Analisis Bahan Pewarna Sintetik [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Bahan pewarna secara sederhana dapat didefinisikan sebagai suatu benda berwarna yang memiliki afinitas kimia terhadap benda yang diwarnainya. Bahan pewarna pada umumnya memiliki



bentuk cairdan



larut



di



air.



Pada



berbagai



situasi,



proses



pewarnaan



menggunakan mordant untuk meningkatkan kemampuan menempel bahan pewarna. Bukti arkeologi menunjukkan bahwa, khususnya di India dan Timur Tengah, pewarna telah digunakan selama lebih dari 5000 tahun. Bahan pewarna dapat diperoleh dari hewan, tumbuhan, atau mineral. Pewarna yang diperoleh dari bahan-bahan ini tidak memerlukan proses pengolahan yang rumit. Sampai sejauh ini, sumber utama bahan pewarna adalah tumbuhan, khususnya akarakaran, beri-berian, kulit kayu, daun, dan kayu. Sebagian dari pewarna ini digunakan dalam skala komersil. Telah diketahui bahwa berbagai jenis makanan dan minuman yang beredar di Indonesia, baik secara sengaja maupun tidak sengaja, telah diwarnai dengan pewarna tekstil atau yang bukan zat pewarna “food grade”, yaitu yang tidak diizinkan digunakan dalam makanan. Pewarna-pewarna tersebut memang lebih banyak digunakan untuk tekstil, kertas atau kulit. Seperti telah diketahui, berdasarkan beberapa penelitian telah dibuktikan bahwa beberapa zat pewarna tekstil yang tidak diizinkan tersebut bersifat racun bagi manusia sehingga dapat membahayakan kesehatan konsumen, dan senyawa tersebut memiliki peluang dapat menyebabkan kanker pada hewan-hewan percobaan. Di laboratorium yang maju, analisis pewarna makanan sudah secara rutin dilakukan, dengan berbagai metoda, teknik dan cara. Sebagian besar dari cara analisa tersebut masih berdasarkan suatu prinsip kromatografi atau pun menggunakan alat spektrophotometer. Cara tersebut digunakan untuk mendeteksi zat pewarna tersebut secara teliti, karena itu minimal diperlukan fasilitas yang cukup canggih serta dituntut tersedianya berbagai pelarut organik, yang biasanya cukup mahal harganya. Di samping itu teknik tersebut juga memerlukan tenaga terampil yang profesional. Molar extinction coefficient Rhodamin B adalah 106,000 M-1cm-1 pada panjang gelombang 542,75 nm. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mencari beberapa metoda yang praktis tetapi teliti untuk mengidentifikasi adanya pewarna sintetik dan bila perlu dapat membedakan jenis pewarna sintetik dalam makanan. Hal tersebut penting sekali bagi laboratorium pangan, pembuat



kebijaksanaan dan organisasi pelindung konsumen agar mempunyai suatu teknik atau metoda analisis yang cepat cara kerjanya dan dapat membedakan antara zat pewarna makanan dengan pewarna tekstil. Teknik analisis tersebut seyogyanya yang cukup sederhana sehingga mudah dilakukan di tingkat rumah tangga dan di lapangan bagi penjual zat pewarna atau penjual makanan. Adanya kebutuhan yang mendesak tersebut juga ditegaskan oleh JECFA. Teknik analisa sederhana Babu & Indushekhar S (1990) dari NIN Hyderabad India, telah melaporkan hasil penelitiannya, bahwa deteksi zat pewarna sintetik dapat dilakukan secara sederhana dengan menggunakan peralatan yang sederhana, seperti gelas, air dan kertas saring. Sehingga tidak diperlukan adanya pelarut ataupun memerlukan tersedianya peralatan khusus. Metoda ini dapat dikerjakan di rumah maupun di lapangan. Keistimewaan atau keuntungan penting dari metoda tersebut adalah karena cara analisisnya tidak membutuhkan ketersediaan zat pewarna-pewarna standar apapun. Ide dari metoda sederhana ini didasarkan pada kemampuan zat pewarna tekstil yang berbeda dengan zat pewarna makanan sintetis, di antaranya karena daya kelarutannya dalam air yang berbeda. Zat pewarna tekstil seperti misalnya Rhodamin B (merah), Methanil Yellow (kuning), dan Malachite Green (hijau), bersifat tidak mudah larut dalam air. Pada Tabel 1, dapat dilihat daftar beberapa pewarna sintetik yang mudah larut dan tidak mudah larut dalam air. Kromatografi Kromatografi adalah suatu nama yang diberikan untuk teknik pemisahan tertentu. Pada dasarnya semua cara kromatografi menggunakan dua fase tetap ( stationary) dan yang lain fase bergerak (mobile); pemisahan-pemisahan tergantung pada gerakan relative dari dua fase ini (Sastrohamidjojo,1991). Kromatografi kertas Prinsip kerjanya adalah kromatography kertas dengan pelarut air (PAM, destilata, atau air sumur). Setelah zat pewarna diteteskan di ujung kertas rembesan (elusi), air dari bawah akan mampu menyeret zat-zat pewrna yang larut dalam air (zat pewarn makanan) lebih jauh dibandingkan dengan zat pewarna tekstil. Sejumlah cuplikan 30-50 g ditimbang dalam gelas kimia 100 ml, ditambahkan asam asetat encer kemudian dimasukan benang wool bebas lemak secukupnya, lalu dipanaskan di atas nyala api kecil selama 30 menit sambil diaduk. Benangwool dipanaskan dari larutan dan dicuci dengan air



