pergolakan daerah, antara lain PRRI di Sumatra Barat dan Permesta yang muncul di Sulawesi Utara. Beberapa tokoh Masjumi dan PSI bergabung dalam pergolakan PRRI, seperti Muhammad Natsir, Burhanudin Harahap, Syafrudin Prawiranegara, Sumitro Djojohadikusumo dsb. Bealasan adanya keterlibatan tokoh-tokoh Masjumi dan PSI, dipergunakan oleh PKI untuk memukul keduanya dengan cara membujuk kepada Bung Karno agar kedua partai ini di bubarkan. Maka keluarla Surat Keputusan (SK) Presiden nomor 200 tahun 1960yang di umumkan pada tanggal 17 agustus 1960, yang isi pokoknya, pemerintah membubarkan Partai Islam Masjumi, termasuk bagian-bagiannya, cabang-cabang dan ranting-rangtingnya di seluruh wilayah negara Republik Indonesia, dengan ketentuan bahwa dalam waktu tiga puluh hari, terhitung mulai tanggal berlakunya keputusan tersebut, Pimpinan Partai Masjumi diharuskan menyatakan partainya bubar dengan memberitahukankepada Presiden seketika itu juga. Atas dasar Keputusan Presiden di atas, DPP Masjumi pada tanggal 13 September 1960 telah membubarkan Masjumi termasuk bagian-bagian / cabang-cabang / ranting-rantingnya diseluruh wilayah negara Republik Indonesia. 5.



Gerakan Sosial Kemasyaraktan Islam Beberapa oraganisasi Islam yang bergerak dalam bidang pembinaan kehidupan masyarakat (infra struktur), lewat gerakan dakwah Islam amar ma’ruf nahi munkar yang dalam ajarannya secara konsisten berpegang pada tiga prinsip, yaitu : 1)Mengajak kepada umat untuk kembali pada ajaran al-Qur’an dan as-Sunnah secara murni. 2)Membuka pintu ijtihad selebar-lebarnya kepada siapapunyang telah berhak memeluknya. 3)Mengamalkan ajaran Islam secara konsisten, bersih dari berbagai gejala kemusyrikan, khurafat, bid’ah, dan taqlid. Oraganisasi yang beridentitas seperti diatas antara lain adalah Gerakan Al-Islah wal Irsyad, Persatuan Islam dan Muhammadiyah.



29



a.Al-Irsyad Gerakan Al-Islah wal Irsyad (Al-Irsyad) merupakan organisasi sempalan dari organisasi Al-Jamiat al-Khair. Organisasi ini didirikan sebagai organisasi Islam tanpa diskriminasi asal-usul, namun sebagian besar digerakkan oleh tokoh-tokoh Arab peranakan pada tanggal 17 Juli 1905 di Jakarta. Gerakan ini bergerak dalam bidang sosial pendidikan. Dan untuk lebih suksesnya usaha pendidikan yang mereka selenggarakan mereka juga memnggil seorang ahli pendidikan, yaitu Syaikh Ahmad Sookatti dari Sudan, Syeikh Muhammad Thaib dari Maroko dan Syaikh Muhammad Abduh Hamid dari Mekkah. Diantara ketiga tokoh ini Syaeikh Ahmad Sookatti adalah tokoh yang paling menonjol. Ia telah memainkan peranan yang sangat penting dalam menyebarkan pemikiran-pemikiran baru dalam lingkungan masyarakat Islam di Indonesia. Kehadiran guru-guru dari luar negri semakin banyak, termasuk salah seorang di antara mereka adalah adik dari Ahmad Sookatti. Mereka semua manyatakan diri sebagai pengikut dari ajaran Muhammad Abduh. Diantara yang mereka sebar luaskan adalah memperjuangkan persamaan sesama muslim dan pemikiran kembali kepada Al-Qur’an dan al-Hadits. Sikap dan pemikiran seperti ini ternyata mendapat reaksi yang sangat keras dari peranakan Arab berdarahkan ‘sayid’ yang selama ini menikmati penghormatan yang berlebih-lebihan dan merasa dirinya berkedudukan leih tinggi dari pada golongan lain dalam masyarakat Islam Jawa. Berasal dari perbedaan seperti inilah yang menyebabkan pecahnya Jamiat Khair. Dikarenakan ada perbedaan pendapat dikalangan Jamiat Khair, khususnya tentang persoalan ‘kafaah’, yaitu boleh tidaknya golongan Arab keturunan Ali bin Abi Thalib (golongan Alawy) kawin dengan golongan lainnya. Menurut pendapat Ahmad Soorkatti perkawinan seperti ini adalah boleh, dan tetap dinyatakan ‘kufu’ itu seimbang. Pendapat Soorkatti seperti ini didasarkan pada surat al-Hujarat: 13, bahwa, ‘yang dinilai paling mulia disisi Allah adalah orang-orang yang paling taqwa’. Al-Irsyad didirikan oleh syeikh Ahmad Soorkatti pada tahun 1914 dengan tujuan untuk memajukan pelajaran agama Islam secara murni, bersih dari berbagai macam kemusyrikan, khurafat dan bid’ah dikalangan bangsa Arab peranakan. Untuk hal itu mereka mendirikan berbagai madrasah atau perguruan al-Irsyad, terutama didaerah pesisir, dimana sebagian besar mereka tinggal, seperti di Surabaya, Pekalongan, Tegal dan Jakarta. Disamping itu mereka bergerak dalam bidang sosial dan da’wah Islam dengan mendasarkan pada ajaran al-Qur’an dan as-Sunnah secara murni. b.Persatuan Islam (Persis) Persatuan Islam (Persis) didirikan Oleh KH. Zamzam, seorang alim dari Palembang pada tanggal 17 September 1923 di kota Bandung. Persis bertujuan mengembalikan kaum muslimin kepada pimpinan al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW. Untuk mewujudkan cita-citanya tersebut Persis melakukan berbagai usaha, antara lain mendirikan berbagai madrasah, pesantren, kegiatan 30



