Analisa Helping Relationships Kel.1 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH Analisa Helping Relationshis Pada Komunikasi Terapeutik” Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Komunikasi Dalam Keperawatan II Dosen pengampu : Heri Budiawan, S.Kep., Ners



Disusun Oleh : Kelompok 1 . Abdul Gani Fauzi Romdhoni Ai Sarah S. Kusumah Indah Ali Muhammad Abdilah Aprilia Handini Asep Aminudin



C 1714201001 C 1714201012 C 1714201023 C 1714201004 C 1714201025



PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TASIKMALAYA 2018



KATA PENGANTAR



Alhamdulillahirobbilalamin, segala puji bagi Allah SWT, Tuhan seru sekalian alam atas segala berkat, rahmat, taufik, serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalahini dengan judul ” Analisa Helping Relationships Pada Komuniasi Terapeutik” Dalam penyusunan makalah ini, penulis memperoleh banyak bantuan dari berbagai pihak. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dosen yang telah memberikan bimbingan dan arahan sehingga penulis dapat menyelesaikan malah ini, serta, rekan-rekan mahasiswa UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TASIKMALAYA yang selalu berdoa dan memberikan motivasi kepada penulis. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak terdapat kekurangankekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar makalah ini dapat lebih baik lagi. Akhir kata penulis berharap kerangka acuan makalah ini dapat memberikan wawasan dan pengetahuan kepada para pembaca pada umumnya dan pada penulis pada khusunya. Tasikmalaya, 03 Oktober 2018



Penulis



ii



DAFTAR ISI



HALAMAN JUDUL .......................................................................................



i



KATA PENGANTAR .....................................................................................



ii



DAFTAR ISI ....................................................................................................



iii



BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................



1



1.1 LATAR BELAKANG .........................................................................



1



1.2 RUMUSAN MASALAH .....................................................................



1



1.3 TUJUAN ..............................................................................................



2



BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................................................... 2.1 Kemampuan Menjadi Model ..............................................................



3 3



2.2 Interaksi Sosial ...................................................................................



3



2.3 Mengembangkan Konsep “Helping Relationship” ............................



4



BAB III PEMBAHASAN .............................................................................. 3.1 Pengertian Konseling sebagai Helping Relationship .........



7



7



3.2 Karakteristik Helping Reletionship ....................................................



8



3.3 Ciri-ciri Konseling Sebagai Helping Relationship .............................



11



3.4 Tujuan dari Proses Helping ................................................................



11



3.5 Pelaksanaan Konseling Sebagai Helping Relationship. .....................



14



BAB IV PENUTUP .........................................................................................



16



4.1 KESIMPULAN ..................................................................................



16



4.2 SARAN ..............................................................................................



16



DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................



17



iii



BAB I PENDAHULUAN



1.1 LATAR BELAKANG Manusia adalah makluk sosial, yang artinya tidak bisa hidup sendiri dan membutuhkan serta selalu berhubungan dengan orang lain dalam menjalani hidupnya. Bentuk hubungan antar manusia tersebut bermacam-macam, salah satunya adalah hubungan membantu. Setiap individu pernah memberikan bantuan atau menerima bantuan, meskipun dengan cara dan maksud tertentu pemberian/penerimaan bantuan tersebut dilakukan. Meski Brammer (1998) membedakan proses membantu ada dua, yaitu bantuan yang profesional dan yang bukan profesional, tapi dalam makalah ini, hanya akan di bahas hubungan membantu dalam bentuk profesional, yang dilakukan oleh setidak-tidaknya seorang tenaga profesional yang membantu pihak lain, dan pekerjaan tersebut dalam konteks profesi yang ditekuninya. Tenaga profesional yang dimaksud seperti perawat, psikolog, dokter, konselor, dan lainlain. Meski pada dasarnya, profesional atau tidaknya hubungan membantu tersebut sangat tergantung pada konteks permasalahan yang diselesaikan dan cara penanganannya. Dari sekian banyak hubungan membantu yang ada dan dilakukan oleh banyak orang, konseling merupakan salah satu bentuk hubungan membantu yang dilakukan oleh profesional, seperti yang telah dijelaskan di awal. Maka, melalui makalah ini, penulis akan menguraikan terlebih dahulu pengertian hubungan membantu dan langkah-langkah hubungan membantu. Dari pemahaman tentang hubungan membantu ini, semoga kita dapat menarik benang merah kaitannya dengan konseling sebagai hubungan yang membantu.