dingin berulang-ulang hingga bersih. Pewarna dilarutkan dari benang wool dengan penambahan ammonia 10% di atas penangas air hingga bebas ammonia. Totolkan pada kertas kromatografi, juga totolkan zat warna pembanding yang cocok (larutan pekatan yang berwarna merah gunakan pewarna zat warna merah). Jarak rambatan elusi 12 cm dari tepi bawah kertas. Elusi dengan eluen 1 (etilmetalketon : aseton : air = 70 : 30 : 30) dan eluen II (2 gr NaCl dalam 100 ml etanol 50%) Keringkan kertas kromatografi di udara pada suhu kamar. Amati bercak-bercak yang timbul Perhitungan / penentuan zat warna dengan cara mengukur nilai Rf dari masing-masing bercak tersebut, dengan cara membagi jarak gerak zat terlarut oleh jarak zat pelarut. Kromatrogafi lapis tipis Diantara berbagai jenis teknik kromatrografi, kromatografi lapis tipis (KLT) adalah yang paling cocok untukk analisis obat di laboratorium farmasi (Stahl,1985). Kromatografi Lapis Tipis dapat digunakan untuk memisahkan berbagai senyawa seperti ion-ion organik, kompleks senyawa-senyawa organik dengan anorganik, dan senyawa-senyawa organik baik yang terdapat di alam dan senyawa-senyawa organik sintetik. KLT merupakan kromatografi adsorbs dan adsorben bertindak sebagai fase stasioner. Empat macam adsorbs dan adsorben bertindak sebagai fase stasioner. Empat macam adsorben yang umum dipakai ialah silica gel ( asam silikat ), alumina ( aluminum oxydae ) , kieselguhr ( diatomeus earth ) dan selulosa. Dari keempat jenis adsorben tersebut yang paling bnayak dipakai adalah silica gel karena hampir semua zat dapat dipisahkan oleh jenis adsorban ini. Sifat sifat umum dari penyerapan-penyerap untuk kromatografi lapis tipis ini adalah mirip dengan sifat-sifat penyerap untuk kromatografi kolom. Dua sifat yang penting dari penyerap adalah besar partikel dan homogenitasnya, karena adhesi terhadap penyokong sangat bergantung pada mereka. Fase gerak ialah medium angkut dan terdiri atas satu atau beberapa pelarut. Ia bergerak dalam di dalam fase diam, yaitu suatu lapisan berpori , karena ada gaya kapiler. Jika fase gerak dan fase diam telah dipilih dengan tepat, bercak cuplikan awal dipisahkan menjadi sederet bercak, masing-masing bercak diharapkan merupakan komponen tunggal dari campuran. Perbedaan migrasi merupakan dasar pemisahan kromatografi, tanpa perbedaan dalam kecepatan migrasi dari senyawa,tidak mungkin terjadi pemisahan. Reaksi kimia Cara reaksi kimia dilakukan dengan cara menambahkan pereaksi-pereaksi berikut : 



HCL pekat







H2SO4 pekat







NaOH 10%







NH4OH 10%







Matriks Keunggulan teknik analisa sederhana ini adalah :



1. Cara ini praktis untuk mengecek atau mengidentifikasi zat warna dalam kemasan yang akan digunakan untuk mengolah makanan secara spesifik. Bila akan menganalisis zat warna yang terdapat dalam makanan, harus diekstraksi dulu sehingga mendapatkan larutan dengan konsentrasi 1 g/l zat pewarna. 2. Para teknisi laboratorium dan lembaga konsumen, bahkan siswa SMA serta konsumen awam, kini dapat dengan mudah, cepat dan sederhana mendeteksi zat warna tekstil tersebut, bila diinginkan. 3. Keunggulan lain dari metoda sederhana ini adalah tidak diperlukannya standar pembanding (kecuali ingin mendeteksi zat pewarna apa). Akan tetapi hasil uji dengan metoda tersebut perlu pula dikonfirmasi lebih lanjut dengan uji yang dikerjakan di laboratorium dengan menggunakan metoda konvensional. Sehingga dapat benar-benar diyakini bahwa bahan pewarna tersebut tidak mengandung dyes tekstil. Hal ini penting karena terkadang hasil penelitian terbaru dapat mencabut ijin pemakaian bahan pewarna tertentu yang sebelumnya tercantum di dalam daftar pewarna yang diijinkan, seperti yang terjadi di India mengenai pemakaian Fast Red E. disusun oleh : Devianti ; Sri Eli Lestari ; Iin Indrayani ; Vina Nur Syaidah Farmasi UNISBA



SNI STANDAR BAHAN PEWARNA MAKANAN Penggunaan pewarna dan pemanis buatan telah diatur oleh pemerintah melalui Peraturan Menteri Kesehatan RI No.239/MENKES/PER/V/1985 tentang penggunaan zat pewarna, tentang pemanis buatan dan No.722/MENKES/PER/IX/1988 tentang bahan tambahan makanan serta SNI 012895-1992



tentang



penggunaan



Pemerintah



zat



aditif.



Rhodamine Indonesia



melalui



Peraturan



B Menteri



Kesehatan



(Permenkes)



No.239/Menkes/Per/V/85 menetapkan 30 zat pewarna berbahaya. Rhodamine B termasuk salah satu zat pewarna yang dinyatakan sebagai zat pewarna berbahaya dan dilarang digunakan pada produk pangan (Syah et al. 2005). Namun demikian, penyalahgunaan rhodamine B sebagai zat pewarna pada makanan masih sering terjadi di lapangan dan diberitakan di beberapa media massa. Sebagai contoh, rhodamine B ditemukan pada makanan dan minuman seperti kerupuk, sambal botol dan sirup di Makassar pada saat BPOM Makassar melakukan pemeriksaan sejumlah



sampel



makanan



dan



minuman



ringan



(Anonimus



2006).



Rhodamine B termasuk zat yang apabila diamati dari segi fisiknya cukup mudah untuk dikenali. Bentuknya seperti kristal, biasanya berwarna hijau atau ungu kemerahan. Di samping itu rhodamine juga tidak berbau serta mudah larut dalam larutan berwarna merah terang berfluorescen. Zat pewarna ini mempunyai banyak sinonim, antara lain D and C Red no 19, Food Red 15, ADC Rhodamine B, Aizen Rhodamine dan Brilliant Pink B. Rhodamine biasa digunakan dalam industri tekstil. Pada awalnya zat ini digunakan sebagai pewarna bahan kain atau pakaian. Campuran zat pewarna tersebut akan menghasilkan warna-warna yang menarik. Bukan hanya di industri tekstil, rhodamine B juga sangat diperlukan oleh pabrik kertas. Fungsinya sama yaitu sebagai bahan pewarna kertas sehingga dihasilkan warna-warna kertas yang menarik. Sayangnya zat yang seharusnya digunakan sebagai pewarna tekstil dan kertas tersebut



digunakan



pula



sebagai



pewarna



makanan.



