Analisa Teori Fungsionalisme Struktural Terhadap Kasus Korupsi [PDF]

  • Author / Uploaded
  • uday
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Analisa Teori Fungsionalisme Struktural Terhadap Kasus Korupsi Diajukan untuk memenuhi Ujian Akhir Semester mata kuliah Teori Sosial



Dosen Pengampu : Dr. Aniek Nur Hayati, M.Si



Penyusun : Maslahatul Habibah Tami



(I01214002)



PROGRAM STUDI ILMU POLITIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA 2015



BAB I Berita Abdullah Puteh Menjadi Tersangka Kasus Korupsi Dana Bantuan Hukum. Berita Seputar BPKP dan Pengawasan 07 April 2005 00:00:00 / ekobayong / dibaca: 2337 kali / Kat: Audit



Gubernur NAD non aktif, Abdullah Puteh bersama Kepala Biro Hukum dan Humas Setwil Prov. NAD, Hamid Zein ditetapkan oleh Kejaksaan Tinggi Provinsi NAD sebagai tersangka kasus korupsi penyimpangan dana APBD NAD tahun 2004 senilai Rp.4,130 miliar. Kedua tersangka tersebut dinyatakan bersalah oleh Andi Amar Achmad, Kepala Kejati NAD, karena menggunakan dana perubahan APBD tahun 2004 untuk kegiatan bantuan hukum Abdullah Puteh. Dana senilai Rp. 4,130 miliar tersebut diambil dari dana bantuan hukum yang diposkan pada Biro Hukum dan Humas Setda Prov. NAD dalam perubahan APBD 2004 yang total anggarannya Rp.4,8 miliar. Dana tersebut seharusnya digunakan untuk membantu masyarakat yang tidak mampu membiayai pengacara dalam pembelaan sesuatu kasus, dan kasus perdata yang melibatkan lembaga pemerintah. “Oleh karena itu dana tersebut tidak bisa digunakan untuk membayar pengacara Abdullah Puteh, karena ia terlibat kasus pidana’, kata Kepala Kejati Prov. NAD. Dengan ditetapkannya dua tersangka tersebut, maka kasus tersebut berubah dari penyelidikan menjadi menyidikan, kata Andi Amir. Kasus tersebut terungkap setelah dalam proses penyelidikan. Pihak intel Kajati NAD melakukan pemeriksaan terhadap lima pejabat Setdaprov NAD. Intel tersebut menemukan terjadinya penyimpangan dana APBD tahun 2004. Ada kemungkinan jumlah tersangka akan bertambah karena pihak Kejati kini akan terus melakukan pengembangan terhadap kasus tersebut. Disebutkan, bahwa dalam perkara itu, ada kemungkinan anggota DPRD NAD periode 1999-2004 terlibat, karena menyetujui anggaran belanja tambahan (ABT) bantuan hukum senilai Rp.4,8 miliar. Sebelum ada perubahan, anggaran untuk bantuan hukum tersebut dianggarkan hanya Rp.90 juta, tetapi setelah terjadi perubahan mencapai Rp.4,8 miliar dan disetujui oleh DPRD. Kami akan menyelidiki semuanya, kata Kepala Kejaksaan Tinggi Prov NAD. Menurut Kajati, Andi Amir, penggunaan dana itu tidak tepat dan cacat hukum, apalagi kasus Abdullah Puteh dalam kapasitas pribadi, bukan kapasitas sebagai gubernur. Oleh karena itu biaya tersebut tidak bisa



dibebankan ke dalam APBD NAD. Kejadian itu, termasuk tindak pidana korupsi. Kasus penyelewengan anggaran penyuluhan dan pelayanan bantuan hukum ini, terungkap ketika Pokja V Panitia Anggaran DPRD NAD meminta keterangan Karo Hukum dan Humas Setda NAD yang menggunakan anggaran tersebut sebesar Rp.4,8 miliar dari Rp.5,7 miliar untuk membiayai pembelaan Gubernur NAD non aktif Puteh. Sumber: Suara Karya, Media Indonesia, Republika 2-7 April 2005 (DCH).



