Al-Qardh dan Al-'Ariyah [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH AL-QARDH DAN AL-‘ARIYAH Mata Kuliah: Fiqih Muamalah



Dosen Pengampu: Dra. Hj. Noorwahidah, M. Ag. Disusun Oleh: Kelompok 12 (11) Puput Novia Rahmawati



: 210105020158



(14) Ira Swara



: 210105020161



UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI BANJARMASIN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH TAHUN AJARAN 2021/2022



KATA PENGANTAR



Dengan menyebut nama Allah Swt. Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Puji syukur kehadirat Allah Swt., karena atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Al-Qardh dan Al-‘Ariyah” ini dengan baik dan dapat menyelesaikan tepat pada waktunya. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca. Makalah ini disusun dalam rangka untuk melaksanakan tugas dari dosen pada mata kuliah Fiqih Muamalah. Ucapan terima kasih penulis haturkan kepada dosen pengampu mata kuliah Ibu Dra. Hj. Noorwahidah, M.Ag. yang telah membimbing dan mengarahkan kami dalam membuat makalah ini. Penulis menyadari akan berbagai kekurangan yang masih terdapat dalam makalah ini, oleh karena itu berbagai kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat kami harapkan demi penyempurnaan makalah selanjutnya. Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini dapat berguna serta bermanfaat bagi semua pihak dalam menambah wawasan ilmu pengetahuan. Banjarmasin, 05 Desember 2022 Penulis



Kelompok 12



i



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR ................................................................................................................. i DAFTAR ISI................................................................................................................................ ii BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................ 1 A. Latar Belakang Masalah.................................................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ............................................................................................................. 1 C. Tujuan Penulisan ............................................................................................................... 2 BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................................. 3 A. Pengertian Al-Qardh ......................................................................................................... 3 B. Dasar Hukum Al-Qardh .................................................................................................... 4 C. Rukun dan Syarat Al-Qardh ............................................................................................. 5 D. Pengertian Al-‘Ariyah....................................................................................................... 6 E. Dasar Hukum Al-‘Ariyah ................................................................................................. 6 F.



Rukun dan Syarat Al-‘Ariyah ........................................................................................... 7



G. Macam-Macam Al-‘Ariyah .............................................................................................. 8 BAB III PENUTUP ..................................................................................................................... 10 A. Kesimpulan ....................................................................................................................... 10 B. Saran.................................................................................................................................. 10 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 11



ii



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Harta adalah komponen pokok dalam kehidupan manusia, yang mana harta merupakan unsur dharuri yang memang tidak bisa ditinggalkan dengan begitu saja. Dengan harta manusiadapat memenuhi kebutuhannya, baik kebutuhan sekunder ataupun primer dalam hidupnya. Dalam rantai untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup, terjadilah suatu hubungan yang horizontal antar manusia yakni muamalah, karena pada dasarnya manusia tidak ada yang sempurna, dan saling membutuhkan, karena manusia juga memiliki hasrat untuk mencukupi kebutuhan, yang tidak ada habisnya, kecuali dengan tumbuhnya rasa syukur dan ikhlas yang luar biasa kepada Tuhan, secara pasti hal ini pula perlu mengenalkan adanya Tuhan yang memberi nikmat dan rezeki kepada manusia sehingga dapat merasakan kebahagiaan dalam dirinya. Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat memenuhi kebutuhannya sendiri, dengan dibutuhkannya orang lain untuk mencukupinya maka dalam dunia bisnis Islam biasa dikenal dengan kegiatan muamalah, salah satunya yakni yang membahas tentang harta dalam konteksnya harta hadir sebagai ojeek transaksi, sehingga harta pun dapat dijadikan sebagai objek transaksi jual beli, sewa-menyewa, pinjam-meminjam dan sebagainya. Jika diihat pula dalam katakteristik dasarnya harta juga dijadikan sebagai obyek kepemilikan, kecuali terdapat faktor yang menghalanginya. B. Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan Al-Qardh? 2. Apa dasar hukum Al-Qardh? 3. Apa saja rukun dan syarat Al-Qardh? 4. Apa yang dimaksud dengan Al-‘Ariyah? 5. Apa dasar hukum Al-‘Ariyah? 6. Apa saja rukun dan syarat Al-‘Ariyah? 7. Apa saja macam-macam Al-‘Ariyah?



