Analisa Sistem Tenaga [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I



KOMPONEN-KOMPONEN UTAMA SISTEM TENAGA LISTRIK Tujuan Umum: 



Mahasiswa dapat memahami komponenkomponen utama suatu sistem tenaga listrik



Tujuan Khusus:   



Mahasiswa dapat memahami pengertian dari sistem pembangkit tenaga listrik, sistem transmisi dan sistem distribusi Mahasiswa mengenal sumber-sumber energi listrik Mahasiswa mampu membuat perancangan dan perencanaan sistem tenaga listrik



A. Pendahuluan Komponen-komponen utama suatu sistem tenaga listrik terdiri dari Pusat-pusat Pembangkit



1



atau Sistem Pembangkitan, Saluran Transmisi atau Sistem Transmisi dan Sistem Distribusi. B. Sistem Pembangkitan Tenaga Listrik Sistem Pembangkitan Tenaga Listrik berfungsi membangkitkan energi listrik melalui berbagai macam pembangkit tenaga listrik. Pada pembangkit tenaga listrik ini sumber-sumber energi alam dirobah oleh penggerak mula menjadi energi mekanis yang berupa kecepatan atau putaran dan selanjutnya energi mekanis dirobah menjadi energi listrik oleh generator. C. Sistem Transmisi Sistem transmisi berfugsi menyalurkan tenaga listrik dari pusat pembangkit ke pusat beban melalui saluran transmisi, karena adakalanya pembangkit tenaga listrik dibagun ditempat yang jauh dari pusat-pusat beban. D. Sistem Distribusi Sistem Distribusi berfungsi mendistribusikan tenaga listrik ke konsumen yang berupa pabrik, industri, perumahan dan sebagainya. Transmisi tenaga dengan tengangan tinggi maupun tegangan ekstra tinggi pada saluran transmisi dirubah pada gardu induk menjadi tegangan menengah atau tegangan distribusi primer, yang selanjutnya tegangannya diturunkan lagi menjadi tegangan untuk konsumen.



2



Persoalan-persoalan yang muncul pada sistem tenaga listrik meliputi antara lain: aliran daya, operasi ekonomik (economic load dispatch), gangguan hubungan singkat, kestabilan sistem, pengaturan daya aktif dan frekuensi, pelepasan beban, pengetanahan netral sistem, pengaman sistem arus lebih, tegangan lebih, keandalan dan interkoneksi sistem tenaga. E. Perancangan dan Perencanaan Sistem Tenaga Listrik Perancangan adalah proses atau cara membuat rancangan, dalam hal ini kalau diterapkan pada sistem tenaga listrik akan melibatkan masalah bagaimana merancang pembangkit, saluran transmisi dan distribusi tenaga listrik yang disesuaikan dengan kebutuhan masa datang, 5-10 tahun untuk jangka menengah dan 25-30 tahun untuk jangka panjang. Perencanaan adalah menyangkut masalah pembuatan rencana, yang melibatkan masalah perencanaan pengoperasian, perbaikan dan perluasan pada sistem tenaga listrik, sehingga diperlukan: Analisis Aliran Beban Sistem Tenaga Listrik dimaksudkan untuk penyempurnaan operasi sistem tenaga listrik baik pada saat dianalisis ataupun masa yang akan datang yang menyangkut masalah operasi jaringan atau jatuh tegangan pada jaringan yang harus dipertahankan konstan, perluasan sistem berupa lokasi beban baru atau lokasi pembangkit baru, kondisi sistem masa yang akan datang karena pertumbuhan beban yang pesat maupun interkoneksi sistem



3



tenaga listrik untuk mengantisipasi pertumbuhan beban yang begitu cepat. Analisis Gangguan Sistem tenaga Listrik berfungsi untuk memberikan informasi dalam menjawab masalah pengaman sistem tenaga listrik, koordinasi isolasi sistem tenaga listrik serta koordinasi rele dan pemutus tenaga dalam mengisolasi bagian atau peralatan yang terganggu. Gangguan yang dimaksud adalah gangguan parallel (shunt) berupa gangguan simetris dan tidak simetris, gangguan seri berupa satu fasa dan dua fasa putus, gangguan simultan berupa gabungan gangguan shunt pada suatu tempat dan tempat yang lain atau gangguan seri yang merupakan kombinasi gangguan diatas. Analisis Stabilitas Sistem Tenaga Listrik menyangkut masalah kemampuan sistem untuk tetap sinkron selama terjadi gangguan misalnya karena jatuhnya suatu pembangkit tenaga, stabilitas penambahan beban baru, pemasangan motor besar yang telah ada, penambahan unit pembangkit baru dan keperluan pengaturan beban puncak.



4



BAB II



DAYA DALAM RANGKAIAN ARUS BOLAK-BALIK FASA TUNGGAL Tujuan Umum: 



Mahasiswa dapat memahami teori dasar serta pengertian daya sebagai perubahan tenaga listrik



Tujuan Khusus:  



 



Mahasiswa dapat memahami daya untaian dalam satu gerbang dengan satuannya Mahasiswa mengenal berbagai macam daya ( daya aktif, daya rekatif dan daya kompleks) Mahasiswa memahami persamaan daya termasuk persamaan daya kostan dan sinusoidal Mahasiswa mempu mengoperasikan persamaan daya dan faktor daya



5



A. Pendahuluan Menurut teori dasar pengertian daya didefinisikan sebagai perubahan tenaga terhadap waktu. Satuan daya adalah watt, daya yang diserap suatu beban adalah hasil kali tegangan jatuh sesaat diantara beban dengan satuan volt, dengan arus sesaat yang mengalir dalam beban tersebut dengan satuan amper, yang dinyatakan oleh persamaan: (2.1) p (t )  v(t ).i (t ) + i(t)



N V(t) Gambar (2.1). Daya Dalam Untai satu gerbang



Diandaikan bahwa tegangan dan arus, keduanya dinyatakan oleh gelombang sinusoidal dengan kecepatan sudut  , dituliskan dengan pernyataan sebagai berikut: vt   Vmax cos  t   v  (2.2)



i t   I max cos t   i 



(2.3)



dengan : Vmax = besarnya dari amplitudo tegangan Imax = besaran nyata dari amplitudo arus  v = sudut fasa dari tegangan (  V )



 i = sudut fasa dari arus (  I ) Berdasarkan persamaan (2.2) dan persamaan (2.3) akan diperoleh daya sebagai berikut:



pt   Vmax I max cos  t   v  cos t   i 



6



 1 / 2 Vmax I max cos v   i   cos2 t   v   i 



(2.4)



Dari persamaan (2.4) dapat dilihat bahwa daya p(t) terdiri dari dua bagian, yang satu terdiri dari komponen yang konstan dan bagian yang kedua terdiri dari komponen sinusoidal dengan frekuensi 2  . Nilai dari p(t) adalah nol bila salah satu dari v(t) dan i(t) bernilai nol. Selanjutnya bila didefinisikan sudut faktor sebagai berikut:   v i (2.5) dan P daya rata-rata pada satu periode, T  2 /  , dari persamaan (2.4) akan diperoleh: T



P  1 / T  p t  dt  1 / 2 Vmax I max cos 



(2.6)



0



Bila menghitung harga daya P mempergunakan phasor dari v(t) dan i(t), dalam teori rangkaian pilihan phasor tegangan adalah harga efektifnya, dengan demikian dapat dituliskan bahwa:



vt   Vmax cos  t   v   V 



vt   Re 2 V



j t



Vmax 2



e j



(2.7) (2.8)



Nilai sesaat dari tegangan adalah v(t), sedangkan harga efektifnya atau harga rms (root mean-square) adalah



V  Vmax / 2



yang dapat dibaca pada



meter. Seandainya menghitung disipasi daya rata-rata dalam suatu resistansi R yang dihubungkan



7



sumber tegangan sinusoidal dengan harga efektif V maka dapat dituliskan: T



P  1/ T



T



 pt  dt  1 / T  vt  / R dt  V / R 2



0



0



Persamaan tersebut sama halnya dengan yang didapatkan pada kasus arus searah, sehingga jika tegangan efektif 120 volt, maka didapatkan bahwa energi panas rata-rata keluar dari resistans sama halnya dengan tegangan searah 120 volt. Pembahasan yang sama dapat dilakukan untuk arus efektif yang mengalir pada resistans R, sehingga persamaan menjadi:



P I



2



RV



2



/RV I



Dengan demikian maka dapat dinyatakan secara umum bahwa phasor tegangan yang dinyatakan pada persamaan (2.6) dapat dituliskan sebagai berikut:



P  1 / 2 Vmax I max cos   V I cos   Re V e jv I



 ji



 Re V I *



(2.9)



dimana: *) = menyatakan nilai kebalikan atau bayangan (conjugate). Besaran cos  pada persamaan (2.9) dikenal sebagai faktor daya (power faktor = PF) sehingga dituliskan sebagai berikut:



PF  cos 



(2.10) Dalam persamaan (2.9), nilai Re VI*, dan nilai ImVI* masing-masing dapat dinyatakan oleh daya kompleks S dan daya reaktif Q, sehingga dapat dituliskan:



8



S  VI * Q  I m VI *



S  VI  V I e *



(2.11) jq



 P  jQ



(2.12) dari persamaan (2.12) S dinyatakan dalam bentuk polar dan dalam bentuk segitiga dan  S dinyatakan oleh  , seperti pada gambar berikut:



i(t) S



v N



S







P



i



v(t)



Q



Gambar 2.2 Daya Komplek dalam Jaringan satu



Untuk mengetahui arti phisik dari daya reaktif Q, dapat dicoba dengan mengganti N dengan suatu induktor seperti pada contoh soal berikut: Contoh soal 2.1. Untuk impedans Z = jωL, hitung a. nilai Q b. daya sesaat dalam L c. bandingkan hasil a dan b jawab: a. Menggunakan rumus didapatkan,



S  VI *  ZII *  Z I  j L I 2



Q  Im S   L I



2.12,



maka



2



2



b. Jika arus diberikan oleh persamaan,



i t   2 I cos t   



9



vt   L di / dt   2  L I sin  t   



maka



nilai



pt   vt  i t    2  L I sin  t    cos  t    2



   L I sin 2  t    2



c. Perbandingan hasil didapatkan bahwa:



bagian



(a)



dan



(b)



pt    Q sin 2  t   



Dalam hal ini Q adalah amplitudo atau nilai maksimum dari daya sesaat dalam untai atau rangkaian satu gerbang N. Dalam contoh soal ini dapat diketahui bahwa daya rata-rata P yang melayani induktor adalah nol, yang ada adalah daya sesaat (untuk mempertahankan perubahan energi dalam medan magnit) dengan nilai maksimum Q. Contoh 2.2. Andaikan ada jaringan dengan impedans Z a. dapatkan pernyataan untuk P dan Q b. Nyatakan p(t) dengan tanda P dan Q c. Andaikan bahwa jaringan adalah rangkaian RLC, bandingkan hasil yang didapatkan dengan hasil dari butir (b). Jawab: a. menggunakan didapatkan:



persamaan



(2.12),



maka



S  VI *  ZII * Re Z I  P  j Q , sehingga 2



P  Re Z I  Z I cos  Z 2



2



Q  I m Z I  Z I sin  Z 2



2



10



b. Dengan pilihan yang sesuai yakni,



i t   2 I cos  t  dan



vt   2 Z I cos  t   Z  c. Dengan demikian akan didapatkan bahwa:



pt   vt  i t   Z I cos  t   Z  cos  t  2



cos  Z  cos 2  t  Z   Z I cos  Z  cos 2 t cos  Z  sin 2  t sin  Z  P  1  cos 2  t   Q sin 2  t Z I



2



2



d. Dalam hal ini Z  R  j l  1 / j c . Dari bagian (a) didapatkan bahwa P  R I dan Q  QL  Qc , 2



dimana



QL   L I



2



adalah



daya



reaktif



masing-masingdalam L dan C, sehingga dapat dituliskan bahwa:



pt   P1  cos 2 t   QL sin 2  t  QC sin 2  t



Dari persamaan tersebut maka suku pertama menyatakan daya sesaat dalam R. Suku kedua dan ketiga masing-masing menyatakan daya sesaat dalam L dan C. Dalam kasus  2 L C = 1, maka Q  QL  QC  0 Tabel 2.1. Terminologi daya dengan satuan Kuantitas



Terminology



Satuan



S



Daya kompleks (daya semu)



VA, KVA, dan MVA



Daya kompleks mutlak



VA, KVA, dan MVA



P



Daya Aktif atau daya real rata-rata



Watt, kW, dan MW



Q



Daya reaktif



VAR, KVAR, MVAR



S



dan



11



BAB III



GAMBARAN UMUM DARI SISTEM TENAGA LISTRIK Tujuan Umum: 



Mahasiswa dapat memahami dan membaca diagram segaris (one line diagram)



Tujuan Khusus:   



Mahasiswa dapat memahami pengertian dari diagram segaris Mahasiswa dapat merobah diagram segaris menjadi diagram impedansi dan diagram reaktansi Mahasiswa mampu mengolah dari sistem dasar menjadi sistem perunit (pu)



B. Diagram Segaris (one line diagram) Diagram segaris adalah suatu diagram yang menunjukan suatu garis tunggal dan lambanglambang standar saluran transmisi dan peralatan-



12



peralatan yang berhubungan dengan suatu sistem listrik. Kegunaan diagram segaris dalah untuk memberikan informasi yang berarti mengenai suatu sistem dalam bentuk yang ringkas. Tabel 3.1. Simbol-simbol komponen sistem tenaga yang dipergunakan untuk diagram segaris Simbol



Digunakan untuk



Simbol



Pemutus tenaga dengan minyak



Mesin berputar



Bus (rel simpul)



Pemutus tenaga dengan udara



=



Trafo tenaga dua belitan



Trafo tenaga tiga belitan



Hubungan delta (3, tiga kawat) Hubungan Wye ( 3, netral tidak ditanahkan) Hubungan Wye ( 3, netral ditanahkan) Kapasitor



Digunakan untuk



Pemisah



or



Sekering



Pemisah dengan sekering



Saluran transmisi



Beban statis



Trafo potensial



13



Dari gambar simbol standar tersebut apabila ingin mengetahui letak titik dimana sistem dihubungkan ketanah, untuk menghitung besarnya arus yang mengalir terjadi gangguan tidak simetris yang melibatkan tanah, maka simbol standar yang dipergunakan adalah tiga fasa Y dengan netral ditanahkan. Untuk membatasi aliran arus ketanah pada waktu ada gangguan maka netral Y dengan tanah disisipkan resistans atau reaktans. Diagram segaris suatu sistem tenaga yang sederhana terdiri dari dua simpul (rel atau bus atau gardu induk) dapat dilihat pada gambar 3.1 berikut:



T1



Beban A



saluran transmisi



T2



Beban B



Gambar 3.1. Diagram segaris sistem tenaga listrik sederhana



Diagram segaris sederhana tersebut menunjukan dua generator sinkron dengan kumparan jangkar yang ada statornya dihubungkan Y, satu titik netral hubungan bintangnya ditanahkan melalui reaktans yang satunya titik netral hubungan Y ditanahkan melalui reaktans, hubungan ke rel, masing-masing melalui pemutus tenaga, dari rel tersebut melalui pemutus tenaga dihubungkan dengan transformator tiga fasa hubungan Y – Y (T1) dimana netral trafo ditanahkan secara langsung baik pada sisi tegangan rendah maupun disisi tegangan tinggi. Selanjutnya rangkaian



14



generator dan trafo tersebut, melalui pemutus tenaga dihubungkan ke saluran transmisi. Dari saluran transmisi melalui pemutus dihubungkan ke transformator tiga fasa hubungan Y - , dimana titik netral Y ditanahkan langsung, selanjutnya melalui pemutus dihubungkan ke rel yang lain, pada rel ini dihubungkan generator sinkron dimana kumparan jangkar yang ada di stator dirangkai tiga fasa hubungan Y yang netralnya ditanahkan memalui reaktans. Pada masingmasing rel dihubungkan beban melalui pemutus beban. Keterangan mengenai rating generator, trafo, beban dan reaktans dari berbagai komponen sistem tenaga tersebut seringkali diberikan langsung pada gambar. C. Diagram Impedans dan Reaktans Dalam aturan untuk menganalisis unjuk kerja dari suatu sistem tenaga listrik baik dalam keadaan berbeban atau dalam keadaan terjadi suatu gangguan hubung singkat, maka diagram segaris diatas harus dirubah kedalam suatu gambar impedans yang memperlihatkan ekivalen untai dari tiap komponen sistem. Sistem tenaga yang sederhana seperti pada gambar 3.1 diatas, gambar diagram impedansnya dapat dilihat pada gambar berikut:



15



E1



+



+ + E2 -



E1



Beban A Gen 1 & 2



Transformator T1



T2 BGen 3 saluran stransmisi transformator Beban



Gambar 3.2. Diagram impedans dari diagram segaris pada gambar 3.1



Diagram impedans yang diberikan pada gambar 3.2 diatas tergantung penggunaanya, jika dipergunakan untuk analisis aliran beban, apalagi dengan bantuan program komputer maka gambar tersebut sudah dapat digunakan. Tetapi bila dipergunakan untuk menganalisis dan menghitung arus gangguan, agar sederhana maka rugi-rugi sistem diabaikan, dalam hal ini yang diabaikan adalah semua beban statis, semua resistans, rangkaian magnetisasi trafo, dan kapasitans saluran transmisi, sehingga diagram impedans tersebut akan menjadi diagram reaktans, akan tetapi kalau tersedia komputer digital untuk membantu perhitungan, maka penyederhanaan tersebut tidak diperlukan. Diagram reaktans dari diagram segaris pada gambar 3.1 diatas dapat dilihat sebagai berikut:



16



+ E1 + -



+ E2



E1



-



-



Gambar 3.3 Diagram reaktans dari diagram segari pada gambar 3.1



Diagram impedans dan reaktans diatas kadangkadang disebut juga diagram urutan positif karena diagram tersebut menunjukan impedans terhadap arus seimbang dalam suatu tiga fasa seimbang. D. Perhitungan Dalam Sistem Perunit (pu) Dalam perhitungan besaran-besaran listrik seperti tegangan, arus, daya, impedans dalam sistem tenaga, yang sudah lazim dipergunakan adalah dimensi atau ukuran dari masing-masing besaran seperti pada tabel 3.2 berikut: Tabel 3.2. Dimensi/ukuran symbol dari besaran besaran listrik No 1 2 3 4 5 6 7



Besaran Tegangan Arus Daya Semu Daya Aktif Daya Reaktif Impedans Reaktans



Simbol V I S P Q



Dimensi/ukuran Volt, kV Amper VA, KVA, MVA Watt, KW, MW AR, KVAR, MVAR



Z X



Ohm Ohm



17



Sehubungan dengan dimensi dari besaran-besaran tersebut diatas berbeda-beda maka untuk memudahkan dipakai sistem perhitungan dalam persen (%) dan dalam perunit (pu). Akan tetapi perhitungan yang dilakukan dalam pu lebih menguntungkan, karena satu besaran dalam pu dikalikan dengan besaran yang lain dalam pu maka hasilnya tetap dalam pu. Jika perhitungan dilakukan dalam persen , maka satu besaran dalam persen dikalikan dengan besaran lain yang juga dalam persen maka hasil akhirnya harus dibagi dengan angka seratus. Harga perunit (pu) dari setiap besaran adalah menyatakan perbandingan dari nilai yang sebenarnya dari besaran tersebut terhadap nilai basis atau nilai dasar yang dapat dirumuskan sebagai berikut:



Nilai perunit ( pu ) 



Nilai sebenarnya Nilai basis



(3.1)



Dimensi satuan dari nilai basis dan nilai yang sebenarnya adalah sama, misalnya nilai yang sebenarnya dari tegangan adalah 100 volt, sedangkan nilai basis tegangan misalnya 200 volt, maka nilai tegangan tersebut dalam pu adalah 0,5, sehingga nilai suatu besaran dalam pu tidak mempunyai dimensi satuan lagi. E. Sistem Satu Fasa Menghitung nilai basis dari keempat besaran yang telah dikemukakan diatas untuk sistem satu fasa, dimulai dengan memberi tanda subskrip pada harga basis, sehingga jika dua harga basis



18



diasumsikan terlebih dahulu adalah sebagai berikut: a.Harga basis daya semu = (VA)B volt amper b.Harga basis tegangan = VB volt Harga dua basis yang lain dapat dihitung dari kedua harga basis yang telah diasumsikan tersebut, cara menghitungnya adalah sebagai berikut: c.Harga basis arus  I B 



VAB VB



Amp



(3.2) 2



d.Harga basis impedans  Z B 



VB V  B ohm(3.3) I B V B



Jika harga yang sebenarnya dari impedans adalah Z (ohm) diketahui, maka harganya dalam pu adalah sebagai berikut:



Z  pu  



Z ohm  Z x VAB  2 Z B ohm  VB



(3.4)



Pilihan harga basis yang praktis untuk sistem tenaga satu fasa adalah sebagai berikut: a. Asumsikan bahwa harga basis daya semu = (KVA)B atau dalam (MVA)B b. Diasumsikan juga harga basis untuk tegangan = (KV)B Harga dua basis yang lain dapat dihitung sebagai berikut: c. Harga basis arus  I B  (3.5) d. Harga basis impedans :



1000 x MVAB KVAB  KV B KV B



Amp



19



1000 x KV B KV B 1000 x KV B  ZB    MVAB KVAB IB 2



2



(3.6)



Jika diketahui nilai impedans yang sebenarnya = Z (ohm), maka harga impedans tersebut dalam pu adalah sebagai berikut:



 Z  pu  



Z x MVAB



KV B



2







Z x KVAB



1000 x KV B



(3.7)



2



F. Sistem Tiga Fasa Perhitungan harga basis untuk sistem tiga fasa, memakai besaran-besaran basis tiga fasa sebagai berikut: a. Diasumsikan harga basis daya semu tiga fasa = (KVA)B atau (MVA)B b. Diasumsikan harga basis tegangan antara fasa =(KV)B Harga basis dua besaran yang lain dapat dihitung sebagai berikut: a. Harga basis arus







1000 x MVAB 3 KV B







KVAB 3 KV B



Amp (3.8)



b. Harga basis impedans:



 ZB 



1000 x KV B 3 IB







KV B 2 MVAB



1000 x KV B (3.9) KVAB 2







Jika diketahui nilai impedans yang sebenarnya = Z (ohm), maka harga impedans tersebut dalam pu adalah sebagai berikut:



Z  pu  



Z x MVAB



KV B



2







Z x KVAB



1000 x KV B



2



(3.10)



20



G. Mengubah Harga Basis dari Kuantitas Perunit Kadang-kadang impedans perunit dari satu komponen sistem tenaga dinyatakan menurut harga basis yang berbeda dengan harga basis yang dipilih untuk bagian dimana komponen tersebut terpasang. Semua impedans dalam bagian manapun dari suatu sistem tenaga harus dinyatakan berdasarkan suatu harga basis yang sama, maka dalam membuat perhitungan diperlukan cara untuk mengubah impedans perunit berdasarkan harga basis yang lama ke impedans perunit berdasarkan harga basis yang baru. Berdasarkan persamaan (3.7) dan (3.10) maka dapat dikatakan bahwa: Impedansi perunit dari suatu elemen rangkaian:







imp sebenarnya dlm ohm x KVAB 1000 x KV B



2



(3.11)



Rumus tersebut memperlihatkan bahwa impedans perunit berbanding lurus dengan basis daya semu dan berbanding terbalik dengan kuadrat basis tegangan . Jika harga basis daya semu berubah dari (MVA)B lama ke harga basis daya semu yang baru (MVA)B baru dan harga basis tegangan yang lama (KV)B lama ke harga basis tegangan yang baru (KV)B baru maka harga impedans dan reaktans dalam pu yang lama akan berubah menjadi harga impedans dan reaktans dalam harga pu yang baru dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:



MVAB baru KV B 2 lama Z  pubaru  Z  pulama x x (3.12) MVAB lama KV B 2 baru



21



Contoh soal 3.1: Reaktans subtransien (X”) dari sebuah generator diketahui sama dengan 0,25 perunit (pu) berdasarkan harga basis dari rating yang tertera pada platnama generator yaitu 18kV, 500 MVA. Sedangkan harga basis untuk perhitungan adalah 20 kV, 100 MVA. Hitung X” berdasarkan harga basis yang baru. Jawab: Berdasarkan persamaan (3.12) diperoleh:



Z  pu baru  Z  pu lama x



MVAB baru MVAB lama



x



KV B 2 lama KV B 2 baru



2



 18   100  X "  0,25      0,045 per unit  20   500  atau dengan cara mengubah nilai pu yang diketahui ke dalam nilai ohm dan membaginya dengan basis impedans yang baru sebagai berikut:



X" 











0,25 18 2 / 500  0,0405 per unit 20 2 / 100



Resistans dan reaktans dari suatu mesin, biasanya diberikan oleh pabrik dalam besaran % atau dalam besaran pu. Sebagai basisnya yaitu harga basis tegangan dalam kV dan harga basis daya dalam KVA adalah rating dari platnama mesin itu sendiri, jika mesin ini berada dalam sistem tenaga dimana harga basis perhitungan ditentukan baru, maka resistans dan reaktans dari mesin tersebut harus disesuaikan nilai pu nya berdasarkan harga basis yang baru.



22



H. Nilai pu pada Besaran-besaran Sistem Tenaga 1. Sistem fasa tunggal a. Daya Semu Daya semu ini dapat dinyatakan oleh persamaan sebagai berikut: S  V .I * atau S  V   .I    jika didefinisikan harga basis untuk daya semu:



S B  VB I B



Maka daya semu dalam pu adalah:



S   V   .I     SB V B .I B S   pu  V   pu .I    pu



S pu  V pu I * . pu (3.13) b. Impedans dalam pu Menurut hukum ohm, persamaan impedans : Z  V / I , harga basis impedans telah diberikan oleh persamaan diatas sehingga harga impedans dalam pu adalah sebagai berikut:



V pu Z V /I  atau Z pu  Z B VB / I B I pu (3.14) 2. Sistem tiga fasa a. Tegangan Dalam sistem tiga fasa, hubungan Y terdapat dua harga tegangan yakni tegangan antara fasa atau tegangan antara saluran (VL-L), dan tegangan antara saluran dengan netral (VL-N).



23



Jika perhitungan dilakukan dalam harga basis untuk tegangan antara saluran atau VL-L basis sehingga:



VL  N



basis



VL  L







3



jika VL  L pu 



VL  L VL  L basis



dengan Vl  N 



dan VL  N pu 



VL  N VL  N basis



VL  L



3 VL  N VL  L / 3 pu   VL  N basis VL  L basi s / 3



maka V L  N



atau V L  N pu  V L  L pu (3.15) Berdasarkan persamaan (3.15) tersebut maka dalam perhitungan dengan pu untuk tiga fasa hubungan Y, tegangan anatara saluran dan netral dalam pu sama dengan tegangan antara saluran dengan saluran dalam pu. Hal ini merupakan salah satu keuntungan dari perhitungan dalam sistem pu. b. Daya Semu Daya semu dapat dinyatakan oleh persamaan:



S1 fasa 



S 3 fasa 3



dengan S 3 fasa basis  3 S1 fasa basis , maka



S1 fasa pu 



S1 fasa S1 fasa basis



S1 fasa pu  S 3 fasa pu







S 3 fasa / 3 S 3 fasa basis / 3 (3.16)



24



Berdasarkan persamaan (3.16) tersebut maka untuk perhitungan dalam pu, daya semu tiga fasa dalam pu. Hal ini juga merupakan suatu keuntungan bila perhitungan dilakukan dalam sistem pu. c. Impedans Impedans hubungan Y,



Z Y basis 



VL  N



basis



2



S 1 fasa basis



atau Z Y basis 



V



V  



/ 3 S 3 fasa / 3



L  L basis







2



2



L  L basis



S 3 fasa basis



Dengan definisi bahwa Z sehingga diperoleh:



basis



= 3 Zy



basis,



Z y pu  Z  pu



(3.17) Berdasarkan persamaan (3.17) tersebut maka impedans tiga fasa hubungan Y dalam pu sama dengan impedans tiga fasa dalam hubungan  dalam pu. Hal ini juga merupakan suatu keuntungan dalam perhitungan dengan sistem pu. Keuntungan lain dalam perhitungan sistem pu, adalah tidak diperlukan perhitungan lagi jika suatu impedans dipindahkan dari suatu sisi ke sisi lain pada sebuah transformator. Contoh soal 3.2. Sebuah generator sinkron tiga fasa 20 kV, 300 MVA mempunyai reaktans sub-transien sebesar 20%. Generator ini mencatu beberapa motor serempak melalui suatu saluran transmisi sepanjang 64 km (40 mil) yang mempunyai transformator pada kedua ujungnya seperti



25



diperlihatkan pada diagram segaris pada gambar 3.4. Kedua motor M1 dan M2 masing-masing mempunyai rating 13,2 kV. Netral motor M1 ditanahkan melalui rektans, sedangkan netral dari motor M2 tidak diketanahkan. Input nominal untuk motor M1 dan M2 masing-masing adalah 200 MVA dan 100 MVA, dengan reaktans subtransien masing-masing sebesar X” = 20%. Transformator tiga fasa T1 mempunyai rating 350 MVA, 13,2/115 kV dengan reaktans bocor sebesar 10%. Transformator T2 mempunyai teraan 300 MVA, 116/12,5 kV dengan reatans bocor 10%. Reaktans seri saluran transmisi adalah 0,5 ohm/km. Gambarkan diagram reaktans dengan semua reaktansnya dalam besaran pu. Pergunakan rating generator untuk basis perhitungan.



