Akhlak Budaya Buton [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN



1.1. LATAR BELAKANG Masyarakat wolio sebagai embrio terbentuknya masyarakat buton lahir dimedium abad ke 13.Ketika itu masyarakat wolio dipimpin secara kolektif oleh pata limbona terdiri dari; Bontona Peropa, Bonto Baluwu, Bonto Gundu-gundu, dan Bontonama Barangkatopa.Mereka masingmasing berasal dari Limbo Peropa, Limbo Baluwu, Limbo Gundu-gundu dan Limbo barangkatopa. Keempat limbo itu berada dalam benteng keraton sekarang, dan merupakan Limbo-limbo (kampung) pertama yang dibangun oleh para imigran dari daerah melayu di daerah semenanjung selat malaka (Malasiya) .keempat Bonto Pata Limbona itulah yang telah menciptakan falsafah hidup tertua masyarakat buton yaitu bhincibhincikikuli. Falsafahbhinci-bhincikikuli itu merupakan landasan hukum adat wolio. Makna-makna hakiki yang terkandung didalamnya kemudian terjabar dalam sara patanguna atau hukum dasar empat, yaitu : 1. Pomae-maeaka,(saling merasa takutterhadap sesama). 2. Popia-piara, (saling memelihara terhadap sesama). 3. Pomaa-maasiaka, (saling menyayangi terhadap sesama). 4. Poangka-angkataka, (saling menghormati dan menghargai terhadap sesama).



1.2. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan uraian di atas, penulis akan menjelaskan lagi mengenaiPoangka-angkataka (saling menghormati dan menghargai terhadap sesama).yang ditinjau dari beberapa aspek.



1.3. TUJUAN DAN MANFAAT 1.3.1.



Tujuan Untuk mengetahui lebih dalam mengenai Poangka-angkataka (saling menghormati dan menghargai terhadap sesama).



1.3.2. Manfaat Manfaat dari makalah ini adalah : 1) Dapat dijadikan sebagai bahan referensi bagi makalah lain yang memiliki pembahasan yang sama.



1.4. RUANG LINGKUP Untuk mengantisipasi pembahasan yang lebih luas maka makalah ini membatasi ruang lingkup makalah, yaitu pembahasan mengenai poangka-angkataka dari berbagai aspek.



BAB II



PEMBAHASAN



1.1.FALSAFAH BHINCI-BHINCIKIKULI “POANGKA-ANGKATAKA” Falsafah “Bhinci-bhinciki Kuli” (saling cubit-mencubit kulit) yaitu kemanusiaan/diri manusia atau nafsahu telah dikembangkan oleh para ilmuwan (pemikir-pemikir) lokal di Buton pada zamannya. Walaupun sistem pemerintahan kerajaan dan kesultanan pada saat ini sudah tidak berjalan secara formal di lingkungan masyarakat lokal, namun nilai-nilai yang terkandung di dalamnya masih mengakar dan melekat serta merasuk dalam lubuk hati sanubari masyarakat Buton. Hukum bhinci-bhinciki kuli merupakan “Pokok Adat dan Dasarnya Sara.” Dan dinyatakan pula bahwa adat-istiadat Buton itu berdasarkan AlQur’an dan Hadits Nabi Muhammad Rasulullah SAW. Demikian pula sara di Buton itu adalah sara Allah SWT dan sara Nabi SAW. Dari pengertian bhinci-bhinciki kuli yang telah dikemukakan di atas jika dikaitkan dengan pelaksanaan tugas kepemimpinan, intinya adalah saling takut, saling malu, saling segan dan saling insyaf. Hal ini jika diterapkan dalam suatu organisasi/kelompok masyarakat, walaupun dalam lembaga tersebut ada atasan, ada bawahan dan ada peserta personil lainnya atau terdapat berbagai personil, berbagai suku dan agama, tingkat



umur dan kepangkatannya, namun yang ditakuti, dimalui, disegani dan diinsyafi adalah Tuhan YME di atas segalanya. Falsafah ini mengandung makna yang fundamental yaitu bahwa setiap manusia selaku anggota masyarakat bila mencubit kulitnya sendiri pasti akan terasa sakit karena itu janganlah mencoba mencubit



