ANALISA KASUS (Vina Maulinda - 15320304) [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ANALISA KASUS INTERVENSI INDIVIDU



Disusun oleh: Vina Maulinda (15320304)



PRODI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA Jl. Kaliurang KM. 14,5 Besi Sleman Yogyakarta No. Telp (0274) 898444 Kode Pos 55584



2021



BAB I DESKRIPSI DAN PRIORITAS MASALAH A. Deskripsi Permasalahan Klien Saat ini, klien berstatus sebagai mahasiswa di salah satu universitas elite di Jakarta. Semenjak lulus dari bangku SMA, klien menginginkan menjadi mahasiswa di universitas tersebut. Keinginan klien sempat ditentang oleh kedua orang tua klien. Namun klien berusaha meyakinkan kedua orang tua sehingga keinginan dan keputusan klien akhirnya dapat diterima oleh kedua orang tuanya. Seiring



dengan



berjalannya



waktu,



ternyata



klien



justru



merasakan



ketidaknyamanan untuk menuntut ilmu di universitas tersebut. Ketidaknyamanan tersebut dirasakan klien karena adanya perbedaan yang cukup siginifikan antara gaya hidup klien dengan lingkungan pertemanan klien. Klien merasa terjebak dengan peer environment yang status sosial ekonominya berada di atas kondisi sosial ekonomi klien. Klien seringkali mendapatkan diskriminasi atau tindakan yang mengganggu dari teman-teman klien. Hal tersebut dikarenakan klien seringkali menolak ajak teman-temannya untuk bermain. Penolakan yang klien lakukan karena klien menyadari bahwa kemampuan ekonominya tidak dapat mengimbangi ajakan bermain dari temantemannya. Oleh sebab itu, semakin lama kondisi tersebut membuat klien stres dan mengalami penurunan prestasi belajar. Hal tersebut membuat klien akhirnya mulai sangat peduli dengan gaya hidup yang dijalaninya. Klien mulai melakukan tindakan-tindakan yang negatif seperti membohongi kedua orang tuanya perihal biaya keperluan kuliah dan sesekali melakukan tindak pencurian uang teman kos klien. Seluruh perilaku negatif tersebut dilakukan klien semata-mata hanya untuk mengikuti gaya hidup teman-temannya yang berasal dari kalangan sosial ekonomi menengah ke atas. Klien menyatakan bahwa hal tersebut di atas membuat klien merasa tidak nyaman dan takut akan dikucilkan oleh teman-temannya.



B. Prioritas Masalah Klien Berdasarkan deskripsi masalah klien, maka dapat disimpulkan bahwa saat ini klien mengalami masalah utama pada aspek penyesuaian sosial klien. Permasalahan pada aspek tersebut menyebabkan perubahan perilaku klien menuju pada perilaku negatif. Penelitian yang dilakukan oleh Friedlander dkk., (2007) menyatakan bahwa mahasiswa yang memiliki penyesuaian sosial yang rendah terhadap kehidupan akademiknya maka akan memiliki kecenderungan stres serta dapat menstimulus munculnya perilaku-perilaku yang negatif. Hal tersebut sesuai dengan kondisi klien saat ini yang merasa tidak nyaman, stres, takut dikucilkan, dan mengalami penurunan prestasi akademik.



