Analisa Sampel [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

KUALITAS BATUBARA • Kualitas batubara menentukan kesepakatan untuk produser/shipper, pengguna/end user dan harga jual



KUALITAS BATUBARA



• Pengetahuan yang akurat dari kualitas batubara adalah yang sangat penting pada setiap tahapan produksi dan pengiriman batubara ke pengguna/end user.



SUCOFINDO INTERNAL TRAINING 2010 SBU MINERAL



KUALITAS BATUBARA



DAUR KUALITAS SELLER MINING



BUYER



delivery



PRODUCTION



PLANNING



LOAD PORT



DISCHARGE PORT



DISPATCH



RECEIPT



WEIGHING



MODEL



Witnessing



WEIGHING



SAMPLING



SAMPLING



PREPARATION



PREPARATION



ANALYSIS



ANALYSIS



COMMERCIAL VALUE



END USE QA



$



COMMERCIAL VALUE



KUALITAS BATUBARA Sebagai Contoh:  Harga jual batubara steaming adalah energy/nilai kalori, dengan berdasarkan pada batasan penalti dan reject terhadap: • • • • • •



total moisture ash, sulphur, volatile matter HGI, size distribution,



• • • • •



nitrogen ash analysis, ash fusibility, trace elements dan yang lainnya.



Supply Contract 100,000 tons @ 40.00 USD per ton Coal Quality & Quantity Menentukan Harga Jual



Nilai Transaksi 4 jt $



BUYER SELLER



KUALITAS BATUBARA •Harga jual final selalu disesuaikan berdasarkan penentuan kualitas dan kuantitas final. •Bila penjual/shipper atau pembeli/buyer tidak mempunyai kepastian dari suatu kualitas dan kuantitas batubara, sementara harga jual sudah ditetapkan pada suatu estimasi harga yang terbaik, maka dapat dipastikan ada salah satu pihak yang dirugikan.



1



KUALITAS BATUBARA Kualitas batubara ditentukan melalui suatu rangkaian kegiatan sampling, sample preparation dan pengujian. Bagaimana, kapan, dimana, dan untuk apa contoh diambil?  Bagaimana melakukan sample preparation yang benar?  Bagaimana melakukan pengujian batubara yang akurat? 



Pengoperasian Timbangan 1. Pindahkan benda dari permukaan timbangan dan bersihkan bagian bawah pinggan. 2. Pastikan posisi timbangan rata dengan mengamati gelembung udara. Atur jika diperlukan sehingga gelembung udara berada dalam lingkaran. 3. Hidupkan timbangan dan tekan “TARE” untuk mengenolkan. Jika timbangan tidak stabil, cek bahwa tidak ada kotoran dan timbangan bersih 4. Letakkan benda yang ditimbang pada bagian tengah permukaan timbangan, tunggu sampai penunjukan angka stabil 5. Catat beratnya pada lembar kerja 6. Angkat bendanya dan cek bahwa penunjukan angka kembali ke nol.



TOTAL MOISTURE • Moisture (air) ada dalam batubara sebagai inherent moisture, surface atau free moisture, air terikat di mineral matter dan dekomposisi moisture. Pengukuran secara analisa yaitu moisture holding capacity, total moisture, air dry loss, residual moisture dan moisture in analysis sample. • Total Moisture adalah total moisture dalam sample batubara pada saat pemeriksaan. • Total moisture dipengaruhi oleh cuaca, metode penambangan, pengolahan, penumpukan dan tranportasi • Total moisture dapat ditentukan melalui metode satu tahap atau dengan metoda dua tahap.



METODE STANDAR Metode standar untuk sampling, sample preparation dan pengujian batubara yang digunakan SUCOFINDO:  ISO – International Organization for Standarisation.  ASTM – American Society for Testing and Materials.  BS – British Standards.  AS – Australian Standards



TOTAL MOISTURE 1. Hal terpenting dalam penanganan sample untuk pengujian Total Moisture :  Proses pengumpulan, penanganan, pengecilan dan pembagian sample harus dilakukan secara cepat dan sesingkat mungkin untuk mencegah perubahan hasil total moisture/hilangnya kadar air.  Sample disimpan dalam tempat yang tertutup rapat untuk mencegah perubahan hasil total moisture/ hilangnya kadar air akibat dari pengaruh udara sekitar, hujan, angin dan sinar matahari atau bahan bahan penyerap. 2. Kegunaan pengujian total moisture :  Sebagai ukuran kualitas batubara  Ditulis dalam kontrak sebagai faktor pinalti terhadap berat  Digunakan untuk konversi ke basis “as received”.