1.2 RUMUSAN MASALAH 1.2.1



Apa pengertian helping relationship (membantu) itu?



1.2.2



Apa saja karakteristik dari helping relationship?



1.2.3



Apa saja ciri-ciri helping relationship?



1.2.4



Bagaimana pelaksanaan konseling sebagai helping relationship?



1



1.3 TUJUAN 1.3.1



Untuk mengetahui pengertian dari helping relationship.



1.3.2



Untuk mengetahui karakteristik dari helping relationship.



1.3.3



Untuk mengetahui ciri-ciri dari helping relationship.



2



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



2.1



Kemampuan Menjadi Model Kebiasaan yang kurang baik tentang kesehatan akan mempengaruhi



keberhasilan dalam hubungan antara perawat dan klien. Perawat tidak bisa memisahkan atau memberi batasan yang jelas antara peran sebagai perawat dengan kehidupan pribadinya (professional) karena perawat sebagai instrumen dalam menjalankan hubungan yang terapeutik. Jika perawat terbuka pada perasaan fokus terhadap pasien dan mengesampingkan kehidupan pribadinya, maka ia akan mendapat dua informasi penting yaitu bagaimana responnya pada klien dan bagaimana penampilannya pada klien sehingga perawat mampu bekerja profesional. Kemampuan menjadi model ini merupakan bentuk tanggung jawab perawat terhadap apa yang disampaikan kepada klien disamping tanggung jawab profesi. Perawat yang bisa menjadi model adalah perawat yang dapat memenuhi dan memuaskan kehidupan pribadinya serta tidak didominasi oleh konflik, distress atau pengingkaran (Stuart,G.W., 1998) perawat senantiasa memperlihatkan perkembangan serta adaptasi yang sehat. Perawat harus bertanggung jawab terhadap perilakunya, sadar akan kelemahan, dan kekurangannya. Perawat harus mampu memisahkan hubungan professional dan kehidupan pribadi.



2.2



Interaksi Sosial



Interaksi sosial adalah interaksi hubungan komunikasi yang bertujuan untuk menghasilkan rasa saling percaya dan rasa nyaman bagi klien, sehingga proses tukar menukar perasaan dan sikap dapat berjalan secara adekuat dan pengkajian tentang masalah kesehatan klien dapat dilaksanakan dengan baik. Perawat yang terampil tidak akan mendominasi interaksi sosial, tetapi dia akan berusaha memelihara kehangatan suasana komunikasi untuk menghasilkan rasa saling percaya dan rasa nyaman bagi klien, sehingga proses tukar menukar perasaan dan sikap dappat berjalan secara dengan adekuat dan pengkajian tentang masalah kesehatan klien dapat dilaksanakan dengan baik.



3



Perawat sering menggunakan interaksi sosial yang masih dangkal (superfisial) tersebut pada awal percakapan dengan klien sebagai dasar menciptakan hubungan yang saling percaya dan lebih akrab dengan klien. Misalnya: “Assalaamualaikum/selamat siang pak, apa kabar, senang bertemu bapak hari ini.” Mengembangkan Konsep “Helping Relationship”



2.3



Menurut Travelbee (1971): Hubungan perawat dan klien tidak sekedar hubungan mutualis melainkan sebagai “a human to human relationship”. Kelemahan yang ada pada perawat dan klien akan menjadi hilang ketika masingmasing pihak yang terlibat interaksi memahami dan mencoba kondisi masingmasing. Perawat menggunakan keterampilan komunikasi interersonalnya untuk mengembangkan hubungan dengan klien yang akan menghasilkan pemahaman tentang klien sebagai manusia yang utuh. Hubungan semacam ini bersifat terapeutik yang dapat meningkatkan iklim psikologis yang kondusif dan memfasilitasi perubahan dan perkembangan positif pada diri klien. Peran utama perawat adalah meyakinkan bahwa kebutuhan fisiologi pasien benar-benar terpenuhi. Kreasi dari lingkungan yang terapeutik dapat memacu kemampuan perawat untuk memberikan kenyamanan fisik dan psikososial pada klien. Helping relationship (hubungan yang saling membantu) antara perawat dan klien tidak dapat begitu saja terjadi. Carl Rogers (1961) berpendapat: bahwa komunikasi terapeutik bukan tentang apa yang dilakukan seseorang, tetapi bagaimana seseorang itu melakukan komunikasi dengan orang lain.