Gambar 3.4. Diagram segaris Jawab: Rating tiga fasa dari transformator T2 adalah 3 x 100 MVA = 300 MVA, dan perbandingan tegangan antara salurannya adalah



3 x 127 / 13,2 kV  220 / 13,2 kV .



Sebagai basis perhitungan adalah rating generator yakni 300 MVA sebagai basis daya, 20 kV sebagai basis



26



tegangan, sehingga seluruh sistem harus mempergunakan basis daya yang baru sebesar 300 MVA tersebut, sedangkan basis tegangannya harus memperhatikan perbandingan transformasi dari transformator. Pada saluran transmisi basis dayanya 300 MVA sedangkan basis tegangannya sebesar 230 kV dengan T1 mempunyai rating 230/20 kV. Pada rangkaian motor, basis dayanya 300 MVA sedangkan basis tegangannya adalah 230 x 13,2 / 220  13,8 kV . Basis tegangan ini telah dicantumkan pada gambar 3.4 diatas reaktans transformator yang disesuaikan dengan harga basis yang baru: Transformator T1: X  0,1 x 300 / 350  0,0857 pu



Transformator T2: X  0,1 x 13,2 / 13,8  0,0915 pu Basis impedans saluran transmisi adalah (230)2/300 = 176,3 ohm, sehingga reaktans saluran dalam pu adalah (0,5 x 64)/176,3 = 0,1815 pu Reaktans motor M1 = 0,2 (300/200) x (13,2/13,8)2 = 0,2745 pu Reaktans motor M2 = 0,2 (300/100) x (13,2/13,8)2 = 0,5490 pu Diagram reaktans yang diminta adalah seperti pada gambar 3.5 berikut: 2



27



k



j 0,0857



j 0,1815 l



j 0,0915 n



m p



r



j 0,2 j 0,2745 + Eg



+



+ Em2



-



-



Em1 -



j 0,5490



Gambar 3.5. Diagram reaktans yang dinyatakan dalam pu berdasarkan harga basis perhitungan



Contoh soal 3.3 Jika motor M1 dan M2 pada contoh 3.2 diatas berturut-turut mempunyai masukan 120 dan 60 MW pada 13,2 kV, dan keduanya bekerja dengan factor daya satu, hitung tegangan terminal generator. Jawab: Bersama-sama kedua motor menyerap 180 MW atau 180/300 = 0,6 pu, oleh karena itu dengan V dan I pada motor dalam pu adalah V . I  0,6 pu , dan karena :



V  13,2 / 13,8  0,9565  0  pu I  0,6 / 0,9565  0,6273  0  pu



Pada generator:



V  0,9565  0,6273  j 0,0915  j 0,1815  j 0,0857   0,9565  j 0,2250  0,9826  13,2  pu



Tegangan terminal generator adalah 0,9826 x 20 kV = 19,65 kV.



28



Soal Latihan: 1. Sistem tenaga yang sederhana seperti pada gambar berikut: 2. G



150 ohm 1



M 2



Data teknik komponen sebagai berikut: Generator : 40 MVA, 25 kV, X” = 20% Motor : 50 MVA, 11 kV, X” = 30% Transformator Y-Y : 40 MVA, 33 Y – 220 Y kV, X” = 30 % Tranformator Y- : 30 MVA, 11  220 Y kV, X” = 15% Gambarkan diagram reaktansnya untuk sistem tenaga tersebut, dimana semua reaktansnya dalam sistem pu, pergunakan basis (dasar) hitung, 100 MVA, 220 kV pada saluran 50 ohm. 3.



Diagram segaris dari suatu sistem tenaga yang tidak dibebani diperlihatkan pada gambar berikut:



29



1



C



T1 B



A



j 80 ohm



1



T2 j 100 ohmE



F 2



T3



D



Generator dan transformator mempunyai data sebagai berikut: Generator 1 : 20 MVA, 13,8 kV, X” = 0,2 pu Generator 2 ; 30 MVA, 18 kV, X” = 0,2 pu Generator 3 : 30 MVA, 20 kV, X” = 0,2 pu Transformator T1 : 25 MVA, 220Y/13,8 kV, X” = 10% Transformator T2 : Satu transformator tiga fasa yang dirangkai dari tiga Transformator 1  , rating masing-masing 10MVA, 127/18kV, X = 10% Transformator T3 : 35 MVA, 220Y/20Y kV, X” = 10% Gambarkan diagram reaktans dengan semua reaktans diberikan dalam besaran pu, pilih basis 50 MVA, 13,8 kV pada rangkaian generator.



30



2



3.



Suatu sistem tenaga yang sederhana seperti pada diagram segaris berikut: j 40 ohm 1



2



j 20 ohm j 20 ohm B



A



C 3



Data sistem seperti berikut: Generator 1 : 20 MVA, 18 kV, X” = 20% Generator 2 : 20 MVA, 18 kV, X” = 20% Motor Serempak 3 : 30 MVA, 13,8 kV, X” = 20% Transformator Y-Y tiga fasa : 20 MVA, 138Y/20Y kV, X” = 10% Transformator Y- tiga fasa : 15 MVA, 138Y/13,8 kV, X” = 10% Gambarkan diagram reaktans untuk sistem tenaga tersebut, dimana semua reaktans dalam sistem pu, pergunakan satu basis (dasar), 50 MVA, 138 kV, pada saluran 40 ohm, untuk seluruh sistem.



31



BAB IV



STUDI ALIRAN DAYA



Tujuan Umum:  Mahasiswa dapat menghitung aliran-aliran daya



pada saluran-saluran dan kemudian memeriksa kapasitas semua peralatan yang ada dalam sistem apakah cukup besar untuk menyalurkan



daya yang diinginkan. Tujuan Khusus: 



  



Mahasiswa dapat memeriksa tegangan-tegangan pada setiap rel dan memeriksa profil tegangan sistem, biasanya variasi tegangan yang diizinkan berkisar – 5% sampai + 5%. Mahasiswa dapat menentukan operasi sistem yang ekonomis. Mahasiswa menentukan kedudukan sadapansadapan transformator untuk operasi yang ekonomis. Mahasiswa meminimumkan rugi-rugi transmisi sistem.



32







Mahasiswa dapat memperoleh kondisi mula untuk studi-studi lanjutan, seperti hubungan singkat dan kestabilan.



A. Representasi Sistem Sebelum studi aliran beban itu dilakukan sistem itu harus terlebih dahulu dipresentasikan dengan suatu diagram pengganti (diagram impedansi). Representasi sistem untuk studi aliran beban ini terdiri dari: a. Generator Sinkron Generator sisnkron biasanya dihubungkan langsung pada rel atau sering juga melalui transformator daya. Karena tujuan dari studi ini adalah untuk mengetahui besar tegangan rel dan aliran daya, maka generator sinkron direpresentasikan sebagai suatu sumber daya, dan tegangan yang diperoleh dari studi ini adalah tegangan rel dimana generator itu terhubung. b. Transformator Transformator dipresentasikan sebagai reaktansi X saja dengan mengabaikan sirkuit eksitasi dari tranformator itu sendiri. c. Kawat transmisi Kawat transmisi direpresentasikan sesuai dengan kelas transmisi itu, pendek, menengah, panjang. Untuk transmisi pendek menggunakan impedans seri, kawat transmisi menengah menggunakan nominal PI dan T, sedangkan kawat transmisi panjang menggunakan ekivalen T dan PI. d. Beban-beban



33



Beban-beban dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu beban static atau beban berputar. Beban static atau beban berputar biasanya direpresentaikan sebagai impedans konstan atau sebagai daya konstan Pdan Q, tergantung dari alat hitung yang digunakan. B. Alat Pembantu Untuk Studi Aliran Beban Alat pembantu untuk mengadakan perhitungan dalam sistem tenaga adalah: i. Perhitungan dengan tangan ii. AC atau DC Network Analyzer iii. Komputer Digital Didalam studi aliran beban, sistem itu direpresentasikan setepat mungkin, sehingga sangat sedikit pengabaian dan perhitungannya juga sangat susah. Untuk sirkuit yang berbentuk loop hampir tidak mungkin untuk melakukan studi aliran beban dengan tangan. Oleh karena itu diperlukan AC Network Analyzer. C. Macam Rel dan Besaran Didalam studi aliran beban rel itu dibagi kedalam tiga kelompok yakni: a. Rel pedoman, harga scalar V dan sudut  b. Rel generator atau voltage controlled bus c. Rel beban atau load bus Pada tiap-tiap rel terdapat empat besaran yakni: i. Daya real (P) ii. Daya Reaktif (Q) iii.Harga scalar tegangan V



34



iv.Sudut fasa tegangan  Pada tiap-tiap rel hanya dua besaran yang ditentukan sedangkan dua besaran yang lainnya merupakan hasil akhir dari perhitungan. Besaranbesaran yang ditentukan itu adalah: a. Rel pedoman: Harga scalar V dan sudut  b. Rel generator: Daya real P dan harga scalar tegangan V c. Real beban: Daya Pdan Q Real pedoman itu berfungsi untuk mensuplay kekurangan daya real dan daya reaktif termasuk rugi-rugi pada kawat transmisi, karena rugi-rugi ini baru dapat diketahui setelah solusi akhir diperoleh. Pemberian besaran untuk rel-rel diatas berlaku baik bila perhitungan dilakukan dengan AC Analyzer maupun dengan komputer digital. Untuk memudahkan persoalan aliran daya, cara yang paling lama tetapi masih digunakan adalah bentuk “admitans rel”:



I rel  Yrel .Yrel



(4.1)



dimana I, Y dan V merupakan matrik D. Persamaan Pembebanan Daya real dan daya reaktif pada salah satu bus p:



Pp  j Q p  V p I p



*



dan arus:



35



Ip 



Pp  j Q Vp



(4.2)



*



Ip bertanda positif bila arus mengalir menuju rel, bertanda negatif bila arus mengalir meninggalkan rel. Bila elemen shunt belum termasuk matrik parameter maka arus total pada rel p adalah:



Ip 



Pp  j Q p Vp



*



dimana: yp



 y p Vp



(4.3)



= admitans shunt total pada rel p



yp Vp = arus shunt yang mengalir dari rel p ke tanah E. Persamaan Aliran Kawat Setelah tegangan-tegangan rel diketahui, maka aliran daya dapat dicari. Arus yang mengalir dari rel p ke rel q adalah:



I pq  V p  Vq  y pq



y ' pq  Vp 2



(4.4)



dimana:



y pq = admiatns kawat p dan q



y ' pq = admitans kawat p – q



V p y ' pq / 2 = konstribusi arus pada rel a. Persamaan Daya Daya yang mengalir dari rel p ke rel q :



Ppq  j Q pq  V p I * pq 36



atau :











Ppq  jQ pq  V p V * p  V * q y * pq  V p V p



*



y ' pq 2



*



(4.5)



sedangkan daya yang mengalir dari rel p ke rel q:











Pqp  jQqp  Vq V * q  V * p y * pq  V * q Vq Jumlah aljabar persamaan (4.5) adalah rugi-rugi pada transmisi.



y ' pq (4.6) 2 dan



(4.6)



F. Teknik Pemecahan Sebagaimana disebutkan diatas, teknik pemecahan disini ditunjukan pada penggunaan komputer. Walaupun demikian teknik pemecahan ini dapat juga dilakukan dengan tangan apabila sistem yang digunakan sangat sederhana secara sederhana. Pemecahan yang paling banyak digunakan adalah metode iterasi Gauss-Seidel dan Newton-Rapshon dengan menggunakan bentuk admitans rel. Dalam metode ini tegangan pada rel-rel , kecuali rel pedoman, diberi harga sembarang biasanya 1,0 pu, setelah itu harus dihitung untuk semua rel kecuali rel pedoman dengan persamaan sebagai berikut:



Ip 



Pp  j Q p Vp



*



p = 1,2,……………………………,n ps



37



dimana; n = jumlah rel dalam sistem s = nomor rel pedoman Misalkan kita mempunyai sistem yang terdiri dari, n = 4, rel no 1 dipilih sebagai rel pedoman, sehingga s = 1, dan persamaan arus menjadi:



I 1  Y11 V1  Y12 V2  Y13 V3  Y14 V4 I 2  Y21 V1  Y22 V2  Y23 V3  Y24 V4 I 3  Y31 V1  Y32 V2  Y33 V3  Y34 V4



I 4  Y41 V1  Y42 V2  Y43 V3  Y44 V4 dengan



Y pp  admi tan s total pada rel p Y pp  y pq  y p Y pq   y pq  admi tan s kawat p  q Karena rel 1 dipilih sebagai rel pedoman, maka I1 tidak perlu dihitung, perhitungan dimulai dari I2 dan seterusnya. Karena Ip arus total pada rel p, maka:



Ip 



Pp  j Q p Vp *



atau



I2 



P2  jQ2 Vp



*



 Y12V1  Y22V2  Y23V3  Y24V4



Sehingga



38



V2 



 1  P2  jQ2  Y21V1  Y23V3  Y24V4   * Y22  V2 



(4.8)



Dalam bentuk umum



  n 1  Pp  jQ p Vp    Y pqVq  *   Y pp Vp q 1 q p  



(4.9)



dimana: p = 1,2,3,…………………..n , ps Sebelum membicarakan teknik pemecahan Gausssheidell atau Newton-Rapshon, terlebih dahulu diberikan dibawah ini teknik pemecahan secara pendekatan. G. Pemecahan Aliran Daya Secara Pendekatan Dalam teknik pemecahan aliran daya secara pendektatan ini dibuat asumsi-asumsi sebagai berikut: a. Karena tahanan-tahanan kecil diabaikan   / 6 b.  p   q kecil sehingga



sin  p   q    p   q



c. Semua rel, kecuali sebagai generator (PV) Jadi



Pp  V p



n



V q 1



q



rel



pedoman



diladeni



V pq cos  pq   q   p 



39



 Vp



n



V q 1



q



Y pq  p   q 



(4.10)



Qp  Vp



 Vp



n



V q 1



n



V



q



Y pq sin  pq   q   p  p  1,2,3,.........., n



Y pq cos  p   q   V p Y pp p  1,2,3,...........n 2



q



(4.11) p = 1,2,………………,n dimana Q pq  90  dan  pp   90  Karena semua rel PV, harga-harga V p diberikan, maka persamaan (4.10) memverikan suatu persamaan linear dalam  p yang terdiri dari (n-1) jumlah persamaan, karena  1 untuk rel pedoman diberikan. Persamaan (4.10) dapat dipecahkan langsung untuk  2 ,  3 ,......... n , dan dengan memasukan harga-harga



 2 ,  3, ............ n



dalam



persamaan



(4.11) diperoleh harga-harga Qp. Dengan asumsi-asumsi diatas persamaan (4.10) dan (4.11) telah dipisahkan, sehingga tidak perlu dipecahkan secara simultan.