TOTAL MOISTURE • Pengunaan metoda tergantung kondisi sample. Bila kondisi sample cukup kering dan dapat langsung crushing dan dividing, maka digunakan metoda satu tahap. • Metoda satu tahap adalah pengeringan sample ukuran 11,2 mm pada 107 oC dalam kondisi standard. • Metoda dua tahap digunakan bila sample terlalu basah untuk langsung dicrushing dan didividing. Gross sample pertama di kering udarakan pada kondisi udara ambient untuk mendapatkan hasil air dry loss. Sample air dried dicrushing dan didividing untuk mendapatkan sample residual moisture. Sample RM berukuran 2,8 mm dikeringkan pada 107 oC dalam kondisi standard.



2



TOTAL MOISTURE • Kesalahan-kesalahan



dalam



MOISTURE IN THE ANALYSIS SAMPLE



pengujian



total



moisture adalah  Sample tidak dipanaskan sampai berat tetap.  jika sample tidak ditimbang sesegera mungkin setelah pemanasan air kembali ke sample  gas nitrogen harus dialirkan melewati desicant (penyerap uap air) karena jika gas tidak kering mungkin hasilnya rendah.



• Sample sebelum dianalisa diequilibrium di udara terbuka untuk mencapai kesetimbangan dengan lingkungan ruangan laboratorium sehingga pengaruh dari perubahan kelembaban dan temperatur ruangan laboratorium selama penimbangan dan analisa tidak signifikan terhadap hasil moisture. • Mengacu pada metode ISO/BS sample batubara dipanaskan pada temperatur 107 °C untuk menguapkan air dan dialirkan gas nitrogen untuk menghindari oksidasi.



ASH CONTENT/KADAR ABU (METODE STANDAR)



MOISTURE IN THE ANALYSIS SAMPLE • Ditetapkan



waktu standar pendinginan berdasarkan hasil analisa CRM. • Kesalahan-kesalahan dalam pengujian ini adalah  sample harus dipanaskan sampai berat tetap.  jika sample tidak ditimbang sesegera mungkin setelah pemanasan air kembali ke sample.  gas nitrogen harus dialirkan melewati desicant (penyerap uap air) karena jika gas tidak kering hasilnya rendah.  Pipa gas outlet MFS tersumbat menyebabkan moisture tertahan di oven sehingga hasilnya rendah. • Perbedaan ASTM dan ISO/BS :



ASTM menggunakan udara kering dan waktu pemanasan 1 jam sedangkan ISO/BS menggunakan gas nitrogen dan dikeringkan sampai berat konstan/tetap.



ASH CONTENT/KADAR ABU (METODE STANDAR)



















Ash (abu) adalah bahan-bahan yang tidak terbakar setelah pembakaran sample. Mineral matter merupakan bagian zat anorganik dalam batubara dan sudah ada dalam batubara sebelum batubara tersebut dibakar. Jadi mineral matter dan ash itu berbeda. Abu dalam batubara bersumber dari mineral matter dalam batubara dan unsur pengotor dari batupasir, tanah dsb yang berasal dari bagian penutup, dasar atau parting pada lapisan batubara. Hasil kadar abu (ash content) digunakan untuk mengukur kualitas batubara dan efisiensi proses pembersihan. Ditetapkan waktu standar pendinginan berdasarkan hasil analisa CRM.



ASH CONTENT/KADAR ABU (METODE RAPID)



• Laju pemanasan furnace harus sesuai metode standar : suhu kamar ke 500 °C dalam 1 jam kemudian dinaikkan ke 750 °C atau 815 °C dalam jam berikutnya dan biarkan pada suhu tersebut sampai berat tetap.



• Keuntungan dari penentuan ash content mengunakan metode rapid/cepat karena hasil ash content diperlukan sesegera mungkin oleh operator plant untuk memonitor kinerja plant dan kualitas produksi.



• Kesalahan-kesalahan dalam melakukan pengujian ini :  pembakaran tidak sempurna.  retensi belerang dalam abu untuk sample batubara yang mempunyai kadar CaO dan SO3 tinggi.



• Sample dipanaskan pada atmosfer nitrogen untuk melepaskan zat terbang (volatile matter) kemudian dilanjutkan dalam atmosfer oksigen untuk membakar sample guna mendapatkan abu sisa pembakaran.