BAB II Rumusan Masalah Kemajuan suatu negara sangat ditentukan oleh kemampuan dan keberhasilannya dalam melaksanakan pembangunan. Pembangunan sebagai suatu proses perubahan yang direncanakan mencakup semua aspek kehidupan masyarakat. Efektifitas dan keberhasilan pembangunan terutama ditentukan oleh dua faktor, yaitu sumber daya manusia (orangorang yang terlibat sejak dari perencanaan samapai pada pelaksanaan) dan pembiayaan. Diantara dua faktor tersebut yang paling dominan adalah faktor manusianya. Indonesia merupakan salah satu negara terkaya di Asia dilihat dari keanekaragaman dan kekayaan sumber daya alamnya. Tetapi ironisnya, negara tercinta ini dibandingkan dengan negara lain di kawasan Asia bukanlah merupakan sebuah negara yang kaya, malahan termasuk negara yang miskin. Mengapa demikian? Salah satu penyebabnya adalah rendahnya kualitas sumber daya manusianya. Kualitas tersebut bukan hanya dari segi pengetahuan atau intelektualnya tetapi juga menyangkut kualitas moral dan kepribadiannya. Rapuhnya moral dan rendahnya tingkat kejujuran dari aparat penyelenggara negara menyebabkan terjadinya korupsi. Korupsi di Indonesia dewasa ini sudah merupakan patologi sosial (penyakit sosial) yang sangat berbahaya yang mengancam semua aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Korupsi telah mengakibatkan kerugian materiil keuangan negara yang sangat besar. Namun yang lebih memprihatinkan lagi adalah terjadinya perampasan dan pengurasan keuangan negara yang dilakukan secara kolektif oleh kalangan anggota eksekutif dengan dalih studi banding, THR, uang pesangon dan lain sebagainya di luar batas kewajaran. Bentuk perampasan dan pengurasan keuangan negara demikian terjadi hampir di seluruh wilayah tanah air. Hal itu merupakan cerminan rendahnya moralitas dan rasa malu, sehingga yang menonjol adalah sikap kerakusan dan aji mumpung.



Persoalannya adalah dapatkah korupsi diberantas? Tidak ada jawaban lain kalau kita ingin maju, adalah korupsi harus diberantas. Jika kita tidak berhasil memberantas korupsi, atau paling tidak mengurangi sampai pada titik yang paling rendah maka jangan harap negara ini akan mampu mengejar ketertinggalannya dibandingkan negara lain untuk menjadi sebuah negara yang maju. Karena korupsi membawa dampak negatif yang cukup luas dan dapat membawa negara ke jurang kehancuran. 1. Mengapa korupsi bisa tejadi? 2. Bagaimana analisa teori fungsionalisme struktural terhadap kasus korupsi?



BAB III Kerangka Teori



Fungsionalisme struktural adalah sebuah sudut pandang luas dalam sosiologi dan antropologi yang berupaya menafsirkan masyarakat sebagai sebuah struktur dengan bagian-bagian yang saling berhubungan. Fungsionalisme menafsirkan masyarakat secara keseluruhan dalam hal fungsi dari elemen-elemen konstituennya; terutama norma, adat, tradisi dan institusi. Sebuah analogi umum yang dipopulerkan Herbert Spencer menampilkan bagian-bagian masyarakat ini sebagai "organ" yang bekerja demi berfungsinya seluruh "badan" secara wajar. Dalam arti paling mendasar, istilah ini menekankan "upaya untuk menghubungkan, sebisa mungkin, dengan setiap fitur, adat, atau praktik, dampaknya terhadap berfungsinya suatu sistem yang stabil dan kohesif." Bagi Talcott Parsons, "fungsionalisme struktural" mendeskripsikan suatu tahap tertentu dalam pengembangan metodologis ilmu sosial, bukan sebuah mazhab pemikiran. Teori fungsionalisme struktural adalah suatu bangunan teori yang paling besar pengaruhnya dalam ilmu sosial di abad sekarang. Tokoh-tokoh yang pertama kali mencetuskan fungsional yaitu August Comte, Emile Durkheim dan Herbet Spencer. Pemikiran struktural fungsional sangat dipengaruhi oleh pemikiran biologis yaitu menganggap masyarakat sebagai organisme biologis yaitu terdiri dari organ-organ yang saling ketergantungan, ketergantungan tersebut merupakan hasil atau konsekuensi agar organisme tersebut tetap dapat bertahan hidup. Sama halnya dengan pendekatan lainnya pendekatan srtuktural fungsional ini juga bertujuan untuk mencapai keteraturan sosial. Teori struktural fungsional ini awalnya berangkat dari pemikiran Emile Durkheim, dimana pemikiran Durkheim ini dipengaruhi oleh Auguste Comte dan Herbert Spencer. Comte dengan pemikirannya mengenai analogi organismik