40



Contoh 4.1 S3 = -2 + jQ3



S1 =1 +1Q1



V1 1,0



1



3



V3 1,0



j 0,15



j 0,1



j 0,2



j = 0,1



j = 0,15



V4 1,0



4



2 V2



S4 = -2 + jQ4



1,0



S2 = 3 + jQ2



Gambar 4.1. Sistem 4 rel



Tabel 4.1. Data tegangan, beban dan generator untuk contoh 4.1 Beban Rel



Tegangan



Generator Keterangan



41



PD



QD



PG



QG



1



1,0



1,0



0,5



2



1,0



1,0



0,4



4,0



Rel pedoman Rel PV



3



1,0



2,0



1,0



0



Rel PV



4



1,0



2,0



1,0



0



Rel PV



Karena rugi-rugi diabaikan, maka dihitung dari generator pedoman



PG1



bisa



PG1  PD1  PD 2  PD 3  PD 4  PG 2  1  1  2  2  4  2 pu -j 21,667 j5 j6,667 j10



11



Yrel =



-j5 -j21,667 j10 j6,667



-j6,667 j10,0 -j16,667 



j10 j6,667  -j16,667



Jadi



P2  3  5  2   1   10  2   3   6,667  2   4  P3  2  6,667  3   1   10  3   2 



P4  2  10  4   1   6,667  4   2  (4.12)



Bila  1 = 0 (pedoman), maka dengan menentukan persamaan (4.12) sehingga,



 2  4,41 ,  3  4,23  4  5,11 Subsitusikan harga-harga ini kedalam persamaan (4.11):



42



Q1  5 cos 4,41  6,667 cos 4,23  10 cos 5,11  21,667  0,07 pu Q2  5 cos 4,41  10 cos 8,64  6,667 cos 9,52  21,667  0,02 pu Q3  6,667 cos 4,23  10 cos 8,64  16,667  0,132 pu



Q4  10 cos 5,11  6,667 cos 9,52  16,667  0,132 Pu Sehingga



QG1  Q1  0,5  0,570 pu QG 2  Q2  0,4  0,620 pu QG 2  Q3  1,0  1,132 pu 1,132 QG 2  Q4  1,0  pu 3,454 4



4



p 1



p 1



Qrugi  rugi   QGP   Q DP  3,454  2,3  0,554 pu Aliran daya pada kawat:



Vp Vp



Ppq 



X pq



Q pq  P13 



Vp



2



X pq







sin  p   q    Ppq V p Vq X pq



cos p   q 



sin 4,23 1 sin  1   3    0,492 pu 0,15 0,15



43



1 1  cos  1   3   0,018 pu 0,15 0,15 sin 4,41 1 P12   P21 sin  1   2    0,385 pu 0,2 0,2 Q12  Q21  0,015 pu P14  0,891 pu Q14  0,04 pu Qrugi  2 0,018  0,113  0,015  0,092  0,04 .2  0,556 pu Q13 



Hasil-hasil perhitungan aliran daya diberikan pada gambar (4.2.)



j 1,132



2 + j0,57 1 +j 0,5



2=j1



10



1



3



0,492 +j 0,018



1  4,23



0,492 - j 0,18 1,502 - j 0,113



0,891 = j 0,04 0,385 - j0,015



1,502 + j0,113 0,385 + j 0,015 0,891 - j 0,04



15,11



2



4 1,103 - j 0,092 2+j1



14,41



1,103 + j 0,092 4 + j 0,2



1 + j0,4



j 1,132



44



Gambar 4.2. Hasil perhitungan aliran daya untuk contoh 4.1



H. Hasil Iterasi Gauss-Sheidell Metode iterasi atau metode ulang adalah suatu metode coba-coba yang sangat baik dalam penggunaan computer untuk memecahkan persamaan-persamaan simultan. Teknik Penggunaan metode Gauss-Sheidell ini dapat dilihat dibawah ini untuk memecahkan masalah (4.9). Karena p = 1 adalah rel pedoman maka perhitungan dimulai dengan p = 2 jadi,



 P  jQ  k k 2  2   Y V  Y V  Y V 21 1 23 3 24 4 *  V2 k   1  P3  jQ3 k 1 k   Y V  Y V  Y V  31 1 32 2 34 4  Y33  V3k * 



V k 1 



V3k 1



1 Y22



 



 



(4.13)



V4k 1 



1 Y44



 P  jQ  k 1 k 1 4  Y V  Y V  Y V  4  41 1 42 2 43 3 *  V4k 



 



Seperskrip k+1 menyatakan Nomor iterasi dimulai dengan k = 0, bila V pk 1  V pk   V pk 1   , dinamakan indeks ketelitian atau indeks persisi dan biasanya diambil 0,0001. 1. Faktor Percepatan (Accelaration Factor) Dalam proses iterasi ini sering diperoleh kovergensi yang lebih cepat, sehingga jumlah iterasi lebih sedikit, dengan menggunakan factor percepatan pada tiap hasil iterasi. Misalkan  factor percepatan, maka harga dipercepat sebesar:



45







V pkc1  V pk   V pk 1  V pk







(4.14) Menggantikan harga V pk 1 dalam perhitungan selanjutnya, maka perhitungan selanjutnya V3k 1 terlebih dahulu dihitung dan harga V2k 1 dipercepat sebasar:







V2kc1  V2k   V2k 1



V3k 1 







 1  P3  jQ3  Y31V1  Y32V2 V2k(c 1)  Y34 V4k   k Y33  V3 











V3kc1  V3k   V3k 1  V3k , dan  P  jQ  4  Y41 V1  Y42 V2k(c 1)  Y43 V3k( c)1   4 *  V4k  Selanjutnuya dicari V4k( c 1) dan seterusnya. Harga  berkisar antara 1,4 dan 1,7. Harga yang V4k 1 



1 Y44



 



kecil untuk sistem yang kecil dan harga yang besar untuk sistem yang besar.



2. Rel Geberator (Voltage Controlled Bus) Persamaan daya pada rel P dapat di tunjukan oleh persamaan berikut:



Pp  jQ p  V p I p  V p *



n



Y q 1



* pq



Vq*



untuk menyelesaikan rel PV dibutuhkan representasi koordinat salib sumbu, seperti contoh berikut:



V p   p  j f p V p*  e p  j f p Y pq  G pq  jB pq



46



Jadi



Pp  jQ p  e p  j f p   G pq  jB pq eq  j f q  (4. n



q 1



15) Daya reaktif pada rel P



 Q p  I m V p 



n



Y q 1



* pq



 Vq*  



n  f p e q G pq  f q B pq    Q p   e 2p B pp  f p2 B pp     Q 1  e p  f q G pq  e q  B pq  











(4.16) Setelah Q dihitung, hasil ini dimasukkan pada persamaan (4.9) untuk menghitung V k 1 . Harga-harga e p dan f p harus memenuhi rekasi



e 2p  f p2  V p



2



(4.17) supaya daya reaktif yang diperlukan menghasilkan tegangan yang telah dijadualkan dapat dihitung. Harga estimasi dari e kp dan f pk harus diatur agar memenuhi persamaan (4.17). Sudut-sudut fasa dari tegangan yang diestimasi adalah:



  arc tan k p



f pk e kp



(4.18) Bila dimisalkan sudut-sudut fasa tegangan yang diestimasi dan dijadualkan sudah sama, maka harga-harga baru dari e kp dan f pk adalah:



47



e kp baru   V p jadual cos kp f pk( baru )  V p jadual sin  pk subsitusikan harga-harga baru persamaan (4.19) dalam persamaan (4.16) diperoleh harga Q pk , dan harga ini bersama-sama dengan V pk(baru ) dipakai untuk menghitung harga tegangan yang baru, V pk 1 . Dalam praktek harga Q untuk sesuatu pembangkit harus dibatasi, dan biasanya diambil:



Qmin  0,6 ps



Qmaks  0,8 ps



Bila harga Q pk yang dihitung melebihi Qmaks , maka harga maksimum ini diambil sebagai daya reaktif pada rel generator yang bersangkutan. Bila harga Q pk lebih kecil dari



Qmin , harga minimum ini diambil sebagai daya



reaktif pada rel generator yang bersangkutan. Dalam hal ini jelas tidak mungkin diperoleh harga tegangan yang telah dijadualkan , maka harga V pk ( baru ) tidak dapat digunakan untuk menghitung V pk 1 . Dengan demikian rel tadi harus dirubah menjadi rel beban dan tegangan yang berikan tidak bias dipertahankan lagi. Tetapi pada iterasi berikutnya rel yang ditentukan tersebut ditentukan sebagai rel generator. Contoh 4.2. Dalam gambar dibawah ini diberikan oleh sebuah sistem yang terdiri dari tiga rel. Data transmisi



48



beban dan generator diberikan pada tabel 4.2 dan 4.3. Lakukan iterasi Gauss-Sheidell untuk memperoleh tegangan.



G G 2 1



3



Gambar 4.3. Sistem tiga rel



Rel 1 = rel pedoman, V1  1,05  j 0,00 , factor percepatan = 1,6 untuk P dan Q. Indeks persisi = 0,001 Tabel 4.2 . Data-data kawat transmisi



Kode rel p-q



Impedans Spq



1–2 1–3



0,8 + j 0,26667 pu 0,2 + j 0,06667 pu



Admitans Shunt pq1/2 0 0



49



2–4



0,59998 + j 0,2 pu



0



Tabel 4.3 . Data Pembangkitan, beban dan tegangan rel permulaan Kode Rel P



1 2 3



Tegangan Permulaaan



1,05 + j 0,00 1,00 + j 0,00 1,00 + j 0,00



Generator



Beban



MW



MVAR



MW



MVAR



20 0



-0 0 0



0 50 60



0 20 25



Keterangan Rel pedoman Rel beban Rel beban



a. Matrik Admitansi Rel Kode Rel ( p – q )



Admitansi



1-2 1-3 2-3



1,2500 + j 18,7500 5,0000 + j 15,0000 1,6667 + j 5,0000



y pq  1 / z pq



Y11  Y12  y13  6,2500  j 18,7500



Y22  y 23  y 21  2,9167  j 8,7500 Y33  y 31  y 32  6,6667  j 0,7500 Y12   y12  1,2500  j 20,00 Y13   y13  5,000  j 15,00 Y23   y 23  1,6667  j 5,000



Yrel =



6,2500 + -1,2500 + j -5,0000 + j j18,7500 3,7500 15,0000 -1,2500 + j 2,9167 – j -1,6667 + j



50



13,7500 8,7500 5,0000 -5,000 + j -1,6667 + j 6,6667 - j 15,0000 5,0000 20,0000 b. Perhitungan Daya Bersih Rel Daya bersih untuk p = 2 dan 3 adalah



Pp  jQ p  daya bersih pada relp



Pp  j Q p  PGp  jQGp   PIp  j QIp  untuk p = 2, Daya bersih rel 2 = (0,20 – j 0,00) – (0,50 – j 0,23) = -0,30 + j 0,20 Daya bersih rel 3 = (0 + j0) – (0,6 – j 0,25) = -0,6 + j 0,25 c. Solusi Iterasi Gauss-Sheidell



V1  1,05  j 0,00 V20  1,0  j 0,00 V30  1,0  j 0,00



Iterasi ke 1:



 0,30  j 0,20   1,25  3,751,05  1 1,00  j 0,00 V  2,9167  j 8,75  5  j151,00 1 2



V21  0,9905  j 0,0240 V21  V21  V20  0,9905  j 0,0240  1,00  j 0,00  V21   0,0095  j 0,0240  0,0258 x 0,001



51



V21( c )  1,00  j 0,00  1,6  0,0095  j 0,0240 V21( c )  0,9648  j 0,0384 V31 



  0,60  j 0,25 1   5  j 151,05  6,6667  j 20  1,00  j 0,00



 1,6667 



j 5,00,9848  j 0,0384



V31  1,0135  j 0,0328 V31  1,0135  j 0,0328 1,00  j 0,00 



V31  1,0135  j 0,0328  0,0355 x 0,001



V31( c )  1,00  j 0,00  1,60,0135  j 0,0328 V31( c )  1,0216  j 0,0525 dengan cara yang sama perhitungan ini dapat dilakukan untuk iterasi ke 2 dan ke tiga. Soal Latihan Selesaikanlah soal pada contoh 4.2 dengan menggunakan iterasi Gauss-Sheidell bila rel 2 diladeni sebagai rel generator dengan tegangan 1,03 pu. Daya reaktif QG2(maks)= 35 MVAR dan QG2(min) = -15 MVAR. Pilih factor percepatan untuk P dan Q = 1,4. I. Solusi Newton-Rapshon



52



Dengan melihat sebuah persamaan aljabar non linear yang terdiri dari persamaan:



f1  x1 , x 2 ,.............., x n   y1 f 2  x1 , x 2 ,.............., x n   y 2  f n  x1 , x 2 ,.............., x n   y n (4.20) Misalkan harga estimasi mula-mula



x1( 0 ) , x 2( 0 ) ,.................., x n( 0 ) Misalkan harga koreksi x1 , x 2 ,.........., x n sehingga persamaan 4.20 dapat ditulis:







0 



 x1 , x 2







0 



  x1 , x 2



f1 x1 



f n x1



0 







  x 2 ,................, x n  y1



0 







  x 2 ,.............., x n  y n



(4.21) a. Perbandingan Solusi Iterasi Gauss-Sheidell dan Newton-Rahshon Perbandingan solusi iterasi Gauss-Sheidell dan Newton-Rapshon adalah sebagai berikut:



1. Memori yang diperlukan 2. Operasi matematika 3. Waktu per iterasi 4. Kecepatan konvergensi 5. Jumlah iterasi



Gauss-Sheidell



NewtonRapshon



Sedikit



Banyak



Sedikit



Banyak



Singkat



Lebih lama



Lambat



Cepat



Banyak sekali tergantung pada



Sedikit sekali



53



jumlah rel 6. Besar sistem 7. Pemogramam 8. Sistem radial



Tidak tergantung jumlah rel



Baik untuk sistem kecil Mudah



Baik untuk sistem besar



Sering tidak konvergen



Sukar Baik



J. Solusi Aliran Beban Decoupled Langkah pertama dengan memisalkan semua rel adalah PQ, kecuali rel pedoman dan tahanantahanan transmisi diabaikan, sehingga



y pq   j b pq y pq  jbp q I pq  I pq  I pq  V p  Vq  y pq  V p y pq



S pq  Ppq  j Q pq  V p I pq











*







 V p V p  Vq  j b pq   V p V p j b pq  *



*



*



*







*



(4.22) Daya kompleks yang diinjeksikan pada rel p diperoleh dengan menjumlahkan semua daya yang memasuki saluran-saluran yang terhubung pada rel p.