BAB II IDENTIFIKASI KLIEN A. Identifikasi Klien (Pihak yang Dikenakan Intervensi) Berdasarkan situasi yang dialami oleh klien melalui deskripsi masalah, maka dapat disimpulkan bahwa saat ini klien memiliki masalah pada aspek penyesuaian sosial. Lingkungan sosial yang semula tidak sesuai dengan klien lama-kelamaan menuntut dan mempengaruhi klien untuk menyesuaikan diri. Pada akhirnya, klien memunculkan perilaku negatif untuk memenuhi tuntutan sosial yang sebenarnya belum dapat dipenuhi oleh klien. Klien dalam hal ini tidak memiliki keberanian untuk mengungkapkan kondisi sosial ekonominya, tidak berani untuk menolak ajakan teman-temannya dan tidak mampu memberikan respon yang sesuai. Penyesuaian sosial sendiri dapat didefinisikan sebagai keberhasilan individu dalam melakukan adaptasi terhadap individu lain atau kelompok di sekitarnya menurut Hurlock (1981). Lebih lanjut, Estiane (2015) menyatakan bahwa penyesuaian sosial merupakan sebuah proses yang dapat saling mempengaruhi antar individu serta menghasilkan suatu pola kebudayaan tertentu dan tingkah laku berdasarkan aturan, adat, hukum, dan nilai-nilai sosial yang harus dipatuhi bersama. Berdasarkan kondisi yang dialami oleh klien, maka dapat disimpulkan bahwa saat ini klien tidak dapat melakukan penyesuaian sosial yang baik. Hal tersebut dikarenakan klien belum mampu untuk menemukan keselarasan antara nilai-nilai di dalam dirinya dengan nilai-nilai sosial di sekitarnya. Oleh sebab itu, klien memaksakan kehendak dengan memunculkan serangkaian perilaku yang melanggar norma untuk dapat dipandang sebagai individu yang dapat menyesuaikan diri. Oleh karena itu, klien memunculkan beberapa indikator reaksi menyerang (aggressive reaction) sebagai bentuk penyesuaian diri yang salah. Indikator reaksi menyerang yang dimunculkan oleh klien dimaksudkan untuk menutupi segala kekurangannya yang tidak sesuai dengan harapan lingkungan akademik klien. Beberapa perilaku dari indikator reaksi menyerang yang dimunculkan klien adalah ingin memiliki kuasa di setiap situasi, ingin memiliki segalanya, keras



kepala dalam setiap perbuatannya, selalu menganggap perilakunya benar, mengambil hak orang lain, dan bertindak semaunya sendiri. Berdasarkan kondisi tersebut, maka intervensi yang akan diterapkan untuk kasus ini adalah konseling behavior yang dipadukan dengan latihan asertif atau assertive training. Konseling behavior diharapkan dapat membantu klien untuk meminimalisir atau menghilangkan perilaku negatif atau perilaku maladaptif. Selain itu, konseling behavior diharapkan dapat membantu klien untuk menanggapi lingkungan dengan lebih tepat. Selain itu, latihan asertif juga diterapkan untuk membantu klien menilai tindakannya dan membantu klien untuk menyatakan tidak jika hal tersebut tidak sesuai dengan diri klien. B. Faktor Penyebab Penyesuaian Diri yang Rendah Menurut Schneiders (p. 181) terdapat lima faktor yang dapat mempengaruhi penyesuaian diri individu. Kelima faktor tersebut adalah kondisi fisik, kepribadian, proses belajar, lingkunga, serta agama dan budaya. Berdasarkan deskripsi permasalahan yang dialami oleh klien saat ini, maka dapat diidentifikasi bahwa terdapat dua faktor yang setidaknya berperan dalam permasalahan yang dialami oleh klien. Kedua faktor tersebut diantaranya adalah : 1. Faktor Kepribadian Berdasarkan permasalahan klien, maka terdapat beberapa unsur kepribadian yang turut serta menjadi penyebab munculnya perilaku maladaptif klien, yaitu : a. Modifiability (kemampuan dan kemauan untuk berubah) Proses penyesuaian diri membutuhkan kemampuan dan kemauan dari dalam diri individu untuk berubah dalam benatuk perilaku, sikap, dan karakteristik sejenis lainnya. Unsur ini memiliki pengaruh yang sangat signifikan terhadap kemampuan penyesuaian diri individu. Oleh sebab itu, semakin fleksibel individu



dalam



menyesuaikan



diri



maka



semakin



kecil



kemungkinan individu mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri. Begitu pula sebaliknya, semakin kaku individu maka semakin susah juga untuk mengimplementasikan penyesuaian diri yang selaras dengan nilai-nilai individu itu sendiri.



