Analisa Implementasi Aspek Safety Pada Coal Mill Plant 14 PDF [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ANALISA IMPLEMENTASI ASPEK SAFETY PADA COAL MILL PLANT 14 LAPORAN AKHIR PROGRAM MANAGEMENT TRAINEE



PADA PLANT 14 PT. INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA Tbk. DI CITEUREUP – BOGOR



Oleh :



YANUAR RAKA SIWI NIK : 1410164



TAHUN 2015



i



Plant/Division : Plant 14 Department



: Production



TANDA PERSETUJUAN LAPORAN AKHIR



Nama



: Yanuar Raka Siwi



NIK



: 1410164



Bagian



: Production Plant 14



Judul



: Analisa implementasi aspek safety pada coal mill plant 14



Citeureup, 30 Maret 2015



Menyetujui,



Pembimbing,



D. N. Wiryasantika



Dika Avianto



Plant Manager



Engineer



ii



KATA PENGANTAR Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan akhir dengan judul “Analisa Implementasi Aspek Safety Pada Coal Mill Plant 14”. Laporan ini dibuat untuk memenuhi salah satu persyaratan kelulusan Program Management trainee yang diadakan oleh Corporate Human Resource Development Division PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk. Penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian laporan akhir ini, terutama kepada : 1. Bapak D. N. Wiryasantika selaku Plant Manager P 14 2. Bapak Dika Avianto selaku Engineer P 14 3. Ibu Dani Handajani selaku Corporate Human Resource Development Division Manager 4. Bapak Tomas Arista selaku Corporate People Development Departement Head 5. Seluruh staff dan karyawan PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk, khususnya staff dan karyawan plant 14 yang telah bersedia membantu memberikan informasi, bantuan dan pengarahan untuk menyelesaikan laporan ini. 6. Rekan-rekan Management Trainee angkatan 2014 batch 1 dan JELPRO P-14 yang selalu memberi dukungan dan semangat bagi penulis. 7. Orang tua dan teman-teman yang selama ini mendukung dalam segala hal hingga dapat terselesaikannya laporan ini. Penulis menyadari bahwa dalam laporan masih banyak terdapat kekurangan, oleh karenanya kritik dan saran dari berbagai pihak sangat penulis harapkan untuk dapat membangun laporan ini kearah yang lebih baik. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca. Citeureup, 30 Maret 2015 Penyusun,



Yanuar Raka Siwi NIK : 1410164



iii



ABSTRAK



PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. merupakan salah satu produsen semen terbesar di Indonesia yang memproduksi berbagai jenis semen diantaranya OPC (Ordinary Portland Cement), PCC (Portland Composite Cement), OWC (Oil Wheel Cement), dan WC (White Cement). Produk semen yang paling banyak dihasilkan adalah type OPC (Ordinary Portland Cement) dan PCC (Portland Composite Cement). Sebagai salah satu produsen semen, PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. dituntut untuk dapat selalu menjaga dan meningkatkan produksi dan mutu dari semen yang dihasilkan. Operasi kiln sangat bergatung pada ketersediaan bahan bakar (fine coal). Unit yang bertanggung jawab dalam penyediaan fine coal untuk proses pembakaran tersebut adalah unit Coal mill. Coal mill yang beroperasi pada plant 14 berjumlah 2 buah. Coal mill tersebut adalah Loesche LM 28.3 dengan kapasitas penyediaan produk fine coal 35 - 41 ton per jam. Coal mill sebagai unit penyedia bahan bakar utama (batubara) mempunyai peran yang vital dalam menjaga kelancaran proses produksi semen. Aspek safety dalam setiap tahapan pengolahan batubara mulai dari area penyimpanan, pengolahan dalam mill sampai penyimpanan fine coal dalam bin harus benar - benar diperhatikan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk adalah mengetahui aspek safety yang perlu diperhatikan di area coal mill plant 14. Aspek safety yang perlu diperhatikan meliputi sistem management, desain alat dan housekeeping. Poin – poin yang dibahas adalah dalam pembahasan ini adalah auto ignition temperature, stockpile management, ATEX zones, explosion door, inerting system dan housekeeping. Dari hasil pembahasan didapatkan beberapa rekomendasi sebagai referensi jika plant 14 sudah beroperasi di kemudian hari. Beberapa rekomendasi tersebut adalah batasan temperatur yang diijinkan dalam area coal mill, metode penyimpanan dalam stockpile, pemasangan explosion door di area – area dengan potensi bahaya tinggi, prosedur keamanan pengoperasian yang menyangkut inerting system dan perawatan housekeeping. Kata kunci : Safety, Atex, Explosion door, Inerting system, Housekeeping



iv



DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Spesifikasi raw coal plant 14 ................................................... 10 Tabel 2.2 Nilai proximate analysis adaro envirocoal - 4000 .................... 10 Tabel 2.3 Nilai ultimate analysis adaro envirocoal - 4000 ....................... 11 Tabel 2.4 Spesifikasi product fine coal plant 14 ...................................... 11 Tabel 2.5 Spesifikasi coal mill plant 14 ................................................... 12 Tabel 2.6 Kondisi operasi coal mill plant 14 ............................................ 13 Tabel 3.1 Reaksi yang terjadi dalam SP Dan kiln ................................... 27 Tabel 4.1 Auto ignition temperature point untuk berbagai jenis coal ....... 29 Tabel 4.2 Lama waktu penyimpanan coal yang direkomendasikan ........ 32 Tabel 4.3 Tinggi pile di coal storage yang direkomendasikan ................. 32 Tabel 4.4 Hubungan batasan oksigen yang diperbolehkan dalam sistem dengan kadar volatile dalam coal .......................................... 40 Tabel 4.5 Kadar CO2 diudara dan efek yang ditimbulkan ....................... 43



v



DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Aliran material dari truck dumping sampai storage hall .......



