Analisa Kebutuhan Bandwidth Satelit PDF [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ANALISIS KEBUTUHAN BANDWIDTH SATELIT UNTUK LAYANAN BROADBAND MENGGUNAKAN AKSES JAMAK TDMA DAN CDMA Wahyu Pamungkas Arifin Nugroho Heroe Wijanto Email : [email protected]



[email protected] [email protected]



Perkembangan dunia telekomunikasi saat ini sangatlah pesat, demikian pula sistem komunikasi satelit yang memiliki peran didalamnya. Perkembangan teknologi komunikasi satelit dituntut mampu memberikan layanan yang sifatnya broadband kepada pelanggan. Peningkatan layanan dan pengguna dari satelit akan memberikan perhatian lebih banyak pada penggunaan kapasitas transponder yang disediakan karena sifatnya adalah terbatas. Tersedianya bermacam-macam layanan yang bisa diberikan oleh satelit mempunyai sifat dan karakteristik tersendiri, khususnya apabila dilihat dari parameter akses jamak dan modulasinya. Pemilihan parameter modulasi, coding, akses jamak untuk masing-masing layanan akan menyebabkan kebutuhan bandwidth akan berubah sesuai dengan parameter inputan nya.Penelitian ini mencoba mengarah ke perhitungan kebutuhan bandwidth satelit untuk berbagai layanan yang tersedia di operator satelit di Indonesia. Pemilihan parameter input seperti akses jamak TDMA, CDMA serta jenis modulasi yang digunakan akan memberikan pengaruh kepada kebutuhan bandwidth masing-masing layanan operator satelit, yang akhirnya dapat digunakan untuk menghitung kebutuhan bandwidth satelit secara nasional. Skenaro pemilihan parameter input menggunakan 2 skenario yaitu dengan memilih level modulasi yang rendah serta tanpa coding dan dengan memilih level modulasi yang tinggi disertai coding. Hasil penelitian menunjukan perbedaan hasil perhitungan di mana skenario 2 lebih membutuhkan bandwidth yang lebar sementara skenario 1 menghasilkan bandwidth yang lebih efisien. Kebutuhan bandwidth satelit hasil perhitungan akan dibuat perkiraannya selama 10 tahun ke depan sehingga dapat dibuat ”roadmap” kebutuhan bandwdith satelit nasional serta strategi pemenuhan kebutuhan bandwidth tersebut. Kata Kunci : Akses Jamak, Modulasi, Bandwidth, Transponder, Satelit, Broadband, TDMA,CDMA



Indonesia saat ini merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dan memiliki 33 provinsi yang tersebar di sepanjang 5150 km garis khatulistiwa serta berpenduduk nomor 4 paling banyak di dunia. Dengan karakteristik wilayah serta demografi tersebut, layanan telekomunikasi yang ada di Indonesia harus mampu mencakup wilayah yang luas dari perkotaan sampai dengan pelosok pedesaan dan juga mampu menyediakan layanan yang dapat mengakomodasi jumlah pengguna yang banyak dengan kualitas yang terjaga. Layanan telekomunikasi yang ada sekarang ini menggunakan beberapa media transmisi seperti kabel serat optis, kabel tembaga,



gelombang radio (wireless) maupun secara spesifik menggunakan satelit sebagai media transmisi. Untuk dapat menghubungkan seluruh wilayah negara Indonesia dalam satu kesatuan sistem layanan telekomunikasi yang terintegrasi, memerlukan sebuah infrastruktur yang dapat menjangkau seluruh wilayah negara Indonesia serta juga mampu melakukan sinkroniksasi dengan sistem komunikasi lain dalam infrastruktur tersebut. Kebutuhan berkomunikasi dari satu daerah ke daerah yang lain yang terpisahkan oleh jarak dan pulau membutuhkan sebuah sistem jaringan backbone telekomunikasi yang mampu melayani kebutuhan



masyarakat dalam menikmati layanan telekomunikasi. Kesenjangan akses telekomunikasi yang ada di Indonesia cukup mencolok, di mana pada satu sisi masih terdapat ribuan desa yang belum terkoneksi dengan jaringan telekomunikasi, sementara di sisi lain terdapat kapasitas yang melimpah ruah. Daerah pedesaan umumnya masih sangat minim fasilitas telekomunikasi sementara kota besar mengalami kelebihan pasokan. Daerah pedesaan mewakili 76% wilayah Indonesia namun pelanggan hanya sekitar 20,5 % dari total pelanggan. Teledensitas di daerah pedesaan juga sangat rendah, yaitu sekitar 0,2 per 100 penduduk. Dari sekitar 72.000 desa yang ada di Indonesia, 38.471 di antaranya belum terjangkau fasilitas telekomunikasi. Saat ini sistem komunikasi satelit di Indonesia memiliki peranan cukup besar dalam menunjang perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) Nasional. Satelit dapat berperan dalam hal access plane maupun dalam hal core plane. Sebagaimana tercantum dalam gambar di bawah, terlihat bahwa ternyata peran satelit dalam level core plane baru mencakup 2,5 % - 5 % dari kebutuhan infrastruktur TIK Nasional. Ini menandakan bahwa dalam layanan core plane ternyata hanya mampu mengakomodasi maksimal 5 % saja dari kebutuhan infrastruktur TIK Nasional. Dengan jumlah satelit yang dimiliki oleh negara Indonesia sejumlah 6 buah yang sekarang ada di orbit, dan juga keberadaan satelit asing yang ada di wilayah Indonesia maka perlu dibuat sebuah perencanaan kebutuhan bandwidth satelit untuk dapat melayani kebutuhan layanan TIK nasional. Salah satu karakteristik komunikasi satelit adalah kapasitas bandwidth yang terbatas. Keterbatasan bandwidth satelit ini juga dibarengi dengan keterbatasan daya satelit yang dapat habis meskipun bandwidth masih tersedia. Bandwidth dan daya satelit ini sangat dipengaruhi oleh beberapa parameter yang diantaranya adalah jenis modulasi yang digunakan,



metode akses, jenis coding, pemilihan deteksi kesalahan dan juga frekuensi kerja. Parameter-parameter tersebut dapat disesuaikan dengan jenis layanan yang akan dilewatkan melalui satelit, sehingga dapat didesain pemilihan parameter yang tepat untuk menghasilkan pemakaian bandwidth dan daya satelit yang paling efektif. Dengan perkembangan teknologi telekomunikasi yang sangat cepat dan juga didukung oleh konvergensi teknologi telekomunikasi dengan informatika/komputer maka akan menghadirkan banyak layanan baru yang dapat dinikmati oleh masyarakat. Sifat layanan yang berupa voice, data maupun video yang dapat berbasis circuit switched ataupun packet switched harus mampu diakomodasi dalam mendukung kebutuhan infrastruktur telekomunikasi. Layanan baru yang dikembangkan tersebut membutuhkan bandwith yang cenderung meningkat ke arah layanan pita lebar (broadband) sehingga perlu diperhitungkan kebutuhan bandwidth khususnya yang dapat dilayani oleh satelit untuk mendukung berkembangnya TIK di Indonesia. Metodologi Penelitian Metodologi pembahasan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:  Studi Literatur Studi literatur dilaksanakan dengan mengumpulkan data dan journal yang mendukung dalam penyelesaian thesis.  Simulasi Simulasi yang dilakukan pada thesis ini menggunakan MS-Excell untuk mensimulasikan analisa kebutuhan transponder dan utilisasi bandwidth satelit. DASAR TEORI Prinsip dasar