Rogers mengidentifikasi tiga faktor : 1.



Perawat harus benar-benar ikhlas dan memahami tentang dirinya.



2.



Perawat harus menunjukan rasa empati



3.



Individu yang dibantu harus merasa bebas untuk mengeluarkan segala



sesuatunya tentang dirinya dalam menjalin hubungan.



4



Tiga hal mendasar dalam pengembangan relationship. 1. Genuineness (keikhlasan) Perawat yang mampu menunjukan rasa ikhlasnya mempunyai kesadaran mengenai sikap dan perasaan yang dipunyai klien sehingga mampu belajar untuk mengkomunikasikannya secara tepat. Perawat tidak akan menolak segala bentuk perasan negatif yang dipunyai klien, bahkan ia akan berusaha berinteraksi dengan klien, hasilnya perawat akan mampu mengeluarkan segala perasaan yang dimiliki, bukan dengan cara menyalahkan atau menghukum klien, sehingga kapasitas yang dimiliki untuk mencapai hubungan yang saling menguntungkan akan meningkat secara bermakna. 2. Empati Empati merupakan perasaan, ”pemahaman” dan ”penerimaan” perawat terhadap perasaan yang dialami klien dan merasakan dunia pribadi klien. Empati adalah perasaan yang jujur, sensitif, dan tidak dibuat-buat (objektif) yang didasarkan atas apa yang dialami oleh klien. Empati adalah kemampuan menempatkan diri kita pada diri orang lain, bahwa kita telah memahami bagaimana perasaan orang lain tersebut dan apa yang menyebabkan reaksi mereka tanpa emosi kita terlarut dalam emosi orang lain. Beberapa aspek dari empati antara lain: a.



Aspek mental



Kemampuan melihat dunia orang lain dengan menggnakan paradigma orang lain tersebut. Aspek mental juga berarti memahami orang tersebut serta memahami orang tersebut secara emosional dan intelektual. b.



Verbal



Kemampuan mengungkapkan secara verbal pemahaman terhadap perasaan dan alasan reaksi emosi klien. Aspek verbal dalam menunjukkan empati memerlukan hal-hal keakuratan, kejelasan, kealamiahan, dan mengecek. c.



Aspek non verbal



Aspek non verbal yang diperlukan adalah kemampuan menunjukkan empati dengan kehangatan dan kesejatian.



5



Sebagai perawat yg empatik, perawat harus berusaha keras untuk mengatahui secara pasti apa yang sedang dipikirkan dan dialami klien sesuai dengan emosi klien. Perawat yang berempati dengan orang lain dapat menghindarkan penilaian berdasarkan kata hati (impulsive judgement) tentang seseorang. Empati berbeda dengan simpati. Simpati bersifat subjektif dengan melihat “dunia orang lain”, simpati adalah kecenderungan berfikir tentang apa yang sedang dilakukan klien seperti rasa kagum. Sikap simpati membuat perawat tidak mampu melihat permasalahan secara objektif karena dia terlibat secara emosional dan terlarut didalamnya. Wheeler dan Wolberg yang dikutip oleh Stuart Sundeen (1998) membagi dua tipe empati: •



Empati Dasar (Basic Empaty)



Merupakan respon alamiah dari seseorang untuk mengerti orang lain. Contoh: ketika ada anak kecil menangis, secara spontan seseorang akan bertanya, “Ada apa Nak? Kenapa menangis?” sambil mengusap kepala anak. •



Empati Terlatih (Trained Empaty/Professional Empaty)



Merupakan kemampuan berempati yang diperoleh setelah melalui training dalam rangka menolong orang lain. Perawat yang telah belajar komunikasi terapeutik atau yang telah memperoleh pelatihan tentang empati tentu akan mampu berempati secara tepat. 3.