1



C. Tujuan Penulisan 1. Untuk mengetahui pengertian Al-Qardh 2. Untuk mengetahui dasar hukum Al-Qardh 3. Untuk mengetahui rukun dan syarat Al-Qardh 4. Untuk mengetahui pengertian Al-‘Ariyah 5. Untuk mengetahui dasar hukum Al-‘Ariyah 6. Untuk mengetahui rukun dan syarat Al-‘Ariyah 7. Untuk mengetahui macam-macam Al-‘Ariyah



2



BAB II PEMBAHASAN



A. Pengertian Al-Qardh Al-Qardh berasal dari kata qarada – yaqridu – qardhan. Secara bahasa asalnya adalah Al-Qath’u yang berarti terpotong atau terputus. Qardh adalah bentuk masdar yang berarti memutuskan. Sedangkan secara istilah, Al-Qardh adalah memberikan harta kepada orang lain dan dikembalikan di kemudian hari ketika ia telah mampu. Adapun pengertian Al-Qardh menurut beberapa pendapat, sebagai berikut: 1. Menurut Hanafiah Qardh adalah harta yang diberikan kepada orang lain kepada orang lain dari mal mitsli untuk kemudian dibayar atau dikembalikan. Atau dengan ungkapan yang lain, qardh adalah suatu perjanjian yang khusus untuk menyerahkan harta kepada orang lain untuk kemudian dikembalikan persis seperti diterimanya. 2. Menurut Sayid Sabiq Al-qardh adalah harta yang diberikan oleh pemberi utang (muqridh) kepada penerima utang (muqtaridh) untuk kemudian dikembalikan kepadanya (muqtarid) seperti yang diterimanya, ketika ia telah mampu membayarnya. 3. Menurut Hanabilah Qardh adalah memberikan harta kepada orang yang memenfaatkannya dan kemudian mengembalikan penggantinya. 4. Menurut Syafi’iyah Qardh dalam istilah syara’ diartikan dengan sesuatu yang diberikan kepada orang lain (yang pada suatu saat harus dikembalikan). Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan qardh adalah pinjaman uang atau modal yang diberikan sesorang kepada pihak lainnya, di mana pinjaman tersebut digunakan untuk untuk usaha atau menjalankan bisnis tertentu. Pihak peminjam berkewajiban mengembalikan pinjaman tersebut sesuai dengan jumlah yang dipinjamkan tanpa bergantung pada untung atau rugi usaha yang dijalankannya. Pinjaman qardh juga tidak berbunga, karena prinsip dalam qardh adalah tolong menolong. 3



Menurut fatwa DSN MUI, qardh adalah suatu akad pinjaman kepada nasabah dengan ketentuan bahwa nasabah wajib mengembalikan dana yang diterimanya kepada LKS pada waktu yang telah disepakati oleh LKS dan nasabah. Menurut UU No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah, qardh adalah akad pinjaman dana kepada nasabah dengan ketentan bahwa nasabah wajib mengembalikan dana yang diterimanya pada waktu yang telah disepakati. Dari definisi tersebut tampaklah bahwa sesungguhnya utang-piutang merupakan bentuk muamalah yang bercorak ta’awun (pertolongan) kepada pihak lain untuk memenuhi kebutuhannya. Tujuan dan hikmah dibolehkannya utang-piutang itu adalah memberi kemudahan bagi umat manusia dalam pergaulan hidup, karena di antara umat manusia itu ada yang berkecukupan dan ada yang berkekurangan. Orang yang berkekurangan dapat memanfaatkan utang dari pihak yang berkecukupan.



B. Dasar Hukum Al-Qardh 1. Al-Qur’an Al-Qardh sebagai suatu akad yang dibolehkan, merupakan sesuatu yang harus diyakini dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, khususnya dalam hal muamalah, sebagaimana yang dijelaskan Allah agar meminjamkan sesuatu bagi agama Allah. Selaras dengan meminjamkan kepada Allah, kita juga diseru untuk meminjamkan kepada manusia selagi bagian dari hidup bermasyarakat. Dijelaskan dalam Al-Qur’an, pada: a. Q.S Al-Baqarah/2:280



Artinya: “Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesulitan, maka berilah tenggang waktu sampai dia berkelapangan. Dan jika menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” b. Q.S Al-Hadid/57:11



4



Artinya: “Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, maka Allah akan melipat-gandakan (balasan) pinjaman itu untuknya, dan di akan memperoleh pahala yang banyak.” 2. Al-Hadits