• Perbedaan metode ASTM dan ISO/BS : Kadar abu dianalisa dibawah kondisi standard pada temperatur 815 oC untuk metode ISO/BS and temperatur 750 oC untuk metode ASTM



• Kesalahan-kesalahan dalam pengujian ini :  Pembakaran tidak sempurna.  Sample meletup menyebabkan hilangnya berat sehingga hasilnya rendah



3



VOLATILE MATTER (ZAT MUDAH TERBANG)



VOLATILE MATTER (ZAT MUDAH TERBANG) • Volatile Matter adalah senyawaan dalam batubara yang mudah menguap pada temperatur tertentu dalam kondisi standar. Terdiri dari gas –gas yang mudah terbakar seperti air, oksidaoksida karbon, hidrogen dan metan, hidrogen sulfida, ammonia, tar dan oksida-oksida sulfur dan nitrogen. • Volatile matter digunakan sebagai ukuran kualitas batubara. Volatile matter mempengaruhi pembakaran batubara dalam furnace/tanur. • Perbedaan metode pengujian ASTM dan ISO adalah ISO menggunakan silica crucible pada temperatur 900 oC dalam furnace yang horizontal, sedangkan ASTM menggunakan crucible platina pada temperatur 950 oC dalam furnace vertical dalam waktu yang sama 7 menit dan dikurangi nilai moisture in the analysis sample.



 



Ditetapkan waktu standar pendinginan berdasarkan hasil analisa CRM. Kesalahan-kesalahan dalam pengujian ini :  Kerapatan crucible dan tutupnya tidak baik menyebabkan hasilnya tinggi atau tidak menentu.  Temperatur furnace atau laju pemanasan (heating rate) terlalu rendah  Waktu pemanasan dan pendinginan harus mendekati kondisi standar.  Percikan sample batubara dapat menyebabkan partikelnya keluar sehingga hasilnya tinggi.



FIXED CARBON (KARBON PADAT) • Fixed Carbon (karbon padat) adalah selisihnya • FC = 100 – (M + Ash + VM) • Fuel Ratio = FC / VM (in the same basis) digunakan mendeskripsikan tingkatan batubara



Jenis Batubara Kokas



Fuel Ratio 92



Antrasit



24



Semi-antrasit



8.6



Semi-bituminous



4.3



Bituminous (low volatile)



2.8



Bituminous (medium volatile)



1.9



Bituminous (high volatile)



1.3



Lignite



0.9



TOTAL SULFUR (Metode LECO Analyzer) • Sulfur dikonversikan menjadi sulfur oksida selama pembakaran dibawah atmosfer oksigen. Produk gas yang dihasilkan dipompakan melewati suatu penyerap untuk menghilangkan air. Konsentrasi sulfur dioksida diukur menggunakan cel infra red. • Konsentrasi sample standar harus sama dengan sample yang dianalisa. • Kesalahan-kesalahan dalam pengujian ini :  Pembakaran batubara tidak sempurna  Kalibrasi analyzer salah (salah standar)  Tubenya retak menyebabkan hasilnya rendah  Pipa tersumbat, Infra red kotor  Kesalahan elektronik  Penyerap sudah jelek • Sample standar dianalisa pada saat kalibrasi instrumen dan setelah setiap 10 kali analisa sample.



TOTAL SULFUR (Metode High Temp.) • Sulfur ada dalam batubara sebagai sulfur organik dan sulfur anorganik (pirit dan sulfat) • Sulfur dikonversikan menjadi sulfur oksida selama proses pembakaran yang dapat menyebabkan korosi dan kerak pada peralatan juga menyebabkan polusi udara. Sulfur digunakan evaluasi pengunaan batubara untuk pembakaran. • Reaksi kimianya : SO2 + H2O2  H2SO4 + H2O H2SO4 + 2NaOH  Na2SO4 + 2H2O • Kesalahan-kesalahan dalam pengujian ini :    



Pembakaran batubara tidak sempurna Retensi sulfur dalam batubara (pencegahan dengan Al2O3) Penyerapan gas tidak sempurna Standarisasi larutan salah.



CALORIFIC VALUE (NILAI KALOR) • Calorific Value (Nilai Kalori) adalah jumlah panas yang dilepaskan per unit kuantitas batubara yang dibakar dengan oksigen dibawah kondisi standar. • Sejumlah sample yang diketahui beratnya dibakar dalam kalorimeter bomb dibawah kondisi standar. Nilai kalori dihitung dari kenaikan suhu air dalam bucket kalorimeter dan rata-rata nilai air dari sistem tersebut. • Keuntungan dari pengujian ini adalah untuk menentukan nilai panas batubara karena merupakan bagian terpenting dalam kontrak penyediaan batubara uap (steaming coal). Pembayaran biasanya didasarkan pada spesifikasi calorific value (nilai kalori).