Penggunaan zat pewarna ini dilarang di Eropa mulai 1984 karena rhodamine B termasuk karsinogen yang kuat. Efek negatif lainnya adalah menyebabkan gangguan fungsi hati atau bahkan bisa menyebabkan timbulnya kanker hati (Syah et al. 2005). Beberapa penelitian telah



membuktikan bahwa zat pewarna tersebut memang berbahaya bila digunakan pada makanan. Hasil suatu penelitian menyebutkan bahwa pada uji terhadap mencit, rhodamine B menyebabkan terjadinya perubahan sel hati dari normal menjadi nekrosis dan jaringan di sekitarnya mengalami disintegrasi. Kerusakan pada jaringan hati ditandai dengan adanya piknotik (sel yang melakukan pinositosis) dan hiperkromatik dari nukleus, degenerasi lemak dan sitolisis dari sitoplasma (Anonimus



2006).



Dalam analisis yang menggunakan metode destruksi yang kemudian diikuti dengan analisis metode spektrofometri, diketahui bahwa sifat racun rhodamine B tidak hanya disebabkan oleh senyawa organik saja tetapi juga oleh kontaminasi senyawa anorganik terutama timbal dan arsen (Subandi 1999). Keberadaan kedua unsur tersebut menyebabkan rhodamine B berbahaya jika digunakan sebagai pewarna pada makanan, obat maupun kosmetik sekalipun. Hal ini didukung oleh Winarno (2004) yang menyatakan bahwa timbal memang banyak digunakan sebagai pigmen atau zat pewarna dalam industri kosmetik dan kontaminasi dalam makanan dapat terjadi salah



satu



diantaranya



oleh



zat



pewarna



untuk



tekstil.



Penambahan zat pewarna pada makanan dilakukan untuk memberi kesan menarik bagi konsumen, menyeragamkan warna makanan, menstabilkan warna dan menutupi perubahan warna selama penyimpanan. Penambahan zat pewarna rhodamine B pada makanan terbukti mengganggu kesehatan, misalnya mempunyai efek racun, berisiko merusak organ tubuh dan berpotensi memicu kanker. Oleh karena itu rhodamine B dinyatakan sebagai pewarna berbahaya dan dilarang penggunannya. Pemerintah sendiri telah mengatur penggunaan zat pewarna dalam makanan. Namun demikian masih banyak produsen makanan, terutama pengusaha kecil, yang menggunakan zat-zat pewarna yang dilarang dan berbahaya bagi kesehatan, misalnya pewarna untuk tekstil atau cat yang pada umumnya mempunyai warna yang lebih cerah, lebih stabil dalam penyimpanan, harganya lebih murah dan produsen pangan belum menyadari bahaya dari pewarna-pewarna



tersebut.



Bahan pewarna makanan terdiri dari : - obat-obat-an, - kosmetika, dan -alat-alat kesehatan dapat berupa dyes, atau pigmen, atau bentuk senyawa lain yang dapat memberi warna ketika ditambahkan pada produk makanan, obat, kosmetika, dan alat kesehatan.



FDA (Badan Pengawas Makanan dan Obat di Amerika Serikat) membedakan bahan pewarna kedalam 1.



2 Golongan



golongan



bahan



pewarna



yang



:



memerlukan



sertifikasi



2. Golongan bahan pewarna yang dikecualikan dari sertifikasi (tidak memerlukan sertifikasi / dibebaskan



(1).



dari



Bahan



pewarna



sertifikasi).



yang



memerlukan



sertifikasi



:



a.Pewarna sintetik b.



Bahan



pewarna



i.



belum



ii.



pengajuan



yang



tidak



bersertifikat



mengajukan sertifikasinya



dapat



diartikan



sertifikasi, belum



atau



disetujui,



atau



iii. permohonan sertifikasinya ditolak oleh FDA.



Contoh



:



Pewarna



tidak



bersertifikat



:



dengan



nama



perdagangan



:



Tartrazine



Pewarna yang bersertifikat : dengan nama perdagangan : FD & C Yellow 5, Lot No Pewarna



tidak



bersertifikat



:



dengan



nama



perdagangan



:



Allura



Red



AC



Pewarna yang bersertifikat : dengan nama perdagangan : FD & C Red 40, Lot No Pewarna



tidak



bersertifikat



:



dengan



nama



perdagangan



:



Indigotine



Pewarna yang bersertifikat : dengan nama perdagangan : FD & C Blue No.2, Lot No • Bahan pewarna yang bersertifikat FD & C yang boleh digunakan untuk produk makanan : FD &



C



Yellow



No.5,



FD



&



C



Red



40,



FD



&



C



Blue



No.2



• Bahan pewarna yang tidak bersertifat FD & C tidak boleh digunakan dalam produk makanan : Tartrazine, Allura Red AC, Indigotine.



Federal Food, Drug & Cosmetic (FD & C) Act of 1938 mengatur bahwa sertifikasi bahan pewarna menjadi wajib bagi produsennya, dan wewenang pengujiannya dialihkan dari USDA ke FDA. Untuk menghindari kebingungan dalam pemakaian bahan pewarna untuk makanan dengan bahan pewarna untuk penggunaan lain, FDA menetapkan tiga kategori sertifikasi bahan pewarna. 1.



FD



&



C



:



Untuk



Makanan,



Obat



dan



Kosmetika



2.



D



3.



External



& D



&



C C



:



:



Obat-obatan



Obat-obatan



dan



dan



Kosmetika



untuk



Kosmetika pemakaian



luar.