Artinya: “Bahwa Rasulullah Saw berkata, “Aku melihat pada waktu malam di israkan, pada pintu surga tertulis: sedekah dibalas sepuluh kali lipat dan qardh delapan belas kali. Rasulullah bertanya, Wahai Jibril, mengapa qardh lebih utama dari sedekah. Ia menjawab, karena peminta-minta meminta sesuatu padalah ia punya, sedangkan yang meminjam tidak akan meminjam kecuali karena keperluan”. (H.R Ibnu Majah) C. Rukun dan Syarat Al-Qardh Seperti halnya jual-beli, menurut fuqaha rukun dan syrat Al-Qardh adalah: 1. Aqid Yaitu pihak yang melakukan transaksi, baik pemberi pinjaman (muqridh) dan penerima pinjaman (muqtaridh). Adapun syarat-syarat bagi muqridh, antara lain: a. Ahliyah atau kecakapan untuk melakukan transaksi b. Memiliki pilihan Sedangkan untuk muqtaridh, yaitu: a. Harus memiliki ahliyah atau kecakapan untuk melakukan muamalat, seperti baligh, berakal dan tidak mahjur 'alaih 2. Ma’qud ‘Alaih Objek akad merupakan objek yang dapat dimanfaatkan yaitu berupa uang yang dipinjamkan dengan ketentuan jelas nilainya dan waktu pelunasannya. 3. Sighat 5



Ijab kabul atau serah terima adalah pernyataan dan ekspresi saling ridha/rela diantara pihak-pihak pelaku akad yang dilakukan secara verbal atau tertulis.



D. Pengertian Al-‘Ariyah Ariyah menurut bahasa, yang berasal dari bahasa Arab yang berarti datang atau pergi. Menurut sebagian pendapat ariyah berasal dari kata)‫ (التعاور‬yang artinya sama dengan saling tukar menukar, yakni dalam tradisi pinjam-meminjam. Sedangkan menurut istilah dapat dikatakan suatu kegiatan muamalah yang memberikan manfaat sesuatu yang halal kepada orang lain untuk diambil manfaatnya, dengan tidak merusak zatnya agar zatnya tetap bisa dikembalikan kepada pemiliknya. Al-‘Ariyah menurut beberapa pendapat: 1. Menurut Hanafiyah: kepemilikan manfaat secara cuma-cuma 2. Menurut Malikiyah: kepemilikan manfaat dalam waktu tertentu dengan tanpa imbalan 3. Menurut Syafi’iyah: kebolehan mengambil manfaat dari seseorang yang membebaskannya, apa yang mungkin untuk dimanfaatkannya, serta tetap zat barangnya supaya dapat dikembalikan kepada pemiliknya 4. Menurut Hanabilah: kebolehan memanfaatkan suatu zat barang tanpa imbalan dari peminjam atau yang lainnya Al-‘Ariyah adalah meminjamkan suatu benda kepada orang lain untuk diambil manfaat atas benda tersebut, dengan ketentuan dikembalikan setelah selesai digunakan kepada pemiliknya dan pada saat pengembaliannya, benda tersebut harus dalam keadaan utuh sesuai dengan awal peminjaman. Dengan dikemukakannya beberapa definisi tentang Al-‘Ariyah di atas, maka dapat dipahami bahwa ariyah adalah pemberian pinjaman dari seseorang kepada orang lain secara cuma-cuma atau dengan tujuan menolong, sehingga ketika pemberian pinjaman tersebut dituntut adanya imbalan maka hal tersebut bukan disebut dengan Al-‘Ariyah. E. Dasar Hukum Al’Ariyah 1. Al-Qur’an a. Q.S Al-Maidah/5:2



6



Artinya: “…..Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat doda dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah sangat berat siksanya.” b. Q.S An-Nisa/4:58



Artinya: “Sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia hendaklah kamu menetapkan dengan adil. Sungguh, Allah sebaik-baik yang memberi pengajaran kepadamu. Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Melihat” Ayat tersebut menjelaskan bahwa setiap muslim dituntut untuk selalu berbuat baik kepada sesama, dan kebaikan yang dimaksud adalah segala bentuk perbuatan baik lahir atau batin yang bertujuan kepada mencari ridha Allah. 2. Al-Hadits



Artinya: “Siapa yang meminjam harta manusia dengan kehendak membayarnya maka Allah akan membayarnya, barang siapa yang meminjam hendak melenyapkannya, maka Allah akan melenyapkan hartanya.” (H.R Bukhari)



F. Rukun dan Syarat Al-‘Ariyah Adapun rukun Al-‘Ariyah, yaitu: 7



1. Peminjaman (al-‘iarah); merupakan bentuk transaksi pinjam meminjam atau ungkapan pemberian pinjaman 2. Orang yang meninjamkan (al-mu’iir) 3. Peminjam (al-muta’ir) 4. Barang yang dipinjamkan (al-mu’ar) 5. Sighat; bentuk ungkapan pemberian pinjaman baik secara lisan maupun tertulis Sedangkan, syarat Al-‘Ariyah, sebagai berikut: 1. Bagi orang yang meminjamkan: a. Ahli (berhak) berbuat kebaikan sekehendaknya, anak kecil dan orang yang dipaksa tidak sah meminjamkan b. Manfaat barang yang dipinjamkan dimiliki oleh yang meminjamkan 2. Bagi peminjam: hendaknya seorang yang ahli (berhak) menerima kebaikan, anak kecil atau orang gila tidak sah meminjam sesuatu karena ia tidak ahli 3. Bagi barang yang dipinjamkan: a. Barang yang benar-benar ada manfaatnya b. Sewaktu diambil manfaatnya, zatnya tetap (tidak rusak)