Warmth (Kehangatan)



Hubungan yang saling membantu (helping relationship) dilakukan untuk memberikan kesempatan klien mengeluarkan “uneg-uneg” secara bebas. Dengan warmth (kehangatan), perawat akan mendorong klien untuk mengekspresikan ideide dan menuangkannya dalam bentuk perbuatan tanpa rasa takut dimaki atau dikonfrontasi. Suasana yang hangat, permsif, dan tanpa adanya ancaman menunjukan adanya rasa penerimaan perawat terhadap klien. Sehingga klien bisa bebas untuk mengungkapkan perasaannya. Kondisi seperti ini akan membuat perawat mempunyai kesempatan lebih luas untuk mengetahui kebutuhan klien. Kehangatn dapat dikomunikasikan secara nonverbal. Penampilan perawat yang tenang, suara yang meyakinkan, dan pegangan tangan yang halus menunjukan rasa belas kasihan atau kasih sayang perawat kepada klien.



6



BAB III PEMBAHASAN



3.1 Pengertian Konseling sebagai Helping Relationship Konseling pada dasarnya merupakan suatu hubungan membantu (helping relationship) yang professional. Beberapa contoh hubungan yang profesional antara lain: dokter dan pasien, pekerja sosial dan masyarakat, pengacara dan klien, guru dan siswa. Sekalipun sama-sama hubungan profesional, tetapi masing-masing hubungan ini memiliki karakteristik tersendiri. Demikian pula hubungan konseling berbeda dengan pola hubungan yang lain. Helping relationship adalah hubungan yang terjadi diantara dua (atau lebih) individu maupun kelompok yang saling memberikan dan menerima bantuan atau dukungan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya sepanjang kehidupan. Pada konteks keperawatan hubungan yang dimaksud adalah hubungan antara perawat dan klien. Ketika hubungan antara perawat dan klien terjadi, perawat sebagai penolong (helper) membantu klien sebagai orang yang membutuhkan pertolongan, untuk mencapai tujuan yaitu terpenuh. Pada dasarnya hubungan konselor dengan klien pada proses konseling merupakan hubungan pemberian bantuan yang bersifat profesional dan memiliki keunikan tersendiri. Professional dalam hal ini dikarenakan didasarkan pada pengetahuan khas, menerapkan suatu teknik intelektual dalam suatu pertemuan khusus dengan orang lain (klien) agar klien tersebut dapat efektif menghadapi dilema, pertentangan-pertentangan atau konflik yang terjadi dalam dirinya. Keunikan ini tercermin pada kekhususan karakteristik yang terjadi antara konselor dan klien. Kekhususan ini dapat dilihat dari sasaran yang dibantu oleh konselor, metode hubunganya dan masalah yang dihadapi oleh klien. Sebelum kita membahas lebih lanjut beberapa karakteristik khusus menegnai hubungan membantu dalam konseling maka perlu kita pahami terlebih dahulu menegnai pengertian secara umum tentang hubungan membantu. Menurut Cappuzi dan Gross (dalam Sugiharto 2007:5) mengartikan bahwa hubungan menbantu merupakan beberapa individu bekerja bersama untuk



7



memecahkan apa yang menjadi perhatianya atau masalahnya dan/atau membantu perkembangan dan pertumbuhan salah seorang dari keduanya Secara lebih mendalam lagi dikemukakan oleh Rogers dalam Sugiharto (2007) bahwa hubungan membantu memberikan maksud untuk meningkatkan pertumbuhan, kematangan, fungsi, cara penanganan kehidupanya dengan memanfaatkan sumber-sumber internal pada pihak yang diberikan bantuan McCully mengatakan bahwa “suatu profesi helping dimaknakan sebagaiadanya seseorang, didasarkan pengetahuan khasnya, menerapkan suatu teknik intelektual dalam suatu pertemuan khusus (existential afairs) dengan orang lain dengan maksud agar orang lain tadi memungkinkan lebih efektif menghadapi dilemmadilema, pertentangan, yang merupakan ciri khas kondisi manusia”. Nelson, Richard dan Jones (2012: 55) “Counseling dan helping relationship adalah hubungan manusia antara Anda sebgai konselor dengan helper dan klien Anda, baik connection (koneksi/pertalian) tatap-muka maupun yang terjadi di dalam pikiran masing-masing”. Hubungan



konseling



dan



helping



adalah



hubugan



dimana



Anda



menggunakan counseling skill (keterampilan konseling) terutama secarra tatapmuka untuk membantu klien dengan cara, antara lain: membuatnya merasa didukung dan dipahami, membantunya mengklarifikasi dan memperluas pemahamannya, mengembangkan dan mengimplementasikan strategi untuk mengubah cara berpikir, bertindak, dan merasakan sehingga klien dapat mencapai goals (tujuan-tujuan) yang mengafirmasi-hidup. inya kebutuhan dasar manusia klien. 3.2 Karakteristik Helping Reletionship Menurut Roger dalam Stuart G.W (1998), ada beberapa karakteristik seorang helper