Pada setiap Sertifikat bahan pewarna diberikan nama khusus yang terdiri dari awalan, seperti FD & C, D & C, atau Ext. D & C, nama warna, dan angka atau nomor. Kadang-kadang nama dari bahan pewarna disingkat dengan hanya terdiri dari nama warna dan angka atau nomor, seperti Yellow



6



sebagai



ganti



FD



&



C



Yellow



No.6



Menurut Nutrition Labeling & Education Act tahun 1990, bahan pewarna bersertifikat yang digunakan dalam makanan harus dicantumkan dalam penandaan (label) dengan menggunakan nama



(2).



yang



umum



Bahan



digunakan,



tambahan



ketentuan



ini



pewarna



berlaku



sejak



dikecualikan



1



dari



Juli



1991.



sertifikasi:



Bahan pewarna yang masuk golongan ini sebagian besar diperoleh dari tanaman, hewan, atau sumber-sumber mineral. Tidak diwajibkan sertifikasi, namun tetap harus mematuhi persyaratanpersyaratan



Ada



yang



dua



jenis



bahan



berlaku.



pewarna



golongan



ini



:



1. Bahan pewarna alami (Natural color), istilah bahan pewarna alami tidak dikenal oleh FDA. Diserahkan pada produsen bahan pewarna itu sendiri untuk menentukan bahwa bahan pewarna produksinya adalah bahan pewarna alami.



2. Bahan pewarna identik alami (Natural identical color) : bahan pewarna ini juga diproduksi melalui sintesis kimia, tetapi tidak diwajibkan sertifikasi oleh FDA, dianggap bahan pewarna golongan ini tidak dapat dibedakan dengan bahan pewarna asli yang diperoleh dari alam, baik perbedaan secara kimia maupun perbedaan fungsi pemakaiannya. Sebagai contoh: bahan pewarna Beta-carotene yang dibuat secara sintetik dari acetone tidak dapat dibedakan dengan bahan



pewarna



Contoh-contoh



Beta-carotene



bahan



yang



pewarna



diperoleh



dari



dikecualikan



alam,



misalnya



dari



dari



sertifikasi



wortel.



:



Annatto ekstrak, B-APO-8′-carotenal *, Beta-carotene, bit bedak, Canthaxanthin, Carmel warna, Carrot oil, Cochineal extract (merah); Cottonseed tepung, toasted sebagian dihilangkan lemak,



dimasak;



Ferrous



gluconate



*,



juice



buah-buahan,



warna



grape



extract



*,



Grape ekstrak kulit * (enocianina), Paprika, Paprika oleoresin, Riboflavin, Saffron, Titanium dioksida



*,



Turmeric,



Turmeric



oleoresin,



jus



sayur



* Bahan pewarna makanan dengan tanda ” * ” tersebut diatas dibatasi hanya untuk penggunaan yang



spesifik.



Hanya ada 9 bahan pewarna bersertifikat yang disetujui untuk digunakan dalam produk makanan di



AS,



yaitu:



1 FD & C Blue No.1. … … …. (Brilliant Blue FCF) … … … … digunakan pada: minuman, produk



susu



bubuk,



jellies,



confections,



icings,



syrups,



ekstrak



2 FD & C Blue No.2. … … …. (Indigo Carmine / Indigotine) .. gunakan pada: sereal, makanan snack,



es



krim,



confections,



cherries



3 FD & C Green No.3. … … …( Fast Green FCF) … … … …. digunakan pada: minuman, puddings,



es



krim,



cherries,



confections,



produk



susu.



4 FD & C Red No.3. … … … ..(Erythrosine) … … … … … ….. digunakan pada: cherries cooktail



dan



buah-buahan,



untuk



salads,



confections.



5 FD & C Red No.40. … … … (Red Allura AC) … … … … ….digunakan pada: gelatins, puddings,



produk



susu,



confections,



minuman.



6 FD & C Yellow No.5 … … .. (Tartrazine) … … … … … … …digunakan pada: minuman, es krim,



confections,



preserves,



sereal



7 FD & C Yellow No.6 … … .. (Senja Kuning FCF) … … … ..digunakan pada: sereal, makanan snack,



es



krim,



minuman,



dessert



powders,



confections



8 Orange B … … … … … … … … … … … … … … … … … … ….warna makanan tambahan



ini



dibatasi



untuk



menggunakan



spesifik.



9 Citrus Red No.2 … … … … … … … … … … … … … … … … ..warna makanan tambahan ini



dibatasi



untuk



menggunakan



spesifik.



Bahaya pemakaian bahan pewarna sintetik bukan makanan untuk produk makanan : Pada proses pembuatan bahan pewarna sintetik, umumnya melalui reaksi kimia yang menggunakan asam sulfat atau asam nitrat. Asam sulfat dan Asam nitrat sering tercemar logamlogam berat, seperti Plumbum (Pb) dan Arsenikum (As) yang bersifat racun. Untuk bahan pewarna yang dianggap aman dipakai kandungan logam Arsenikumnya tidak boleh lebih besar



dari 0,0004 %, sedang kandungan logam Plumbumnya tidak boleh lebih dari 0,0001%. Pada pembuata bahan pewarna organik, umumnya melalui produk-produk antara, atau bisa terbentuk senyawa baru lain yang berbahaya, senyawa-senyawa baru dan produk-produk antara itu



dapat



tertinggal



dalam



produk



akhir



pembuatan



bahan



pewarna



tersebut.



Cemaran bahan-bahan ini yang menyebabkan bahan pewarna sintetik tidak bersertifikat atau bahan



pewarna



sintetik



Contoh



bukan



makanan



nya



dipakai



untuk



produk-produk



antara



makanan.



lain



:



1. pemakaian bahan pewarna tekstil Methanil Yellow dalam pembuatan tahu, atau pembuatan manisan 2.



mangga.



pemakaian



bahan



pewarna



dilarang



Rhodamin



B



dalam



jajanan



es



campur.



3. Pemakaian bahan pewarna tak bersertifikat Tartrazine untuk porduk sirup, limun.



Dasar Teori



Secara luas aditif pangan telah ada lebih dari 2.500 jenis yang digunakan untuk preservative



(pengawet)



dan



pewarna



(dye).