S p  Pp  j Q p   j b pqV p V p  Vq  V p V p q



*



*



*



 jb



 2 j    P  j Q p   j b pq  V p  V p Vq e p q  V p2 q 



pq



q



jb



pq



q



(4.23) Jadi:



54



  



Pp   b pq Vq sin  p   q  q



(4.24) 2 Q p   b pq V p Vq cos  p   q   V p   b pq  b p q  q



   



(4.25) dimana:



b pq   b pq = jumlah semua suseptansi yang q



terhubung rel p: untuk sudut-sudut yang kecil maka:



 p q   /6 maka persamaan menjadi:



Pp   b pq V p Vq  p   q  q



(4.26) Selanjutnya bila dimisalkan bahwa:



V p Vq  V  tegangan no min al maka



Pp  V



2



 b  pq



q



 p 



q



(4.27) Persamaan (4.27) dapat lebih mudah diselesaikan dengan metode iterasi Gaus-Sheidell sehingga persamaan dalam bentuk:



55



Pp  V p 



2



b



pq



q



q



b



pq



q



(4.28)



 p dihitung,



Setelah



dilanjutkan



dengan



persamaan (4.28) untuk memperoleh tegangan rel, sehingga persamaan dapat ditulis:



cos  p  q   1  1 / 2 p   q 



2



maka persamaan (4.25 ) menjadi:



b



Qp  Vp



pq



V



p



 Vq



 1  1 / 2







  q   Vp 2



p



2



b ps



q



Dengan membuat V p  V



V



p



 Vq



b  V



Q p  V



 b  pq







pq



p



 Vq



kecuali dalam bentuk



 1/ 2 V



p



q



  q   V 2



p



2



b p



q



(4.29) Persamaan (4.29) dapat iterative dengan menuliskan



Vp 



dipecahkan



secara



Q p   b pq Vq q



b



pq



q



(4.30)



56



dimana:



Q p  Q p  1 / 2 q p  qc



q p  V



2



 b  pq



q 



2



p



q



q p  rugi-rugi daya reaktif yang diinjeksikan pada sistem oleh suseptansi shunt saluran.



Contoh soal 4.3.



2 +j 1 pu



0 + j 2 pu 2



0,02 + j 0,08 pu 0,02 + j 0,08 pu



0,02 + j 0,08 pu



3 1,5 + j 0,6 pu



57



Gambar 4.4. Data-data kawat transmisi untuk contoh soal 4.3. Tabel 4.3 . Data Pembangkitan, tegangan rel permulaan Rel



Beban



Tegangan



beban



Generator



PG



QG



PG



QG



dan



Ketetangan



1. 1,0 + j 0



1,0 + j 0



2



1



….



….



Rel pedoman



2.



…..



0



0



0,5



1,0



Rel PQ



3.



….



1,5



0,6



0



1,0



Rel PQ



Jawab: QG3 = 1,0 pu, admitans diabaikan, berdasarkan persamaan (4.27) V  1



P2 P3 bii bik



  2 b21  b22  b23   b21 1  b22 2  b23 3   3 b31  b32  b33   b31 1  b32 2  b33   3  23,528  11,764



maka



0,5  23,528  2  11,764  3  1,5  23,528  3  11,764  2  2  0,014 rad  3  0,0rad 1 2 2 Q2  11,7640,014   11,764 0,14  0,07   0,9807 2 1 Q3  0,4  x11,764 0,07 2    0,07   0,014 2  0,353 2



















58



23,528 V2  11,764 V3  12,7447 23,528 V2  11,764 V2  12,117 jadi



V2  1,065 pu V3  1,047 pu V1 



Q1  b11 V1  b12 V2  b13 V3



dimana



Q1,  Q1 



b11  b12  b13







1 2 b12 2  b13 32 2







1 x11,7640,005 2  Q1  0,029 = QG1  1  0,029  Q1 



47,056  QG1  1  0,029  23,029  11,764 x 2,112



QG1  0,288 pu



59



BAB V



STUDI HUBUNGAN SINGKAT TIGA FASA SIMETRIS Tujuan Umum:



60







Mahasiswa dapat memahami arus hubng singkat satu fasa dan tiga fasa.



Tujuan Khusus:   



Mahasiswa dapat mengenal jenis-jenis hubung singkat Mahasiswa dapat menentukan dan menghitung arus hubung singkat. Mahasiswa dapat membuat diagram ekivalen dari hubung singkat untuk masing-masing kondisi



A. Pendahuluan Bila hubungan singkat terjadi pada suatu sistem tenaga, arus akan mengalir diberbagai bagian sistem. Besaran arus sesaat setelah terjadi gangguan berbeda dengan besaran beberapa putaran (cycle), yaitu pada saat pada saat pemutusan terjadi. Kedua arus diatas jauh berbeda dengan arus yang akan mengalir setelah keadaan mantap, yaitu bila gangguan tidak diisolasi dari sistem (dengan bekerjanya pemutuspemutus tenaga). Pemilihan yang tepat dari pemutus tenaga yang akan dipakai tergantung pada dua hal, besarnya arus sesaat setelah terjadinya hubungan singkat dan besarnya arus yang harus diputuskan. Berdasarkan hal tersebut diatas, studi arus hubungan singkat ini bertujuan: 1. Menentukan besarnya arus hubugan singkat pada suatu titik dalam sistem tenaga, dan berdasarkan besar arus tersebut akan ditentukan kapasitas alat pemutus tenaga yang akan dipergunakan pada titik tersebut. 2. Menentukan besar aliran arus diberbagai bagian sistem dan berdasarkan besaran



61



arus tersebut akan didapatkan penyetelan (setting) dari rele-rele yang mengatur pemutus daya. B. Representasi Sistem Tenaga Listrik untuk Studi Hubungan Singkat Representasi sistem tenaga listrik telah dibahas pada BAB II. C. Hubungan Singkat Generator Tanpa Beban Pada mesin sinkron terdapat tiga macam reaktans dengan mengabaikan nilai tahanannya, kecuali dalam menentukan redaman atau konstanta waktu. Rekatans-reaktans tersebut adalah: X d dan X q  rekatans sinkron, pada sumbu d dan q



X d' dan X q'  reaktans peralihan pada sumbu d



dan q



X d" dan X q"  reaktans peralihan pada sumbu d



dan q Kedua macam terakhir bukan reatans sebenarnya, tetapi reaktans hipotesis. Pada umumnya hubungan singkat dalam keadaan mantap, rektans mesin sinkron terdiri dari reaktans jangkar X a dan reaktans bocor X 1 . Sehingga reaktans sinkron sumbu d, dapat dilihat pada gambar (5.1.a), dimana X d  X a  X1 (5.1) Pada keadaan hubungan singkat yang ketiga fasanya terjadi hubungan singkat arus komponen searah (DC) dengan besar yang berbeda-beda, karena besar gelombang tegangan pada ketiga



62



fasanya tidak sama pada saat hubungan singkat itu terjadi. Komponen DC ini sulit menghitungnya dan biasanya dipisahkan dari komponen AC. Untuk studi hubungan singkat kita hanya mengkonsentrasikan perhatian pada komponen AC atau arus hubungan singkat simetris, sedangkan pengaruh komponen DC dapat dimasukan kemudian dengan mengalikan komponen AC tadi dengan suatu factor pengali (multiplying factor). Setelah hubungan singkat terjadi, arus hubungan singkat simetris itu hanya dibatasi oleh rektans bocor mesin. Tetapi karena fluks udara tidak dapat berubah seketika (instantaneously), sesuai dengan teori fluks lingkup konstan, untuk melawan demagnetisasi dari arus hubungan singkat jangkar, maka arus kan timbul pada belitan penguat (beltan eksitasi) demikian juga pada belitan peredam pada arah fluks utama. Arus-arus ini menurun sesuai dengan konstanta waktu belitan-belitannya. Konstanta waktu belitan peredam yang mempunyai induktans bocor yang rendah jauh lebih kecil dari konstanta waktu belitan penguat yang mempunyai induktans bocor tinggi. Jadi selama beberapa saat dari waktu hubungan singkat itu pada belitan-belitan peredam dan lilitan penguat timbul arus induksi, sehingga pada sirkuit ekivalen reaktans medan penguat X f dan reatans belitan peredam X dw kelihatannya terhubung parallel dengan reaktans jangkar X a seperti terlihat pada gambar (5.1.b)



63



+



Xa



X1



Xd



Gambar (5.1.a) Sirkuit ekivalen mesin sinkron dalam keadaan mantap



X dw X1



+



Xf Xa



_



Gambar (5.1.b) Sirkuit ekivalen mesin sinkron selama periode sub peralihan hubungan singkat



Xf +



X1 Xa



E _



Gambar (5.1.c) Rangkaian ekivalen mesin sinkron selama periode sub peralihan hubungan singkat



Setelah beberapa saat kemudian, karena konstanta waktu belitan peredam sangat kecil,



64



maka arus belitan peredam itu akan hilang dan sekarang mesin berada pada keadaan perali han. Hal tersebut dapat digambarkan dengan membuka sirkuit peredam X dw pada gambar (5.1.b) menjadi gambar (5.1.c). Reaktans yang dipresentasikan oleh mesin selama periode permulaan dari hubungan singkat itu disebut reaktans sub perlihan mesin sinkron dengan persamaan sebagai berikut:



X d"  X 1 



1 1 / X a  1 / X f  1 / X dw 



(5.2)



sedangkan reaktans yang bekerja setelah arus belitan peredam mati disebut reaktans peralihan dengan persamaan sebagai berikut:



X d'  X 1 



1 1 / X a  1 / X f







(5.3)



X d"  X d'  X d , maka reaktans mesin sinkron berubah terhadap waktu dimulai dari X d" sampai



X d . Sesuai dengan reaktans-reaktans diatas, maka aruspun ada tiga macam: I = arus hubung singkat mantap, yaitu arus mantap setelah bagian peralihan hilang karena redaman. I’= arus hubung singkat peralihan, yaitu arus selama keadaan peralihan , beberapa saat setelah hubung singkat terjadi, dan belum termasuk arus komponen searah (DC). ” I = arus sub peralihan, yaitu arus maksimum pada saat terjadi hubung singkat, belum termasuk komponen DC.



65



Didalam anlisis sistem tenaga, pada umumnya mesin sinkron itu dianggap sebagai mesin (nonsalient pole), sehingga reaktans pada sumbu d sama dengan reatans pada sumbu q dan reaktans itu biasanya diberikan dengan notasi X , X ' atau



X " . Dengan kata lain pengaruh kutub menonjol



itu diabaikan. Untuk generator tanpa beban yang dihubung singkat, tegangan dalam (internal voltage) untuk ketiga macam keadaan (mantap, peralihan, dan sub peralihan) adalah sama, yaitu E sehingga:



E"  E'  E



maka arus-arus itu adalah (lihat gambar (5.2))



I



Oa



I'  I" 



2 Ob 2 Oc 2



E X E  ' X E  " X







Seperti sudah disampaikan sebelumnya arus hubung singkat itu sebenarnya terdiri dari dua komponen arus, komponen arus bolak-balik (AC) dan komponen arus searah (DC). Komponen DC itu tegantung dari besarnya sudut fasa, pada saat mana hubung singkat itu terjadi, sedang harga maksimumnya sama dengan harga maksimum komponen AC. Bila hubung singkat tiga fasa itu terjadi dalam keadaan tanpa beban, maka besar arus hubung singkat itu dapat ditulis sebagai berikut:



66



 1  1 1 ia   2 E    '   Xd  Xd Xd



2 E



X d"  X q" " d



2 X .X



" q



 m'd t  1 1  e   "  '   Xd Xd



e ma t cos 0  2 E



X d"  X q" " d



2 X .X



" q



 m"d t   e  cos   



e ma t cos 2   0



dimana:



md'  



Xd Rf . X d' L ff



sumbu d



ma  



= factor redaman peralihan pada







w X d"  X q" 2 X d" . X q"







=



factor



redaman



belitan



jangkar



X d' X d X d" R11d m  "  '  " . X d X d X d L11d " d



= factor redaman sub



peralihan pada sumbu d Rumus diatas diperoleh secara pendekatan dengan menggunakan teorema “Fluksi Lingkup Konstan”. Dari persamaan (5.5) terlihat bahwa arus hubung singkat terdiri dari tiga komponen, yaitu: a. Komponen bolak-balik dari frekuensi dasar b. Komponen searah (DC) c. Komponen bolak-balik dari frekuensi harmonis kedua Tetapi bila pengaruh kutub menonjol itu diabaikan maka X d"  X q"  X " , maka komponen bolak-balik dari frekuensi harmonis kedua itu hilang. Nilai efektif komponen bolak-balik sebagai funsi waktu,



67



1  1 1 I AC  E     X  X X



1  m'   m'd t  1   "  '  e d t  (5.6) e X   X 



nilai efektif komponennya adalah:



I DC  2



E X



. cos  0 e



ma t



(5.7)



pada saat t = 0



I AC 



E X"



I DC  2



E X"



. cos  0



dan harga efektif total arus hubung singkat itu,



I DC  I AC  I DC 2



2



(5.8)



Arus maksimum komponen searah diperoleh bila  0  0 , maka



I DC  2 .



E dan X"



I"  E / X Jadi arus maksimum total, pada t = 0, dan  0  0 , 2



I maks I maks



 E   E    "   2 "  X  X  E E  3  1,732 X X



2



(5.9)



Pada umumnya untuk menghitung arus awal atau arus seketika yang mengalir pada saat terjadi hubung singkat digunakan reaktans sub peralihan baik untuk generator maupun untuk motor. Dengan demikian untuk menentukan kapasitas seketika dari alat-alat pemutus daya digunakan



68



reaktans sub peralihan bagi generator dan motor. Untuk menentukan kapasitas pemutusan (instantaneous capacity) dari pemutus-pemutus daya digunakan reaktans sub peralihan untuk generator dan reaktans peralihan untuk motor. Contoh 5.1. Suatu generator 13,2 kV, 30 MVA, 50 Hz mempunyai reaktans-reaktans X” = 0,2 pu dan X’ = 0,3 pu. Generator itu bekerja pada beban nol ketika terjadi hubung singkat tiga fasa pada jepitan-jepitan. Hitunglah arus maksimum total pada t = 0 dan  0 = 0,30,45, dan 60. Jawab: Misalkan tegangan dalam generator pada saat terjadinya hubung singkat 13,2 kV atau sama dengan 1 pu. Daya dasar dipilih 30 MVA sebagai rating generator tersebut. Arus komponen AC tidak dipengaruhi oleh sudut pemutusan o ,maka



I AC 



E" 1   5 pu " 0,2 X



komponen arus pemutusan  0



DC



(a).



 0  0 0 , E  E '  E  1 pu



I DC  2 .



tergantung



dari



sudut



E" 1 . cos  0  2 .1  0,707 pu " 0,2 X



jadi



I maks  5 2  7,07 2  8,66 pu



69



 8,66 (b).



