6 0 697 KB
Bahan pewarna secara sederhana dapat didefinisikan sebagai suatu benda berwarna yang memiliki afinitas kimia terhadap benda yang diwarnainya. Bahan pewarna pada umumnya memiliki
bentuk cairdan
larut
di
air.
Pada
berbagai
situasi,
proses
pewarnaan
menggunakan mordant untuk meningkatkan kemampuan menempel bahan pewarna. Bukti arkeologi menunjukkan bahwa, khususnya di India dan Timur Tengah, pewarna telah digunakan selama lebih dari 5000 tahun. Bahan pewarna dapat diperoleh dari hewan, tumbuhan, atau mineral. Pewarna yang diperoleh dari bahan-bahan ini tidak memerlukan proses pengolahan yang rumit. Sampai sejauh ini, sumber utama bahan pewarna adalah tumbuhan, khususnya akarakaran, beri-berian, kulit kayu, daun, dan kayu. Sebagian dari pewarna ini digunakan dalam skala komersil. Telah diketahui bahwa berbagai jenis makanan dan minuman yang beredar di Indonesia, baik secara sengaja maupun tidak sengaja, telah diwarnai dengan pewarna tekstil atau yang bukan zat pewarna “food grade”, yaitu yang tidak diizinkan digunakan dalam makanan. Pewarna-pewarna tersebut memang lebih banyak digunakan untuk tekstil, kertas atau kulit. Seperti telah diketahui, berdasarkan beberapa penelitian telah dibuktikan bahwa beberapa zat pewarna tekstil yang tidak diizinkan tersebut bersifat racun bagi manusia sehingga dapat membahayakan kesehatan konsumen, dan senyawa tersebut memiliki peluang dapat menyebabkan kanker pada hewan-hewan percobaan. Di laboratorium yang maju, analisis pewarna makanan sudah secara rutin dilakukan, dengan berbagai metoda, teknik dan cara. Sebagian besar dari cara analisa tersebut masih berdasarkan suatu prinsip kromatografi atau pun menggunakan alat spektrophotometer. Cara tersebut digunakan untuk mendeteksi zat pewarna tersebut secara teliti, karena itu minimal diperlukan fasilitas yang cukup canggih serta dituntut tersedianya berbagai pelarut organik, yang biasanya cukup mahal harganya. Di samping itu teknik tersebut juga memerlukan tenaga terampil yang profesional. Molar extinction coefficient Rhodamin B adalah 106,000 M-1cm-1 pada panjang gelombang 542,75 nm. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mencari beberapa metoda yang praktis tetapi teliti untuk mengidentifikasi adanya pewarna sintetik dan bila perlu dapat membedakan jenis pewarna sintetik dalam makanan. Hal tersebut penting sekali bagi laboratorium pangan, pembuat
kebijaksanaan dan organisasi pelindung konsumen agar mempunyai suatu teknik atau metoda analisis yang cepat cara kerjanya dan dapat membedakan antara zat pewarna makanan dengan pewarna tekstil. Teknik analisis tersebut seyogyanya yang cukup sederhana sehingga mudah dilakukan di tingkat rumah tangga dan di lapangan bagi penjual zat pewarna atau penjual makanan. Adanya kebutuhan yang mendesak tersebut juga ditegaskan oleh JECFA. Teknik analisa sederhana Babu & Indushekhar S (1990) dari NIN Hyderabad India, telah melaporkan hasil penelitiannya, bahwa deteksi zat pewarna sintetik dapat dilakukan secara sederhana dengan menggunakan peralatan yang sederhana, seperti gelas, air dan kertas saring. Sehingga tidak diperlukan adanya pelarut ataupun memerlukan tersedianya peralatan khusus. Metoda ini dapat dikerjakan di rumah maupun di lapangan. Keistimewaan atau keuntungan penting dari metoda tersebut adalah karena cara analisisnya tidak membutuhkan ketersediaan zat pewarna-pewarna standar apapun. Ide dari metoda sederhana ini didasarkan pada kemampuan zat pewarna tekstil yang berbeda dengan zat pewarna makanan sintetis, di antaranya karena daya kelarutannya