4



Gambar 2.2 Aliran material storage hall sampai ke raw coal bin ............



5



Gambar 2.3 Aliran material di area coal mill 1 ........................................



6



Gambar 2.4 Aliran material di area coal mill 2 ........................................



7



Gambar 2.4 Aliran material di fine coal bin .............................................



8



Gambar 2.5 Skema segitiga api .............................................................. 14 Gambar 3.1 Struktur organisasi perusahaan .......................................... 21 Gambar 3.2 Struktur organisasi plant 14 ................................................ 22 Gambar 3.3 Tahapan proses pembuatan semen.................................... 24 Gambar 4.1 ATEX zones di area grinding plant ...................................... 34 Gambar 4.2 ATEX zones di area product handling ................................. 35 Gambar 4.3 Skema explosion pentagon ................................................. 37 Gambar 4.4 Explosion door diatas fine coal bin ..................................... 38 Gambar 4.5 Explosion door di jalur ducting keluar mill ........................... 38 Gambar 4.6 Explosion door di bag filter .................................................. 39



vi



DAFTAR ISI



HALAMAN JUDUL ..................................................................................



i



HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................



ii



KATA PENGANTAR .................................................................................. iii ABSTRAK .................................................................................................. iv DAFTAR TABEL ........................................................................................ v DAFTAR GAMBAR .................................................................................... vi DAFTAR ISI .............................................................................................. vii BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1 1.1. Latar Belakang Masalah ..................................................................... 1 1.2. Rumusan Masalah .............................................................................. 2 1.3. Batasan Masalah ................................................................................ 2 1.4. Tujuan Penelitian ................................................................................ 3 BAB II KERANGKA TEORI ........................................................................ 4 2.1. Aliran material dari storage sampai fine coal bin................................. 4 2.3. Spesifikasi rawcoal dan fine coal product ......................................... 10 2.3.1. Spesifikasi rawcoal yang digunakan di plant 14 ......................... 10 2.3.2. Spesifikasi fine coal product yang dihasilkan di plant 14 ............ 11 2.4. Spesifikasi Coal mill .......................................................................... 11 2.5. Kondisi operasi coal mill ................................................................... 13 2.6. Konsep segitiga api ........................................................................... 13 BAB III GAMBARAN UMUM .................................................................... 16 3.1. Sejarah perusahaan .......................................................................... 16 3.2. Visi dan misi perusahaan .................................................................. 20 3.3. Struktur organisasi perusahaan ........................................................ 21 3.4. Struktur organisasi plant 14 .............................................................. 22 3.5. Proses produksi semen..................................................................... 23 BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN ................................................... 29 4.1. Sistem management ......................................................................... 29 4.1.1. Auto ignition temperature ........................................................... 29



vii



4.1.2. Stockpile management ............................................................... 31 4.2. Desain alat ........................................................................................ 33 4.2.1. ATEX .......................................................................................... 33 4.2.2. Explosion door ............................................................................ 36 4.2.3. Inerting system ........................................................................... 40 4.3. Housekeeping ................................................................................... 44 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 46 5.1 Kesimpulan ........................................................................................ 46 5.2 Saran ................................................................................................. 47 DAFTAR PUSTAKA



viii



BAB I PENDAHULUAN



1.1. Latar Belakang Masalah PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. merupakan salah satu produsen semen terbesar di Indonesia yang memproduksi berbagai jenis semen diantaranya OPC (Ordinary Portland Cement), PCC (Portland Composite Cement), OWC (Oil Wheel Cement), dan WC (White Cement). Produk semen yang paling banyak dihasilkan adalah type OPC (Ordinary Portland Cement) dan PCC (Portland Composite Cement). Sebagai salah satu produsen semen, PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. dituntut untuk dapat selalu menjaga dan meningkatkan produksi dan mutu dari semen yang dihasilkan. Kebutuhan semen terus meningkat setiap tahunnya seiring dengan pembangunan di Indonesia yang masih terus berjalan. Kondisi lain yang terjadi adalah semakin banyak pula industri semen baru yang beroperasi di indonesia, kondisi ini mendorong PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. Untuk membangun sebuah plant baru yaitu Plant 14. Plant 14 ini didirikan di daerah citeureup dengan kapasitas 10.000 ton klinker per hari, yang pembanguannya telah dimulai pada juli 2013 dan ditargetkan selesai pada juli 2015 dengan didirikannya plant 14 ini diharapkan kapasitas produksi semen akan meningkat secara signifikan dan dapat dilakukan perluasan pasar semen tiga roda yang telah ada. Plant 14 sebagai Plant dengan kapasitas terbesar di indonesia (kapasitas 10.000 ton klinker per hari) tentunya akan membutuhkan bahan bakar dengan jumlah yang besar pula untuk kelangsungan operasi plant tersebut. Di Plant 14 akan digunakan beberapa jenis bahan bakar untuk menunjang proses operasi pada plant tersebut. Adapun bahan bakar yang digunakan adalah batubara (coal), Industrial diesel oil (IDO) dan alternative fuel. Bahan bakar yang digunakan dalam jumlah besar adalah batubara (coal). Batubara tersebut digunakan dalam proses pembakaran