tabligh, menerbitkan majalah maupun buku-buku agama. Di antara majalah yang sangat populer di tengah-tengah masyarakat Islam di Indonesia, bahkan sampai juga di Malaisia adalah majalah ‘Pembela Islam’ dan majalah ‘Al-Muslimun’. Gerakan persis sangat menonjol dalam hal pemberantasan segala macam bid’ah dan khurafat yang disampaikan secara keras dan lugas. Dan sikaf seperti ini bertambah semakin keras ketika Persis berada dibawah kepemimpinan ustadz A.Hasan, yang terkenal tajam pena dan lidahnya dalam menegakkan kemurnian agama. Salah satu catatan dari popularitas Persis dibawah pimpinan A.Hasan adalah surat-surat jawabannya atas berbagai pertanyaan dari Bung Karno ketika tokoh ini didalam tawanan di pulau Endeh. Surat-surat Bung Karno dan A.Hasan ini kemudian diabadikan dengan judul “surat-surat dari Endeh” dalam buku Bung Karno yang sangat terkenal “Di bawah Bendera Revolusi”. Tokoh cendikiawan dan pimpinan Islam Indonesia yang juga di akui sebagai tokoh dunia Islam, yaitu Muhammad Natsir adalah hasil tempaan dari ulamaulama Persis.



31



BAB III PENUTUP



A. 



Kesimpulan Dari gerakan pembaharuan islam di indonesia ini kita mengetahui bahwa pengalaman agama islam di indonesia masih banyak bercampur dengan Hindu-Budha, Dan jelas sekali kemurnian ajarannya. Dari gerakan pembaharuan islam di indonesia Tujuannya diperluas, Tidak saja urusan dengan perekonomian melainkan lebih luas dan besar yaitu menentang politik kolonil belanda dalam segala seginya dengan menggunakan dasar perjuangan islam, Sedangkan gerakan sosial kemasyarakatan islam ini menjelaskan tentang Muhammadiyah, Al-irsyad, dan persatuan islam.



B. 



Saran Dari makalah yang kami paparkan bahwa kami sedikit mengambil memberikan saran bagi yang sempat membaca makalah ini agar bisa mengambil hikmah dari sebuah cerita awal kelahiran islam di indonesia,di mana pada jaman dahulu Imam bonjol melancarkan kemurnian Aqidah islam seperti yang dilakukan oleh gerakan wahabi, Karena kaum tua yang sangat kuat,dan pastinya makalah ini belum sepurnah oleh karna itukami minta partisipasiteman-teman untuk menyempurnakan makalah ini,sekian dan terimah kasih.



32



DAFTAR PUSTAKA



Abdurrahman, Pesantren, Madrasah, Sekolah, Pendidikan Islam dalam kurun Modern, Jakarta ; Pustaka LP3ES, 1994, Cet. Ke 2. Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam pada periode klasik dan Pertengahan, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2004 Azyurmadi, Pendidikan Islam, Tradisi dan Modernisasi Menuju Milinium Baru, Jakarta : Logos 1990. Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia ; Lintas Sejarah Pertumbuhan dan perkembangan, Jakarta : lembaga studi Islam dan Kemasyarakatan, 1995, Cet. Ke-1 Kamal Pasha Musthafa. Muhammadiah Sebagai Gerakan Islam. 2009. Yogyakarta. Pustaka MM



33