dalam air yang berbeda. Zat pewarna tekstil seperti misalnya Rhodamin B (merah), Methanil Yellow (kuning), dan Malachite Green (hijau), bersifat tidak mudah larut dalam air. Pada Tabel 1, dapat dilihat daftar beberapa pewarna sintetik yang mudah larut dan tidak mudah larut dalam air. Kromatografi Kromatografi adalah suatu nama yang diberikan untuk teknik pemisahan tertentu. Pada dasarnya semua cara kromatografi menggunakan dua fase tetap ( stationary) dan yang lain fase bergerak (mobile); pemisahan-pemisahan tergantung pada gerakan relative dari dua fase ini (Sastrohamidjojo,1991). Kromatografi kertas Prinsip kerjanya adalah kromatography kertas dengan pelarut air (PAM, destilata, atau air sumur). Setelah zat pewarna diteteskan di ujung kertas rembesan (elusi), air dari bawah akan mampu menyeret zat-zat pewrna yang larut dalam air (zat pewarn makanan) lebih jauh dibandingkan dengan zat pewarna tekstil. Sejumlah cuplikan 30-50 g ditimbang dalam gelas kimia 100 ml, ditambahkan asam asetat encer kemudian dimasukan benang wool bebas lemak secukupnya, lalu dipanaskan di atas nyala api kecil selama 30 menit sambil diaduk. Benangwool dipanaskan dari larutan dan dicuci dengan air
dingin berulang-ulang hingga bersih. Pewarna dilarutkan dari benang wool dengan penambahan ammonia 10% di atas penangas air hingga bebas ammonia. Totolkan pada kertas kromatografi, juga totolkan zat warna pembanding yang cocok (larutan pekatan yang berwarna merah gunakan pewarna zat warna merah). Jarak rambatan elusi 12 cm dari tepi bawah kertas. Elusi dengan eluen 1 (etilmetalketon : aseton : air = 70 : 30 : 30) dan eluen II (2 gr NaCl dalam 100 ml etanol 50%) Keringkan kertas kromatografi di udara pada suhu kamar. Amati bercak-bercak yang timbul Perhitungan / penentuan zat warna dengan cara mengukur nilai Rf dari masing-masing bercak tersebut, dengan cara membagi jarak gerak zat terlarut oleh jarak zat pelarut. Kromatrogafi lapis tipis Diantara berbagai jenis teknik kromatrografi, kromatografi lapis tipis (KLT) adalah yang paling cocok untukk analisis obat di laboratorium farmasi (Stahl,1985). Kromatografi Lapis Tipis dapat digunakan untuk memisahkan berbagai senyawa seperti ion-ion organik, kompleks senyawa-senyawa organik dengan anorganik, dan senyawa-senyawa organik baik yang terdapat di alam dan senyawa-senyawa organik sintetik. KLT merupakan kromatografi adsorbs dan adsorben bertindak sebagai fase stasioner. Empat macam adsorbs dan adsorben bertindak sebagai fase stasioner. Empat macam adsorben yang umum dipakai ialah silica gel ( asam silikat ), alumina ( aluminum oxydae ) , kieselguhr ( diatomeus earth ) dan selulosa. Dari keempat jenis adsorben tersebut yang paling bnayak dipakai adalah silica gel karena hampir semua zat dapat dipisahkan oleh jenis adsorban ini. Sifat sifat umum dari penyerapan-penyerap untuk kromatografi lapis tipis ini adalah mirip dengan sifat-sifat penyerap untuk kromatografi kolom. Dua sifat yang penting dari penyerap adalah besar partikel dan homogenitasnya, karena adhesi terhadap penyokong sangat bergantung pada mereka. Fase gerak ialah medium angkut dan terdiri atas satu atau beberapa pelarut. Ia bergerak dalam di dalam fase diam, yaitu suatu lapisan berpori , karena ada gaya kapiler. Jika fase gerak dan fase diam telah dipilih dengan tepat, bercak cuplikan awal dipisahkan menjadi sederet bercak, masing-masing bercak diharapkan merupakan komponen tunggal dari campuran. Perbedaan migrasi merupakan dasar pemisahan kromatografi, tanpa perbedaan dalam kecepatan migrasi dari senyawa,tidak mungkin terjadi pemisahan. Reaksi kimia Cara reaksi kimia dilakukan dengan cara menambahkan pereaksi-pereaksi berikut :