1



di dalam kiln dan calciner. Batubara yang digunakan dalam proses tersebut berbentuk serbuk – serbuk yang halus (fine coal). Unit yang bertanggung jawab dalam penyediaan fine coal untuk proses pembakaran tersebut adalah unit Coal mill. Coal mill yang beroperasi pada plant 14 berjumlah 2 buah. Coal mill tersebut adalah Loesche LM 28.3 D dengan kapasitas penyediaan produk fine coal 35 - 41 ton per jam. Adapun proses yang terjadi di dalam coal mill adalah proses drying (pengeringan raw coal), proses grinding (penggerusan raw coal) , separating ( pemisahan produk yang sudah halus dan yang masih kasar) dan conveying (transportasi fine coal dari keluar dari mill). Coal mill sebagai unit penyedia bahan bakar utama (batubara) mempunyai peran yang vital dalam menjaga kelancaran proses produksi semen. Aspek safety harus selalu diperhatikan dalam setiap kegiatan proses produksi yang dilakukan. Seperti diketahui bahwa batubara memiliki sifat khusus seperti dapat terbakar sendiri dalam temperatur tertentu (auto ignition) serta mempunyai potensi ledakan apabila terbakar dalam sistem tertutup. Untuk itu aspek safety dalam setiap tahapan pengolahan batubara mulai dari area penyimpanan, pengolahan dalam mill sampai penyimpanan fine coal dalam bin harus benar - benar diperhatikan. Dari hal tersebut maka penulis mangambil judul “Analisa Implementasi Aspek Safety Pada Coal Mill Plant 14”.



1.2. Rumusan Masalah Untuk menyelesaikan permasalahan yang ada, maka diambil rumusan masalah yang diambil adalah Apa saja aspek safety yang harus diperhatikan dalam pengoperasian coal mill plant 14.



1.3. Batasan Masalah Pembahasan aspek safety hanya mencakup coal mill unit, sistem transportasi coal dan coal storage area plant 14



2



1.4. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui aspek safety yang perlu diperhatikan di area coal mill plant 14.



3



BAB II KERANGKA TEORI



2.1. Aliran material dari storage sampai fine coal bin Berikut ini deskripsi aliran batubara dari storage sampai fine coal bin



Gambar 2.1 Aliran material dari truck dumping sampai storage hall Sumber : Flowsheet plant 14 project, raw material area



Rawcoal dari truck ditumpahkan ke dalam rawcoal hopper (N0631HO01). Coal tersebut kemudian turun melewati needle gate kemudian masuk ke apron feeder. Dari apron feeder kemudian raw coal akan ditransportasikan melalui belt conveyor (N0631BC01) dimana di belt conveyor tersebut terdapat magnetic separator dan metal detector. Magnetic separator akan memisahkan logam seperti besi dan baja dari aliran raw coal. Metal detector akan mendeteksi logam yang lolos dari magnetic separator. Raw coal akan masuk ke dalam roller feeder (wobbler). Roller feeder (wobbler) ini berfungsi sebagai pemisah antara coal yang kasar dan halus sekaligus sebagai transportasi coal yang kasar. Coal yang halus ( dengan ukuran < 65 mm) akan turun melalui celah diantara roller feeder kemudian menuju ke belt conveyor (N0632BC01), sedangkan coal reject (ukuran > 65mm) keluar dari roller feeder. Coal



4



kasar ini selanjutnya akan dikirim ke unit pengolahan limbah untuk diolah lebih lanjut. Pada belt conveyor N0632BC01 tersebut terdapat belt scale yang berfungsi untuk menimbang material coal yang berada di atas belt. Setelah melewati belt conveyor N0632BC01 rawcoal akan menuju ke belt conveyor N0632BC02 kemudian menuju ke stacker (N0632ST01), dari stacker ini coal akan dialirkan ke belt conveyor untuk kemudian dijatuhkan ke storage hall membentuk pile.



Gambar 2.2 Aliran material storage hall sampai ke raw coal bin. Sumber : Flowsheet plant 14 project, raw material area



Dari storage hall coal terlebih dahulu akan disisir oleh reclaimer, coal dari pile akan turun ke kebawah kemudian akan terbawa oleh scraper menuju ke belt conveyor (N0641BC01). Di belt conveyor tersebut terdapat magnetic separator yang berfungsi untuk memisahkan logam yang seperti besi dan baja. Raw coal akan menuju belt conveyor N0641BC02, di belt conveyor ini terdapat belt scale yang berfungsi sebagai timbangan raw coal yang ada di atas belt tersebut. Dari belt conveyor 02 coal akan menuju ke belt conveyor N0641BC03.



5



Belt conveyor N0641BC03 merupakan belt conveyor reversible dimana belt tersebut bisa bergerak ke dua arah. Belt conveyor tersebut dapat bergerak untuk jalur suplai Plant 14 ataupun menuju ke existing belt conveyor BC 6A untuk suplai rawcoal ke plant 6-11 dan BC 6B yang merupakan jalur suplai ke coal ke plant 7-8. Dari Belt conveyor tersebut coal akan menuju ke rangkaian belt conveyor N0641BC04, N0641BC05, N0641BC06, N0641BC07, N0641BC08, N0641BC09, N0641BC09 dan N0641BC10. Di belt conveyor N0641BC10 ini terdapat



metal detector



yang berfungsi untuk mendeteksi logam yang lolos dari magnetic separator. Pada akhir jalur belt conveyor terdapat pneumatic two way valve. Jika logam - logam tersebut terdeteksi di metal detector maka two way valve tersebut akan terbuka ke arah reject, sedangkan jika dalam keadaan normal raw coal akan diteruskan mengalir kearah belt conveyor N0641BC11. Belt conveyor N0641BC11 ini merupakan belt conveyor dengan dua arah dimana arah yang satu akan mengisi raw coal bin untuk coal mill 1 dan arah yang lain akan mengisi rawcoal bin untuk coal mill 2.