G. Macam-macam Al-‘Ariyah 1. Al-‘Ariyah Mutlak Al-ariyah mutlak yaitu, bentuk pinjam meminjam barang yang dalam akadnya (transaksi) tidak dijelaskan persyaratan apapun, seperti apakah pemanfaatannya hanya untuk peminjam saja atau dibolehkan orang lain, atau tidak dijelaskan cara penggunaannya serta tanpa dibatasi oleh waktu dan tempat penggunaan barang pinjaman. 2. Al-‘Ariyah Muqayyad Al-ariyah muqayyad adalah meminjamkan sesuatu barang yang dibatasi dari segi waktu dan kemanfaatannya, baik disyaratkan pada keduanya maupun salah satunya. Hukumnya, peminjam harus sedapat mungkin untuk menjaga batasan tersebut. Hal ini karena asal dari batas adalah menaati batasan, kecuali ada kesuliatan yang menyebabkan peminjam tidak dapat mengambil manfaat barang. a. Batasan penggunaan al-ariyah oleh diri peminjam 8



Jika mu’ir membatasi penggunaan manfaat itu untuk dirinya sendiri dan masyarakat memandang adanya perbedaan tentang penggunaan dalam hal lainnya, seperti mengendarai binatang dan memakai pakaian. Dengan demikian, peminjam tidak boleh mengendarai binatan atau memakai pakaian yang ada. b. Pembatasan waktu atau tempat Jika Al-‘Ariyah dibatasi waktu dan tempat kemudian peminjam melewati tempat atau batas waktunya, maka ia bertanggung jawab atas penambahan tersebut. c. Pembatasan ukuran berat dan jenis Jika yang disyaratkan adalah berat barang atau jenis kemudian ada kelebihan dalam bobot tersebut, ia harus menanggung sesuai dengan kelebihannya.



9



BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Al-Qardh adalah pinjaman uang atau modal yang diberikan sesorang kepada pihak lainnya, di mana pinjaman tersebut digunakan untuk untuk usaha atau menjalankan bisnis tertentu. Adapun dasar hukum Al-Qardh terdapat pada Q.S Al-Baqarah/2:280 dan Q.S AlHadid/57:11 serta pada hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah. Rukun Al-Qardh yaitu: 1. Aqid 2. Ma’qud ‘Alaih 3. Shigat Al-‘Ariyah adalah meminjamkan suatu benda kepada orang lain untuk diambil manfaat atas benda tersebut, dengan ketentuan dikembalikan setelah selesai digunakan kepada pemiliknya dan pada saat pengembaliannya, benda tersebut harus dalam keadaan utuh sesuai dengan awal peminjaman. Dasar hukum Al-‘Ariyah terdapat pada Q.S AlMaidah/5:2 dan Q.S An-Nisa/4:58 serta pada hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari. Macam-macam Al-‘Ariyah ada dua, yaitu mutlaq dan muqayyad. Adapun rukun Al‘Ariyah, sebagai berikut: 1. Al-‘iarah 2. Al-mu’iir 3. Al-muta’ir 4. Al-mu’ar 5. Shigat



B. Saran Demikian makalah yang dapat kami buat, kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan. Jadi kami memohon kritik dan saran yang bersifat membangun semangat kami agar dapat lebih baik lagi. Semoga malah ini dapat bermanfaat baik bagi pembaca pada umumnya dan bagi pemakalah pada khususnya.



10



DAFTAR PUSTAKA Syukri Iska. 2014. “Sistem Perbankan di Indonesia”. Yogyakarta: Fajar Media Press Mardani. 2015. “Hukum Sistem Ekonomi Islam”. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada Amir Syarifuddin. 2005. “Garis-garis Besar Fikih”. Jakarta: Prenada Media Hendi Suhendi. 2010. “Fiqh Muamalah”. Jakarta: Raja Grafindo Persada Siah Khosyi’ah. 2014. “Fiqh Muamalah Perbandingan”. Bandung: Pustaka Setia Rachmat Syafe’i. 2001. “Fiqih Muamalah”. Bandung: Pustaka Setia



11