komunikasi satelit adalah sama dengan sebuah sistem komunikasi radio yang menggunakan suatu frekuensi kerja tertentu. Konfigurasi suatu sistem komunikasi satelit terbagi atas dua bagian, yaitu bagian



bumi (ground segment) dan bagian angkasa (space segment). Bagian bumi terdiri dari beberapa stasiun bumi yang berfungsi sebagai stasiun bumi pengirim dan stasiun bumi penerima. Stasiun bumi pengirim akan mengirimkan suatu frekuensi tertentu ke arah satelit yang dinamakan dengan frekuensi uplink. Stasiun bumi penerima akan menangkap sinyal terebut yang sudah dikuatkan kembali oleh satelit, sinyal frekuensi ini dinamakan dengan frekuensi downlink. Bagian angkasa berupa satelit yang menerima frekuensi uplink dari stasiun bumi pengirim, kemudian memperkuatnya dan mengirimkan kembali sinyal tersebut menjadi frekuensi downlink ke stasiun bumi penerima.



B. Space Segment Space segment atau segmen angkasa yaitu perangkat yang hanya dapat berfungsi sebagai pengulang sinyal (repeater) yang diletakkan di luar angkasa pada suatu titik orbit tertentu. Segmen angkasa hanya dapat berfugsi sebagai pengulang sinyal atau repeater. Repeater di sini maksudnya yaitu melakukan pengulangan sinyal frekuensi dari stasiun bumi pengirim (frekuensi uplink) yang dikuatkan pada HPA dan local oscillator yang ada pada satelit.



Gambar 3 Blok Diagram Fungsi Satelit



Gambar 1 Arsitektur Dasar Sistem Komunikasi Satelit(3)



A. Ground Segment



Stasiun bumi yang berfungsi sebagai perangkat awal yaitu stasiun bumi pengirim yang mengirimkan sinyal uplink ke arah satelit. Stasiun bumi sebagai perangkat akhir yaitu stasiun bumi yang berfungsi sebagai stasiun bumi penerima yang menangkap sinyal downlink dari satelit. Secara sederhana konfigurasi stasiun bumi dapat dilihat pada gambar di bawah ini : HPA/SSPA



Up Converter



LNA



Down Converter



ANTENA



PERANGKAT RF (RADIO FREKUENSI) PERANGKAT IF (INTERMEDIATE FREKUENSI) DAN BB (BASE BAND)



Gambar 2 Blok Diagram Stasiun Bumi secara umum



C. Perhitungan Link Budget Komunikasi Satelit Pada sistem komunikasi satelit, agar kualitas komunikasi yang dihasilkan pada keadaan yang terbaik, maka sebelum dilakukan hubungan komunikasi ada beberapa nilai ukuran yang harus diperhitungkan pada link satelitnya. Di mana nilai ukuran tersebut sangat berpengaruh pada performance link satelit itu sendiri. Semakin baik performance link satelit maka semakin baik pula kualitas komunikasi yang dihasilkan. Link komunikasi satelit terbagi menjadi dua arah. Pertama yaitu arah uplink yang merupakan arah pancaran sinyal dari stasiun bumi pengirim ke arah satelit di atas. Kedua adalah arah downlink yang merupakan arah pancaran sinyal dari satelit ke arah stasiun bumi penerima. Propagasi pada sistem komunikasi satelit sangat mempengaruhi link budget antara stasiun pemancar dan stasiun penerima yang ada dibumi. 1. Free Space Loss Free space loss atau redaman ruang bebas yaitu besarnya redaman atau pengurangan daya sinyal kirim selama



menempuh jarak propagasi dari stasiun bumi ke satelit. 2



 4   Fu  du  Lu  10log  ................. 10 c   Lu Fu du



= free space loss arah uplink (dB) = frekuensi uplink (Hz) = slant range satelit = jarak transmisi dari stasiun bumi ke satelit (km) c = kecepatan cahaya = 3x108 m/s 2. Kuat daya carrier (Rx Level) Kuat daya carrier yang dirasakan oleh antena yaitu nilai EIRP yang terpengaruh oleh loss karena tracking dan redaman atmosfer serta redaman ruang bebas ditambah dengan penguatan antena.



Cu  (EIRPSBTx  L)  Lu  GsatRc ........... 11 Cu



= daya carrier uplink yang diterima antena satelit (dB) EIRPSBTx = nilai EIRP stasiun bumi Tx (dB) L = loss tracking + atmosphere attenuation (1,2 – 1,5 dB) Lu = frees space loss uplink (dB) GsatRx = gain antena penerima satelit 3. Gain to Noise Temperature (G/T) Parameter gain to noise temperature adalah parameter yang membandingkan antara penguatan antena penerima dengan total dari noise temperatur yang ada pada sistem penerimaan. Parameter ini hanya ada pada bagian penerima (receiver).



G  GRx  LR  Lpol  LFRx 10.logTsys .......12 T up



Tsys  T1  T2



........ 13



T1  T A  L FRx  1.T F  T R ...... 14 T2  G/T GRx LR Lpol TA LFRx



 T1 T 1  .TF  TR .......15  A  1 LFRx LFRx  LFRx  = = = = = =



gain to noise temperature (dB/K) gain antena penerima satelit (dB) loss miss pointing antena loss polarisasi temperatur antena satelit (K) loss feeder sistem penerimaan satelit (dB) TF = temperatur feeder (K) TR = temperatur pada perangkat penerima satelit (K) 4. Carrier to Noise Ratio (C/N) C/N adalah parameter yang membandingkan daya sinyal carrier yang



diterima oleh antena penerima dengan harga noise yang ada pada sistem penerimaan tersebut.



C G  EIRP L  10logk 10logB  IBo ... 16 N T L = free space loss uplink (dB) G/T = gain to Noise Temperatur Ratio pada antena penerima satelit (dB) k = konstanta Boltzman = 1,3803  10 –23 J/K B = bandwith frekuensi (MHz) IBO = back of input = pengurangan nilai input yaitu berupa kuat sinyal yang diterima satelit dibanding masukan max (dB) 5. Carrier to Noise Ratio Total (C/Ntotal) C/N total adalah parameter yang melambangkan kualitas daya carrier yang diterima oleh perangkat akhir dalam komunikasi satelit (stasiun bumi penerima). C/N total inilah yang selanjutnya akan dipakai untuk mengtahui nilai Eb/No pada bagian modem. 1



 C 1  C 1  C       ............. 17 N Total  N Up   N Dn   6. Energi Per Bit to Noise Density Ratio (Eb/No) Eb/No (Energi Per Bit to Noise Density Ratio) merupakan perbandingan dari energi per bit perkepadatan derau dari keluaran demodulator pada sistem modulasi digital. Besaran ini juga menunjukkan kualitas dari sinyal RF (Radio Frequency) yang diterima oleh modem.