30.000



 11,364 Amp 3.13,2  0  30 0



I DC  2 .5. cos 30 0 I maks  5 2  6,12 2  7,9055 pu



I maks  10,374 amp ©.



 0  45 0



I DC  2 .5. cos 45 0 I maks  5 2  5 2  7,071 pu



I maks  9,279 amp (d).



 0  60 0



I DC  2 .5. cos 60 0 I maks  5 2  3,5355 2  6,124 pu



I maks  3,036 amp d. Hubung Singkat Generator Sinkron dalam Keadaan Berbeban a. Beban Statik Bila sebelum gangguan telah ada arus, yaitu arus beban, arus total generator, termasuk arus beban dapat diperoleh dengan dua cara; a). Dengan Theorema Thevenin b). Dengan menggunakan tegangan dalam sub peralihan generator b. Dengan Theorema Thevenin



70



Dalam ganbar (5.3.a) diberikan sebuah generator sinkron dengan beban ZL. Arus hubung singkat adalah arus beban IL



Ze



p



jX g



Vt



+



ZL



S



Vf



E" -



Gambar (5.3.a) Hubung singkat generator sinkron sebelum gangguan dalam keadaan berbeban



Ze



p



Ig



jX g



+



"



If



"



Vf



ZL -



Gambar (5.3.b) Hubung singkat generator sinkron selama gangguan dalam keadaan berbeban



Hubung singkat dilakukan dengan menutup sakelar S, dan dengan teori Thevenin, arus yang timbul karena hubung singkat itu adalah



I "f 



Vf Z th



(5.10)



71







Z L Z e  jX g"



Z th 







Z L  Z e  jX g



Arus hubung singkat generator, tidak termasuk arus beban IL,



Ig 



ZL .I "f jX  Z e  Z L " g



Jadi arus total generator (termasuk arus beban IL)



I g tot   I g"  I L



(5.11) dengan



IL 



Vf ZL



b).Menggunakan Tegangan Dalam Sub Peralihan Generator Arus total generator yaitu arus karena hubung singkat dan arus beban, dapat diperoleh dengan menggunakan tegangan dalam sub peralihan generator. Tegangan dalam sub peralihan generator adalah sebagai berikut: E g"  V f  I L jX g"  Z e (5.12)











jadi



I g ( tot ) 



E g" jX g"  Z e



(5.13) Contoh 5.2. Sebuah generator 30 MVA, 13,2 kV, 50 Hz, mencatu daya pada beban static sebesar 20 MW



72



pada factor daya tertinggal 0,8 dan tegangan 12,8 kV. Generator itu mempunyai reaktans 0,1 pu pada dasar rating generator. Bila terjadi hubung singkat tiga fasa pada jepitan beban, hitung jumlah arus seketika rms simetris, termasuk arus beban dengan menggunakan a). Teorema Thevenin b). Menggunakan tegangan dalam sub peralihan Jawab: a). Menggunakan teorema Thevenin



I "f 



Vf



Z th 12,8 Vf   0,970 0 pu 13,2 Z th



 jX 



" g







 Ze ZL



jX  Z e  Z L " g



jX g"  j 0,2 pu Z e  j 0,1 pu



ZL 



IL S L   36,87 0



IL 



Vf



SL  I L



V f 0 0



20  0,833 pu 30 x0,8



0,833   36,87 0  0,859  36,87 0 pu 0,97 73



0,970 0 ZL   1,129237,87 0 pu 0 0,859  36,87  0,9033  j 0,6775 pu ZL dapat juga dicari:



ZL 



Vf



2



SL







0,970 



0 2



0,833  36,87 0



pu



 1,129236,87 0 pu jadi



Z th 



j 0,2  0,10,9033  j 0,6775 j 0,2  0,10,9033  j 0,6775



 0,254579,62 0 pu maka



If  "



0,970  3,8114  79,62 0 pu 0,254579,62 0



Arus hubung singkat generator:



Ig 



ZL



"



j X g  Ze  ZL "



x If



"



1,129236,87 0 x3,8114  79,62 0 0 1,33147,26  3,2335  90 0 pu   j 3,2335 pu



=



Arus total generator:



I g (tot )  I g  I L "



  j 3,2335  0,859  36,87 0   j 3,2335  0,6872  j 0,5154 74



 0,6672  j 3,7489



 3,8114  79,610 pu c. Dengan Menggunakan Tegangan Dalam Sub Peralihan Generator Tegangan dalam sub peralihan generator:







E g  V f  I L jX g  Z e "



"







 0,970 0  0,859  36,87 0 x 0,390 0  0,97  j 0,2062 pu  1,143310,39 0 pu



1,143310,39 0 0,390 0  3,811  79,610 pu I g (tot ) 



a). Beban Motor Sinkron



Ze jXg



"



Ze



IL



IL



j Xm



jXg



Vf Eg



"



"



Ig



IL



"



"



Im If



"



Em



Eg a. Sebelum Gangguan Gangguan



"



jXm



"



"



b.



Selama



Gambar (5.4) Hubungan singkat generator sinkron dengan beban motor sinkron



75



b). Dengan Teorema Thevenin Arus hubung singkat simetris pada titik hubung singkat,



If  "



Z th



Vf Z th



 jX  j X







 Ze  j X m 



"



g " g







 X m  Ze



Arus hubung singkat generator;



I g" 



j X m" .I "f " " j X g  X m  Ze











Arus hubung singkat motor,



I  " m







j X g"  Z e



j X X " g



" m



 Z



.I "f e



Arus beban,



IL 



SL pu Vf



Jadi arus total generator dan motor:



I g tot   I g"  I L



I m tot   I m"  I L (5.14) d). Dengan Menggunakan Tegangan Dalam Sub Peralihan Generator dan Motor Generator:



E g"  V f  I L  j X g  Z e 



Motor:







E m"  V f  I L j X m"



 76



Jadi arus total generator dan motor:



I g tot  



E g" j X g"  Z e



Contoh 5.3. Generator pada contoh 5.2. dibebani dengan sebuah motor sinkron yang mempunyai rating yang sama dengan generator. Reaktansi sub peralihan motor X” = 0,2 pu. Mptpr itu menarik daya sebesar 20 MW pada factor daya tertinggal 0,8 dan pada tegangan 12,6 kV. Hitunglah besar arus seketika rms simetris, termasuk arus beban dengan menggunakan teorema: a). Teorema thevenin b).Menggunakan tegangan dalam sub peralihan Jawab a). Dengan teorema thevenin



I "f 



Vf



Z th j 0,2  0,1  j 0,2  Z th   j 0,12 pu j 0,5



V f  0,97 0 0 pu Jadi



0,97 0 0 I    j 8,0833 pu 0,12 90 " f



Arus hubung singkat generator dan motor:



77



I g" 



j X m" .I "f " " j X g  Ze  j X m



0,2 . j 8,0833   j 3,233 pu 0,5 0,3 I m"  . j 8,0833   j 4,850 pu 0,5 I L  0,859  36,87 0 pu  0,6872  j 0,5154 pu Jadi arus total:



I g tot   I g"  I L



  j 3,233  0,6870  j 0,5154  0,6872  j 3,7484 pu I m (tot )  I m"  I L



  j 4,850  0,6872  j 0,5154  0,6872  j 5,3654  5,409   97,30 pu e). Dengan Menggunakan Tegangan Dalam Sub Peralihan



E g"  V f  I L  j X g  Z e 



 0,970 0  0,859  36,87 0.0,390 0  1,1433  10,39 0 pu







E "m  V f  I L j X m"







 0,970 0  0,859   36,87 0 x 0,2 90 0  1,073  j 0,1374  1,0818  7,30 pu 78



Jadi



I g tot  



E g" jX g  Z e



1,143310,39 0 0,390 0  3,811  79,610 pu







I m tot 



E m"  jX m"



1,0818  7,30  0,290 0  5,409  97,30 pu



e. Perhitungan Arus Hubung Singkat a). Dengan Tangan Untuk menghitung arus hubung singkat dengan tangan digunakan metode reduksi jalajala. Bila tegangan pada titik hubung singkat sebelum hubung singkat terjadi tidak diketahui, maka biasanya diambil sebesar 1 pu. Pada perhitungan arus hubung singkat biasanya arus beban diabaikan. Ini berarti bahwa semua titik dalam sistem mempunyai tegangan yang sama. b). Komputer Digital Dengan komputer digital banyak model matematis yang dapat digunakan, anatara lain:  Model iterasi admitans rel  Metode impedans hubung singkat



79



c). Metode Admitans Rel Metode ini sama dengan metode iterasi dalam studi aliran beban, persamaan arus sebagai berikut:



I 1  Y11 E1  Y12 E 2  Y13 E3  ............Y1n E n I n  Yn1 E1  Yn 2 E 2  Yn 3 E3  ...........Ynn E n n



I k   Ykn E n n 1



n = jumlah simpul (rel) Bila arus beban diabaikan semua tegangan dalam sama, dengan demikian dapat diganti oleh satu gambat tegangan. Tegangan pada rel yang dihubung singkat adalah nol dan tegangan dalam dihitung dari studi aliran beban , atau dimisalkan sama dengan V f bila arus beban tidak diabaikan. Jadi persamaan yang dibutuhkan hanya untuk simpul-simpul dimana arus-arus yang masuk jaringan nol, yaitu rel-rel dimana tegangan tidak diketahui. Persamaan umum diatas dapat ditulis sebagai berikut: n



0  Ykk E k   Ykn E n



n  k 



n 1



karena I k  0 Jadi diperoleh satu set persamaan yaitu untuk rel-rel dimana tengangan tidak diketahui. Mtode ini tidak praktis karena untuk menghitung arus hubung singkat pada tiap rel seluruh proses iterasi itu harus diabaikan.



80



a. Metode Impedans Hubung Singkat Metode ini membutuhkan perhitungan matrik impedas dari seluruh jaringan. Perhitungan ini sangat panjang, bila ada perubahan pada jaringan, misalnya penambahan atau pengurangan saluran dan penambahan atau pengurangan pembangkit, tidak perlu membantuk matrik impedans itu elemen demi elemen seperti pada pembentukan matrik asal. Soal Latihan 1. Diketahui diagram segaris pada gambar 5.5 (a) dengan reaktansi-reaktansi dalam persen pada dasar yang sama, sedangkan tahanantahanan diabaikan, bila terjadi hubung singkat pada rel 4: a. Hitung besar arus hubung singkat simetris pada rel itu b. Hitung aliran arus pada saluran-saluran yang terhubung pada rel 4 itu



81



2



1



10%



20% 10%



10%



10%



10% 3



Gambar 5.5 (a) Diagram segaris sistem



BAB VI 82



STUDI KESTABILAN PERALIHAN Tujuan Umum:  Mahasiswa dapat memahami kestabilan dari suatu sistem tenaga listrik



Tujuan Khusus:  







Mahasiswa dapat mengenal kestabilan dan ketidakstabilan pada sistem tenaga listrik Mahasiswa dapat menentukan dan menghitung daya keluaran generator pada keadaan mantap (steady state) Mahasiswa dapat menetukan persamaan ayunan dan mempresentasikan dalam sistem



A. Pendahuluan Kestabilan dari suatu sistem tenaga listrik adalah kemampuan dari sistem itu untuk kembali bekerja normal setelah mengalami suatu macam gangguan. Sebaliknya, ketidakstabilan berarti kehilangan kestabilan dalam sistem (loss of synchronism). Suatu sistem tiga fasa yang terdiri dari suatu generator sinkron mencatu daya pada suatu motor sinkron melalui saluran dengan reaktans XL, seperti gambar berikut:



83



G



M



XG



XL



EG



XM EM



Gambar 6.1. Sistem tenaga yang terdiri dari dua mesin



I



EG  E M jX



dimana



X  XG  XM  XL



misalkan



EM  EM  00 EG  EG  



0



Daya keluar generator sama dengan daya masuk motor karena tanahan-tahanan diabaikan.







P  Re EG I *







  EG     E M    Re  EG    X   90 0     EG E M  cos  90 0    X EG E M  sin  X 84



Dalam keadaan mantap (steady state) daya maksimum yang dapat disalurkan diperoleh bila   90 0 .



Pm  Nilai



EG



EG E M X Pm



dapat diperbesar bila salah satu atau E M diperbesar, atau bila nilai reaktans XL



diperkecil (saluran parallel). Bila penambahan beban itu dilakukan secara tibatiba dan cukup besar, motor itu kemungkinan akan keluar dari keadaan sinkron walaupun beban belum mencapai limit kestabilan manatap Pm. Kestabilan ini dapat dijelaskan sebagai berikut; Apabila penambahan beban motor dilakukan tibatiba dan cukup besar, daya keluar mekanis motor akan jauh melampaui daya masuk elektris motor dan kekurangan ini dicatu dengan berkurangnya energi kinetis motor. Jadi motor berputar lebih lambat susut daya bertambah besar dan daya masuk motor juga bertambah. Bila penambahan beban tiba-tiba itu melampaui harga tertentu motor akan keluar dari keadaan sinkron, tetapi bila penambahan tiba-tiba itu masih dibawah harga tertentu, motor masih bias kembali bekerja normal pada keadaan beban baru. Harga tertentu tadi disebut limit kestabilan (transients stability limit). Sesuai dengan penjelasan diatas, persoalan kestabilan pada sistem tenaga dibagi dalam tiga bagian: kestabilan mantap (steady state stability), kestabilan dinamik (dynamic stability), dan kestabilan peralihan (transients stability).