Zat-zat



aditif



ini



digunakan



untuk



mempertinggipenerimaan konsumen terhadap suatu produk (Dixit et al, 1995). Oleh karena itu produsen pun berlomba menawarkan aneka produknya dengan tampilan yang menarik dan warna-warni. Jenis pewarna yang sering ditemukan dalam beberapa produk pangan diantaranya adalah Sunset Yellow dan Tartrazine. Tartrazine dan Sunset Yellow secara komersial digunakan sebagai zat aditif makanan, dalam pengobatan dan kosmetika yang sangat menguntungkan karena dapat dengan mudah dicampurkan untuk mendapatkan warna yang ideal dan juga biaya yang rendah dibandingkan dengan pewarna alami (Pedro et al, 1997).



Laporan Praktikum Uji Zat Warna Pada Makanan A. PENDAHULUAN Makanan adalah salah satu kebutuhan manusia.dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari makanan. Sebagai kebutuhan dasar , makanan tersebut harus mengandung zat gizi untuk dapat memenuhi fungsinya dan aman dikonsumsi karena makanan yang tidak



aman



dapat



menimbulkan



gangguan



kesehatan



bahkan



keracunan (Moehji, 1992). Aneka produk makanan dan minuman yang berwarna-warni tampil semakin menarik. Warna-warni pewarna membuat aneka produk makanan mampu mengundang selera. Meski begitu, konsumen harus berhati-hati. Pasalnya, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) kerap menemukan produk makanan yang menggunakan pewarna tekstil. Di era modern, bahan pewarna tampaknya sudah tidak bisa dipisahkan dari berbagai jenis makanan dan minuman olahan. Produsen pun berlomba-lomba untuk menarik perhatian para konsumen dengan menambahkan pewarna pada makanan dan minuman. Bahan pewarna yang sering digunakan dalam makanan olahan terdiri dari pewarna sintetis (buatan) dan pewarna natural (alami). Pewarna sintetis terbuat dari bahan-bahan kimia, seperti tartrazin untuk warna kuning atau allura red untuk warna merah. Kadang-kadang pengusaha yang nakal menggunakan pewarna bukan makanan (non food grade) untuk memberikan warna pada makanan. Demi mengeruk keuntungan, mereka menggunakan pewarna tekstil untuk makanan. Ada yang menggunakan Rhodamin B —pewarna tekstil — untuk mewarnai terasi, kerupuk dan minuman sirup. Padahal, penggunaan pewarna jenis itu dilarang keras, karena bisa menimbulkan kanker dan penyakit-penyakit lainnya. Pewarna sintetis yang boleh digunakan untuk makanan (food grade) pun harus dibatasi



penggunaannya. Karena pada dasarnya, setiap benda sintetis yang masuk ke dalam tubuh akan menimbulkan efek. Beberapa negara maju, seperti Eropa dan Jepang telah melarang penggunaan pewarna sintetis seperti pewarna tartrazine.Mereka lebih merekomendasikan pewarna alami, seperti beta karoten. Meski begitu, pewarna sintetis masih sangat diminati oleh para produsen makanan. Alasannya, harga pewarna sintetis jauh lebih murah dibandingkan dengan pewarna alami. Selain itu, pewarna sintetis memiliki tingkat stabilitas yang lebih baik, sehingga warnanya tetap cerah meskipun sudah mengalami proses pengolahan dan pemanasan. Berbeda dengan pewarna sintetis, pewarna alami malah mudah mengalami pemudaran pada saat diolah dan disimpan. Sebenarnya, pewarna



alami



Pengkajian



tidak



Pangan



bebas



dari



Obat-obatan



masalah.



dan



Menurut



Kosmetika



Lembaga



Majelis



Ulama



Indonesia (LPPOM MUI), dari segi kehalalan, pewarna alami justru memiliki titik kritis yang lebih tinggi. Lantaran pewarna natural tidak stabil selama penyimpanan, maka untuk mempertahankan warna agar tetap cerah, sering digunakan bahan pelapis untuk melindunginya dari pengaruh suhu, cahaya, dan kondisi lingkungan. Bahan pewarna yang memberikan warna merah diekstrak dari sejenis tanaman. Supaya pewarna tersebut stabil maka digunakan gelatin sebagai bahan pelapis melalui sistem mikroenkapsulasi. Pewarna ini sering digunakan pada industri daging dan ikan kaleng. LPPOM MUI menyatakan penggunaan pewarna sintetis yang tidak proporsional dapat menimbulkan masalah kesehatan. Namun penggunaan bahan pewarna alami pun jika tidak dilakukan secara hati-hati dapat menjurus



kepada



bahan



yang



haram



atau



subhat



(tak



jelas



kehalalannya). Meski demikian, pilihan terbaik tentu saja tetap pewarna alami, karena tidak menimbulkan efek negatif pada tubuh. Perlu diingat kalau



penggunaan bahan tambahan seperti pelapis pada pewarna harus dipilih dari bahan-bahan yang halal. B. TUJUAN Praktikum ini bertujuan mengetahui jenis pewarna yang digunakan pada makanan. C. DASAR TEORI 1. Sanitasi Makanan dan Minuman Makanan dan minuman merupakan bahan yang sangat dibutuhkan oleh makhluk hidup, yang berguna bagi kelangsungan hidupnya. Makanan yang kita butuhkan tidak hanya untuk pertumbuhan dan perkembangan fisik saja, namun demikian makanan dan minuman dapat pula membahayakan kesehatan manusia karena dapat berperan sebagai perantara berbagai penyakit, untuk mendapatkan makanan dan minuman yang terjamin baik dari segi kualitas, maupun kuantitas diperlukan adanya tindakan diantaranya adalah sanitasi makanan dan minuman (Slamet,1994). Adapun kegiatan-kegiatan yang



dilakukan



dalam



usaha



sanitasi



makanan dan minuman adalah: 1. A. Keamanan makanan dan minuman yang disediakan B. Hygiene perorangan dan praktek-praktek penanganan makanan dan minuman oleh karyawan yang bersangkutan C. Keamanan terhadap penyediaan air D. Pengelolaaan terhadap kontaminasi selama dalam proses pengolahan, penyajian, dan penyimpanan E. Pengolahan pembuangan air limbah dan kotoran F. Penyucian, kebersihan dan penyimpanan alat-alat. Untuk hal tersebut diatas, tidak terlepas dari pengawasan terhadap tenaga pengolah makanan, pedagang yang menyajikan makanan, alat-alat yang dipergunakan dalam proses pengolahan makanan dan minuman, tempat-tempat produksi makanan dan minuman yang tidak



saniter serta air yang dipergunakan dalam kegiatan-kegiatan tersebut yang tidak memenuhi syarat. 2. Keamanan Pangan Menurut Undang-Undang No.7/1996 yang dikutip oleh Hardiansyah (2001) tentang pangan, bahwa keamanan pangan adalah kondisi dan upaya untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia



dan



benda



lain



yang



mengganggu,



merugikan



dan



membahayakan keselamatan manusia. Pangan yang tidak aman dapat menyebabkan penyakit yang disebut dengan foodborne diseases, yaitu gejala penyakit yang timbul akibat mengkonsumsi pangan yang mengandung bahan / senyawa berancun atau organism pathogen. Penyebab ketidakamanan pangan adalah (Baliwati dkk,2004): 1.