Gambar 2.3 Aliran material di area coal mill 1 Sumber : Flowsheet plant 14 project, coal mill area



6



Gambar 2.4 Aliran material di area coal mill 2 Sumber : Flowsheet plant 14 project, coal mill area



Untuk aliran material yang berada di coal mill 1 dan coal mill 2 adalah sama alurnya. Berikut ini deskripsi aliran material di coal mill 1. Raw coal yang berada dalam raw coal bin kemudian akan turun menuju ke weighing feeder untuk kemudian ditimbang sebelum masuk dalam mill. Di bagian bawah weighing feeder ini terdapat spillage conveyor yang berfungsi sebagai cleaner jika ada material tumpahan dari weighing feeder. Dari weighing feeder coal akan masuk kedalam mill melaui rotary air lock. Gas panas yang masuk ke dalam coal mill berasal dari suspension preheater, dimana gas tersebut akan dilewatkan ke dalam EP coal mill terlebih dahulu untuk memisahkan raw meal dust yang terbawa dari SP. Keluar EP coal mill hot gas akan masuk ke dalam mill. Raw meal dust produk dari EP tersebut akan dialirkan chain conveyor kemudian menuju bucket elevator selanjutnya akan masuk ke dalam kiln dust hooper Proses yang terjadi di dalam mill adalah pengeringan, penggerusan , pemisahan produk halus dan kasar serta transportasi coal. Coal yang sudah digerus akan terhisap keatas menuju ke separator karena tarikan



7



dari bag filter fan. Di dalam separator / classifier terjadi pemisahan material yang halus dan masih kasar. Material kasar akan turun kembali ke dalam mill untuk digerus kembali dan material halus akan terhisap keluar separator bersama gas untuk kemudian menuju ke bag filter. Di dalam bag filter ini terjadi proses pemisahan antara fine coal dengan gas. Fine coal akan tertahan di filter, sedangkan gas akan keluar menuju ke chimney. Fine coal yang tertahan di dalam filter akan dipurging menggunakan gas bertekanan sehingga fine coal tersebut jatuh dan menuju ke screw conveyor. Dari screw conveyor fine coal akan dialirkan menuju ke dust pump. Fine coal dipompa menggunakan dust pump menuju ke fine coal bin 01 dan fine coal bin 02.



Gambar 2.4 aliran material di fine coal bin Sumber : Flowsheet plant 14 project, coal mill area



8



Fine coal didalam fine coal bin 1 akan digunakan untuk suplai coal ke calciner burner, sedangkan di fine coal bin 2 akan digunakan untuk suplai coal ke kiln burner. Coal akan turun dari fine coal bin menuju ke coal weighing system untuk ditimbang beratnya kemudian akan dihembuskan



menuju



ke



calciner



burner



ataupun



kiln



burner



menggunakan udara bertekanan yang dihasilkan oleh roots blower.



2.2. Proses yang terjadi di dalam coal mill Jenis mill yang digunakan di unit coal mill adalah vertical roller mill. Adapun proses yang terjadi di dalam vertical roller mill tersebut adalah : A. Penggilingan (grinding) Material (coal) masuk ke dalam VRM (Vertical Roller Mill) akan jatuh kearah pusat table. Dikarenakan putaran table coal akan terlempar sisi – sisi table. Pada sisi – sisi table ini lah coal akan digrinding. Coal digerus oleh roller yang berputar dikarenakan efek putaran table. B. Pengeringan (drying) Proses pengeringan terjadi dikarenakan proses kontak gas panas dengan coal di dalam mill. Gas panas yang digunakan berasal dari suspension



preheater.



Digunakan



gas



panas



dari



suspension



preheater karena kadar oksigen yang rendah ( kadar O2 gas keluar suspension preheater < 5 %). Karena kontak dengan gas panas maka kadar moisture dalam coal akan mengalami penurunan. C. Pemisahan (separating) Material hasil grinding akan terbawa keatas bersama aliran gas panas. Aliran gas panas dan material akan menuju ke ke separator / classifier. Material dengan kehalusan tertentu akan lolos dari separator dan akan terbawa gas panas menuju ke bag filter. Material yang tidak lolos separator akan jatuh kembali ke bawah kearah pusat table untuk selanjutnya digiling kembali. D. Transportasi material (conveying)



9



Dalam sistem coal mill terjadi pula proses pentransportasian material. Material coal yang akan ditransportasikan dari dalam mill untuk kemudian keluar dari mill sebagai produk fine coal.