(perawat)



yang dapat



memfasilitasi



tumbuhnya



hubungan



yang



terapeutik,yaitu: 3.2.1 Kejujuran Kejujuran sangat penting, karena tanpa adanya kejujuran mustahil bisa terbina hubungan saling percaya. Seseorang akan menaruh rasa percaya pada lawan bicara yang terbuka dan mempunyai respons yang tidak dibuat-buat, sebaliknya ia akan berhati-hati pada lawan bicara yang terlalu halus sehingga



8



sering menyembunyikan isi hatinya yang sebenarnya dengan kata-kata atau sikapnya yang tidak jujur (Rahmat, J.,1996 dalam Suryani,2005). Sangat



penting



bagi



perawat



untuk



menjaga



kejujuran



saat



berkomunikasi dengan klien, karena apabila hal tersebut tidak dilakukan maka klien akan menarik diri, merasa dibohongi, membenci perawat atau bisa juga berpura-pura patuh terhadap perawat. 3.2.2 Tidak membingungkan dan cukup ekspresif Dalam berkomunikasi dengan klien, perawat sebaiknya menggunakan kata-kata yang mudah dipahami oleh klien dan tidak menggunakan kalimat yang berbelit-belit. Komunikasi nonverbal perawat harus cukup ekspresif dan sesuai dengan verbalnya karena ketidaksesuaian akan menimbulkan kebingungan bagi klien. 3.2.3 Bersikap positif Bersikap positif terhadap apa saja yang dikatakan dan disampaikan lewat komunikasi nonverbal sangat penting baik dalam membina hubungan saling percaya maupun dalam membuat rencana tindakan bersama klien. Bersikap positif ditunjukkan dengan bersikap hangat, penuh perhatian dan penghargaan terhadap klien. Untuk mencapai kehangatan dan ketulusan dalam hubungan yang terapeutik tidak memerlukan kedekatan yang kuat atau ikatan tertentu diantara perawat dan klien akan tetapi penciptaan suasana yang dapat membuat klien merasa aman dan diterima dalam mengungkapkan perasaan dan pikirannya (Burnard,P dan Morrison P,1991 dalam Suryani,2005). 3.2.4 Empati bukan simpati Sikap empati sangat diperlukan dalam asuhan keperawatan, karena dengan sikap ini perawat akan mampu merasakan dan memikirkan permasalahan



klien



seperti



yang



dirasakan



dan



dipikirkan



klien



(Brammer,1993 dalam Suryani,2005). Dengan bersikap empati perawat dapat memberikan alternative pemecahan masalah karena perawat tidak hanya merasakan permasalahan klien tetapi juga tidak berlarut-larut dalam perasaaan tersebut dan turut berupaya mencari penyelesaian masalah secara objektif.



9



3.2.5 Mampu melihat permasalahan dari kacamata klien Dalam memberikan asuhan keperawatan, perawat harus berorientasi pada klien (Taylor, Lilis dan Le Mone, 1993), oleh karenaya perawat harus mampu untuk melihat permasalahan yang sedang dihadapi klien dari sudut pandang klien. Untuk mampu melakukan hal ini perawat harus memahami dan memiliki kemampuan mendengarkan dengan aktif dan penuh perhatian. Mendengarkan dengan penuh perhatian berarti mengabsorpsi isi dari komunikasi (kata-kata dan perasaan) tanpa melakukan seleksi. Pendengar (perawat) tidak sekedar mendengarkan dan menyampaikan respon yang di inginkan oleh pembicara (klien), tetapi berfokus pada kebutuhan pembicara. Mendengarkan dengan penuh perhatian menunjukkan sikap caring sehingga memotivasi klien untuk berbicara atau menyampaikan perasaannya. a. Menerima klien apa adanya Seorang helper yang efektif memiliki kemampuan untuk menerima klien apa adanya. Jika seseorang merasa diterima maka dia akan merasa aman dalam menjalin hubungan interpersonal (Sullivan, 1971 dalam Antai Ontong, 1995 dalam Suryani, 2005). Nilai yang diyakini atau diterapkan oleh perawat terhadap dirinya tidak dapat diterapkan pada klien, apabila hal ini terjadi maka perawat tidak menunjukkan sikap menerima klien apa adanya. b.