4



CARBON DAN HYDROGEN, C & H



CALORIFIC VALUE (NILAI KALOR) • Bagaimana mengecek hasil nilai kalor ?  Membandingkan hasil nilai kalor (dry ash free basis) dengan



nilai tetapan setiap jenis batubara. Hasilnya harus dalam rentang 100 Kcal/Kg.  Plotkan nilai kalor dengan jumlah moisture dan ash content (air dry basis). Hasil plotnya harus garis lurus. • Kesulitan-kesulitan dalam melaksanakan pengujian ini :  Pembakaran tidak sempurna  Kalibrasi kalorimeter salah  Sample harus ditimbang bersamaan waktunya dengan penentuan moisture in the analysis sample  Oksidasi sample yang dianalisa akan menghasilkan nilai kalor yang rendah



• Carbon dan Hydrogen ditentukan dengan pembakaran sample batubara yang dialiri gas oksigen dan gas–gas yang dihasilkan ditangkap dengan metode gravimetri ataupun mengunakan metode instrumental. • Hasil Carbon pembakaran.



dan



Hydrogen



digunakan



untuk



kalkulasi



• Fungsi silver gauze dalam pengujian ini adalah untuk menangkap oksida sulfur dan khlor • Carbon dalam batubara berbentuk senyawaan organic carbon dan carbonate carbon. • Hydrogen dalam hydrogen dan air.



batubara



berbentuk



senyawaan



organic



NITROGEN



CARBON DAN HYDROGEN, C & H



dengan



• Nitrogen didestruksi menjadi garam amonium dengan asam sulfat pekat dan campuran katalis (selenium dan kalium sulfat). Garam amonium diuraikan dengan larutan alkali panas dimana amonia ditampung melalui proses destilasi dan akhirnya ditentukan dengan cara asidimetri.



• Metode ASTM dan ISO tidak berbeda. Perbedaannya pada



• Nitrogen dapat juga diukur dengan deteksi infra red melalui suatu instrumen laboratorium dalam kondisi standar.



• Kesalahan-kesalahan dalam melaksanakan pengujian ini :  Pembakaran tidak sempurna  Penyerapan gas yang dihasilkan tidak sempurna (bocor)  Sample



harus ditimbang bersamaan penentuan moisture content.  Posisi silver gauze tidak benar.



waktunya



perhitungan kadar hidrogen. ASTM menghitung kadar hidrogen dalam dua cara yaitu tidak termasuk hidrogen dalam air dan termasuk hidrogen dalam air. ISO menghitung kadar hidrogen tidak termasuk hidrogen dalam air.



NITROGEN • Nitrogen dalam batubara berbentuk organic nitrogen. • Kesalahan-kesalahan dalam melakukan pengujian ini :  Destruksi tidak sempurna  Destilasi tidak sempurna  Standarisasi H2SO4 salah 



Untuk mengecek hasil kadar nitrogen dilakukan dengan cara membandingkan hasil nitrogen dry ash free basis dengan nilai tetapan setiap jenis batubara



• Nitrogen digunakan untuk evaluasi pembentukan nitrogen oksida (NOx) dalam proses pembakaran sebagai sumber polusi udara.



ASH ANALYSIS • Ash sample untuk pengujian ini dipreparasi sesuai dengan prosedur penentuan ash content. • Ash analysis adalah penentuan kandungan elemen mayor dan minor dalam abu sisa pembakaran dari proses penggunaan batubara. Biasanya dilaporkan sebagai SiO2, Al2O3, Fe2O3, CaO, MgO, Na2O, K2O,MnO2, P2O5, TiO2 and SO3. • Oksida Fe, Ca, Mg, K dan Na bersifat basa sedangkan oksida Si, Al, Ti bersifat asam. • Toleransi terhadap jumlah persentase oksida dalam abu batubara adalah 100.00 + 2.00 % • Hasil ash analysis digunakan untuk mengklasifikasi abu batubara dalam menentukan potensi slagging dan fouling serta evaluasi dampak terhadap lingkungan.



5



ASH ANALYSIS



ASH ANALYSIS



• Slagging menempel pada dinding furnace pada bagian yang memancar diboiler yang dapat menyebabkan kerusakan pada pipa, perubahan dalam pemindahan panas dan korosi pada boiler.