2.3. Spesifikasi rawcoal dan fine coal product 2.3.1. Spesifikasi rawcoal yang digunakan di plant 14 Dari data production requirements spesifikasi coal yang dapat digunakan adalah tipe MCV dan LCV coal dengan masing – masing Hardgrove Index > 40. Tabel 2.1 Spesifikasi raw coal plant 14 Parameter



satuan



MCV



LCV



Hardgrove Index



o



H



40



40



Moisture content rawcoal



%



28



38



Moisture content fine coal



%



8



12



Sumber : Plant 14 production requirements data sheet



Untuk plant 14 sendiri akan menggunakan coal dari adaro tipe adaro envirocoal-4000. Adapun spesifikasi Adaro envirocoal-4000 adalah diambil dariadaro envirocoal-4000 data sheet adalah sebagai berikut : Tabel 2.2 Nilai proximate analysis adaro envirocoal - 4000 Proximate Analysis Parameter



Satuan



A.D. Basis



A.R. Basis



Moisture



%



20



38



Ash



%



3



-



Volatile matter



%



40



-



Fixed carbon



%



36



-



Calorific Value



Kcal / kg



5200



4100



Hardgrove Index



o



H



65



Total sulphur



%



0,25



Sumber : adaro envirocoal-4000 data sheet



10



Tabel 2.3 Nilai ultimate analysis adaro envirocoal - 4000 Ultimate Analysis Parameter



satuan



D.A.F basis



Carbon



%



72



Hydrogen



%



5



Nitrogen



%



1



Oksigen



%



22



Sulphur



%b



0,32



Sumber : adaro envirocoal-4000 data sheet



Keterangan : A.D



: air dried (kondisi batubara setelah surface moisturenya telah dikeringkan)



A.R



: as received ( kondisi batubara sebelum mengalami perlakuan apapun)



D A F : dry, ash free (kondisi batubara dalam keadaan kering dan bebas Ash)



2.3.2. Spesifikasi fine coal product yang dihasilkan di plant 14 Dari data performance guarantee, fine coal yang dihasilkan oleh unit coal mill plant 14 mempunyai spesifikasi sebagai berikut : Tabel 2.4 Spesifikasi product fine coal plant 14 Parameter



Satuan



MCV



LCV



Fineness



Residu 90 micron



< 12 %



< 12 %



Moisture content product



%



20%. b. Kehalusan coal, semakin halus suatu coal maka semakin luas permukaan yang kontak dengan oksigen. c. Coal yang baru saja ditambang lebih reaktif bereaksi terhadap oksigen dibandingkan dengan coal yang yang telah disimpan dalam jangka waktu lama. d. Coal dengan kadar moisture content tinggi yang abnormal. e. Temperatur coal yang memang sudah tinggi sebelum disimpan.



31



Lamanya waktu penyimpanan batubara juga perlu diperhatikan dalam



stockpile



management.



Lamanya



penyimpanan



batubara



ditentukan dari kadar volatile matter (VM) batubara itu sendiri. Berikut lamanya waktu penyimpanan batubara yang direkomendasikan : Tabel 4.2 Lama waktu penyimpanan coal yang direkomendasikan Tipe coal



Kadar VM (%



Lamanya waktu



berat)



penyimpaanan



Low volatile



< 12 %



4 bulan



Medium volatile



12 % - 32 %



2 – 3 bulan



High volatile



33% - 42%



1 - 2 bulan



Very high volatile



> 42%



1 minggu – 1 bulan



Sumber : HTC coal workshop presentation



Selain lamanya waktu penyimpanan, tinggi pile harus diperhatikan pula. Hal tersebut berhubungan dengan resiko batubara yang tersimpan dalam suatu tumpakan dan resiko Self heating pada batubara tersebut. Dibawah ini rekomendasi tinggi pile batubara yang direkomendasikan Tabel 4.3 Tinggi pile di coal storage yang direkomendasikan Tipe coal



Kadar VM (% berat)



Tinggi pile (m)



Low volatile



< 12 %



>6



Medium content volatile



12 % - 32 %



6 - 10



High content volatile



> 32 %



4–8



Sumber : HTC coal workshop presentation



Pembahasan terhadap stockpile management tersebut dapat dijadikan suatu acuan terhadap pengontrolan penyimpanan batubara di storage. Penulis menyadari bahwa potensi panas yang timbul di dalam suatu tumpukan harus dapat dihilangkan karena dapat memicu timbulnya kebakaran di area pile tersebut. Jenis dan sifat



dari batubara yang



disimpan wajib harus diperhatikan karena perbedaan dari jenis dan sifat tersebut dapat mempengaruhi metode penyimpanan di pile. Poin penting terkait stockpile management ini adalah pengaturan tinggi pile dan lamanya waktu penyimpanan dari batubara tersebut.



32



4.2. Desain alat Desain alat yang menjamin aspek safety adalah faktor utama yang harus diperhatikan dalam aspek safety itu sendiri. Beberapa point penting dari sesain alat yang perlu diperhatikan adalah : 4.2.1. ATEX Seperti kita ketahui setiap area di coal mill mempunyai potensi bahaya berbeda satu sama lain. Ambil sebuah contoh potensi bahaya di area penyimpanan fine coal bin tentunya lebih besar dibanding potensi bahaya di area raw coal bin . Pembagian mengenai klasifikasi zona bahaya dapat mengacu pada standard/peraturan yang disebut explosive atmospheres directive atau lebih dikenal dengan istilah “ATEX”. ATEX adalah suatu sistem regulasi keamanan di eropa yang mengharuskan setiap organisasi untuk sepenuhnya memahami risiko bahaya ledakan di tempat kerjanya yang melibatkan bahan kimia berbahaya dan berpotensi untuk terbentuknya explosive



atmospheres.



Regulasi



ATEX



membagi



zona



bahaya



berdasarkan sifat gas, uap ataupun dust. Pembagian zona bahaya tersebut adalah : a. Zona 0,1 dan 2 dimana gas dan uap berbahaya berada. b. Zona 20,21 dan 22 dimana debu berbahaya berada Area coal mill termasuk dalam zona bahaya 20 , 21 dan 22 dimana deskripsi untuk masing – masing zona tersebut adalah: a. Zona 20, adalah zona dimana combustible dust akan selalu ada dalam zona ini. Dust yang berpotensi menimbulkan ledakan akan muncul dengan konsentrasi yang tinggi untuk jangka waktu yang lama b. Zona 21, adalah zona dimana combustible dust mungkin muncul dalam kondisi operasi normal. Pada kondisi operasi normal dust yang berpotensi menimbulkan ledakan akan muncul tetapi konsentrasinya tidak setinggi di zona 20.