kulit



orang lain, sebab ia juga akan merasa sakit sebagaimana Anda sendiri akan merasakan sakitnya bila hendak dicubit oleh orang lain. Falsafah ini bersumber dari keyakinan bahwa manusia secara universal mempunyai perasaan yang sama. Seluruh umat manusia dilahirkan ke dunia memiliki perasaan yang sama dan hak-hak azasi yang sama pula sebagai anugerah Tuhan yang harus dihormati dan tidak boleh dilanggar oleh siapapun juga. Secara singkat dapat dikatakan bahwa falsafah “Bhinci-Bhinciki Kuli” identik dengan “perikemanusiaan dan perikeadilan.” Falsafah “bhinci-bhinciki kuli” adalah dasar hukum yang dijadikan landasan nilai-nilai, cara berfikir dan sekaligus sebagai sumber hukum. Dari falsafah “bhinci-bhinciki kuli” tersebut kemudian lahirlah “sara pataanguna”, yaitu pomaa-maasiaka, pomae-maeka, poangka-angkataka, dan popia-piara. Secarakhususus akan dijelaskan satu dari sara pataanguna Falsafah “bhinci-bhinciki



kuli”



yaitu



poangka-angkatakayang



berartisaling



menghargai dan menghormati terhadap sesama anggota masyarakat, ini sangat diperlukan dalam sebuah mendirikan sebuah kesatuan yang besar, agar dalam kesatuan itu saling menghormati dan menghargai sesama.



1.2.FALSAFAH BHINCI-BHINCIKIKULI “POANGKA-ANGKATAKA” DALAM ASPEK SOSIAL Sosial berkaitan dengan kemanusiaan sehingga dapat diasumsikan sosial pada dasarnya mengarah pada bentuk atau sifatnya yang humanis atau kemanusiaan dalam artian kelompok, yang mengarah pada hubungan antar manusia sebagai anggota masyarakat. Sehingga dapat dimaksudkan bahwa sosial merupakan rangkaian norma, moral, nilai dan aturan yang bersumber dari kebudayaan suatu masyarakat atau komuniti yang digunakan sebagai acuan dalam berhubungan antar manusia. Menurut pendapat Dr. Bambang Rudito, di kehidupan kita sebagai anggota masyarakat istilah sosial sering dikaitkan dengan hal- hal yang berhubungan dengan manusia dalam masyarakat, seperti kehidupan kaum miskin di kota, kehidupan kaum berada, kehidupan nelayan dan seterusnya. Dan juga sering diartikan sebagai suatu sifat yang mengarah pada rasa empati terhadap kehidupan manusia



sehingga



memunculkan



sifat



tolong



menolong,



membantu dari yang kuat terhadap yang lemah, mengalah terhadap orang lain, sehingga sering dikatakan sebagai mempunyai jiwa sosial yang tinggi. Dalam falsafah hidup bermasyarakat ini tergambar sikap masyarakat sehari-hari bahwa pada dasarnya, masyarakat buton ini solidaritas sosialnya sangat besar, terbukti dengan falsafah hidup mereka adalah saling mengasih, hormat menghormati, saling menyimpan rahasia



serta sikap-sikap dan perasaan barunya, saling pelihara-memelihara antara sesamanya, yang kesemuanya itu tersimpul pada kata pobhinchi-binchiki kuli yang artinya cubit diri kita sendiri jika sakit yang cubit orang lain. Dasar adat “Saling menghormati” bagaikan tali emas yang menghubungkan hati nurani, mendekatkan , bahkan memadukan hati, serta perasaan antar manusia. Betapa indahnya suatu masyarakat dan bangsa yang hidup saling menghormati, saling menghargai , tanpa dibatasi pangkat, jabatan, dan kekuasaan . Menurut Martabat Tujuh , salah satu aspek dari poangka-angkataka itu adalah memberikan penghargaan kepada setiap warganegara yang telah berjasa kepada sarana wolio (pemerintah kesultanan) sesuai tingkat dan jenis jasa-jasa mereka. Adapun jenis jasa itu antara lain ; a. Karena keberanianya , telah membela dan mempertahankan keselamatan Negara dengan jiwa raganya. b. Karena ilmu pengetahuannya , yang berguna bagi masyarakat dan pemerintah c. Karena mengorbankan harta bendanya untuk kepentingan masyarakat, bangsa dan Negara. d. Karena keahlian atau keterampilannya , yang bermanfaat bagi pembangunan. Kesimpulannya, semua tanda jasa itu diberikan kepada setiap orang yang telah bersusah payah, dengan ikhlas membantusarana wolio. Adapun wujud pemberian jasa itu antara lain :