Eb C  No N R



 10 log R .................. 18 Total



= kecepatan transmisi (bps)



7. Bit Error Ratio Parameter sinyal carrier yang ada untuk menentukan link budget total dalam komunikasi satelit agar stasiun bumi penerima masih dapat menerima dengan baik informasi yang dikirimkan oleh stasiun bumi pengirim. Solusi untuk hal tersebut ada tiga yaitu :  Eb/No threshold  Bit error ratio (BER)  Rain attenuation



D. Lebar Pita Frekuensi (Bandwidth) Bandwidth merupakan besarnya sebuah jalur komunikasi yang dapat dilihat dari selisih antara frekuensi tertinggi dengan frekuensi terendah. Bandwidth dapat juga merupakan fungsi dari kecepatan informasi, FEC, jumlah bit dalam satu simbol, dan roll of factor. Dalam pencariaan bandwidth yang dibutuhkan secara umum dapat dituliskan sebagai berikut :  RINFO   BWOCC ( Hz )    1      mFEC   Untuk bandwidth yang dibutuhkan dapat dicari dengan rumus berikut :



BWALL( Hz )  BWOCC 1  GB  Dimana : BWOCC = bandwidth yang dibutuhkan (Hz) BWALL = bandwidth yang dialokasikan (Hz) RINFO = bit rate (bps) GB = guard band = 20% m = jumlah bit untuk 1 simbol a = roll of factor (0≤a≤1) Dalam penelitian ini perhitungan berbasis symbol rate yang merupakan konversi dari data rate dengan persamaan : SR (sps )  R (bps) * m * FEC



E. Sistem Akses Jamak Sistem akses jamak (multiple access) dihubungkan dengan proses yang umumnya dilakukan di sebuah sistem telekomunikasi di mana seluruh aset sistem telekomunikasi tersebut mulai dari sirkuit, kanal, transponder dan lainya dialokasikan untuk banyak pengguna. Proses ini juga dikenal dengan istilah Medium Access Control untuk beberapa sistem komunikasi nirkabel tertentu yang sifatnya sangat penting dalam menentukan kecukupan dan ketersediaan link komunikasi. Pada sistem komunikasi satelit sangat membutuhkan peran dari sistem akses jamak karena karakteristik sistem



komunikasi satelit yang memiliki daya dan spektrum frekuensi yang terbatas. Sistem komunikasi satelit didesain untuk dapat menyediakan kanal komunikasi pada suatu kondisi yang diasumsikan bersifat umum, sehingga pada kondisi-kondisi tertentu akan mengalami penurunan kualitas dan ketersediaan kanal, khususnya pada saat permintaan kanal sangat tinggi ataupun saat sun outage. Tujuan dari desain sistem akses jamak pada komunikasi satelit adalah untuk dapat memaksimalkan semua sumber daya yang ada dalam menghadapi perubahan pendudukan kanal akibat melonjaknya pengguna (user) sehingga kualitas dan ketersediaan kanal akan tetap terjaga sebagaimana pada keadaan penggunaan normal. Sumber daya utama yang diatur dalam akses jamak pada komunikasi satelit adalah transponder satelit dan pengguna pada stasion bumi. Akses jamak yang digunakan akan menghubungkan banyak pengguna pada stasion bumi dengan transponder satelit dengan mengoptimalkan beberapa parameter seperti efisiensi spektral, efisiensi daya, menurunkan latency, dan meningkatkan throughput. Transponder satelit dapat diakses dalam waktu yang tidak dapat ditentukan dan bersifat acak, serta menggunakan berbagai konfigurasi jaringan tergantung dari desain komunikasinya. Perpindahan frekuensi dari arah up link menuju down link pada transponder dapat diakses menggunakan frekuensi carrier tunggal atau dengan menggunakan frekuensi carrier jamak, dengan berbagai kombinasi modulasi analog maupun digital. Masingmasing carrier dapat dimodulasi dengan sinyal baseband tunggal maupun jamak dari sumber sinyal analog maupun sinyal digital. Ada empat jenis konfigurasi akses jamak seperti halnya dalam gambar di bawah. Pada bentuk yang paling sederhana, terdiri dari satu kanal baseband memodulasi satu carrier untuk dapat mengakses transponder. Kanal baseband



ini bisa berupa sinyal analog (voice, video, data) ataupun aliran bit digital mewakili data, voice dan video. Tipe modulasi yang digunakan bisa berupa modulasi analog, seperti Amplitude Modulation (AM), Frequency Modulation (FM), ataupun modulasi digital seperti Amplitude Shift Keying (ASK), Frequency Shift Keying (FSK), ataupun beberapa kombinasi modulasi pergeseran phase seperti BPSK atau QPSK.



Gambar 4 Tipe Konfigurasi Akses Jamak



Pada pilihan konfigurasi akses jamak kedua, beberapa sinyal baseband tunggal dimultiplek untuk memodulasi beberapa carrier dalam mengakses transponder. Pada bentuk ini, penguat akhir pada transponder biasanya akan beroperasi pada mode back off untuk menghindari adanya intermodulasi akibat pemakaian beberapa carrier yang dilayani secara bersamaan. Pada konfigurasi berikutnya, terdiri dari sebuah sebuah carrier yang sudah dimodulasi yang mempunyai inputan beberapa sinyal baseband yang dimultiplek. Jenis multiplek yang digunakan bisa berupa Frequency Division Multiplexing (FDM) untuk sumber sinyal analog ataupun Time Division Multiplexing (TDM) bagi sumber sinyal digital. Pada konfigurasi terakhir,



terdiri dari beberapa sinyal baseband yang dimultiplek dan dimodulasi dengan beberapa sinyal carrier untuk dapat mengakses transponder. Konfigurasi ini juga membutuhkan penguat akhir tranponder beroperasi pada kondisi back off untuk menghindari intermodulasi. Dalam memilih sistem akses jamak yang digunakan, pilihan a dan c pada gambar di atas biasanya disebut dengan istilah Single Channel per Carrier (SCPC) . SCPC biasanya beroperasi dengan menggunakan aturan level input yang diatur untuk menghasilan penguat akhir transponder beroperasi pada keadaan saturasi sehingga dapat menghasilkan efisiensi daya yang sangat baik. Pilihan b dan d pada gambar di atas biasanya disebut dengan istilah Multiple Channel per Carrier (MCPC), di mana akan menggunakan aturan bahwa level input diatur untuk menghasilkan penguat akhir transponder beroperasi pada level di bawah titik saturasi untuk menghidari adanya intermodulasi yang dapat menghasilkan cross talk pada sinyal analog ataupun bit error stream pada sinyal digital. Dengan beroperasi pada level di bawah titik saturasi, mengakibatkan sistem MCPC akan kurang efisiensi dayanya dibanding SCPC. Selain pembagian konfigurasi sistem akses jamak di atas, pembagian sistem akses jamak dapat dilakukan berdasarkan parameter yang akan diatur yaitu:  Frequency Division Multiple Access (FDMA)  Time Division Multiple Access (TDMA)  Code Division Multiple Access (CDMA) FDMA terdiri dari beberapa frekuensi yang akan dibagi slot frekuensinya dalam sebuah transponder satelit. Transmisi datanya bisa menggunakan analog atau digital ataupun kombinasi diantara keduanya. Pada sistem TDMA, beberapa carrier akan diatur secara urutan waktu dalam mengakses transponder satelit, di mana pada satu time slot hanya ada satu carrier yang dapat dilayani oleh