85



Studi kestabilan mantap adalah studi yang menentukan limit atas dari pembebanan mesin sebelum mesin tersebut kehilangan keadaan sinkron bila penambahan beban dilakukan secara perlahan-lahan (gradually). Dalam keadaan sebenarnya gangguan-gangguan (disturbances) pada sistem tenaga terjadi terus menerus karena beban itu sendiri berubah terus menerus dan juga karena perubahan perputaran turbin dan lain-lain. Tetapi perubahan ini biasanya kecil sekali sehingga tidak sampai menyebabkan sistem kehilangan keserempakannya. Jadi dalam keadaan ini sistem itu disebut secara dinamis (dynamically stable). Tetapi bila gangguan-gangguan itu cukup besar dan amplitudo osilasi besar dan bertahan lama (redaman tidak ada atau sangat kecil) maka kestaqbilan yang demikian akan menimbulkan ancaman yang berbahaya bagi sistem dan akan menimbulkan operasi yang sangat sulit. Studi kestabilan dinamik ini biasanya harus dilakukan dalam waktu 5 sampai 10 detik dan kadangkadang sampai 30 detik. Oleh karena itu waktu studi cukup lama, pengaruh-pengaruh governor dan pengatur tegangan otomatik (AVR) biasanya harus diikutsertakan. Dalam studi kestabilan peralihan waktu yang dipandang hanya kira-kira 1 detik, dengan demikian cukup singkat sehingga pengaruhpengaruh dari governor dan AVR biasanya diabaikan, karena dalam waktu singkat tersebut kedua peralatan tersebut masih dapat dianggap belum bekerja. Hubung singkat merupakan gangguan yang paling berbahaya. Selama hubung singkat, daya generator-generator yang dekat dengan gangguan



86



akan berkurang secara mendadak, sedangkan daya generator yang jauh dari titik gangguan tidak begitu terpengaruh. Apakah sistem tetap stabil setelah terjadi gangguan tidak hanya tergantung dari type gangguan, lokasi gangguan dan kecepatan pengisolasian gangguan (fault clearing). B. Representasi Sistem Dalam studi kestabilan peralihan sering diambil asumsi-asumsi sebagai berikut: a. Generator sinkron dipresentasikan sebagai reaktans (reaktans peralihan) terhubung seri dengan tegangan konstan dibelakang reaktans peralihan. b. Torsi redaman diabaikan c. Daya poros konstan d. Momentum sudut (angular momentum) konstan C. Persamaan Ayunan Misalkan: Ts  torsi poros



Te Ta Ps Pe Pa



 torsi elektromagnetik  torsi percepatan  daya poros  daya elektromagnetis  daya percepatan  2 f Ts



M = momentum sudut atau angular momentum H = Konstanta inersia







energi tersimpan ( Mega joule) daya no min al generator MVA



I = inersia



87



Energi tersimpan 1 I w 2  1 Mw



2



2



Momentum sudut M dan konstanta inersia H dihubungkan dalam persamaan:



M 



GH 150 f



 Mega joule  det ik    derajat  



(6.1) dimana G = daya nominal generator (MVA)



Ta  Ts  Te Pa  Ps  Pe Ta .w  I  w  M 



T II 



d 2 dt 2



(6.2)



d 2 = perceptatan sudut dt 2



Dalam



keadaan



seimbang



Ta  0 ,



tidak



ada



percepatan atau terjadinya perlambatan. Karena  berubah-rubah terus menerus seiring dengan waktu, maka  dan w diukur terhadap sumbu stationer. Misalkan:



  w1 t       w1 t dimana w1 



kecepatan sudut sinkron keadaan normal. Turunan pertama  terhadap waktu



pada dari



d d e   w1 dt dt



d 2 d 2  d t2 d t2 88



TI



d 2 d t2



d 2 d t2  Ta  Ts  Te I



(6.3)



Pa  Ps  Pe M  M



d 2 d t2



d  dt 2



(6.4)



persamaan (6.4) dinamakan persamaan ayunan atau swing equation dan  dinamakan sudut daya atau power angle. Pemecahan eksak dari persamaan ayunan diatas sangat sulit bila ada beberapa mesin \, bahkan bila P = 0 dan hanya ada 1 mesin berayun terhadap rel yang sangat besar (infinite bus) pemecahan persamaan itu harus menggunakan integral eliptik. Pemecahan yang umum dipakai dapat dibagi kedalam dua bagian. Golongan pertama adalah metode klasik yang terdiri dari : 1. Kriteria sama luas atau equal area criterion 2. Pemecahan langkah demi langkah atau step by step solution Dengan kriteria sama-luas dapat diperoleh sudut kritis, yaitu susdut terbesar yang diizinkan sebelum gangguan diisolasi sehingga sitem tetap stabil. Metode ini hanya dapat digunakan untuk sistem yang terdiri dari 2 mesin.



89



Pemecahan langkah-demi langkah dapat digunakan untuk sistem yang terdiri dari banyak mesin. Dengan metode ini diperoleh hubungan antara sudut daya () dan waktu (t). Golongan kedua adalah metode modern dengan menggunakan komputer. Metode-metode ini diberi nama sesuai dengan model matematiknya dan yang umum digunakan adalah : 1. Metode Euler 2. Metode Runge-Kutta 3. Metode Liapunov Dalam buku ini hanya dibicarakan metode golongan pertama. D. Satu Mesin Berayun Terhadap Rel Besar (Infinite Bus) Satu rel besar (infinite Bus) mempresentasikan suatu istem yang sangat besar di mana frekuensi dan tegangan konstan. Atau dapat juga disebutkan sebagai suatu mesin dengan konstanta inersia H yang tak terhingga. Pada persamaan ayunan (6.4) dinayatakan bahwa, m



d 2δ  pa dt 2



Kalikan ruas kiri dan ruas kanan dengan maka diperoleh



2 dδ M dt



d 2δ dδ 2 dδ 2 2   pa dt dt m dt atau



Pa  dδ 2  )   2 dδ M  dt 



d (



90



maka



(



dδ dt



)2  2



2  Pa dδ M 0



dan 



(



dδ 2 )  w' Pa dδ 2 dt M 0



(6.5)



dimana, δ o = sudut daya sesaat sebelum gangguan w’ = perubahan kecepatan sudut terhadap kecepatan sinkron. Bila mesin itu tetap stabil terhadap rel besar setelah terjadi gangguan dan.setelah keadaan stasioner tercapai maka : δ







δφ



2 Pa dδ  0 M



atau δ







δφ



2 (Ps  Pm sin δ) dδ  0 M



Jadi syarat kestabilan adalah : δ







Pa dδ  0



(6.6)



δφ



 m = sudut akhir. Pe Pa As1



Ps



91



A1 = Energi Percepatan A2 = Energi Perlambatan



Gambar. (6.2) Lengkung daya terhadap sudut daya



Integral diatas dapat di artikan sebagai daerah dibawah lengkung pa terhadap  dengan  0 dan  m sebagai batas-batasnya, atau karena pa = ps – pe dapat juga diartikan sebagai daerah antara ps dan  dan antara pe dan  Gambar (6.3) . Sehingga δ



δ







P



s



d δ







0



φ



Maka A1 + A2 = 0 atau A1 = - A2 inilah asal- usul dari nama kriteria sama luas untuk kestabilan.



Pe P Ps



As1



A1 = Energi Percepatan A2 = Energi Perlambatan



0 m Gambar (6.3)Lengkung daya terhadap sudut daya.



E. Dua Mesin Yang terbatas Besarnya Suatu sistem yang terdiri dari dua mesin selalu dapat diganti dengan satu mesin ekivalen dan satu rel besar. Persamaan ayunan untuk kedua mesin tersebut :



92



d 2δ1 Pa 1 Ps 1  Pe 1   dt 2 M1 M1 dan



d 2δ 2 Pa 2 Ps 2  Pe 2   dt 2 M2 M2



(6.7)



Perbedaan sudut antara kadua mesin,  1 =  1-  2 jadi,



d 2δ







dt 2



d 2 1 d 2 2 Ps 1 Ps 2  2  dt 2 dt M1 M 2



atau 2 M 2 M 1 d δ d 2 1 M 2 Pa1  M 1 Pa 2  M 1  M 2 dt 2 dt 2 M1  M 2 2 M 2 M 1 d δ d 2 1 M 2 Pa1  M 1 Pa 2 M 2 Pel  M 1 Pea 2   M 1  M 2 dt 2 dt 2 M1  M 2 M1  M 2



atau



M



d 2δ dt 2



 Pa  Ps  Pe



dimana :



M 



M 2M1 M1  M 2



M 2 Ps1  H 1 Pe 2 M1  M 2 M 2 Ps1  H 1 Pe 2 Pe = M1  M 2 Ps =



(6.8)



93



F. Persamaan Daya – dengan n Generator E1



I2



1



2



En



Suatu



Sistem



s



s



s



E2



I1



Sudut



In n



jaringan



Gambar (6.4) Skematis dari suatu sistem dengan n generator



E1, E2,….En terletak dibelakang reaktansi peralihan reaktansi peralihan X1, X2, X3,………Xn. Dari generator-generator sudah termasuk dengan jaringan itu. Daya yang diberikan oleh tiap generator : S1 = P1 + j Q1 = E1 I1* S2 = P2 + j Q2 = E2 I2* ………………………. Sn = Pn + j Qn = En In* (6.9) Arus yang diberikan oleh tiap generator : I1 = Y11 E1 + Y12 E2 +………….+ Y1n En I2. = Y21 E1 + Y2.2 E2 +………….+ Y2n En …………………………………………… In. = Yn1 E1 + Yn.2 E2 +………….+ Ynn En (6.10) Jadi , P1 + JQ1 = E1Y11* E 1* + E1Y12 E2 + E2* +…………..+ E1Y 1n* En* n



P1 + JQ1 = E1  Y1k* E k* (6.11)



k 1



94



Rumus umum : n



Pn + JQn = En  Y1k* E k*(n = 1,….., n) k 1



(6.12)



Untuk perhitungan kestabilan kita perlukan harga skalar yang mengandung sudut pergepseran mesin  . Misalkan : E1 = E 1 /  1 ; E1* = E 1 /   1 E2 = E 2 /  2 ; E2* = E 2 /   2 En = E n



/  n ; En* = E n /   n



Y11 = Y11 /  11 ; Y11* = Y11 /   11 Y12 = Y12 /  n ; Y12* = Y12 / θ11 Yik = Yik



/ θ ik



P1 + Q1 = E 1



2



…….……………………………….. ; Yik* = Yik /  θ i k



Y11 / θ11 + E 1 E 2 Y12 /  δ1  δ 2  θ12



+…………….+ E 1



E n Yi n /  1   n  θ12



n



F1 + JQ1 =  E 1 E k Yik /  1   k  θ ik m 1



Rumus umum : n



Pn + JQn =  E n E k Ynk /  n   k  θ nk k `1



(6.13) Dengan mengingat,   = cos  + J sin    = cos  - sin  maka,



95



P1 = E 1



2



Y11 cos 11+ E 1 E 2 Y12 cos (1-2-12)



+ …….+ F1 E n Y11 cos (1-n-1n) P2 = E 2 E 1 Y21 cos (2-1-21) + E 2



2



Y22 cos 22



+ …….+ E 2 E n Y2 n cos (n-k-nk) Rumus umum : n



Pn =  E n E k Yn k cos (n-k-nk) k 1



Jadi persamaan daya sudut untuk 2 mesin : Pe1 = E 1 2 Y11 cos 11 + E 1 E 2 Y12 cos (1-2-12) Pe2 = E 1 E 2 Y12 cos (2-1-21) + E 2



2



Y22 cos 22



bila mesin 2 merupakan rel besar : 02 = 0 1 =  Pe1 = E 1



2



Y11 cos 11 + E 1 E 2 Y12 cos (-12)



Pe1 = Po +Pm sin (-); (= 12- 90o) (6.14) Jadi pada umumnya lengkung daya sudut itu merupakan gfungsi yang digeserkan ke atas. Gambar (6.5). P



PM



Pc 0 90



012



012



Gambar (6.5) Lengkung daya – sudut yang tergeser



96



Bila jala-jala itu aterdiri dari reaktansi yang induktif saja : 11 = -90o 12 = -90o  = 12 – 90o - = 90o - 90o = 0o maka, Pe = E 1 2 Y11 cos 11= 0 Jadi rumus atas menjadi : Pe1 = Pm sin  G. Lengkung Daya – Sudut Ekivalen dari Dua Mesin Pc1 = E 1 2 Y11 cos 11+ E 1 2 Y2 Y12 cos (1-2-12) Pc2 = Y2



E 1 Y22 cos (2-1-21) + Y2



2



Y22 cos 22



Substitusi harga Pe1 dan Pe2 dalam persamaan (6.8) Pe =



M 2 Pe1  M 1 Pe 2 M1  M 2



M 2 E 1 Y11 cosθ11  M 1 E 2 Y22 cosθ 22 2



Pe =



2



M1  M 2



E 1 E 2 Y12 {M 2 cos(δ M 12 )  M 1 (δ θ12 ) M1  M 2 (6.15) dimana  = 1 - 2 Bila jala-jala itu terdiri dari hanya reaktansi yang induktif 11 = 22 -90o



97



12 = 90o Pe =



E 1 E 2 Y12 {M 2 sin(0 δ θ  M 1 sin δ) M1  M 2



E 1 E 2 Y12 {M 2 sinδ M 12  M 1 sin  ) M1  M 2 Pe = E1 E 2 Y12



M 1  M 2 sin  M1  M 2



Pe = E1 E 2 Y12 sin  (6.16) Dengan :  = 1 - 2 Jadi bila jala-jala itu hanya aterdiri dari reaktansi, persamaan daya sudut dari dua mesin yang terbatas besarnya tidak atergantung dari konstanta inersia mesin-mesin itu.



H. Pemakaian Kriteria Sama-Luas untuk Kestabilan 1. Saluran Terbuka Pada Gambar (6.5) diberikan gambar segaris dan gambar impedansi dari suatu sistem yang terdiri dari dua generator.



98



Rel Besar (Infinite bus)



Gambar (6.5) Sistem yang terdiri dari dua generator



Bila pada kerja normal salah satu saluran terbuka maka ada kemungkinan generator itu keluar dari keadaan sinkron



Gambar (6.6) Satu saluran terbuka



Dengan pembukaan salah satu kawat berarti memperbesar impedensi transfer antara faktor dan rel besar. Jadi bila X diperbesar  harus diperbesar bila, daya yang ditransmisikan tetap besarnya. Ini dapat dilihat pada persamaan.



99



P=



E1 E 2 X 12



sinδ



Jadi r1, r2 dapat dinyatakan sebagai : r1=



X 12 (sebelum gangguan) X 12 (selama gangguan)



r2=



X 12 (sebelum gangguan) X 12 (sesudah gangguan)



Untuk menentukan waktu kerja (setting) rele perlu diketahui waktu atau sudut daya di mana rele itu selambat-lambatnya harus sudah bekerja supaya sistem itu tetap stabil dinamakan sudut penentuan kritis, . Untuk maencari c digunakan kriteria sama luas. P



Pe Pe



Ps



0



0







Gambar (6.7) Lengkung-lengkung daya-sudut sebelum dan setelah satu saluran terbuka



Syarat supaya sistem tetap stabil adalah : A1  Ag 100



Atau energi percepatan A1 harus lebih kecil atau sama dengan energi perlambatan Ag, dan untuk maemperoleh sudut pemutusan kritis harus memenuhi syarat : A1 = A g Jadi 



Ps ( o - 0)



 r1 Pm sin  d



o







=  r2 Pm sin  d - Ps (m-o) o



dan (m-o) Ps - r2 Pm (cos c – cos m) r1 Pm (cos 0 – cos c) = 0 tetapi,



Ps = Pm sin o



Maka (m-o) sin 0 = (r2 – r1) cos c + r1 cos 0) r2 cos m atau (δ m  δ 0 sin δ 0  r1 cos δ 0  r2cos δ m r2  r1 (6.17)



cos c =



dimana, sin  0 =



Ps Pm



101



sin  m =



Ps dan  m > 90o r2 Pm



 m =  - sin



–1



(



Ps ) r2 Pm



catatan :  m ,  o dalam tanda kurung persamaan (6.17) harus dalam radian. Dengana kriteria sama-luas diperoleh hanya sudut daya, sedang waktu tidak diperoleh. Untuk memperoleh waktu t, dipakai pemecahan langkah-demi-langkah. Soal Latihan 6.1 Pada gambar dibawah ini, diberikan impedans dalam persaatuan pada dasar yang sama dengan mengabaikan nilai resistans. Generator A memberikan daya sebesar 1 pu kepada rel besar B. Misalkan tegangan dibelakang reaktans peralihan generator A 1,25 pu dan rel besar B 1,0 pu. Pada titik P terjadi hubung singkat tiga fasa dan kedua pemutus daya yang ada pada ujung kawat terganggu, dianggap membuka secara simultan. Tentukan besar sudut daya kritis c.