1. Oni, artinya ucapan terimakasih; 2. Pangkat atau jabatan dalam aparat pemerintah kesultanan ; 3. Harta, jasanya dianugrahi sebidang tanah yang disebut katampai 4. Mingku, artinya diberikan tenaga bantuan dari pemerintah Semua pemberian tanda jasa itu dimaksudkan sebagai pengasah hati nurani masyarakat agar tetap tajam dan tinggi semangat juangnya dalam upaya turut membela kepentingan bangsa dan negaranya Apabila dasar adat poangka-angkataka ini tidak lagi diindahkan, maka



akan



timbul



suatu



sikap



tidak



peduli



dikalangan



masyarakat.Timbulah rasa egois, angkuh, tidak memperdulikan lagi kepentingan orang lain, tiap orang yang mementingkan dirinya sendiri beserta keluarganya atau golongannya. Akibatnya para cerdik pandai tidak bergairah lagi mengembangkan ilmunya kepada yang kurang pandai, hartawan enggan mensedehkahkan kekayaannya untuk masyarakat yang kurang mampu, para kesatria serta hulu baling pudar semangat juangnya sebagai pembela keselamatan bangsa. Semua itu akan bermuara pada suatu situasi dan kondisi yang sangat berbahaya yaitu hilangnya harga diri dari masing-masing orang di Buton, suramnya cahaya kehidupan berbangsa dan bernegara dan pada gilirannya sendi-sendi kekuasaan pemerintah dan kekuatan Negara akan rapuh dan hancur begitu saja. Maka dari itu alangkah indahnya bila poangka-angkataka ini kita ajarkan kepada anakanak kita semenjak mereka masih kecil.



1.3.FALSAFAH BHINCI-BHINCIKIKULI “POANGKA-ANGKATAKA” DALAM ASPEK BUDAYA Budaya



memiliki



perwujudan,



contohnya



adanya



aktivitas



(tindakan) yang merupakan suatu tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat, sering pula disebut dengan sistem sosial.Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang berinteraksi, mengadakan kontak, serta bergaul dengan manusia lainnya menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan.Sifatnya konkret, terjadi dalam kehidupan sehari-hari dan dapat diamati dan didokumentasikan. Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan budaya dalam dua pandangan yaitu : pertama, hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia



seperti



kepercayaan,



kesenian



dan



adat-istiadat;



kedua,



menggunakan pendekatan ilmu antropologi yaitu keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakan untuk memahami lingkungan serta pengalamannya yang akan menjadi pedoman tingkah lakunya. Keadaan kepercayaan masyarakat buton pada masa lalu (18241853) adalah tidak terlepas kaitannya kehidupan mereka yang alamiah. Berhajad tentang pengetahuan riwayat serta keadaan dari para nenek moyang mereka. Dalam lingkungan adat yang diharuskan saling menghargai dan menghormati terhadap sesama misalnya :



a. Dalam komunikasi (tata karma atau sopa santun bekomunikasi antar individu menurut usia, jabatan di masyarakat) baik secara verbal maupun non verbal dalam suasana format adat ataupun informasi (kekeluargaan). b. Adat berbusana (ketentuan berbusana menurut usia, status perkawinan, status kedudukan atau jabatan dalam adat, dalam situasi gembira atau berduka, dalam acara formal atau pun informal). c. Ada protokoler tamu (ketentuan bertamu, pengaturan tempat duduk menurut situasi acara dan atau jabatan dalam adat). d. Adat pergaulan (menurut jender, situasinya dan atau tempatnya). - Animisme yaitu kepercayaan akan adanya tenaga-tenaga ghaib pada manusia, bintang, tumbu-tumbuhan dan benda-benda ghaib lainnya. Selanjutnya prof. Dr. koentjoro Ningrat mengemukakan : ‘’Makhluk halus berdiam di sekeliling manusia bertubuh halus sehingga tidak bisa di tangkap dengan panca indera, hal ini yang mampu berbuat oleh manusia, mendapat tempat yang amat penting di dalam kehidupan



manusia



sehingga



penghormatan (1979-1944).’’