Sensitif terhadap perasaan klien Seorang perawat harus mampu mengenali perasaan klien untuk



dapat menciptakan hubungan terapeutik yang baik dan efektif dengan klien. Dengan bersikap sensitive terhadap perasaan klien perawat dapat terhindar dari berkata atau melakukan hal-hal yang menyinggung privasi ataupun perasaan klien. c. Tidak mudah terpengaruh oleh masa lalu klien ataupun diri perawat sendiri Perawat harus mampu memandang dan menghargai klien sebagai individu yang ada pada saat ini, bukan atas masa lalunya, demikian pula terhadap dirinya sendiri.



10



3.3 Ciri-ciri Konseling Sebagai Helping Relationship Pada suatu hubungan bantuan (Helping relationship) ditandai oleh cirri-ciri dasar tertentu. Menurut Shertzer dan Stone (dalam Sugiharto, 2007:4) hubungan membantu (helping) memiliki cirri-ciri sebagai berikut: Pada tahun 1957, Carl Rogers mempublikasikan sebuah artikel yang berjudul “The necessary and sufficient conditions of therapeutic personality change” Disini Rogers mengidentifikasi enam kondisi untuk perubahan terapeutik, tiga diantaranya-empati, penerimaan positif tanpa-syarat, dan kongruensi. 3.3.1 Empati Empati adalah kapasitas untuk mengidentifikasi secara



mental dan



memahami dunia batin orang lain. 3.3.2 Penerimaan positif tanpa-syarat Unconditional



positive



regard



(penerimaan



atau



tanggapan



positif tanpa syarat) terdiri atas dua dimensi yaitu: 1) Tingkat regard (anggapan) Tingkat anggapan, atau mungkin lebih tepatnya anggapan positif, terdiri atas perasaan positif konselor atau helper terhadap klien, seperti menyukai, kepedulian, dan kehangatan. 2) Ketanpasyaratan anggapan terdiri atas penerimaan yang tdak bersifat mengahkimi terhadap pengalaman dan ungkapan klien sebagai realitas subjektifnya. 3.3.1 Kongruensi Kongruensi atau genuinens memiliki dimensi internal maupun eksternal. Secara internal sebagai konselor dan helper anda mampu mengakui secara akurat pikiran, perasaan dan pengalaman signifikan. Secara eksternal konselor berkomunikasi dengan klien sebagai orang-orang riil. 3.4 Tujuan dari Proses Helping Tujuan dari proses helping adalah tujuannya untuk hal-hal yang berorientasi luas dan berjangka panjang yang sering kali tidak bisa diukur secara obyektif. Tujuan-tujuan



itu



bisa



mencakup



pemenuhan



otonom



dan



kebebasan,



mengaktualisasi diri, penemuan evaluasi internal, menjadi lebih terintegrasi, dsb.



11



Tujuan-tujuan global lainnya sebagai berikut : 3.4.1 Konseli jadi lebih menyadari diri, bergerak ke arah kesadaran yang lebih penuh atas kehidupan batinnya, dan menjadi kurang penyangkalan dan pendistorsial. 3.4.2 Konseli menerima tanggung jawab yang lebih besar atas siapa dirinya. Menerima