33



c. Zona 22, adalah zona dimana combustible dust jarang terbentuk atau



muncul. Potensi



kemunculan



dust



tetap



ada



namun



frekuensinya sangat jarang terjadi. Jikapun muncul akan terbentuk dengan konsentrasi rendah dan hanya terjadi dalam waktu yang singkat. Berdasarkan data yang diperoleh dari Loesche coal grinding plant ATEX zones, pembagian zona bahaya dalam area coal mill adalah sebagai berikut



Gambar 4.1 ATEX zones di area grinding plant Sumber : Loesche coal grinding plant ATEX zones



Dari gambar diatas dapat kita ketahui bahwa area coal mill terbagi dalam beberapa kriteria area bahaya. a. Zona 20, area yang pada gambar diatas digambarkan dengan warna merah. Area yang termasuk kategori zona 20 adalah area rotary air lock produck fine coal, srew conveyor fine coal. Area ini adalah area dimana fine



coal selalu muncul dengan



konsentrasi tinggi. b. Zona 21, pada gambar diatas zona 21 digambarkan dengan warna biru muda. Area yang termasuk didalam kategori ini 34



adalah area rotary air lock feeding, di dalam mill, ducting menuju bag filter, diadalam bag filter. Pada operasi normal, fine coal akan muncul di area ini, tetapi konsentrasinya tidak setinggi di zona 20 c. Zona 22, zona ini tergambar dengan warna hijau pada gambar diatas. Area yang termasuk didalam zona ini adalah area raw coal bin dan transportasi udara keluar bag filter menuju chimney



Gambar 4.2 ATEX zones di area product handling Sumber : Loesche coal grinding plant ATEX zones



Untuk area penanganan produk, pembagian zona bahaya menurut regulasi ATEX seperti pada gambar 4.2, pembagiannya adalah sebagai berikut a. Zona 20, area yang pada gambar diatas digambarkan dengan warna merah. Area yang termasuk kategori zona 20 Dust pump fine coal dan area fine coal bin . area ini adalah area dimana fine coal selalu muncul dengan konsentrasi tinggi.



35



b. Zona 21, pada gambar diatas zona 21 digambarkan dengan warna biru muda. Area yang termasuk didalam kategori ini adalah pipa transport fine coal setelah dust pump menuju ke fine



coal bin . Fine



coal akan muncul di area ini, tetapi



konsentrasinya lebih rendah jika dibandingkan di zona 20 Pembagian zona bahaya sesuai regulasi ATEX merupakan landasan bagi kita untuk mengidentifikasi proteksi apa saja yang harus dilakukan terhadap masing - masing zona. Proteksi yang sesuai dengan zona



bahaya



meminimalisir



tersebut



harus



potensi



bahaya



diperhatikan yang



dengan



mungkin



cermat



timbul.



untuk Penulis



merekomendasikan untuk selalu melakukan monitoring terhadap kondisi di setiap area yang telah teridentifikasi potensi bahayanya. Pemasangan alat instrumentasi



seperti thermocouple dan gas analyser akan sangat



berguna untuk monitoring area - area bahaya tersebut. Pemasangan alat pengaman seperti explosion door dan inerting system wajib dilakukan di area dengan potensi ledakan yang tinggi.



4.2.2. Explosion door Setelah mengetahui tingkat potensi bahaya dari masing – masing wilayah berdasarkan zona yang terbagi dalam ATEX, proteksi terhadap potensi bahaya yang dapat timbul harus dipenuhi. Potensi ledakan adalah potensi bahaya lanjutan yang dapat timbul setelah potensi munculnya api. Ledakan dapat terjadi dikarenakan 5 faktor yang sering disebut explosion pentagon.



36



Gambar 4.3 Skema explosion pentagon Sumber: HTC coal workshop 2014



ketika faktor segitiga api telah terpenuhi, dan ditambah adanya kondisi ruang terbatas (confinement) serta pencampuran material yang kontinyu (suspension) maka ledakan dapat terjadi. Salah satu proteksi terhadap ledakan adalah dengan memasang explosion door pada area - area tertentu di area coal mill. Explosion door adalah suatu ducting khusus yang dibuat dari arah sistem menuju ke luar sistem, dengan dilengkapi penutup yang dapat membuka otomatis jika dilewati pressure dengan besaran tertentu. Explosion door ini didesain untuk melepaskan pressure yang ada di dalam sistem supaya dapat keluar sistem. Prinsip explosion door adalah meminimalisir efek yang ditimbulkan dari dalam sistem. Saat ada akumulasi pressure terjadi di dalam sistem maka pressure tersebut harus segera di release keluar agar ledakan tersebut tidak merusak alat – alat yang ada. Dibawah ini contoh pemasangan explosion door di berbagai area yang berbeda di coal mill



37



Gambar 4.4 explosion door diatas fine coal bin Sumber: HTC coal workshop 2014, explosion venting presentation



Gambar 4.5 explosion door di jalur ducting keluar mill Sumber: HTC coal workshop 2014, coal safety operation presentation



38



Gambar 4.6 explosion door di bag filter Sumber: HTC coal workshop 2014, coal safety operation presentation