transponder satelit. Sistem TDMA hanya dapat bekerja dengan data digital, karena model transmisinya menggunakan pemodelan urutan time slot. Sistem CDMA merupakan kombinasi antara FDMA dan TDMA di mana mempunyai sifat yang komplek karena memerlukan beberapa level sinkronisasi baik di sisi pengirim maupun penerima. CDMA diimplementasikan untuk data digital dan mempunyai daya dan efisiensi spektral paling tinggi dari sistem akses jamak lainya. Selain pembagian sistem akses jamak di atas, teknologi akses jamak kemudian berkembang dan lebih lanjut secara gabungan dari ketiga sistem akses jamak di atas menghasilkan kombinasi akses jamak berikutnya yang dinamakan secondary access technique, yaitu:  Demand Assigned Multiple Access (DAMA) Pada sistem ini, sebuah jaringan komunikasi satelit akan berubah-ubah sinyalnya sesuai dengan keinginan pengguna dalam menggunakan kanal komunikasi. Sistem FDMA atau TDMA dapat dioperasikan dengan menggunakan kanal yang sudah dialokasikan ke masingmasing pengguna yang dinamakan fixed access (FA) maupun pre assigned access (PA), atupun dapat beroperasi pada tipe kanal yang sudah diatur dalam DAMA.  Space Division Multple Access (SDMA) SDMA berhubungan dengan kemampuan untuk mengatur pengguna berdasarkan pembedaan kanal fisik seperti antena beam, jumlah antena, sel, sektorisasi dan lainya. Sistem SDMA ini dapat beroperasi dengan menggunakan semua tipe dari akses jamak di atas.  Satellite Switched TDMA (SS/TDMA) Teknologi penyambungan satelit secara TDMA mengatur urutan beam penyambungan untuk dapat menduduki transponder. Sistem penyambungan ini menggunakan jenis frekuensi RF atau IF dan merupakan sistem penyambungan satelit yang belum banyak digunakan.







Multi Frequency TDMA (MF-TDMA)



Teknik ini merupakan kombinasi dari FDMA dan TDMA di mana dapat meningkatkan kapasitas kanal dan kinerja dari sistem komunikasi satelit broadband. Sinyal broadband yang berasal dari baseband akan dibagi-bagi menjadi beberapa frekuensi secara FDMA dan masing-masing carrier pada sisi penerima akan dikonstruksi ulang untuk menghasilkan data broadband asal. HASIL DAN PEMBAHASAN a. Layanan IDR



Layanan IDR yang akan disimulasikan perhitungan kebutuhan transpondernya menggunakan 2 skenario yang akan membandingkan kebutuhan bandwidth transponder untuk modulasi yang rendah, tanpa coding dengan level modulasi yang tinggi dengan dilengkapi coding. Bit rate yang dipilih adalah sebesar 2048 Kbps sesuai dengan definisi broadband oleh ITU-T, dengan link yang dipilih adalah dari Semarang – Cibinong menggunakan satelit Telkom-1. Hasil perhitungan dengan menggunakan program simulasi menghasilkan parameter seperti di bawah ini: Tabel 1 Skenario 1 Layanan IDR ITEM CARRIER DATA



XPDR UTILITY CARRIER DENSITY



PARAMETER Transmission Rate Symbol Rate Occupied Bandwidth Allocated Bandwidth Required C/N No of Equal Carrier(s) % Util. S/C Pwr Reqd/Cxr % Util. Xpdr BW Reqd/Cxr Operational Limitation Off Axis Uplink Power Density Off Axis Downlink EIRP Density



Cl Sky Up&Dn Fd Up Fd Dn Fd UNIT 4096 4096 4096 4096 kbps 2048 2048 2048 2048 ksps 2457.6 2457.6 2457.6 2457.6 kHz 2457.6 2457.6 2457.6 2457.6 kHz 14.2 14.2 14.2 14.2 dB 11 5.5 E1 8.66 % 6.83 % POWER LIMITED -59.9725 ====> RECOMENDED dBW/Hz -35.5322 ====> CONSIDERED dBW/Hz



Jika dilihat dari hasil perhitungan simulasi IDR yang menghasilkan 11 carrier atau sama dengan 5,5 Link dengan data rate 2 Mbps (E1) dengan alocated bandwidth sebesar 2457,6 KHz maka dapat dibuat sebuah asumsi perhitungan dikaitkan dengan data pendudukan transponder dari



layanan IDR pada satelit Telkom-1 dan Telkom-2 sebagai berikut: Total kapasitas transponder = ( 702 / 5.5 ) x 2457.6 MHz = 313.6 MHz = 8.71 TPE (Transponder Equivalent) Untuk membandingkan hasil perhitungan kebutuhan transponder, maka dibuat skenario kedua dengan menggunakan error corection coding, serta menaikan level modulasi yang digunakan. Tabel 2 Skenario 2 Layanan IDR ITEM CARRIER DATA



XPDR UTILITY CARRIER DENSITY



PARAMETER Transmission Rate Symbol Rate Occupied Bandwidth Allocated Bandwidth Required C/N No of Equal Carrier(s) % Util. S/C Pwr Reqd/Cxr % Util. Xpdr BW Reqd/Cxr Operational Limitation Off Axis Uplink Power Density Off Axis Downlink EIRP Density



Cl Sky Up&Dn Fd Up Fd Dn Fd UNIT 4706.3 4706.3 4706.3 4706.3 kbps 2353.2 2353.2 2353.2 2353.2 ksps 2823.8 2823.8 2823.8 2823.8 kHz 2823.8 2823.8 2823.8 2823.8 kHz 6.9 6.9 6.9 6.9 dB 12 6 E1 0.68 % 7.84 % BANDWIDTH LIMITED -71.6209 ====> RECOMENDED dBW/Hz -47.1807 ====> RECOMENDED dBW/Hz



Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa dengan menaikan Framing menjadi IDR, dan dengan menambah coding error correction menjadi Viterbi dan Reed Solomon maka menghasilkan Bandwdith Alocation sebesar 2823,8 KHz dengan jumlah carrier sebanyak 12 buah atau setara dengan 6 link E1. Dengan demikian dapat dihitung kebutuhan transponder skenario ke 2 sebagai berikut: Total kapasitas transponder = ( 702 / 6) x 2.823 MHz = 330.291 MHz = 9.1 TPE (Transponder Equivalent) Hasil perhitungan kapasitas layanan IDR di atas adalah untuk Satelit Telkom-1 dan Telkom-2, sedangkan untuk menghitung kebutuhan kapasitas layanan IDR secara nasional dihitung dengan menggunakan perbandingan jumlah transponder Satelit Telkom-1 dan Telkom2 dibandingkan dengan total transponder seluruh satelit Indonesia. Dengan jumlah trasnponder seluruh satelit Indonesia sebanyak 95 buah trasnponder, dan pemakaian kapasitas transponder Telkom1 dan Telkom-2 sejumlah 73 transponder segabagaimana gambar di bawah. Total kebutuhan transponder untuk layanan IDR secara nasional adalah:



Skenario 1 = ( 8.71 / 73 x 35 ) + 8.71 = 12.88 TPE (transponder equivalent) atau setara dengan 463.68 MHz. Skenario 2 = ( 9.1 / 73 x 35 ) + 9.1 = 13.46 TPE (transponder equivalent) atau setara dengan 484.56 MHz. b. Layanan Broadcasting Merupakan sebuah layanan transmisi satelit untuk penyaluran program audio dan video dengan teknologi digital. Format teknologi yang digunakan adalah DVB-S atau DVB-S2 dengan peralatan di stasion bumi disediakan oleh pelanggan atau bisa dari operator satelit. Data dari Satelit Telkom-1 dan Telkom-2 menyatakan bahwa terdapat 16 pelanggan dengan 63 siaran dengan total transponder yang terpakai adalah 201.28 MHz. Hasil perhitungan simulasi untuk menghitung kebutuhan bandwdith untuk layanan sewa broadcasting menggunakan simulasi link budget menggunakan skema parameter teknis seperti di bawah ini: Tabel 3 Skenario 1 Layanan Broadcast Transmission Rate 20000 20000 20000 20000 Data Rate



kbps



9264.97 9264.97 9264.97 9264.97



kbps



CARRIER DATA Occupied Bandwidth



12000



12000



12000



12000



kHz



Allocated Bandwidth



12000



12000



12000



12000



kHz



Required C/N



6.72



6.72



6.72



6.72



dB



XPDR UTILITY



CARRIER DENSITY



No Equal Carrier(s) % ofUtil. S/C Pwr Reqd/Cxr % Util. Xpdr BW



3 Carrier



Reqd/Cxr



1.5 Link 10.36



%



33.33



%



Operational Limitation POWER LIMITED Off Axis Uplink Power Density Off Axis Downlink EIRP -62.2632 ====> RECOMENDED



dBW/Hz



Density



dBW/Hz



-35.4682 ====>



RECOMENDED



Jika diasumsikan semua pelanggan yang ada di Satelit Telkom-1 dan Telkom-2 menggunakan parameter teknis yang sama dengan tabel di atas maka dapat dihitung kebutuhan bandwidth untuk layanan broadcasting pada Satelit Telkom-1 dan Telkom-2 sebagai berikut:  Jumlah carrier = 5  Alokasi Bandwidth = 6 Mhz  Jumlah siaran = 63



 



Alokasi Bandwidth sekarang = 201.28 MHz Total kebutuhan bandwidth = (63 / 3 ) X 12 MHz = 252 MHz atau 7 TPE



Untuk membandingkan hasil perhitungan di atas dengan menggunakan symbol rate, framming dan inner coding yang lebih tinggi maka dibuat skenario kedua dengan format inputan sebagai berikut: Tabel 4 Skenario 4 Layanan Broadcast ITEM



CARRIER DATA



CARRIER DATA



XPDR UTILITY CARRIER DENSITY



PARAMETER Symbol Rate Framing Framing Inner Code Rate Modulation FEC Type (Coding) Carrier Spacing (Roll Off Factor) Required Eb/No at BER 10-8 Require Eb/No Adjustment



Transmission Rate Data Rate Occupied Bandwidth Allocated Bandwidth Required C/N No of Equal Carrier(s) % Util. S/C Pwr Reqd/Cxr % Util. Xpdr BW Reqd/Cxr Operational Limitation Off Axis Uplink Power Density Off Axis Downlink EIRP Density



22000.0 17740.2 13200.0 13200.0 8.6



VALUE 11000 DVB-S 188 7/8 QPSK DVB-S 0.2 6.40 0.0



22000.0 17740.2 13200.0 13200.0 8.6 2



22000.0 22000.0 17740.2 17740.2 13200.0 13200.0 13200.0 13200.0 8.6 8.6 1 Link



17.9 36.7 BANDWIDTH LIMITED -54.2 ====> RECOMENDED -37.7 ====> RECOMENDED



UNIT ksps



dB dB kbps kbps kHz kHz dB % % dBW/Hz dBW/Hz



Total kebutuhan bandwidth skenario 2 ini adalah: Total kebutuhan bandwidth = (63 / 2 ) X 13.2 MHz = 415.8 MHz atau 11.55 TPE Untuk kebutuhan bandwidth layanan broadcasting secara nasional, jika diasumsikan semua satelit selain Telkom-1 dan Telkom-2 mempunyai karakteristik pendudukan transponder yang sama maka total kebutuhan bandwidth layanan broadcasting secara nasional adalah:  Skenario 1: Total bandwidth broadcasting nasional = ((7/73) x 35) + 7 = 10.36 TPE atau sama dengan 372.82 MHz  Skenario 2: Total bandwidth broadcasting nasional = ((11.55/73) x 35) + 11.55 = 17.08 TPE atau sama dengan 615.16 MHz c. Layanan Sewa Transponder



Merupakan sebuah layanan pada operator satelit yang akan memberikan sewa transponder secara utuh kepada



pelanggan untuk dipegunakan sesuai dengan keinginan pelanggan tersebut. Pelanggan dapat mengisi transponder dengan data, voice, video maupun link backbone atau backhaul dengan besar bandwidht minimal yang disewa adalah sebesar 8 MHz. Semua peralatan stasion bumi disediakan oleh pelanggan sendiri. Pada layanan ini, operator satelit tidak melihat jenis dan type data yang dilewatkan pada transpondernya apakah berupa voice, video ataupun data trafik berbasis IP. Operator hanya menyediakan kanal transponder dengan lebar minimal 8 MHz untuk diisi dengan content apapun oleh pelanggan. Untuk layanan sewa transponder ini, PT Telkom telah bekerja sama dengan beberapa operator satelit lain untuk menyediakan layanan ini dengan jumlah transponder yang disewa dari operator satelit lain. Dengan karateristik layanan sewa transponder ini maka simulasi perhitungan akan langsung menggunakan asumsi bahwa semua operator satelit selain Telkom-1 dan Telkom-2 mempunyai karakteristik pendudukan transponder yang sama dengan satelit Telkom-1 dan Telkom-2 seperti di bawah ini: Tabel 5 Pendudukan Transponder Telkom Satelit Terpasang Backup