b. Self Regulation (pengaturan diri) Pada umumnya, kemampuan mengatur diri sendiri dapat mencegah individu untuk melakukan tindakan maladaptif atau penyimpangan kepribadian. Kemampuan mengatur diri juga berperan penting dalam memelihara stabilitas mental individu ketika terlibat dalam proses penyesuaian diri terhadap lingkungan yang baru. Individu yang tidak memiliki pengaturan diri yang baik, maka akan mudah merasa stres saat tidak mampu beradaptasi dengan lingkungannya. c. Self Realization (realisasi diri) Individu yang memiliki kemampuan mengatur diri yang baik maka akan berpotensi untuk merealisasikan diri dengan baik. Realisasi diri yang baik maka individu akan memunculkan sikap positif, tanggung jawab yang baik, dapat menghayati nilai-nilai, menghargai diri sendiri dan lingkungan, serta memiliki proses yang baik menuju pendewasaan diri. Sebaliknya, jika realisasi diri kurang baik maka individu kurang memiliki rasa tanggung jawab, tidak memiliki pendirian sehingga rentan memunculkan perilaku maladaptif, tidak dapat menghargai diri sendiri dan lingkungan, serta terlibat dalam berbagai masalah. 2. Faktor Lingkungan Berdasarkan permasalahan klien, maka terdapat unsur lingkungan yang juga turut berperan menstimulasi munculnya perilaku maladaptif klien, yaitu : a. Lingkungan akademik Lingkungan akademik menjadi salah satu faktor eksternal yang dapat memberikan dampak yang cukup besar bagi individu. Lingkungan akademik dipandang sebagai suatu media yang secara signifikan dapat mempengaruhi kehidupan secara umum dari individu serta perkembangan intelektual, sosial, nilainilai, sikap, dan moral individu.



C. Tujuan Intervensi Pada kasus kali ini, terdapat beberapa tujuan yang hendak dicapai oleh konselor dalam membantu klien mengatasi masalahnya, diantaranya yaitu : 1. Intervensi diharapkan dapat membantu klien untuk bisa lebih menghargai dirinya sendiri dan segala yang dimiliki saat ini. 2. Intervensi diharapkan dapat membantu klien untuk menerapkan komunikasi yang lebih baik kepada teman-temannya. 3. Intervensi diharapkan dapat meminimalisir perilaku maladaptif yang dilakukan oleh klien. 4. Intervensi diharapkan dapat melatih klien untuk memiliki pengaturan diri yang baik. 5. Pada akhirnyam intervensi diharapkan dapat membantu klien untuk menerapkan penyesuaian diri yang positif.



BAB III IDENTIFIKASI PENDEKATAN BEHAVIORAL A. Definisi Konseling Behavior Berdasarkan permasalahan yang dialami oleh klien, maka konselor dalam hal ini akan menerapkan intervensi dengan menggunakan teknik pendekatan behavioral. Teknik yang akan diterapkan pada klien adalah konseling behavior yang diharapkan dapat membantu klien untuk meminimalisir perilaku maladaptif. Pada dasarnya, konseling sendiri merupakan suatu upaya konselor untuk membantu klien berrubah ke arah yang lebih baik berdasarkan pilihan pribadi klien dan mendampingi klien untuk menghadapi krisis-krisis yang dialami oleh klien menurut Yusuf dan Juntika (2005). Lebih lanjut, Krumboltz dan Thoresen (dalam Surya, 1988) menyatakan bahwa konseling behavioral adalah salah satu upaya untuk membantu individu belajar memecahkan masalah-masalah interpersonal, emosional, dan mendorong individu untuk berani mengambil keputusan tertentu. Konseling behavioral pada dasarnya berfokus pada tingkah laku masa sekarang yang dapat diamati langsung. Selain itu, dalam melaksanakan konseling behavioral, konselor wajib untuk mengembangkan prosedur intervensi berdasarkan hasil riset. Konselor juga dituntut untuk dapat merumuskan tujuan konseling secara konkret dan spesifik. Lebih lanjut, konselor wajib untuk memberikan penlitian yang objektif sesuai dengan tujuan konseling yang telah diterapkan sebelumnya. B. Tujuan Konseling Behavior Berdasarkan masalah yang dialami oleh klien, maka penerapakan konseling behavioral selaras dengan tujuan dari intervensi pada kasus ini. Tujuan-tujuan yang diharapkan dari penerapan konseling behavior pada klien adalah : 1. Meminimalisir atau menghilangkan perilaku maladaptif yang dilakukan oleh klien. 2. Membantu klien untuk mengubah cara merespon stimulus-stimulus yang negatif untuk klien dari lingkungannya.