kemudian dikembangkan lagi oleh Herbert Spencer dengan membandingkan dan mencari kesamaan antara masyarakat dengan organisme, hingga akhirnya berkembang menjadi apa yang disebut dengan requisite functionalism, dimana ini menjadi panduan bagi analisis substantif Spencer dan penggerak analisis fungsional. Dipengaruhi oleh kedua orang ini, studi Durkheim tertanam kuat terminology organismik tersebut. Durkheim mengungkapkan bahwa masyarakat adalah sebuah kesatuan dimana di dalamnya terdapat bagian–bagian yang dibedakan. Bagian-bagian dari sistem tersebut mempunyai fungsi masing–masing yang membuat sistem menjadi seimbang. Bagian tersebut saling interdependensi satu sama lain dan fungsional, sehingga jika ada yang tidak berfungsi maka akan merusak keseimbangan sistem. Pemikiran inilah yang menjadi sumbangsih Durkheim dalam teori Parsons dan Merton mengenai struktural fungsional.



BAB IV Analisa A. Penyebab Terjadinya Korupsi



Peraturan-peraturan tentang pemberantasan korupsi silih berganti, selalu orang yang belakangan yang memperbaiki dan menambahkan, namun korupsi dalam segala bentuknya dirasakan masih tetap mengganas. Istilah korupsi sebagai istilah hukum dan memberi batasan pengertian korupsi adalah perbuatan-perbuatan yang merugikan keuangan dan perekonomian negara atau daerah atau badan hukum lain yang mempergunakan modal dan/atau kelonggaran yang lain dari masyarakat, sebagai bentuk khusus daripada perbuatan korupsi. Oleh karena itu, negara memandang bahwa perbuatan atau tindak pidana korupsi telah masuk dan menjadi suatu perbuatan pidana korupsi yang selama ini terjadi secara meluas, tidak hanya merugikan keuangan negara dan daerah, tetapi juga telah merupakan pelanggaran terhadap hak-hak social dan ekonomi masyarakat secara luas, sehingga tindak pidana korupsi perlu digolongkan sebagai kejahatan yang pemberantasannya harus dilakukan secara luar biasa. Tindakan korupsi bukanlah hal yang berdiri sendiri. Perilaku korupsi menyangkut berbagai hal yang sifatnya kompleks dan biasanya terjadi



secara terselubung. Faktor-faktor penyebab bisa dari internal pelaku-pelaku korupsi, tetapi bisa juga bisa berasal dari situasi lingkunan yang kondusif yang memungkinkan bagi seseorang untuk melakukan korupsi. Berikut ini adalah aspek-aspek penyebab seseorang melakukan korupsi:







Tidak Menerapkan ajaran Agama



Indonesia dikenal sebagai bangsa religius, bahkan Indonesia merupakan negara yang memiliki ragam agama terbanyak, yakni 6 agama. 6 agama tersebut meliputi : Islam, kristen, katolik, hindu, budha, dan konghuchu. Tentunya dalam ajaran masing masing agama akan melarang tindak korupsi dalam bentuk apapun. Kenyataan di lapangan menunjukkan bila korupsi masih berjalan subur di tengah masyarakat. Situasi paradok ini menandakan bahwa ajaran agama kurang diterapkan dalam kehidupan. 



Kurang Memiliki Keteladanan Pimpinan



Posisi pemimpin dalam suatu lembaga formal maupun informal mempunyai pengaruh penting bagi bawahannya. Bila pemimpin tidak bisa memberi keteladanan yang baik di hadapan bawahannya, misalnya berbuat korupsi, maka kemungkinan besar bawahnya akan mengambil kesempatan yang sama dengan atasannya. Setiap perilaku perilaku atasan akan dicontoh oleh bawahannya. Pemimpin yang baik akan menjadikan rakyat yang baik juga, begitu juga sebaliknya. 



Manajemen Cendrung Menutupi Korupsi di Organisasi



Pada umumnya jajaran manajemen selalu menutupi tindak korupsi yang dilakukan oleh segelintir oknum dalam organisasi, ini yang membuat para oknum korupsi merasa aman karna terlindunggi. Akibat sifat tertutup ini pelanggaran korupsi justru terus berjalan dengan berbagai bentuk.







Aspek peraturan perundang-undangan



Korupsi mudah timbul karena adanya kelemahan di dalam peraturan perundang-undangan kualitas peraturan yang kurang memadai, peraturan yang kurang disosialisasikan, sangsi yang terlalu ringan, penerapan sangsi yang tidak konsisten dan pandang bulu, serta lemahnya bidang evaluasi dan revisi peraturan perundang-undangan. Pada intinya peraturan perundang – undangan yang tidak nyata pada lapangan. 