• Fouling index mengambarkan tendensi abu batubara membentuk ikatan deposit pada superheater atau reheater. Secara dasar ini disebabkan oleh interaksi dari uap alkali (sodium atau potasium) dengan oksida sulphur.



• Slagging index merupakan estimasi empiris potensial batubara membuat slag



• Komposisi kimia abu batubara juga penting bilamana dijual untuk keperluan proses pembuatan semen.



(Fe2O3 + CaO + MgO + Na2O + K2O) • Base Acid ratio = --------------------------------------------(SiO2 + Al2O3 + TiO2)



• Slagging index = Base/Acid ratio x % TS db



• Tipikal Fouling Index, Low = < 0.2 ; Medium = 0.2 – 0.5 • Slagging dan fouling menyebabkan masalah operasional dan efisiensi pada boiler.



• Fouling index = Base/Acid ratio x % Na2O • Tipikal Slagging Index , low = < 0.6 ; Medium = 0.6 – 2.0



TRACE ELEMENT



TRACE ELEMENT



• Sample batubara diabukan pada suhu 500 °C kemudian dilarutkan melalui pemanasan dengan larutan aqua regia dan HF kemudian ditambahkan asam borat. Elemen Be, Cr, Cu, Mn, Ni, Pb, V dan Zn ditentukan menggunakan AAS (ASTM D3683).



• Trace element dalam batubara diklasifikasikan sebagai zat yang beracun.



• Sample batubara dilebur dengan campuran esckha dan dilarutkan dengan asam kemudian larutannya dibaca dengan ICP-AES untuk menentukan kadar Boron (B) dan dibaca dengan VGA-AAS untuk menentukan Arsen (As) dan selen (Se).



• Kesalahan-kesalahan dalam melaksanakan pengujian ini :  Pengabuan/Ashing sample salah  Penyiapan/pengekstrakan sample tidak sempurna  Air suling (Aquadest) yang digunakan terkontaminasi  Standar yang digunakan salah  Pengoperasian alat ukur yang digunakan salah seperti AAS, Spectrophotometer dan Ion Selective Electrode



• Penetapan Total Merkuri (Hg) : Sample batubara dibakar dalam oxygen bomb kemudian larutannya ditetapkan dengan ion-selective electrode.



• Hasil analisa trace element dicek dengan cara membandingkan hasil yang khas untuk setiap jenis batubara.



The reference of best services on time for mineral



ASH FUSION TEMPERATURE



Ash Fusion Temperature Untuk Oksidicing : Gas CO2 400 ml/menit



Untuk Reducing: Gas CO2 200 ml/menit + Gas H2 200 ml/menit



• Ash sample untuk pengujian ini dipreparasi sesuai dengan prosedur penentuan ash content. • Gas yang digunakan sebagai atmosfir reduksi adalah gas Hidrogen/Karbon-dioksida (50 : 50) dan 100 % gas karbondioksida untuk atmosfir oksidasi. • Kenaikan temperatur furnace AFT adalah 8 + 3 °C/menit • Adapun temperatur yang diidentifikasi pada pengujian ini : initial deformation, spherical, hemisperical dan flow. • Hasil atmosfir oksidasi lebih tinggi dibandingkan atmosfir reduksi karena pada atmosfir oksidasi unsurunsur ash berbentuk oksida-oksida logam mempunyai titik leleh lebih besar daripada logam.



6



ASH FUSION TEMPERATURE



CHLORINE



• Kesalahan-kesalahan dalan pengujian ini :  Ujung piramid tidak runcing.  Gas yang digunakan dan kecepatan aliran gas salah.  Initial deformation temperatur teridentifikasi salah jika ujung piramid berubah (melepuh atau mengerut).  Kecepatan pemanasan (heating rate) salah. • Metoda analisa ASTM dan ISO tidak berbeda. ASTM mengidentifikasi tempe-ratur dengan istilah initial deformation, softening, hemispherical dan fluid sedangkan ISO mengidentifikasi tempe-ratur dengan istilah deformation, spherical, hemispherical dan flow.



• Chlorine ada dalam batubara sebagai senyawaan chlorida anorganik. • Pengujian kadar chlorine harus dilakukan karena clorine dapat menyebabkan korosi dan problem fouling. • Kandungan chlorine untuk jenis batubara di Indonesia biasanya dibawah 0.01 %. • Sample Inhouse standard digunakan setiap partai analisa. • Kesalahan-kesalahan dalam melaksanakan pengujian ini :  Kontaminasi air perekasi atau gas oksigen  Pembakaran tidak sempurna  Sample uji float/sink terkontaminasi oleh perchloroethylene menyebabkan hasil tinggi  Standarisasi larutan perak nitrat tidak benar.