Terpakai XDR



Link



broadcast VSAT



Terganggu Residu



Idle



Telkom-1



36



0.96



19.936



12.396



5.59



0.489



0.454



0.627



Telkom-2



24



0.113



20.14



2.108



0



0.959



0.052



0.379



0.25



GE-23



8



0



0



7.639



0



0



0



0



0.351



Apstar-1



1



0



0



1



0



0



0



0.01



0



SinoSAT



2



0



0



1.782



0



0



0



0.068



0.15



JCSAT



1.138



2



0



0



1.893



0



0



0



0.024



0.083



73



1.073



40.076



26.818



5.59



1.448



0.506



1.108



1.972



Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa PT Telkom telah menggunakan jasa operator satelit lain untuk melayani layanan kepada pelanggan karena jumlah bandwidth transponder pada Satelit Telkom-1 dan Telkom-2 telah terpakai secara penuh sebesar 60,866 MHz atau 101,4 % dari kapasitas transponder asalnya yang mempunyai bandwidth 60 MHz. Dengan total transponder yang digunakan pada layanan sewa transponder ini sejumlah 40,076 transponder pada satelit Telkom-1 dan Telkom-2 maka dapat



dihitung kebutuhan layanan sewa transponder secara nasional sebagai berikut: Total bandwidth sewa transponder = ((40.076/73) x 35) + 40,076 = 59.29 TPE atau setara dengan 2134,46 MHz. d. Layanan VSAT Dilihat dari sisi teknologi VSAT yang menggunakan antena dengan diameter kurang dari 3 meter, maka PT Telkom melalui satelit Telkom-1 dan Telkom-2 mempunyai jumlah pelanggan VSAT sebanyak 2587 yang terbagi menjadi kategori pelanggan dari kalangan internal Telkom sebanyak 1187 dan dari kemitraan sebanyak 1400. Dari data yang diperoleh didapatkan sebuah perhitungan bahwa dari sejumlah 2587 titik pelanggan VSAT-IP yang dimiliki oleh PT Telkom, hanya membutuhkan kapasitas transponder sebesar 52,128 MHz. Kecepatan akses untuk layanan VSAT bervariasi mulai dari 64 Kbps sampai dengan kecepatan tinggi 2 Mbps. Skenario perhitungan kebutuhan bandwidth aplikasi VSAT akan disimulasikan dengan menggunakan 2 skenario yaitu skenario tanpa menggunakan coding dan level modulasi yang rendah, serta skenario dengan menggunakan coding dengan level modulasi yang cukup tinggi: Tabel 6 Skenario 1 VSAT Transmission Rate Data Rate



1365.33 1365.33 1365.33 1365.33



kbps



768



768



768



768



kbps



CARRIER DATA Occupied Bandwidth



921.6



921.6



921.6



921.6



kHz



Allocated Bandwidth



960



960



960



960



kHz



Required C/N



13.71



13.71



13.71



13.71



dB



HPA



Tx Pwr Required/Cxr No of Equal Carrier(s)



XPDR UTILITY



10.07



dBW



10.17



Watt



37 Carrier



18.5 Link



% Util. S/C Pwr Reqd/Cxr



1.17



%



% Util. Xpdr BW Reqd/Cxr



2.67



%



Operational Limitation



BANDWIDTH LIMITED



Dari hasil perhitungan link budget di atas maka dapat dihitung kebutuhan bandwidth untuk layanan VSAT



menggunakan skenario pertama sebagai berikut: Kebutuhan Bandwidth = ((2587 / 37) x 0.96 MHz = 67.12 MHz atau 1.86 TPE Untuk skenario perhitungan kebutuhan bandwidth kedua, menggunakan skema coding yang digunakan adalah Turbo Code, dengan level modulasi QPSK, framming Modem CDM 700, dan FEC 7/8. Selengkapnya hasil perhitungan link budgetnya menghasilkan parameter berikut: Tabel 7 Skenario 2 VSAT CARRIER DATA



XPDR UTILITY CARRIER DENSITY



Transmission Rate Symbol Rate Occupied Bandwidth Allocated Bandwidth Required C/N No of Equal Carrier(s) % Util. S/C Pwr Reqd/Cxr % Util. Xpdr BW Reqd/Cxr Operational Limitation Off Axis Uplink Power Density Off Axis Downlink EIRP Density



2099.20 1024.00 1177.60 1228.80 6.11



2099.20 1024.00 1177.60 1228.80 6.11



2099.20 2099.20 kbps 1024.00 1024.00 ksps 1177.60 1177.60 kHz 1228.80 1228.80 kHz 6.11 6.11 dB 29 14.5 Link 0.22 % 3.41 % BANDWIDTH LIMITED -58.2962 ====> RECOMENDED dBW/Hz -47.495 ====> RECOMENDED dBW/Hz



Dari hasil perhitungan link budget di atas maka dapat dihitung kebutuhan bandwidth untuk layanan VSAT menggunakan skenario kedua sebagai berikut: Kebutuhan Bandwidth = ((2587 / 29 ) x 1.228 MHz = 109.55 MHz atau setara dengan 3.04 TPE Dengan nilai kebutuhan bandwidth untuk skenario 1 dan 2 di atas dapat dihitung asumsi kebutuhan bandwidth untuk layanan nasional sebagai berikut:  Skenario 1 Total kebutuhan BW VSAT IP = (( 1.86 / 73 ) x 35) + 1.86 = 2.75 TPE atau 99 MHz.  Skenario 2 Total kebutuhan BW VSAT IP = (( 3.04 / 73 ) x 35) + 3.04 = 4.49 TPE atau 161.64 MHz. e. Total Kebutuhan Layanan Dari hasil perhitungan masing-masing kebutuhan bandwidht layanan yang sudah dihitung pada poin a sampai dengan d di atas maka dapat dihitung total kebutuhan



bandwidth satelit nasional untuk seluruh layanan dengan tabel sebagai berikut: Tabel 8 Total Kebutuhan Layanan Nama Layanan Skenario1 (MHz) Skenario 2 (MHz) Skenario1 (TPE) Skenario 2 (TPE) IDR



463.68



484.56



12.88



13.46



Sewa Transponder



2134.46



2134.46



59.29



59.29



Broadcast



372.82



615.16



10.36



17.09



VSAT-IP



99



161.64



2.75



4.49



3069.96



3395.82



85.28



94.33



semua layanan dan untuk 2 skenario di atas, maka dapat dihitung kebutuhan banwidth total pada tahun 2019 seperti yang tertera pada tabel di bawah ini:



Hasil Proyeksi Kebutuhan Transponder Skenario 1 350 300 250



Total Jumlah



200 150 100



Apabila dibandingkan dengan ketersediaan transponder satelit yang ada sekarang sejumlah 95 transponder maka total kebutuhan transponder hasil perhitungan antara skenario 1 dan skenario 2 terdapat perbedaan yang disebabkan karena:  Jumlah 95 transponder pada satelit nasional tidak semuanya terpakai untuk kebutuhan data, namun terdapat beberapa slot transponder yang digunakan untuk cadangan, gangguan ataupun kategori residu yang akan mempengaruhi perhitungan kebutuhan bandwidth satelit.  Penggunaan level modulasi, coding dan parameter teknis yang diseragamkan dalam perhitungan akan mempunyai hasil yang berbeda dengan kenyataan bahwa parameter teknis yang digunakan adalah bervariasi sesuai dengan permintaan pelanggan serta peraturan yang ada.  Adanya 2 skenario yang menggunakan level modulasi, coding dan parameter lainya yang dibedakan antara satu sama lain sehingga menghsilkan perhitungan yang berbeda.



f. Proyeksi Kebutuhan Satelit 10 Th ke depan



Bandwidth



Rangkuman dari masing-masing kebutuhan bandwidth transponder untuk



50 0



2009



2010



2011



2012



2013



2014



2015



2016



2017



2018



2019



IDR



13



17



20



23



27



33



39



47



56



67



80



VSAT



3



3



4



6



7



10



13



16



21



27



34



XPDR



59



63



67



74



80



87



97



109



122



138



157



Broadacast



10



11



11



12



12



12



13



13



14



14



15



Total Kebutuhan



85



93



102



115



127



142



162



185



212



246



286



Gambar 5 Proyeksi Kebutuhan XPDR Tahun 2019 Skenario 1



Hasil Proyeksi Kebutuhan Transponder Skenario 1 350 300 250 200 150 100 50 0



2009



2010



2011



2012



2013



2014



2015



2016



2017



2018



2019



IDR



13



17



20



23



27



33



39



47



56



67



80



VSAT



3



3



4



6



7



10



13



16



21



27



34



XPDR



59



63



67



74



80



87



97



109



122



138



157



Broadacast



10



11



11



12



12



12



13



13



14



14



15



Total Kebutuhan



85



93



102



115



127



142



162



185



212



246



286



Gambar 6 Proyeksi Kebutuhan XPDR Tahun 2019 Skenario 2



Untuk dapat memenuhi kebutuhan bandwidth sebagaimana terencana pada gambar 4.26 di atas maka disusun peta jalan dan strategi pemenuhan kebutuhan bandwidth seperti pada tabel di bawah ini:



Tabel 9 Pemenuhan Kebutuhan BW 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 Kebutuhan Total Kebutuhan Hasil Perhitungan Skenario 1



85



93



102



115



127



142



162



185



212



246



286



Total Kebutuhan Hasil Perhitungan Skenario 2



94



104



114



128



143



161



185



212



245



285



335



Satelit Dalam Negeri (XPDR)



95



101



149



197



197



197



197



197



197



221



245



Sisa Kebutuhan Skenario 1



-10



-8



-47



-82



-70



-55



-35



-12



15



25



41



Sisa Kebutuhan Skenario 2



-1



3



-35



-69



-54



-36



-12



15



48



64



90



Ketersediaan Transponder



Penambahan Kapasitas Peluncuran Palapa-D, Tambahan 6 XPDR Peluncuran Telkom-3, tambahan 48 XPDR Peluncuran PSN, tambahan 48 XPDR Peluncuran Satelit Ku, 24 XPDR Peluncuran Satelit Ka, 24 XPDR



Jika mengacu pada skenario perhitungan 1 maka dari tabel di atas dapat terlihat bahwa hasil perhitunga kebutuhan transponder tanpa menggunakan outer coding dengan level yang rendah akan lebih menghemat bandwidth. Namun demikian, mulai tahun 2016 sampai dengan perhitungan proyeksi berakhir pada tahun 2019, maka kebutuhan bandwidth satelit nasional mengalami kekurangan. Untuk mengatasi kekurangan tersebut dapat ditempuh melalui kerjasama dengan operator satelit asing ataupun menambah slot orbit satelit nasional sehingga dapat menambah keberadaan satelit nasional dalam melayani kebutuhan masyarakat. Dengan adanya proyek Palapa Ring yang sudah mulai dibangun dan memperkirakan keberadaan proyek Palapa Ring ini akan mengurangi peran satelit dalam penyedia backbone dan backhaul jaringan secara nasional sebagaimana terdapat dalam gambar di bawah. Berdasarkan dokumen Roadmap Infrastruktur Satelit Indonesia yang dikeluarkan oleh Direktorat Jendral Pos dan Telekomunikasi tahun 2008, disebutkan bahwa infrastruktur satelit tetap konsisten menjadi salah satu elemen



integral dari keseluruhan infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi (TIK), dengan prosentasi penggunaan 2%-5% dari keseluruhan kebutuhan infrastruktur TIK nasional. Dalam dokumen tersebut terdapat proyeksi penggunaan infrastruktur satelit tahun 2007-2021 dengan mempertimbangkan beberapa milestones pembangunan dan pengembangan teknologi TIK sebagai berikut : 1. Tahun 2012 – 2015 prosentase kontribusi infrastruktur satelit mengalami penurunan menjadi sekitar 3% dengan mempertimbangkan selesainya pembangunan jaringan serat optis nasional PALAPA RING yang direncanakan akan menjangkau 33 provinsi, 440 kota/kabupaten di seluruh Indonesia. 2. Tahun 2016 – 2021 prosentase kontribusi infrastruktur satelit mengalami penurunan menjadi sekitar 2% dengan mempertimbangkan perkembangan teknologi nirkabel seperti WiMAX. Dari asumsi di atas maka dapat dihitung kebutuhan jumlah transponder satelit yang sudah dipengaruhi oleh adanya Palapa Ring dan juga perkembangan teknologi Wi-Max dengan mengurangi jumlah pertumbuhan transponder tahun 2012 sebanyak 3 % akibat adanya Palapa Ring dan mulai tahun 2016 sebanyak 1 % akibat adanya teknologi baru Wi-Max.