3. Menerapkan prinsip-prinsip belajar yang baru untuk membantu klien mengenal dan menerapkan perilaku baru yang positif.



BAB IV IDENTIFIKASI TEKNIK MODIFIKASI PERILAKU A. Teknik Intervensi Berdasarkan permasalahan yang dialami klien, maka konselor akan menerapkan teknik konseling behavior yang diintegrasikan dengan teknik latihan asertif (assertive training). 1. Konseling behavior Penerapan konseling behavior pada klien diharapkan dapat membantu klien untuk meminimalkan perilaku yang bermasalah. Perilaku bermasalah merupakan tingkah laku dan kebiasaan yang tidak sesuai dengan normanormal baik secara agama, budaya, dan sosial. Perilaku yang bermasalah atau dapat disebut sebagai perilaku maladaptif yang ditunjukkan oleh klien adalah bentuk cara belajar dari lingkungan yang salah. Selama ini, ketika klien berhasil mendapatkan keinginannya dengan cara yang salah, maka temanteman klien justru akan memberikan penguatan positif dengan seolah-olah ‘mengakui’ klien pada lingkungan pertemanan tersebut. Sehingga klien merasa seperti tidak punya pilihan lain, selain menuruti kemauan temantemannya walaupun harus dilakukan dengan cara yang salah. Oleh karena itu, penerapan konseling behavior dapat membantu klien untuk mengubah cara klien dalam merespon stimulus yang negatif. Sehingga klien dapat berlatih untuk meminimalkan atau menghilangkan perilaku maladaptif yang dilakukan klien. Pada tahap awal sebelum memulai konseling behavior, maka konselor mengajak klien untuk bersama-sama menentukan tujuan utama dari konseling yang dilakukan. Proses tersebut akan membuat klien merasa ‘dimanusiakan’ sehingga klien dapat memberikan kepercayaannya kepada konselor. Selanjutnya, konselor akan melakukan assessment pada klien untuk mengetahui jenis penguatan yang di dapat klien dari teman-temannya. Konselor akan mendorong klien untuk bercerita lebih lengkap lagi mengenai keadaan yang sebenarnya terjadi. Kemudian, konselor dan klien bersamasama menentukan goal setting atau capaian-capaian perilaku positif yang hendak diraih melalui proses konseling ini. Selama proses penentuan tujuan,



konselor juga mengajak klien untuk mengidentifikasi tujuan tersebut. Identifikasi dilakukan agar klien lebih memahami tujuan yang hendak dicapai, seberapa besar kemungkinan tujuan tersebut tercapai, manfaat apa saja yang bisa didapatkan dengan menetapkan tujuan tersebut, dan dampak positif atau negatif apa saja yang akan didapatkan oleh klien dari tujuan tersebut. Selanjutnya, konselor akan mengajak klien untuk memantapkan pilihan teknik konseling yang akan digunakan. Selain itu, konselor juga mengajak klien untuk mempertimbangkan kembali tujuan yang akan dicapai melalui konseling ini. Kemudian, konselor akan menentukan dan melaksanakan teknik konseling yang telah disepakati bersama. Konselor dalam hal ini menyarankan untuk mengintegrasikan teknik konseling behavior dengan teknik latihan asertif. Selanjutnya, setelah beberapa sesi konseling, konselor akan melakukan penilaian apakah teknik yang diterapkan memberikan dampak yang signifikan untuk klien. Langkah terakhir, konselor akan memberikan evaluasi dan umpan balik untuk meningkatkan kualitas konseling. 2. Latihan Asertif (assertive training). Menurut Alberti dan Emmons (2001), teknik latihan asertif adalah salah satu teknik intervensi yang diberikan kepada klien untuk melatih perilaku penyesuaian sosial klien melalui ekspresi diri dari perasaan klien, perilaku, sikap, pendapat, harapan, dan haknya dalam tatanan sosial. Lebih lanjut, Corey (1995) menyatakan bahwa latihan asertif adalah salah satu bentuk latihan tingkah laku yang bertujuan untuk membantu individu dalam mengembangkan cara interaksi sosial dalam situasi interpersonal. Corey (2013) menyatakan bahwa latihan asertif memiliki asumsi dasar bahwa setiap individu memiliki hal untuk mengekspresikan dirinya. Lebih lanjut, Corey (2012) menyatakan bahwa latihan asertif dapat membantu individu untuk mengekspresikan perasaan positif dan negatif secara langsung serta terbuka. Menurut Latihan asertif memiliki manfaat dalam meningkatkan keterampilan asertif individu, meningkatkan kemampuan individu untuk mengekspresikan perasaannya, dan meningkatkan kemampuan komunikasi individu. Penerapan latihan asertif pada konseling kali ini akan dilaksanakan melalui role play atau bermain peran. Konselor dan klien akan memainkan