Segi



gizi,



jika



kandungan



gizinya



berlebihan



yang



dapat



menyebabkan berbagai penyakit degenerative seperti jantung, kanker dan diabetes. 2. Segi kontaminasi, jika pangan terkontaminasi oleh mikroorganisme ataupun bahan-bahan kimia. Menurut Azwar (1995), penyebab makanan tersebut berbahaya adalah karena, makanan tersebut dicemari zat-zat yang membahayakan kehidupan dan juga karena didalam makanan itu sendiri telah terdapat zat-zat yang membahayakan kesehatan. Menurut Moehji (1992), makanan sehat yang menyehatkan harus mencakup tiga aspek, yaitu : 1. A. Makanan harus memberikan kelengkapan dan kecukupan zat gizi yang diperlukan untuk kelangsungan fungsi-fungsi normal berbagai organ tubuh. B. Makanan bebas dari senyawa kimia atau dari mikroba yang dapat membahayakan kesehatan tubuh.



C. Makanan tidak akan mendorong timbulnya maasalah kesehatan, terutama masalah yang timbul setelah tenggang waktu yang lama. 3. Bahan Tambahan Makanan Menurut FAO dan WHO dalam kongres di Roma pada tahun 1956 menyatakan bahwa Bahan Tambahan Makanan adalah bahan-bahan yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan dalam jumlah sedikit yaitu untuk memperbaiki warna, bentuk, citarasa, tekstur, atau memperpanjang daya simpan. Sedangkan menurut Puspitasari (2001), Bahan Tambahan Pangan adalah senyawa (atau campuran berbagai senyawa) yang sengaja ditambahkan makanan dan minuman dalam proses



pengolahan,



pengemasan



dan



penyimpanan



dan



bukan



adalah



dapat



merupakan bahan (ingredient) utama. Tujuan



penggunaan



bahan



tambahan



makanan



meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan, membuat bahan pangan lebih mudah dihidangkan, serta mempermudah preparasi bahan pangan. 4. Zat Pewarna Menurut Winarno (1995), yang dimaksud dengan zat pewarna adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki warna makanan yang berubah atau menjadi pucat selama proses pengolahan atau untuk memberi warna pada makanan yang tidak berwarna agar kelihatan



lebih



menarik.



Menurut



PERMENKES



RI



No.722/Menkes/Per/IX/1988, zat pewarna adalah bahan tambahan makanan



yang



dapat



memperbaiki



atau



member



warna



pada



makanan. Berdasarkan sumbernya zat pewarna dibagi dalam dua golongan utama yaitu pewarna alami dan pewarna buatan. 1. Pewarna alami



Pada pewarna alami zat warna yang diperoleh berasal dari hewan dan tumbuh-tumbuhan seperti : caramel, coklat, daun suji, daun pandan, dan kunyit. Jenis-jenis pewarna alami tersebut antara lain : a. Klorofil, yaitu zat warna alami hijau yang umumnya terdapat pada daun, sehingga sering disebut zat warna hijau daun. b. Mioglobulin dan hemoglobin, yaitu zat warna merah pada daging. c. Karotenoid, yaitu kelompok pigmen yang berwarna kuning, orange, merah orange, yang terlarut dalam lipid, berasal dari hewan maupun tanaman antara lain, tomat, cabe merah, wortel. d. Anthosiamin dan anthoxanthim. Warna pigmen anthosianin merah, biru violet biasanya terdapat pada bunga, buah-buahan dan sayursayuran. 2. Pewarna Buatan Di Negara maju, suatu zat pewarna buatan harus melalui perlakuan pemberian



asam



sulfat



atau



asam



nitrat



yang



seringkali



terkontaminasi oleh arsen atau logam berat lain yang bersifat racun. Pada pembuatan zat pewarna organik sebelum mencapai produk akhir, harus melalui suatu senyawa dulu yang kadang-kadang berbahaya dan seringkali tertinggal dalam hal akhir, atau terbentuk senyawa-senyawa baru yang berbahaya (Cahyadi, 2006). Namun sering sekali terjadi penyalahgunaan pemakaian pewarna untuk sembarang bahan pangan, misalnya zat pewarna tekstil dan kulit untuk mewarnai bahan pangan. Bahan tambahan pangan yang ditemukan adalah pewarna yang berbahaya terhadap kesehatan seperti Amaran, Auramin, Methanyl Yellow, dan Rhodamin B. Jenisjenis makanan jajanan yang ditemukan mengandung bahan-bahan berbahaya ini antara lain sirup, saus, bakpau, kue basah, pisang goring, tahu, kerupuk, es cendol, mie dan manisan (Yuliarti,2007).