menjadi



objek



pengembangan



dan



1.4.FALSAFAH BHINCI-BHINCIKIKULI “POANGKA-ANGKATAKA” DALAM ASPEK AGAMA 



Sebelum masuknya islam Masyarakat buton sebelum memeluk agama islam memiliki nilainilai ketuhanan yang kemudian melembaga dan menjadi tradisi mewsariskan secara turun-temurun dari satu generasi-kegenerasi lainnya, diantara kepercayaan yang masih terlihat sebagai bukti adanya kepercayaan sebelum islam adalah sebagai berikut : a. Kebiasaan melakukan sesajen dengan memakai falsafah buton yaitu poangka-angkataka sebagai perwujudan ada kekuatan lain di luar manusia yaitu memohon kepada makhluk-makhluk ghaib. Kebiasaan tersebut yang masih berlangsung sampai sekarang



khususnya



pada



daerah-daerah



pendalaman.



Kebiasaan melaksanakan sesajen pada masyarakat buton mereka lebih dikenal dengan sebutan “kaago” dalam artian bahwa Sapati ; mengobati penyakit yang mengidap pada seseorang dan menghindar dari malapetaka pada setiap akhir tahun. b. Adanya kepercayaan masyarakat yang menganggap bahwa orang meninggal rohnya masih berkeliaran di muka bumiyang disebut dengan kanjoli (kandoli) dengan menggunakan falsafah buton poangka-angkataka yaitu saling menghargai masyarakat buton



tidak



akan



mengganggu-dan



diganggu,



bukti



penghargaan masyarakat buton adalah melakukan sesajen yang disebut pomalo pada hari ketiga , tujuh, seratus hari , dan seratus duapuluh hari. c. Masih banyaknya kepercayaan masyarakat



buton



yang



menganggap bahwa tanaman dapat terjaga dengan baik dari gangguan manusia (di curi ataupun rusak ), manakala tanaman tersebut kita menghargainya dengan digantungkan botol yang berisi air tersebut telah dijampi-jampi oleh orang yang dianggap mempunyai kemampuan supranatural dan diakui kemampuannya oleh masyarakat setempat.m botol yang berisi air dan telah di mantera-mantera / dijampi-jampi selanjutnya disebut dengan kaombo. d. Masih banyaknya tempat-tempat yang disinyalir oleh mereka sebagai tempat keramat, yang mana memiliki penghuni , atau memiliki kekuatan ghaib seperti : pohon-pohon besar atau batubatu besar. Dalam hal ini masyarakat menghargainya dengan memberikan sesajen. Dalam bentuk lain dengan meminta bantuan penguasa ghaib yang setiapnya mempunyai fungsi-fungsi tersendiri, harus pula dipuja dengan memberikan sesaji kepadanya misalnya : sara yi paa, sara libuku, sara yi roo, sara wajo, pakande jini, pakande kiwalu, pakamde wurake, dole-dole.







Setelah masuknya islam Awal mula masuknya agama Islam di Buton yaitu pada abad ke 16 dimana



Kesultanan dengan basis agama Islam. Perubahan bentuk



pemerintahan ini terjadi pada masa Raja Lakilaponto yang bergelar Murhum Khalifatul Hamis (1538-1584), sebagai Raja VI sekaligus sultan I. Oleh karna itu, Sultan Murhum menjadi Raja selama beberapa tahun sebelum akhirnya memeluk Islam dan menyatakannya sebagai agama Kerajaan



dan



agama



seluruh



rakyat



Buton.



Perubahan



bentuk



pemerintahan ini di tandai dengan didirikannya bangunan-bagunan yang bercorak dan berciri Islam yang sampai kini bukti-buktinya masih dapat di lihat di Keraton Buton berupa masjid , makam kuno (makam Sultan Murhum) dengan arah hadap utara-selatan dan masyarakat percaya pada prosesi-prosesi keagamaan. Masyarakat buton sangat memuliakan bulan-bulan suci umat islam. Tidak heran, mereka selalu melakukan prosesi-prosesi upacara guna memperingati berbagai peristiwa yang terjadi dalam kurun bulan tersebut. Prosesi







prosesi



upacara



keagamaan



tersebut



antara



lain



;



maludhu(memperingati maulid/ kelahiran Nabi Besar Muhammad SAW), pekandena anana maelu, haroana nifisu, rajabu, dan sebagainya disamping perayaan hari Idul Fitri dan Idul adha.acara-acara ini semuanya dilakukan dengan poangka-angkataka agar semua prosesi-prosesi yang berlangsung berjalan dengan sesuai harapan.