FORM OF SULFUR



FLUORINE • Sample batubara dibakar dalam oxygen bomb kemudian larutannya ditentukan dengan ion-selective electrode. • Fluorine bersenyawa dengan zat-zat mineral batubara • Pengujian kadar fluorine harus dilakukan karena fluorine adalah sumber bahan pengotor (polusi). • Hasil analisa fluorine dicek dengan cara membandingkan hasil yang khas untuk jenis batubara tertentu. • Kesalahan-kesalahan dalam melakukan pengujian ini :  Pengekstrakan sample tidak sempurna  Larutan standar yang digunakan salah. • Sample Inhouse standard digunakan setiap partai analisa.



• Dalam perlakukan standarisasi larutan penitar harus menggunakan zat standar primer karena zat standar primer merupakan zat yang diketahui kemurniannya dan bersifat stabil.



• Kesalahan-kesalahan dalam pembakuan larutan :  Penimbangan dan pencatatan berat salah  Penentuan titik akhir titrasi salah  Pereaksi atau air yang digunakan terkontaminasi



• Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui bentuk-bentuk sulfur yang ada dalam batubara. • Organic sulfur biasanya sama untuk setiap jenis batubara. • Kesalahan-kesalahan dalam melaksanakan pengujian ini :  Pengekstrakan sample tidak sempurna  Larutan pereaksi yang digunakan salah  Kebocoran pada kertas saring  Pencucian tidak bersih  Pengabuan tidak sempurna



RELATIVE DENSITY



STANDARISASI/PEMBAKUAN LARUTAN • Larutan penitar harus distandarisasi untuk mengetahui normalitas atau molaritasnya.



• Larutan standar primer dapat digunakan sebagai yang kedua(secondary standard).



• Bentuk sulfur dalam batubara yaitu sulfate sulfur, pyritic sulfur dan organic sulfur.



standar



• Rasio antara massa batubara dalam satuan volume yang setara dengan massa air dalam satuan volume pada temperatur dan ruangan yang sama (berat/volume) • Pengujian untuk mengetahui berat jenis batubara yang dikonversikan dalam satu gram/milliliter. • Hasil analisa relative density digunakan untuk menghitung cadangan batubara yang dapat ditambang. • Kesalahan-kesalahan dalam pengujian ini adalah :  kalibrasi botol densitas (piknometer) tidak valid.  temperature water bath yang tidak valid.  pengaruh pembasahan yang tidak sempurna.  masih terdapatnya gelembung-gelembung udara piknometer setelah divacum.



pada



7



BULK DENSITY • Bulk density adalah berat jenis batubara dalam keadaan curah yang dinyatakan dalam satuan ton/m3 atau kg/m3 atau lb/ft3. • Digunakan untuk menghitung tonase batubara dari volume batubara yang diketahui (hasil survey) • Kesulitan dalam pengujian ini adalah :  adanya pengaruh kadar air dalam batubara curah  pengaruh distribusi ukuran partikel yang luas  sulit menyamakan kondisi lapangan dengan kondisi uji di laboratorium.



Hardgrove Grindability Index • Sample batubara sebelum dipreparasi dilakukan pengeringan (air-



dry) sampai berat tetap dengan tujuan untuk memudahkan proses pengecilan ukuran partikel menggunakan crusher/mill. • Sample batubara untuk pengerjaan HGI dicrusher secara bertahap menggunakan plate mill/coffee mill menjadi material 1.18 mm x 0.600 mm untuk menghindari terbentuknya material halus secara berlebihan (material -0.600 mm) • Kesalahan-kesalahan dalam pengerjaan pengujian HGI :  Pengeringan contoh batubara kurang sempurna  Kesalahan dalam kalibrasi mesin HGI  Kesalahan dalam pengayakan contoh.  Menghasilkan material -0.600mm lebih dari 50 % sehingga akan



didapatkan nilai HGI yang rendah (kurang akurat)



DRY SIZING • Hal yang penting adalah sample harus ditangani secara hati-hati untuk mencegah sample hancur selama proses penanganannya. • Digunakan untuk menentukan efisiensi dari crusher dan proses pencucian. Produk sizing sangat penting dalam pemenuhan spesifikasi batubara. Terlalu banyak batubara yang halus menyebabkan masalah dalam penanganan dan penggunaan batubara. • Kualitas tiap fraksi ukuran batubara berbeda. • Kesalahan dalam pengujian ini adalah :  pengeringan sample tidak sempurna  pengeringan dilokasi berangin sehingga menyebabkan hilangnya partikel halus  jumlah sample yang diambil untuk topsize batubara tersebut kurang  kondisi ayakan yang rusak.