Timbulnya



penyalahgunaan



bahan



tersebut



disebabkan



karena



ketidaktahuan masyarakat mengenai zat pewarna untuk pangan, dan juga disebabkan karena harga zat pewarna untuk industri lebih murah dibanding dengan harga zat pewarna untuk pangan (Seto,2001). D. METODE Metode



yang



digunakan



dalam



praktikum



ini



adalah



metode



Colorimetri. Prosedur yang dilakukan sebagai berikut : a. Alat : 1. Gelas kimia 2. Pipet ukur + filler 3. Kruistang 4. Pinset b. Bahan : 1. Bulu Domba 2. Sampel Pewarna 3. Larutan NH4OH 10 % 4. Larutan KHSO4 10 % 5. Kertas Lakmus c. Cara Kerja : 1. Sampel pewarna pada makanan diambil sebanyak 50 ml dan dimasukkan kedalam gelas kimia, 2. Sampel ditambah 0,5 ml Larutan KHSO4 10 % sampai asam (cek dengan lakmus biru), 3. Larutan dipanaskan sampai mendidih, 4. Apabila telah mendidih bulu domba sebanyak 2 buah dimasukkan ke dalam larutan, dan pendidihan dilanjutkan selama 10 menit, 5. Setelah 10 menit, bulu domba diangkat dari larutan dan dicuci sampai bersih



6. Bulu domba yang telah dicuci dibagi dua bagian. Satu bagian ditetesi dengan larutan NH4OH 10 % sebanyak 2 ml sampai menjadi basa (cek dengan lakmus merah), satu bagian lagi sebagai kontrol. 7. Amati perubahan warna yang terjadi. Apabila lebih keruh dari kontrol maka pewarna tersebut adalah alami, namun apabila lebih terang dari kontrol pewarna tersebut adalah sintetis. E. HASIL Hasil dari pemeriksaan pewarna pada makanan yaitu warna bulu domba yang ditambah dengan larutan NH4OH lebih gelap/keruh dibanding kontrol (bulu domba yang tidak diberi perlakuan). Hal tersebut menunjukkan bahwa pewarna makanan yang diperiksa merupakan pewarna alami. F. PEMBAHASAN Penentuan



mutu



dan



bahan



makanan



pada



umumnya



sangat



bergantung pada beberapa faktor diantaranya cita rasa, warna, tekstur, dan nilai gizinya; diamping itu ada faktor lain, misalnya sifat mikrobiologis. Tetapi sebelum ada faktor-faktor lain dipertimbangkan, secara visual faktor warna tampil lebih dahulu dan kadang-kadang sangat menentukan. Suatu bahan yang dinilai bergizi, enak, dan teksturnya sangat baik tidak akan dimakan apabila memiliki warna yang tidak sedap dipandang atau member kesan menyimpang dari warna yang seharusnnya. Selain sebagai faktor yang ikut menentukan mutu, warna juga dapat digunakan sebagai indikator kesegaran atau kematangan. Baik tidaknya cara pencampuran atau cra pengolahan ditandai



dengan



adanya



warna



yang



seragam



dan



merata



(Winarno,1995). Di indonesia tata cara atau undang- undang zat pewarna makanan belum ada. Sehingga cenderung terjadi penyalahgunaan dalamakaian zat



pewarna.



Misalnya,



sering



digunakan



zat



pewarna



tanpa



mencantumkan label dan merek. Sirup dengan warna yang mencolok



dan indah, dikhawatirkan menggunakan zat pewarna tekstil dan pewarna kulit. Bila itu terjadi, sangat membahayakan kesehatan pemakainya, karena zat pewarna tekstil mengandung residu logam berat yang dapat merusak organ hati dan ginjal. Oleh sebab itu, sedapat



mungkin



hindari



mengkonsumsi



bahan



makanan



yang



mengandung zat warna sintetik. Untuk mencegah terjadinya gangguan kesehatan akibat penggunaan zat warna alami misalnya daun suji (pewarna hijau) atau zat sintetik yang dibeli di apotek/di toko tertentu yang telah disahkan oleh Depkes. RI. Untuk mengetahui kandungan pewarna makanan baik atau tidak dapat dilakukan



pemeriksaan



dengan



metode



Colorimetri



dengan



menggunakan Indikator kertas Lakmus. Bahan yang digunakan yaitu bulu domba, karena bulu domba sangat mudah menyerap kandungan zat pewarna saat pendidihan. Dari pemeriksaan diperoleh data bahwa pewarna yang diperiksa mengandung pewarna alami. Pemakaian zat pewarna pada makanan mempunyai aturan tersendiri yang diatur pada Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan nomor : 01415/b/sk/iv/91 tentang tanda khusus pewarna makanan. LPPOM MUI menyatakan, penggunaan pewarna sintetis yang tidak proporsional dapat menimbulkan masalah kesehatan. Namun penggunaan bahan pewarna alami pun jika tidak dilakukan secara hati-hati dapat menjurus kepada bahan yang haram atau subhat (tak jelas kehalalannya). Meski demikian, pilihan terbaik tentu saja tetap pewarna alami, karena tidak menimbulkan efek negatif pada tubuh. Perlu diingat kalau penggunaan bahan tambahan seperti pelapis pada pewarna harus dipilih dari bahan-bahan yang halal. G.KESIMPULAN Hasil yang diperoleh dari pemeriksaan pewarna pada makan yaitu pewarna makanan yang kami amati merupakan pewarna alami yang memiliki resiko rendah bagi kesehatan.



DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2010. Bahan Aktif Makanan Dan Pengaruhnya Bagi Kesehatan Manusia.http://www.wordpress.com.



Diakses



pada



tanggal



26



Desember 2010. Azwar, A. 1995. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Mutiara Sumber Widya, Jakarta. Baliwati, dkk. 2004. Pengantar Pangan dan Gizi. Penebar Swadaya, Jakarta. Cahyadi,W. 2006. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Bumi Aksara, Jakarta. Dirjen Pengawasan Obat dan Makanan. Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Tentang Tanda Khusus Pewarna Makanan. http://www.pom.go.id. Diakses pada tanggal 26 Desember 2010. Hardiansyah,dkk. 2001. Pengendalian Mutu dan Keamanan Pangan. Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta. Moehji, S. 1992. Penyelenggaraan Makanan Institusi dan Jasa Boga. Bhratara, Jakarta. Novia,



DRM.



2010. Mewaspadai



Pewarna



Makanan.



http://www.mirror.unpad.ac.id. Diakses pada tanggal 26 Desember 2010. Purba, ER. 2009. Analisis Zat Pewarna Pada Minuman Sirup yang Dijual di Sekolah Dasar Kelurahan Lubuk Pakam III Kecamatan Lubuk Pakam. http://www.repository.usu.ac.id.