peran masing-masing dalam sebuah situasi yang sudah dirancang oleh konselor. Konselor dalam hal ini akan berperan sebagai salah satu teman klien yang paling mempengaruhi klien saat ini. Konselor akan menirukan kebiasaan-kebiasaan teman klien terutama dalam cara berkomunikasi dengan klien. Selanjutnya, klien akan diminta untuk merespon konselor seperti pada setting natural. Selama sesi konseling berlangsung, konselor akan terus mendorong dan memotivasi klien untuk berani mengungkapkan perasaanya melalui beragam ekspresi. Klien juga akan didorong untuk berkomunikasi dengan tata kalimat yang baik agar meminimalisir konflik ketika klien melakukan penolakan terhadap ajakan teman-temannya. Melalui latihan asertif, klien akan diajak untuk mengidentifikasi perilakunya dan menilai perilaku tersebut. Penerapan teknik ini diharapkan dapat membantu klien melakukan penyesuaian diri yang lebih terarah dan lebih positif. B. Landasan Pemilihan Intervensi Berdasarkan permasalahan yang dialami oleh klien maka konselor memilih untuk menerapkan teknik konseling behavior yang diintegrasikan dengan teknik latihan asertif (assertive training). Konselor memilih teknik konseling behavior sebab memiliki tujuan yang sama dengan tujuan teknik konseling yaitu ingin membantu



meminimalisir atau menghilangkan perilaku maladaptif serta



mengganti perilaku maladaptif ke dalam bentuk perilaku baru yang positif. Lebih lanjut, konselor memutuskan untuk mengintegrasikan teknik latihan asertif dengan konseling behavior. Berdasarkan identifikasi masalah yang telah dijelaskan, maka latihan asertif dalam hal ini memiliki pengaruh yang signfikan terhadap permasalahan penyesuaian sosial seperti yang dialami oleh klien. Melalui latihan asertif, klien diharapkan dapat menghargai diri sendiri, mengenali perasaannya, serta berlatih untuk menerapkan respon sosial yang selaras dengan nilai-nilai di dalam diri.



DAFTAR PUSTAKA Alberti, R., & Emmons, M. (2001). Your Perfect Right : Assertiveness and Equality in



Your Life and Relationship. New York : Impact.



Corey, Gerald. (1995). Teori dan Praktik dari Konseling dan Psikoterapi. Terjemahan Mulyarto. Semarang. IKIP Semarang Press. Corey, Gerald. (2012). Student Manual for Theory & Practice of Counseling & Psychotherapy. Belmont : Brooks/Cole. Corey, Gerald. (2013). Case Approach tp Counseling & Psychotherapy. Balmont : Brooks/Cole. Estiane, U. (2015). Pengaruh Dukungan Sosial Sahabat Terhadap Penyesuaian Sosial Mahasiswa Baru di Lingkungan Perguruan Tinggi. Jurnal Psikologi Klinis dan



Kesehatan Mental, Vol. 1, No. 4.



Friedlander, Laura J., dkk. (2007). Social Support, Self-Esteem, and Stress as Predictors of Adjustment to University Among First-Year Undergraduates. Journal of College Student Development, Vol. 48, No. 3, 259-274. Hurlock, Elizabeth B. (1981). Developmental Psychology Life Span Approach. Fifth Edition. New Delhi : Mc. Graw Hill. Scheineiders, A. A. (1960). Personal Adjustment and Mental Health, 1-587. Surya, Mohammad. (1988). Dasar-Dasar Konseling Pendidikan. Yogyakarta : Kota Kembang. Yusuf, S., Juntika., N. ( 2005) Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung : Rosdakarya.