Hardgrove Grindability Index • Hardgrove Grindability Index merupakan metoda pengujian yang paling umum digunakan untuk menggambarkan/ mengukur kekerasan dari contoh batubara. • Hasil pengujian Hardgrove Grindability Index umumnya berkisar antara 30 dan 100 atau lebih, nilai yang besar menggambarkan batubara tersebut lebih mudah untuk digerus. Jadi artinya jika ada hasil HGI sebagai berikut: 30 = keras, 50 = medium dan 80 = lunak/rapuh • Hardgrove Grindability Index dari batubara sangat penting dalam merancang dan pengoperasian peralatan milling. Nilai HGI digunakan untuk menentukan tenaga yang diperlukan dalam proses penggilingan dan pemakaian mesin penggilingan (crusher/mill).



Hardgrove Grindability Index • Dalam pengujiannya, HGI dipengaruhi moisture dalam sample uji maka penetapan HGI harus dilengkapi dengan hasil pengujian residual moisture. • HGI merupakan sifat fisik sehingga tidak dapat di blending secara kalkulasi matematis • Dalam prakteknya, HGI selain dipengaruhi moisture juga dipengaruhi oleh unsur-unsur mineral dalam batubara



WET SIZING • Pengujian ini dilakukan untuk mensimulasi proses penyaringan di washing plant. • Dalam pengujian ini digunakan kawat baja untuk menyamakan dengan kondisi dalam washing plant. • Kesulitan dalam pengujian ini adalah :  pada kecukupan waktu dalam penyaringan  lamanya waktu yang dibutuhkan untuk pengeringan  sulit melakukan penimbangan.



8



Float & Sink • Pengujian float/sink adalah pemisahan fraksi sample batubara berdasarkan densitas/berat jenis dengan mengunakan larutan kimia tertentu yang berbeda berat jenisnya. Setiap fraksi densitas/berat jenis dipreparasi dan dianalisa biasanya kadar abunya. Persentase fraksi densitas/berat jenis dihitung juga. • Pengujian float/sink ini digunakan untuk menentukan karakteristik pencucian batubara guna merancang washing plant dan memonitor kinerja washing plant. • Kesulitan dalam melakukan pengujian ini :  Apabila berat jenis larutan kimia tidak tepat, maka pemisahan yang ideal tidak terjadi.  Batubaranya rapuh atau mudah pecah pada saat dicampur dengan bahan kimia  Sample harus dikering-udarakan untuk menghilangkan pelarutnya.



PENGUJIAN UNTUK BATUBARA COKING • Batubara yang memiliki sifat-sifat coking dapat digunakan dalam proses pembuatan/peleburan baja. • Total moisture, proximate, ultimate, ash analysis, calorific value, trace element, ash fusion, HGI dan size distribusi merupakan pengujian yang normal untuk batubara koking. • Untuk mengevaluasi sifat-sifat coking diperlukan parameter uji sebagai berikut : – Crusible Swelling Number – Gieseler Plastometer – Dilatometer – Gray King Assay – Petrographic Analysis



Float & Sink • Bahan-bahan kimia yang digunakan untuk pengujian float/sink



adalah white spirit, perchloroethylene dan tetrabromoethane. • Dalam pelaksanaan pengujian ini harus memperhatikan K3 karena



menggunakan bahan kimia yang membahayakan kesehatan antara lain :  Gunakan jas laboratorium, masker pernapasan, sarung tangan dan kaca mata  Tidak boleh merokok dan menyalakan api.  Pastikan sirkulasi udara baik/gunakan ruang asam.  Bahan kimia disimpan dalam tempat yang tertutup rapat.  Bahan kimia tidak boleh dibuang langsung ke saluran pembuangan.