Diakses



pada



tanggal



26



Desember 2010. Puspitasari, L. 2001. Analisis Bahaya dan Pencegahan Keracunan Pangan. Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta. Seto, S. 2001. Pangan dan Gizi; Ilmu, Teknologi, Industri Dan Perdagangan. Institusi Pertanian Bogor, Bandung.



Sihombing, VM. 2008. Analisa Zat Pewarna Kuning Pada Tahu tang dijual



di



Pasar-pasar



di



Medan. http://www.repository.usu.ac.id.



Diakses pada tanggal 26 Desember 2010. Slamet, S. 1994. Kesehatan Lingkungan. Gajah Mada University, Yogyakarta. Winarno. 1995. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Yuliarti, N. 2007. Awas Bahaya Dibalik Lezatnya Makanan. Andi, Yogyakarta.



Analisis spektrofotometri asam benzoat dalam minuman ringan (soft drink) Alat dan bahan : Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini antara lain ; Erlenmeyer 500, 250 mL; beker glass 100 mL; tabung reaksi; labu ukur 100 mL; hot plate; spektrofotometer; kertas saring; pengaduk dan pipet tetes. Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini antara lain ; Asam benzoat (s); HCl 37%; aquades dan soft drink. Prosedur kerja :



Pembuatan larutan stok; Larutan stok dibuat dengan melarutkan 100 mg asam benzoat(s) dalam 1 liter aquades. Larutan HCl 0.1M dibuat dengan melarutkan 8.2 mL HCl 37% dalam 1 liter aquades. Pembuatan larutan standar asam benzoat;



Larutan asam benzoat disiapkan dengan variasi 2, 4, 6, 8 dan 10 mg/mL dalam larutan HCl 0.01M. untuk membuat larutan 2 mg/L, dicampur 2 mL larutan stok asam benzoat dan 10 mL HCl 0.1M dalam labu ukur 100 mL kemudian ditambahkan aquades sampai tanda batas. Begitu seterusnya untuk 4, 6, 8 dan 10 mL asam benzoat dalam HCl 0.01M. Persiapan sampel; Soft drink diambil sebanyak 20 mL dalam beker glass kemudian dipanaskan pada hot plate untuk membebaskan CO2, selanjutnya larutan disaring setelah dingin. Larutan diambil 4 mL dan diencerkan dengan aquades sampai volume 100 mL. Selanjutnya ditambahkan HCl 0.1M sebanyak 10 mL dan sampel siap untuk diukur. Pembuatan kurva standar; Dilakukan scanning panjang gelombang (λ) antara 200-350 nm untuk menentukan λmaks



asam benzoat. Kemudian larutan standar asam benzoat dengan variasi konsentrasi diukur absorbansinya pada λmaks. Pengukuran sampel; Larutan sampel yang telah disiapkan diukur ansorbansinya pada λmaks, dilakukan pengulangan 3 kali dan ditentukan konsentrasinya menggunakan kurva kalibrasi. SENYAWA BENZOAT DALAM MAKANAN ATAU MINUMAN DAN TEST KIT BENZOAT UNTUK ANALISIS CEPATNYA Asam benzoat dan natrium benzoate banyak digunakan untuk mengawetkan berbagai produk makanan dan minuman, seperti jus buah, kecap, margarin, mentega, minuman ringan, sambal, saus salad, saus tomat, selai, dan sirop buah. Asam benzoat menghambat pertumbuhan jamur, kapang dan beberapa bakteri. Asam benzoat bisa ditambahkan langsung atau ditambahkan dalam bentukan garamnya (dengan basa natrium, kalium, atau kalsium). Efektivitas asam benzoat dan turunan benzoat tergantung pada pH makanan. Makanan berkadar asam dan minuman seperti jus buah (asam sitrat), minuman bersoda (karbon dioksida), minuman ringan (asam fosfat), Acar (cuka) atau makanan lain yang diasamkan diawetkan dengan asam benzoat dan natrium benzoat.



Asam benzoat terdeteksi dengan jumlah sedikit di cranberry, plum, greengage plum, kayu manis, cengkeh matang, dan apel. Batas penggunaan asam benzoat sebagai pengawet dalam pangan adalah antara 0,05-0,1%. Makanan yang asam benzoat dapat digunakan dan tingkat maksimum untuk aplikasi yang ditetapkan dalam hukum makanan internasional. Kekhawatiran muncul dari fakta bahwa asam benzoat dan garamnya dapat bereaksi dengan asam askorbat (vitamin C), dalam beberapa minuman ringan, membentuk senyawa turunan benzena yang berbahaya untuk kesehatan dan merupakan pemicu kanker. Natrium benzoat adalah pengawet yang handal karena sifatnya yang bakteriostatik dan fungistatik dalam kondisi asam. Dia paling banyak digunakan dalam makanan asam seperti salad dressing (cuka), minuman bersoda (asam karbonat), selai dan jus buah (asam sitrat), acar (cuka), dan bumbu. Dia juga digunakan sebagai pengawet dalam obat-obatan dan kosmetik. Meskipun asam benzoat adalah pengawet yang lebih efektif, natrium benzoat lebih sering digunakan sebagai bahan tambahan makanan karena asam benzoat cenderung tidak larut dalam air. Batasn pemakain natrium benzoat menurut FDA di AS adalah 0,1% berat tubuh. Hal paling dikhawatirkan adalah saat pelaku industri makanan atau minuman tidak mengetahui batasan kandungan asam benzoat atau natrium benzoat yang diperbolehkan untuk ditambahkan. Kelebihan jumlah kandungan kedua senyawa ini akan berdampak serrius bagi kesehatan.



TEST KIT BENZOAT Test kit benzoat adalah test kit untuk pengujian cepat (semi kuantitatif) senyawa benzoat seperti natrium benzoat atau asam benzoat yang sering digunakan sebagai pengawet. Dengan test kit ini dapat diketahui perkiraan kandungan asam benzoat (benzoic acid) atau natrium benzoat (potassium benzoate) dalam produk makanan atau minuman (PROSEDUR PENGUJIAN DAPAT DILIHAT DI GAMBAR DI BAWAH INI).