Gambar 7 Prediksi Pengaruh Palapa Ring dan LTE/Wi-Max Terhadap Peran Satelit



Tabel 10 Kebutuhan Jumlah Transponder Satelit Akibat Adanya Teknologi Baru 2009



2010



2011



2012



2013



2014



2015



2016



2017



2018



2019



Kebutuhan Total Kebutuhan Hasil Perhitungan Skenario 1



85



93



102



111



124



138



158



180



205



237



277



Total Kebutuhan Hasil Perhitungan Skenario 2



94



104



114



125



139



156



180



206



239



278



326



Satelit Dalam Negeri (XPDR)



95



101



149



197



197



197



197



197



197



221



245



Sisa Kebutuhan Skenario 1



-10



-8



-47



-86



-73



-59



-39



-17



8



16



32



Sisa Kebutuhan Skenario 2



-1



3



-35



-72



-58



-41



-17



9



42



57



81



Ketersediaan Transponder



Penambahan Kapasitas Peluncuran Palapa-D, Tambahan 6 XPDR Peluncuran Telkom-3, tambahan 48 XPDR Peluncuran PSN, tambahan 48 XPDR



Tabel 11 Satelit Asing di Atas Wilayah Indonesia



Peluncuran Satelit Ku, 24 XPDR Peluncuran Satelit Ka, 24 XPDR



Jika hasil perhitungan kebutuhan bandwidth satelit nasional dibandingkan dengan hasil perhitungan Depkominfo lewat Dirjen Postel, maka dapat terlihat perbedaan yang cukup signifikan sebagai berikut: 350 300 250 Axis Title



memiliki dan atau menguasai satelit yang didaftarkan ke ITU atas nama Administrasi Telekomunikasi Indonesia dan telah mendapat hak penggunaan pendaftaran (filing) satelit dari Menteri. Satelit asing yang dapat dipilih sebagai operator untuk memenuhi kebutuhan bandwidth satelit nasional dapat dilihat dari posisi satelit tersebut di atas wilayah Indonesia dan cakupan EIRP nya. Satelit asing yang berada di wilayah Indonesia pada orbit GEO, dan mempunyai foot print di semua wilayah Indonesia terdapat pada tabel berikut. No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18



Satelit NSS-6 Gorizont Gorizont 31 Asiastar Asiasat 3S AAP-1 BSAT 1A,2A JCSAT Sinosat-1 Koreasat-2 Koreasat-3 Thaicom 1A Asiasat-4 JCSAT-4A JCSAT-3 APSTAR-1A APSTAR-1 Gorizont 22



Posisi (BT) 95 96.5 103 105 105.5 108.2 110 110 110.5 113 116 120 122 124 128 134 138 140



Asal Negara Belanda Rusia Rusia China China Filipina Bangladesh Jepang Singapura Korea Selatan Korea Selatan Thailand China Jepang Jepang China China Rusia



200 150 100



KESIMPULAN



50 0



2009



2010



2011



2012



2013



2014



2015



2016



2017



2018



2019



Depkominfo



176



211



210



224



232



237



243



253



264



276



288



Skenario 1



85



93



102



111



124



138



158



180



205



237



277



Skenario 2



94



104



114



125



139



156



180



206



239



278



326



Gambar 8 Hasil Perbandingan Skenario 1,2 dengan hasil Depkominfo



Kekurangan transponder dari tabel di bawah dapat dipenuhi dari sewa transponder satelit asing. Kategori satelit asing menurut regulasi yang ada di Indonesia adalah satelit yang selenggarakan bukan oleh perusahaan dari Indonesia. Kategori penyelenggara satelit nasional sesuai Peraturan Menteri Komunikasi Dan Informatika Nomor : 37/P/M.Kominfo/12/2006 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi Yang Menggunakan Satelit menyebutkan bahwa penyelenggara satelit Indonesia adalah penyelenggara telekomunikasi yang



1. Total kebutuhan bandwidth satelit ditentukan oleh 4 jenis layanan yaitu sewa transponder, IDR, VSAT dan broadcasting , di mana masing-masing layanan memiliki karakteristik tersendiri dalam perhitungan kebutuhan bandwidth. 2. Kebutuhan bandwidth satelit Indonesia pada tahun 2015 akan terpenuhi dengan asumsi bahwa terjadi penambahan jumlah transponder dari satelit Telkom-3 dan juga peluncuran satelit milik PT PSN, serta pengaruh berkurangnya peran satelit sebagai backbone nasional akibat munculnya Ring Palapa dan Wi-Max. 3. Pada dengan tahun 2019 kebutuhan bandwidth satelit Indonesia sangat banyak dan hanya bisa terlayani 75 % dari total kebutuhan bandwidth seluruhnya (asumsi skenario 1) atau 65



% (asusmsi skenario 2) . Ini berarti prospek bisnis satelit di Indonesia masih sangat cerah. 4. Dengan berkembangnya teknologi telekomunikasi terutama perkembangan penggunaan internet yang semakin tinggi dan juga berkembangnya layanan berbasis satelit, maka kebutuhan bandwidth satelit nasional akan menjadi semakin bertambah.



Daftar Pustaka 1. Elbert, Bruce L. Satellite Communication Aplication Handbook. Norwood : Artech House Inc, 2004. 2. Telkom Indonesia. Produk Satelit 2009. Jakarta : Telkom Indonesia, 2009. 3. Gerakoulis, Diakoumis. CDMA Access and Switching for Terestrial and Satellite Network. West Sussex : John Willey and Son, 2001. 4. Ha, Tri T. Digital Satellite Communications. Singapore : McGraw Hill, 1990. 5. International Telecommunications Union. Handbook of Satellite Communication. s.l. : John Willey and Sons. 6. L.KOTA, SASTRI. QUALITY OF SERVICE FOR BROADBAND SATELLITE INTERNET - ATM AND IP SERVICES. OULU : Department of Electrical and Information Engineering,Telecommunication Laboratory University of Oulu, 2002. 7. Sun, Zhili. Satellite Networking Prinsiples and Protocols. West Sussex : John Willey and Sons, 2005. 8. Kolawole, Michael O. Satellite Communications Engineering. New York : MarcelDekker,Inc, 2002. 9. LouisJ Ippolito, Jr. Satellite Communications System Engineering, Atmospheric Effects, Satellite Link Design, and System Performance. Singapore : John Willey and Sons, 2008. 10. Maral, Gerard. VSAT NETWORK, 2ND EDITION. Singapore : John Willey and Sons, 2003. 11. Direktorat Jendral Pos dan Telekomunikasi. Peta Jalan Infrastruktur Satelit Indonesia (ISI). jakarta : Departemen Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, 2008. 12. Roddy, Dennis. Satellite Communications. Singapore : McGraw Hill, 2001. 13. Agustinus, Leonard. ANALISIS PERBANDINGAN KAPASITAS TRANSPONDER SATELIT DENGAN MENGGUNAKAN TDMA TERHADAP CDMA PADA MODULASI YANG PALING OPTIMUM DI MASING – MASING AKSES. Bandung : IT Telkom, 2009.



14. ROSANA, VINKA. ANALISIS KINERJA SISTEM KOMUNIKASI SATELIT TELKOM-2 PADA TINGKAT MODULASI BPSK, QPSK, 8PSK, dan 16QAM. Bandung : IT Telkom, 2007. 15. Gunawan, Hendra. ANALISA TEKNO EKONOMI IMPLEMENTASI VSAT-IP SEBAGAI JARINGAN AKSES BROADBAND. BANDUNG : PROGRAM PASCA SARJANA INSTITUT TEKNOLOGI TELKOM, 2009. 16. Northern Sky Research. Broadband Satellite Market, 7th Editiion. Cambridge : Northern Sky Research, 2008. NSR2008407.