CRUSIBLE SWELLING NUMBER • Beberapa gram sample GA, dipanaskan dalam kondisi standar didalam suatu crusible standar. Batubara yang mempunyai sifat koking akan mengembang membentuk kancing koking. Ukuran kancing koking ini dibandingkan dengan seri profil standar untuk mendapatkan hasil index (rentang nilai dari 0 – 9). • Nilai CSN diatas 4 biasanya mengindikasikan mempunyai kualitas koking yang bagus. Nilai CSN kurang dari 4 lemah atau tidak berkualitas koking.



The reference of best services on time for mineral



GIESELER PLASTOMETER • Merupakan pengukuran empiris dari fluiditas batubara dalam rentang plastis. Ketika batubara koking dipanaskan, komponen bereaksi menjadi cair, biasanya kisaran temperatur 300 °C dan kembali memadat pada kisaran 500 °C. • Derajat fluiditas diukur dengan alat yang disebut plastometer. Yang diukur adalah rentang temperatur mencair. • Hasil fluiditas digunakan untuk mencampur batubara guna pembuatan koking dengan kualitas bagus. Rentang fluiditas batubara dapat dipadukan.



DILATOMETER • Perubahan dalam volume atau panjang selama batubara mencair diukur mengunakan alat yang dinamakan Dilatometer. • Menyatakan indikasi dari sifat expansi atau kontraksi batubara. • Contoh batubara dikompres membentuk ‘pensil’ dipanaskan pada tingkatan standar tertentu. Batubara Coking akan mengalami fase kontraksi awal kemudian fase expansi. Jumlah expansi dan kontraksi diukur seperti mengukur temperatur.



9



GRAY KING ASSAY • Sample batubara halus dipanaskan dengan pipa horisontal dengan panas perlahan sampai temperatur 300 °C. • Profil dari sisa pembakaran dikomparasi pada suatu seri profil standard dengan rentang dari A – G dan G1 – G14. • Dimana A menunjukan tidak bersifat caking dan G merupakan batubara yang mengembang. • Type G diklasifikasi lebih lanjut lagi dari G1 – G14.



PETROGRAPHIC ANALYSIS • Blok batubara yang dipress padat, sekitar 25 mm persegi disiapkan dan dipotong tengahnya. Satu sisi dari potongan ini dilapisi minyak immersi dan dipelajari dibawah mikroskop menggunakan pantulan cahaya polarisasi. • Dua bentuk analisa secara umum dilaporkan – Maceral dan microlithotype Analysis – Reflectan analysis



• Semakin tinggi angka G, semakin bagus nilai cakingnya.



Maceral dan Microlithotype Analysis • Maceral adalah partikel organik batubara. Istilah ini digunakan untuk mengindikasi analogi dengan mineral (yang mana perbedaan tipe an organik ditemukan dalam batubara dan batuan lainnya). • Analisa maceral mengklasifikasi maceral kedalam berbagai tipe: – Vitrinite – turunan dari struktur sel tumbuhan – Exinite – turunan dari buangan dan pelapisan wax dari tumbuhan. – Inertinite – dengan atau tanpa struktur tumbuhan yang dikenal. • Analisa Maceral memberikan informasi tentang sifat batubara selama pembentukan batubara, coal rank dan formasi batubara. • Batubara dikelompokkan menjadi dua kategori besar: – Batubara Humus – Hasil dari pembusukan tumbuhan dalam kondisi aerob, kebanyakan tipe lapisan banded coal – batubara bitumen. – Batubara Sapropelic – Hasil dari pembusukan tumbuhan dalam kondisi anaerob, penampakan non banded



Maceral dan Microlithotype Analysis • Sistem eropa memberikan penamaan menjadi 4 tipe banded coal : – – – –



Vitrain Clarain Durain Fusain



Yang dikenal sebagai lithotype



• Lithotype kedepan sebagai pengklasifikasi dalam microlithotype. Analisa microlithotype digunakan sebagai tambahan informasi dalam studi pembentukan batubara. • Perbedaan microlithotype umumnya diasosiasikan dengan kepastian grup maseral.



REFLECTANSI • Reflectansi dari masing-masing maceral berubah secara langsung dengan tingkatan batubara, coal rank. • Tetapi maceral satu batubara berbeda dari lainnya dalam reflectansi. Coal rank ditentukan berdasarkan vitrinite reflectansinya. • Spesimen lapisan batubara diukur dibawah mikroskop dalam minyak immersi, diambil lebih kurang 30 titik untuk mendapatkan rata-rata reflectansi Ro. Nilai reflectansi memberikan informasi yang tepat tentang coal rank dan tuntutan penilaian untuk coking. • Semakin tinggi nilai reflectansi semakin tinggi tingkatan suatu batubara.



10