perasaan-perasaannya



sendiri,



menghindari



tindakan



menyalahkan lingkungan dan orang lain atas keadaan dirinya dan menyadari bahwa sekarang dia bertanggung jab penuh atas apa yang dilakukannya. 3.4.3 Konseli menjadi lebih berpegang pada kekuatan-kekuatan batin dan pribadinya sendiri, menghindari tindakan memainkan peran orang yang tak berdaya dan menerima kekuatan yang dimilikinya untuk mengubah kehidupannya sendiri. 3.4.4 Konseli memperjelas nilai-nilainya sendiri, mengambil perspektif yang lebih jelas atas masalah-masalah yang dihadapinya, dan menemukan dalam dirinya sendiri penyelesaian-penyelesaian bagi konflik-konflik yang dialaminya. 3.4.5 Konseli menjadi lebih terintegrasi serta menghadapi, mengakui, menerima dan menangani aspek-aspek dirinya yang terpecah dan diingkari, dan mengintegrasi semua perasaan dan pengalaman kedalam keseluruhan hidupnya. 3.4.6 Konseli belajar mengambil resiko yang akan membuka pintu-pintu kearah cara-cara hidup yang baru serta menghargai kehidupan dengan ketidakpastiannya yang diperlukan bagi landasan pembangunan pertumbuhan. 3.4.7 Konseli menjadi lebih mempercayai diri serta bersedia mendorong dirinya sendiri untuk melakukan apa yang dipilih untuk dilakukannya. Konseli menjadi lebih sadar atas alternatif-alternatif yang mungkin serta bersedia memilih bagi dirinya sendiri serta menerima konsekuensikonsekuensi dari pilihannya (Gerald Corey, 2010). Pada fase ini perawat dan klien pertama kali bertemu. Tugas pada fase ini meliputi :



12



a) Menetapkan alasan pasien untuk mencari bantuan b) Menetapkan iklim rasa saling percaya, pengertian, penerimaan dan komunikasi terbuka. c) Menggali pikiran, perasaan dan tindakan pasien d) Mengidentifikasi maslah pasien. e) Merumuskan



kontrak



dengan



klien



yang



meliputi



saling



memperkenalkan nama : penjelasan peran, tanggung jawab, harapan dan tujuan hubungan perawat klien, tempat interaksi, waktu interaksi, kondisi saat terminasi dan kerahasian. f) Eksplorasi perasaan Fase kerja • Pada fase kerja ini kerjasama terapeutik perawat klien paling banyak dilakukan. Perawat dan klien mengeksplorasi stressor yang berhubungan dan mendukung perkembangan daya tilik diri klien dengan cara mengubungkan persepsi, pikiran , perasaan dan tindakan. Lanjutan fase kerja • Perawat membantu klien untuk mengatasi kecemasan, meningkatkan kemandirian dan tanggung jawab dan mengembangkan mekanisme koping yang konstruktif. Perubahan perilaku yang aktual merupakan fokus pada fase ini. Fase terminasi • Terminasi merupakan salah satu fase yang paling sulit namun paling penting dalam hubungan perawat klien. Pada fase ini lah perawat dan klien saling mengekspresikan perasaan dan mengevaluasi perkembangan yang telah dicapai klien dan disesuaikan dengan pencapaian tujuan pada rencana keperawatan klien. • Pada fase ini perawatan bertugas a) Membina kenyataan tentang perpisahan b) meninjau kemajuan terapi dan pencapaian tujuan c) menggali perasaan ditolak, kehilangan, kesedihan dan kemarahan serta perilaku yang terkait lainnya.



13



3.5 Pelaksanaan Konseling Sebagai Helping Relationship. Secara umum, bimbingan konseling bertujuan untuk memberi bantuan kepada individu untuk memecahkan masalah yang sedang dihadapi dan mengptimalkan kemampuan yang dimiliki oleh seorang individu. Hubungan konseling tidak hanya dilakukan oleh seorang konselor dan guru saja, namun masih ada beberapa bidang atau profesi yang melakukan hubungan konseling, bidang tersebut adalah sebagai berikut: dunia kedokteran atau kesehatan, perusahaan dan industri, serta bidang pendidikan. Pada umumnya, bidang pendidikan selalu berintikan pada kegiatan bimbingan. Bimbingan dilaksanakan agar anak didik menjadi kreatif, produktif, dan mandiri. Dengan kata lain, pendidikan berupaya untuk mengembangkan individu anak. Hal-hal yang termasuk ke dalam perkembangan individu anak meliputi segala aspek dalam diri anak, yakni: intelektual, moral, sosial, kognitif, dan emosional. Dan kegiatan bimbingan dan konseling adalah suatu upaya untuk membantu perkembangan aspek-aspek tersebut menjadi optimal, harmonis, dan sewajarnya. Selanjutnya diharapkan tercipta sebuah relasi, yakni relasi pendidikan antara pendidik dan subyek didik. Relasi pendidikan antara pendidik dan subyek didik merupakan hubungan yang membantu karena selalu diupayakan agar ada motivasi pendidik untuk mengembangkan potensi anak didik dan membantu subyek didik memecahkan masalahnya. Sebagai langkah awal dalam kegiatan helping relationship adalah memahami klien. Klien adalah semua individu yang diberi bantuan secara profesional oleh seorang konselor (pembimbing) baik atas permintaan dirinya sendiri ataupun pihak lain. Hubungannya dengan yang sering kita temukan di lapangan adalah klien yang kita hadapi klien yang diberi bantuan bukan atas dasar permintaannya sendiri, melaikan atas permintaan orang lain terutama kita sebagai pengajar mata pelajaran yang bersangkutan. Oleh sebab itu, kita sebagai guru mata pelajaran, harus memiliki keterampilan tertentu agar proses konseling berjalan secara kondusif, produktif, kreatif dan menunjukan hasil yang baik. Dengan kata lain proses konseling berjalan dengan sukses. Menurut Shertzer and Stone (1987) mengemukakan bahwa keberhasilan