Aspek Individu Pelaku



Sifat Tamak Manusia Kemungkinan orang melakukan korupsi bukan karena orangnya miskin atau penghasilan tak cukup. Kemungkinan orang tersebut



sudah cukup kaya, tetapi masih punya hasrat besar untuk memperkaya diri. Unsur penyebab korupsi pada pelaku semacam itu datang dari dalam diri sendiri, yaitu sifat tamak dan rakus. Faktor utama penyebab sifat manusia yang demikian adalah kurangnya rasa bersyukur. Manusia yang kurang bersyukur akan selalu merasa kurang terhadap apa yang ia miliki. 



Moral yang Kurang Kuat



Seorang yang moralnya tidak kuat cenderung mudah tergoda untuk melakukan korupsi. Godaan itu bisa berasal dari atasan, teman setingkat, bawahanya, atau pihak yang lain yang memberi kesempatan untuk berniatan korupsi. Pembentukan moral yang tidak sempurna dari keluarga bisa menjadi faktor utama dalam hal ini. 



Kebutuhan Hidup yang Mendesak



Dalam rentang kehidupan ada kemungkinan seseorang mengalami situasi terdesak dalam hal ekonomi. Keterdesakan itu membuka ruang bagi seseorang untuk mengambil jalan pintas diantaranya dengan melakukan korupsi. Misalnya kurang dalam hal ekonomi, sedangkan ia harus tetap membiaya kehidupan keluarga, sehingga muncul niatan untuk melakukan korupsi demi menafkahi keluarga. 



Gaya Hidup yang Konsumtif



Kehidupan di kota-kota besar seringkali mendorong gaya hidup seseorang konsumtif. Perilaku konsumtif semacam ini bila tidak diimbangi dengan pendapatan yang memadai akan membuka peluang seseorang untuk melakukan tindakan korupsi untuk mendapatkan hasil yang lebih banyak lagi dan lagi sebagai bentuk pemenuhan keinginan. 



Malas atau Tidak Mau Bekerja



Banyak orang yang ingin mendapat penghasilan banyak namun mereka tidak mau berusaha dengan cara yang susah, tidak ingin banyak mengeluarkan keringan, ini merupakan contoh orang malas dan tidak mau bekerja. Sifat semacam ini akan potensial melakukan tindakan apapun dengan cara-cara mudah dan cepat, diantaranya melakukan korupsi.



B. Analisa Teori Fungsional Struktural Korupsi terjadi disebabkan adanya penyalahgunaan wewenang dan jabatan yang dimiliki oleh pejabat atau pegawai demi kepentingan pribadi dengan mengatasnamakan pribadi atau keluarga, sanak saudara dan teman. Wertheim menyatakan bahwa seorang pejabat dikatakan melakukan tindakan korupsi bila ia menerima hadiah dari seseorang yang bertujuan mempengaruhinya agar ia mengambil keputusan yang



menguntungkan kepentingan si pemberi hadiah. Kadang-kadang orang yang menawarkan hadiah dalam bentuk balas jasa juga termasuk dalam korupsi. Selanjutnya, Wertheim menambahkan bahwa balas jasa dari pihak ketiga yang diterima atau diminta oleh seorang pejabat untuk diteruskan kepada keluarganya atau partainya/ kelompoknya atau orang-orang yang mempunyai hubungan pribadi dengannya, juga dapat dianggap sebagai korupsi. Dalam keadaan yang demikian, jelas bahwa ciri yang paling menonjol di dalam korupsi adalah tingkah laku pejabat yang melanggar azas pemisahan antara kepentingan pribadi dengan kepentingan masyarakat, pemisaham keuangan pribadi dengan masyarakat. Diatas telah saya sebutkan bahwa adanya penyalahgunaan wewenang dan jabatan yang dimiliki oleh pejabat atau pegawai demi kepentingan pribadi. Bila hal ini dianalisa menggunakan teori fungsional struktural, maka yang dapat kita lihat adalah bahwa pejabat yang melakukan korupsi sudah melenceng dari fungsi aslinya. Pejabat bekerja untuk rakyat, seharusnya pejabat tidak menyalahgunakan wewenangnya untuk mengambil uang rakyat demi kepentingan pribadi. Ketika agen di dalam struktur sudah tidak menjalankan fungsi secara semestinya, maka agen tersebut harus diganti. Tapi, apakah agen selanjutnya akan menjamin untuk tidak melakukan hal yang sama? Jadi yanng harus dilakukan pemerintah adalah mengantisipasi pada posisi sebelum perbuatan korupsi terjadi, saat korupsi terjadi, dan pasca korupsi terjadi.