1.5.FALSAFAH BHINCI-BHINCIKIKULI “POANGKA-ANGKATAKA” DALAM ASPEK EKONOMI Kata “ekonomi” berasal dari kata Yunani, oikos yang berarti “keluarga, rumah tangga” dan nomos atau peraturan, aturan, hukum.Jadi secara garis besar, ekonomi diartikan sebagai “aturan rumah tangga” atau “manajemen rumah tangga”. Ekonomi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam memilih dan menciptakan kemakmuran. Ekonomi merupakan aktivitas yang boleh dikatakan sama halnya dengan keberadaan manusia di bumi ini sehingga kemudian timbul motif ekonomi yaitu keinginan seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Ekonomi memiliki prinsip, dimana prinsip tersebut merupakan langkah yang dilakukan manusia dalam memenuhi kebutuhannya dengan pengorbanan tertentu untuk memperoleh hasil yang maksimal.



Di lihat dari segi ekonomi poangka-angkataka : -



Hubungan ekonomi kesultanan buton yang sangat Nampak menonjol sampai sekarang adalah hubungan di bidang ekonomi. Hubungan tersebut berlangsung sejak zaman pemerintahan sultan buton yang ke-24 (1766). Di mana pada waktu itu para pedagang-pedagang dari bone sangat lancar datang



dengan



perahu-perahunya



membawa



barang



dagangannya di buton. Dalam mengurus barang-barang daganganya tersebut untuk sekedar berteduh. -



Saat belanda mulai masuk ke pulau buton, kesultanan buton tidak mau bekerja sama dengan pihak belanda, karena pihak kesultanan sangat tidak menyukai belanda. Di karenakan system monopoly yang mereka lakukan sangat merugikan rakyat.



Poangka-angkataka (saling menghargai dan menghormati terhadap sesama) dalam sebuah timbal balik ekonomi sangat di perlukan, di Buton dalam sistem ekonominya sangat diterapkan agar terciptanya lingkungan pasar yang yaman, aman, tentram dan damai.



BAB III PENUTUP



3.1. KESIMPULAN Kita dapat menarik kesimpulan sebagai berikut : Bahwa poangka-angkataka itu merupakan salah satu yang dianut masyarakat buton dari zaman masuknya islam di buton hingga saat ini, yang memiliki makna bahwa saling menghargai dan menghormati adalah sifat yang mesti di terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Poangka-angkataka turunan dari ‘’sara pata anguna’’ yaitu pobhinchi-binchiki kuli yang telah di cantumkan kedalam pasal 1 UU martabat 7. Dan poangka-angkataka dari berbagai aspek sangat berperan penting dalam kesultanan Buton.



3.2. SARAN Kepada seluruh masyarakat Buton, marilah kita bersama - sama melestarikan poangka-angkataka dalam setiap aktifitas kita, dan perilaku agar Buton selalu memiliki ciri khas yang berbeda dengan masyarakat lain, yaitu dengan menghargai budaya kita dan budaya orang lain.



DAFTAR PUSTAKA



BauBau :Yayasan Keratin Buton. Darmawan, M. Yusran. 2008. Menyibak Kabut di Keraton Buton.Respect. Baubau Esensi Kepemimpinan Bhinci-Bhinciki Kuli (Suatu Tinjauan Budaya Kepemimpinan Lokal Nusantara) Khazanah Nusantara. Kendari http://www.Google.com Naskah



Buton,naskahDunia”Prosding



Simposium



internasional



Pernaskahan Nusantara”.2009.Respect. Baubau Safulin, DKK .2009.Akhlak dan Budaya Buton. Cetakan 1. Saidi, DKK.2002.Ikhtisar Adat Istiadat dan Masyarakat Budaya Buton.



IX