Gambar – gambar diatas adalah contoh – contoh pemasangan explosion door di area coal mill. Explosion door dipasang pada area raw coal bin , coal mill itu sendiri, di bagfilter dan di fine coal bin . Beberapa Hal – hal yang perlu diperhatikan dalam pemasangan explosion door adalah : a. Pemasangan explosion door harus diarahkan keluar bangunan. b. Tidak boleh ada benda – benda asing yang berada diatas explosion door yang dapat mengganggu kerja dari explosion door trsebut. c. Explosion door harus bebas dari coating debu, cat ataupun coating lain. Terutama pada daerah engsel dari explosion door tersebut. d. Explosion



door



tidak



boleh



dimodifikasi



dari



sehingga



mengakibatkan desain menyimpang dari standard yang telah dirancang oleh vendor pembuat. Dari uraian diatas, fungsi utama pemasangan explosion door adalah untuk memproteksi kerusakan alat dari ledakan. Pressure yang timbul saat ledakan dilepaskan ke luar sistem agar tidak merusak alat – alat tersebut. Sebagai rekomendasi dari penulis, Hal - hal yang terkait 39



instalasi dan maintenance explosion door harus dilakukan dengan benar agar explosion door dapat berfungsi sebagaimana mestinya.



4.2.3. Inerting system Untuk mencegah potensi kebakaran ataupun ledakan, fator – faktor yang menjadi elemen penyusun pada segitiga api maupun explosion pentagon harus bisa diminimalisasi dan bahkan dihilangkan. Untuk kasus coal grinding plant kehadiran bahan bakar, panas, ruang terbatas ataupun pencampuran faktor – faktor tersebut (suspension) adalah hal yang sulit dieliminasi. Proteksi yang paling mungkin dilakukan adalah minimalisasi ataupun penghilangan kehadiran faktor oksigen (O2). Oksigen yang masuk ke dalam sistem harus selalu dikontrol dan dijaga konsentrasinya. Ini dilakukan untuk mencegah terbentuknya api dikarenakan kehadiran oksigen tersebut.



Batasan kadar oksigen yang



diperbolehkan untuk masuk ke dalam sistem berbeda- beda tergantung dari jenis coal yang digunakan. Dibawah ini kadar oksigen yang diperbolehkan dalam operasi coal mill berdasarkan jenis batubara yang digunakan Tabel 4.4 Hubungan batasan oksigen yang diperbolehkan dalam sistem dengan kadar volatile dalam coal Jenis coal



Kadar Volatile matter



Batasan oksigen yang diperbolehkan



Low volatile coal



< 12 %



< 14 %



Medium volatile coal



12-32 %



< 12 %



Hgh volatile coal



> 32 %



10%



Kematian terjadi dengan cepat



Sumber : CO2 inerting system operating instruction sheet



Inerting system merupakan salah satu proteksi penting yang berguna untuk mencegah terjadinya kebakaran dan ledakan di area coal mill. Instalasi , prosedur pengoperasian dan perawatan harus sesuai dengan standar yang ada. Oleh karena sifat CO2 merupakan gas yang berbahaya maka prosedur safety yang tepat bagi inerting system itu sendiri mutlak diperlukan. Beberapa hal yang menurut penulis wajib diperhatikan adalah : a. Memberikan pemahaman sedetail mungkin kepada semua personel tentang potensi bahaya CO2. b. Memasang alat gas analyzer dan alat pendeteksi kebocoran di area sekitar penyimpanan CO2.



43



c. Pembuatan SOP secara rinci dan detail tentang pekerjaan yang berkaitan dengan area tersebut. d. Pembuatan prosedur tertulis penanganan dan penyelamatan yang rinci dan terpasang di area kerja sebagai acuan jika terjadi kecelakaan kerja. e. Penyediaan alat - alat pertolongan pertama seperti breathing apparatus pada area kerja. 4.3. Housekeeping Faktor housekeeping menjadi aspek yang tak kalah penting dari beberapa aspek lainnya. Selain didalam alat – alat yang berada di area coal mill, area diluar peralatan harus dperhatikan penataannya. Benda – benda yang mempunyai resiko menimbulkan kebakaran seperti kertas dan filter beka sharus dijauhkan dari area coal mill. Jikapun ada benda – benda asing seperti plat besi dan rangka bag filter terdapat di area coal mill, penataan benda – benda tersebut harus diperhatikan agar tidak menghalangi akses area coal mill. Sebagai contoh jika terjadi kasus kebakaran maka akses untuk memadamkan area coal mill tidak boleh terhalangi oleh benda – benda tersebut. Debu halus fine coal bisa saja juga berada di diluar alat, sebagai contoh jika terjadi kasus kebocoran pada rotary airlock maka debu fine coal bisa saja tumpah keluar dan jatuh dilantai. Debu fine coal ini tidak boleh dibiarkan menumpuk terlalu lama. Jika tumpukan debu fine coal tersebut dibiarkan menumpuk dalam waktu lama maka berpotensi menimbulkan bara. Kondisi ini bisa menjadi lebih parah apabila disekitar bara tersebut terdapat benda yang mudah terbakar. Kebakaran pun dapat timbul jika hal tersebut terjadi Penempatan kabel - kabel elektrik dan instrumentasi diusahakan sejauh mungkin dari area coal mill. Jalur kabel haruslah seminimal mungkin berada di area alat - alat di coal mill. Ini dimaksudkan untuk melindungi kabel – kabel tersebut dari potensi terbakar. Apabila kabel –