102



J 0,16



J 0,24



J 0,16 J 0,16



J 0,28 A



B H=3



E A = 1,25



H=



P J 0,16



J 0,24



J 0,16



E B = 1,0 Rel Besar



Gambar (6.8). Diagram reaktasi untuk contoh soal 6.1



BAB VII PENGATURAN DAYA DAN FREKUENSI DALAM SISTEM TENAGA LISTRIK Tujuan Umum:



103







Mahasiswa dapat memahami pengaturan daya dan frekuensi pada sistem tenaga listrik



Tujuan Khusus:    



Mahasiswa dapat menghitung daya frekuensi pada sistem tenaga listrik Mahasiswa dapat menentukan dan menghitung arus hubung singkat. Mahasiswa dapat memahami konsep pengaturan kecepatan Mahasiswa dapat menetukan karakteristik beban dan penyimpanan energi



A. Pendahuluan Daya dan frekuensi pada sistem tenaga listrik sangat erat hubungannya satu sama lain. Bila dimisalkan bahwa semua alat-alat pengatur dari penggerak mula yag menggerakkan generator ditahan tetap pada posisinya, jadi tidak bekerja, maka bila ada perubahan beban frekwensi juga akan berubah. Misalnya, bhila beban bertambah dan semua alat-alat pengatur daya dari penggerak mua tidak bekerja, maka mesin itu akan diperlambat sampai terjadi karena penurunan frekwensi dan penurunan tegangan. Perlambatan mesin akan terus berlangsung sampai dicapai keseimbangan yang baru yaitu bila beban yang tinggal sama dengan daya mesin. Operasi yang demikian jelas sangat buruk dan tidak bisa diterima. Oleh karena itu tiap-tiap pergerakan mula selalu dilengkapi dengan pengatur daya dan frekuensi. Jadi bila pengatur daya ini akan bekerja sehingga memperoleh keseimbangan antara daya mesin dan beban.



104



Jadi tuuan dari pengaturan daya frekwensi dalam sistem tenaga adalah menjaga frekwensi yang konstan bila ada perubahan beban. Untuk menjaga frekwensi konstan dlakukan dengan mengatur pembukaan katup-katup pengatur (control valves) bahan bakar (atau air untuk turbin) dari penggerak mua. Semua penggerak mua : diesel, turbin-turbin uap, gas, dan air selalu dilengkapi dengan pengatur perputaran (speed governor. Governor inilah alat utama untuk mengatur daya dan frekuensi. Daya watt disamping tergantung pada frekuensi juga tergantung pada ategangan, tetapi pengaruh dari yang terakhir ini kecil. Aterutama untuk sistem tegangan tinggi. Untuk sistem transmisi tegangan tinggi tahanan R jauh lebih kecil dari rekasi X sehingga sudutnya mendekati 900. Dengan demikian persaman daya watt dan daya VAR dapat ditulis sebagai : P=



V1 V2 X V1 V2



Q=



X



sin 



V2



cos 



X



2



(7.1)



Karena pada umumnya nilai sudut  kecil, maka Sin    (7.2) Cos   Jadi [ersamaan (7.1) dapat ditulis, P=



V1 V2



Q= Atau



X







(7.3)



V1 V2



V2



X



X



2



105



Q= Atau Q=



V2 X V2 X



( V1  V2 )



V



(7.4)



Dari persamaan (7.3) dapat dilihat bahwa aliran daya aktif (watt) hanya tergantung dari selisih sudutdaua  selama ategangan-tegangan dipertahankan konstan, dan aliran daya reaktif (var) hanya atergantung dari selisih ategangan V. oleh karena itu kedua persoalan ini secara perdekatan dapat dibahan terpisah. B. Daya konsepsi Dasar Mekanisme Pengatur Kecepatan. Sistem governor yang sederhana pada turbinturbin uap alat-alat usaha dari governor itu adalah : a. pengatur kecepatan g b. katup bantu (pi) ………….. c. Servemeta d. Batang I e. Katup utama V Misalkan membukaan katup utama atau katup kontrol x2 dan kedudukan katup bantu x1. dalam keadaan seimbang dan tanpa beban. Katup bantu v tertutup sama sekali. Dan katup utama juga hampir tertutup, jadi x1 =  dan x2 = . Jika beban bertambah, perputaran akan berkurang dan akan mengubah letak titik  ke bawah bersama-sama denga titik 1. hal ini akan membuka katup bantu V da minyak dengan



106



tekanan tingi akan masuk di bawah piston servomotor . Katup utama akan terangkat da uap atau air akan lebih banyak masuk turbin sehingga perputaran akan naik. Jika titik 2 tetap dana tidak dihubungkan dengan katup utama V (Viston), katup ini akan menutup hanya pada satu posisi dari titik . Jadi hanya pada satu perputaran atertentu. Jadi dalam hal ini perputaran akan atetap kembali ke n setiap ada [perubahan beban turbin. Hal ii aterjadi karena katup v akantetap terbuka setelah perubahan beban sampai katup utama mengembalikan titik . Kepada kedudukan semula, yaitu dengan kembalinya perputaran pada harga ng. kejadian ini akan menghasilkan karakteristik beban perputaran yangdisebut “Imnecronous”. Seperti karakteristik 1 pada gambar 7.2. Sebaliknya bila titik 2 diperoleh dengan piston utama, seperti pada gambar turbin. Pada saatu posisi dari titik  yagberada di bawah posisi yang menhagsilkan perputaran n. oleh karena itu, keadaan seimbang akan dipulihkan setelah penambahan beban turbin pada perputaran yang loebih rendah dari perlutaran beban nol n. meskipun demikian akan mempunyai karakteristik menurun (drooping characteristic). Daya yang diberika turbin, secara pendekatan adalah perbadingan lurus dengan pembukaan x2 dari katup utama V. jadi : P=



Pr x2 dv



(7.5)



107



dv = pembukaan katup utama ketika daya turbin sama dengan P, yaitu daya nominal turbin. Posisi x sebanding dengan bahan kedepatan atau rekwensi, jadi: X = k (ng – N ) = k (w - w) (7.6) K dan k adalah konstanta-konstanta. Dalam keadaan mantap dengan katup bantu tertutup hubungan x dan x2 adalah sebagai barikut :



1 x c = x2 12 c = konstanta maka, N = N - N =



c.d v .P k .pr



persamaan terakhir ini adalah persamaan untuk kurva 2 pada gambar 7.2 pangaturan kecepatan keadaan mantap atau “steady state sopeed doop” didefinisikan sebagai : R=



N  N c.d v .P  Nr Nr .k .pr



Dua macam pengaturan karakterisktik pembangkitan yaitu : 1. “Droop”R, dapat diatur dengan mengubah c yaitu perbandingan panjang bagian-bagian pembangkit sehingga kurva perubah, misalnya kurva 2 berubah menjadi kurva 2, pada gambar 7.2 ini jarang dilakukan dan hanya dapat dilakukan bila mesin telah dingin. 2. Kecepatan tak berbeban. N, dapat diatur dengan mengubah ketegangan pegas S. maka



108



karakteristik dapat digeser sejajar, misalnya kurva 2 berubah menjadai 2 pada gambar 7.2 Pers. (5.5) dan 7.6) tidak 100% benar, karena karakteristik mesin yang sesungguhnya tidaklah lesulur kurva 2 pada gambar Turbinturbin hidrolik yang mempunyai karakteristik seperti kurva 4 pada gambar 7.2 dan turbin uap yang mempunyai banyak katup kontrol mempunyai karakteristik dari kurva 3 ini menunjukkan satu katup kontrol. Kurva dapat dibuat lebih halus dengan membuka katup sedemikian rupa sehingga terjadi tumpang tindih (over Lapping). C. Karakteristik Daya – Frekuensi 1. Karakteristik pembangkitan kg Karakteristik pembangkitan untuk satu mesin biasanya dinyatakan daam % kapasitas pe 0,1 Hz atau dalar MW per 0,1 Hz. Karakteristik pembangkitan suatu daerah dapat ditentukan dengan menjumlahkan karakteristikkarakteristik pembangkitan mesin-meisn di daerah itu. Misal : Karakteristik pembangkitan mesin ke – 1 = kg1 Karakteristik Pembangkitan mesin ke – 2 = kg2 Karakteristik Pembangkitan mesin ke – 2 = kgn Maka karakateristik pembangkitan daerah itu, makin banyak mesin-mesin dalam daerah itu, karakteristik pembangkitan daerah itu makin linear . Umumnya karakteristik pembangkitan suatudaerah diperoleh tidak dengan menjumlahkan masing-masing mesin. Seperti di tas, melainkan percobaan ‘tripping test”,



109



biasanya karakteristik pembangkitan berada dalam jalur 1 s/d 3,5% kapasitas per 0,1 Hz. 2. Karakteristik beban. KL Umumnya bila frekuensi turun beban efektif akan turun dan sebaliknya bila frekuensi naik beban efektif akan naik. Untuk mengetahui karakteristik beban bantu daerah, biasanya dilakukan tripping test sebab beban suatu daerah sukar sekali diketahui susunannya. Dari percobaan-percobaan ternyata karakteristik beban adalah linear aterhadap frekuensi, dan seperti karakteristik pembangkit dinyatakan dalam KW per 0,1 Hz, dan diberi notasi KL 3. Karakteristik Gabungan Karakteristik gabungan adalah gabungan antara karakteristik pembangkit dengan karakteristik beban merupakan pengurangan secara aljabar, biasa disebut sebagai karakteristik “frequency-frequency” ditulis sebagai : K = KG - KL Bila frekuensi turun, maka pembangkitanbertambah sedang beban berkurang, maka ada kelebihan daya. Jadi karakteristik gabungan ini menyatakan besar kale bihan daya bila frekuensi turun. Atau menytakan besar kekurangan daya bial frekuensi naik. Dengan diketahuinya karakterisik gabungan ini maka dapat ditentukan besarnya penambahan/pengurangan pembangkitan yang diperlukanuntuk mengembalikan frekuensi ke



110



harga nominalnya bila terjadi penyimangan frekuensi seperti terlihat pada gambar (7.1) G f



L



G



C



I0



L



fo



G



f1



I1 L



Go



L



G1



C G



GL



Gambar (7.1) Penyimpanan energi GG = Karakteristik pembangkitan mulamula LL = Karakteristik beban mula-mula. CC = Karakteristik gabungan L’L’ = Karakteristik beban sesudah ada embahasan beban C’C’ = Karakteristik pembangkitan sesudah ada pengaturan adanya penambahan beban yang diakomodokan oleh pebangkit-pembangkitnya. Pada keadaan mula-mula frekuensi adalah minimal = f0 sekarang beban betambah sehingga karakteristik beban bereser menjadi L.L dan frekuensi turun menjadi f1. Ke3seimbanganbeban di titik fg, maka frekuensi kembali nominal. Besar penambahan pembagkitan adalah G1. G0. Dengan memakai karakteristik gabungan CC, kita dapat maenentukan beban penambahan pembangkitan yang eiperlukan (G1 - Gn0 untuk mengembalikan frekwensi ke keadaan nominalnya bila terjadi enyimpangan frekuensi sebesar (f1 – f0), dan dapat dirumuskan sebagai berikut :



111



G1 = G0 = K (f1 – f0) Bila G dalam MW, K dakan MW/0, 1Hz, f dalam Hz, maka : G1 = G0 = K (f1 – f0). 10 (7.7) 4. Tahap-tahap yang terjadi bila ada Perubahan beban 1). Persamaan Energi Tersimpan Perubahan bebanmual-mula akan dilayani oleh sebagian energi kinetik yang dimiliki mesinmesin. Misalnya suatu kinetik mesin-mesin sehingga kecepatannya turun, jadi frekwensi turun. Energi kinetik mesin-mesin sebanding dengan kuadrat frekuensinya sehingga dapat dituliskan : E1 = (



f1 2 ) . E0. f0



(7.8)



E1 = energi kinetik pada frekuensi f1 E0 = energi kinetik pada frekuensi f0 Untuk suatu penambah frekuensi yangkecil f, perubahan energi kinetik adalah sebagaiberikut : X = E1 – E0 E = (



f1 2 ) . E0-f0 = E0 f0



 f1 2   2 1  f 0 



karena f kecil maka persamaan menjadi : E = 2 - f (E0/f0) atau



f =



E 2



f0 E0



(7.9) Energi kinetik mesin-mesin pada frekuensi nominal adalah sama dengankapasaitas mesin-



112



mesin membalikkan dengan konstanta inersia ini = 2 s/d G KWd/KVA untuk unit-unit hidro. = 5 s/d KWd/KVA untuk unit-unit uap. Dimana KWD = Kilo-watt-detik Contoh 7.1 Misalkan konstanta inersi gabungan suatu sistem 0 KWd/KVA, maka energi kinetik pada frekuensi nominal untuk kapasitas daerah sebesar 5.000 KVA adalah : E0 = 0.000 KVA x 6 KWd/KVA = 30.000 KWD. Bila pada keadaan ini terjadi penambahan beban tiba-tiba sebesar 25 MW yangdapat diatasi dengan mengambil sebagian : E – 25 MW x M dt = 100 KWd



 E  2  f E 0 / Fq



Energi kinetik harus dinaikkan sebesar 150 MWd sebesar gangguan. Untuk mengembalikan frekuensi ke harga nominalnya. 2).Pengaturan Alamiah Atsu (Natural Regulations) Kenaikan beban mula-mula dilayani dengan mengambil sebagian energi kinetik mesinmesin sehingga frekuensi turun. Dengan turunya frekuensi maka sebelum engaturan kecepatan unit-unit pembangkit bekerja walaupun dengan frekuensi yang lebih .Beban nominal, yaitu = f1 pada pada saat ini terjadi keseimbangan di titik I1. pengaturan ini disebut pengaturan alamiah atau ‘natural regulation”.



113



3).PengaturanSuplementer (Supplementary Regulation) Untuk mengembalikan frekuensi ke harga niminalnya, karakteristik pembangkitan pada Gbr. 7.3 perlu digeser menjadi G’G’ sehingga dicapai titik keseimbangan harga pada titik I2 pada mada frekuensi nominal diperoleh. Penggeseran ini dilakukan dengan menggeser titik 0.



114



115