14



dan kegagalan proses konseling ditentukan oleh tiga hal, yakni: kepribadian klien, harapan klien, dan pengalaman/pendidikan klien. Dengan demikian konselor akan dapat terbantu dalam merumuskan dan menentukan langkah selanjutnya yang diperlukan oleh klien untuk menunjang keberhasilan proses konseling. Dari ketiga hal yang telah diuraikan di atas, dapatlah disimpulkan bahwa tahap-tahap konseling dapat dilakukan seperti di bawah ini: a. Tahap awal. Meliputi kegiatan attending (keterampilan menghampiri, menyapa, dan membuat klien betah dan mau berbicara dengan konselor), empati primer dan advance ( berempati terhadap masalah yang dihadapi klien), refleksi perasaan ( upaya untuk menangkap perasaan, pikiran, dan pengalaman klien kemudian merefleksikannya kembali pada klien), eksplorasi perasaan, pengalaman dan ide, menangkap ide-ide/pesan-pesan utama, bertanya terbuka, mendefinisikan masalah bersama klien, dorongan minimal (minimal encouragement). b. Tahap pertengahan. Teknik yang dibutuhkan pada tahap ini adalah: memimpin (leading), memfokuskan (informing),



(focusing), memberi



mendorong



nasehat



(supporting),



(advising),



menginformasikan



menyimpulkan



sementara



(summarizing), dan bertanya terbuka (open question). c. Tahap ahir. Tahap ini disebut tahap konseling (action). Teknik yang dapat digunakan pada tahap ini adalah: menyimpulkan, memimpin, merencanakan, mengevaluasi dan mengakhiri proses konseling.



15



BAB IV PENUTUP 4.1 KESIMPULAN Dari pembahasan di atas dapat kita simpulkan bahwa konseling sebagai hubungan yang bersifat helping relation adalah suatu hubungan yang terjalin karena adanya kesepakatan antara konselor dengan konseli. Konseli yang dihadapi adalah konseli yang sedang mengalami suatu masalah, selain membantu konseli dalam mengentaskan masalahnya, konselor juga membantu konseli dalam mengaktualisasikan potensi-potensi yang ada pada diri konseli.



4.2 SARAN Masalah yang kita hadapi dapat terselesaikan dengan bantuan orang-orang di sekeliling kita. Maka dari itu jalinlah hubungan yang baik dengan orang-orang di sekitar kita.



16



DAFTAR PUSTAKA



Mundakir. 2004. Ilmu Komunikasi Keperawatan. Damaiyanti, Mukhripah. 2008. Komunikasi Keperawatan. Bandung: Refika Aditama.



Terapeutik



dalam



Praktik



Nurhasanah, Nunung. 2010. Ilmu Komunikasi dalam Konteks Keperawatan. Jakarta: CV Trans Info Media. Diambil pada tanggal 3 Oktober 2018 dari https://doi.org/10.4102/hsag.v20i1.926 Anna E. Van den Heever, M.2015. Persepsi Perawat Untuk Mempasilitasi Keaslian dalam Hubungan Perawat.



17