44



kabel tersebut terbakar tentunya dampak yang ditimbulkan akan lebih parah karena menyangkut sistem kelistrikan. Penempatan alat pemadam api ringan (APAR) juga tak kalah penting. Adanya alat pemadam akan mencegah api yang baru terbentuk agar tidak menjadi lebih besar. Penempatan alat pemadam di setiap lantai dan di setiap ruangan di bangunan coal mill perlu dilakukan. Selain itu jika memungkinkan alat pemadam juga ditempatkan disekitar belt conveyor pengangkut raw coal. Belt conveyor ini sendiri berpotensi menghasilkan panas bila terjadi gangguan tertentu misalnya terjadi slip pada belt. Slip ini berpotensi menimbulkan panas jika terus terjadi tanpa dikendalikan. Kondisi ini diperparah dengan fakta bahwa yang diangkut belt conveyor tersebut adalah coal. Ignition mungkin terjadi dalam kondisi ini. Kebersihan adalah faktor utama yang paling penting untuk diperhatikan. Di setiap transfer point antar belt conveyor maupun belt conveyor ke dalam bin. Potensi coal jatuh berserakan hingga nantinya akan menimbulkan tumpukan disuatu area adalah sangat mungkin terjadi. Segala material yang jatuh tesebut harus segera dibersihkan agar tidak terakumulasi untuk waktu yang lama. Housekeeping memegang peranan penting dalam suatu area kerja. Dengan area kerja yang bersih, potensi suatu kecelakaan kerja dapat dikurangi. Penempatan alat – alat kerja sesuai dengan tempatnya akan memudahkan dalam hal maintenance area tersebut. Instalasi kabel listrik harus diperhatikan agar tidak menimbulkan kerugian yang lebih besar jika terjadi suatu kecelakaan. Selain mengurangi potensi bahaya, kebersihan area kerja akan menjadikan kita bekerja secara nyaman dan mencintai tempat kita bekerja.



45



BAB V KESIMPULAN DAN SARAN



5.1 Kesimpulan Setelah dilakukan analisa implementasi aspek safety pada coal mill area, kesimpulan yang dapat diambil oleh penulis adalah sebagai berikut : 1. Auto iginition temperature dan nilai glow point dari suatu batubara menentukan batasan temperatur yang diijinkan dalam pengoperasian alat di area coal mill temperatur penyimpanan batubara tersebut. 2. Jenis dan sifat batubara digunakan sebagai metode penyimpanan dalam stockpile. Hal yang dapat diatur dengan memperhatikan sifat dan jenis batubara ini adalah tinggi pile dan lamanya waktu penyimpanan. 3. Regulasi ATEX adalah suatu sistem regulasi keamanan yang berasal dari dari eropa yang membagi tempat – tempat yang ada dalam suatu unit pengolahan bahan bakar menurut potensi bahaya yang ada didalamnya. Regulasi ATEX yang berkaitan dengan coal mill Pembagian zona bahaya di area coal mill mengacu pada regulasi ATEX, didasarkan pada konsentrasi combustible dust (fine coal dust) pada setiap tempat yang ada berada di area coal mill. 4. Explosion door adalah perangkat keamanan yang terdapat pada coal mill berupa suatu ducting tertutup yang mengarah keluar sistem yang dapat membuka bila dilewati pressure yang tinggi. Explosion door ditempatkan pada tempat – tempat tertentu dengan tujuan untuk melepaskan pressure yang tinggi (yang timbul akibat ledakan) menuju keluar sistem. 5. Inerting system adalah proteksi untuk mencegah kebakaran dan ledakan yang terjadi di dalam sistem coal mill. Prinsip kerja inerting sistem adalah menurunkan konsentrasi O2 didalam sistem dengan cara injeksi gas inert CO2. Konsentrasi O2 harus dijaga dalam batas batas yang diperbolehkan agar explosion pentagon tidak terpenuhi. 46



6. Housekeeping di area coal mill merupakan aspek penting diarea coal mill. Faktor kebersihan harus selalu dijaga dengan baik. Housekeeping yang bagus akan megurangi resiko terhadap terjadinya suatu kecelakaan kerja.



5.2 Saran Sarani dari penulis terkait pembahasan yang telah dilakukan adalah melakukan audit mill secara berkala dan menjaga housekeeping area coal mill agar akumulasi fine coal yang tidak diinginkan dapat dihindari.



47



DAFTAR PUSTAKA



”Adaro envirocoal-4000 data sheet”, 2015, PT Adaro Indonesia, Jakarta Arms, R.W., “The ignition temperature of coal”, 1922, University of Illinois, London “Flowsheet plant 14 project”, 2014, TCDRI “HTC coal workshop presentation”, 2014 , HTC Indonesia Intranet PT Indocement Tunggal Prakarsa, Maret 2015 “Loesche inerting system operating instruction sheet”, 2014, Loesche GmbH “Loesche coal grinding plant ATEX zones”, 2014, Loesche GmbH “Loesche mill heat balance data sheet”, 2013, “Loesche GmbH “Loesche operating instructions data sheet”, 2014 , Loesche GmbH ”Performance guarantee data sheet”, 2013, HTC Indonesia ”Production requirements data sheet plant 14” , 2013, HTC engineering PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk www.chemistry.about.com/od/chemistryglossary/g/autoignitiontemperature -definition.htm www.globalcement.com/magazine/articles/591emergency-inerting systems -for-coal-grinding-applications www.halcyon.com/nafed/html/co2systems.html www.petzl.com/en/professional/explosive-environments-the-atexstandard? www.sentral-sistem.com/artikel-hse47-fire-triangle