HCL pekat
H2SO4 pekat
NaOH 10%
NH4OH 10%
Matriks Keunggulan teknik analisa sederhana ini adalah :
1. Cara ini praktis untuk mengecek atau mengidentifikasi zat warna dalam kemasan yang akan digunakan untuk mengolah makanan secara spesifik. Bila akan menganalisis zat warna yang terdapat dalam makanan, harus diekstraksi dulu sehingga mendapatkan larutan dengan konsentrasi 1 g/l zat pewarna. 2. Para teknisi laboratorium dan lembaga konsumen, bahkan siswa SMA serta konsumen awam, kini dapat dengan mudah, cepat dan sederhana mendeteksi zat warna tekstil tersebut, bila diinginkan. 3. Keunggulan lain dari metoda sederhana ini adalah tidak diperlukannya standar pembanding (kecuali ingin mendeteksi zat pewarna apa). Akan tetapi hasil uji dengan metoda tersebut perlu pula dikonfirmasi lebih lanjut dengan uji yang dikerjakan di laboratorium dengan menggunakan metoda konvensional. Sehingga dapat benar-benar diyakini bahwa bahan pewarna tersebut tidak mengandung dyes tekstil. Hal ini penting karena terkadang hasil penelitian terbaru dapat mencabut ijin pemakaian bahan pewarna tertentu yang sebelumnya tercantum di dalam daftar pewarna yang diijinkan, seperti yang terjadi di India mengenai pemakaian Fast Red E. disusun oleh : Devianti ; Sri Eli Lestari ; Iin Indrayani ; Vina Nur Syaidah Farmasi UNISBA
SNI STANDAR BAHAN PEWARNA MAKANAN Penggunaan pewarna dan pemanis buatan telah diatur oleh pemerintah melalui Peraturan Menteri Kesehatan RI No.239/MENKES/PER/V/1985 tentang penggunaan zat pewarna, tentang pemanis buatan dan No.722/MENKES/PER/IX/1988 tentang bahan tambahan makanan serta SNI 012895-1992
tentang
penggunaan
Pemerintah
zat
aditif.
Rhodamine Indonesia
melalui
Peraturan
B Menteri
Kesehatan
(Permenkes)
No.239/Menkes/Per/V/85 menetapkan 30 zat pewarna berbahaya. Rhodamine B termasuk salah satu zat pewarna yang dinyatakan sebagai zat pewarna berbahaya dan dilarang digunakan pada produk pangan (Syah et al. 2005). Namun demikian, penyalahgunaan rhodamine B sebagai zat pewarna pada makanan masih sering terjadi di lapangan dan diberitakan di beberapa media massa. Sebagai contoh, rhodamine B ditemukan pada makanan dan minuman seperti kerupuk, sambal botol dan sirup di Makassar pada saat BPOM Makassar melakukan pemeriksaan sejumlah
sampel
makanan
dan
minuman
ringan
(Anonimus
2006).
Rhodamine B termasuk zat yang apabila diamati dari segi fisiknya cukup mudah untuk dikenali. Bentuknya seperti kristal, biasanya berwarna hijau atau ungu kemerahan. Di samping itu rhodamine juga tidak berbau serta mudah larut dalam larutan berwarna merah terang berfluorescen. Zat pewarna ini mempunyai banyak sinonim, antara lain D and C Red no 19, Food Red 15, ADC Rhodamine B, Aizen Rhodamine dan Brilliant Pink B. Rhodamine biasa digunakan dalam industri tekstil. Pada awalnya zat ini digunakan sebagai pewarna bahan kain atau pakaian. Campuran zat pewarna tersebut akan menghasilkan warna-warna yang menarik. Bukan hanya di industri tekstil, rhodamine B juga sangat diperlukan oleh pabrik kertas. Fungsinya sama yaitu sebagai bahan pewarna kertas sehingga dihasilkan warna-warna kertas yang menarik. Sayangnya zat yang seharusnya digunakan sebagai pewarna tekstil dan kertas tersebut
digunakan
pula
sebagai
pewarna
makanan.
Penggunaan zat pewarna ini dilarang di Eropa mulai 1984 karena rhodamine B termasuk karsinogen yang kuat. Efek negatif lainnya adalah menyebabkan gangguan fungsi hati atau bahkan bisa menyebabkan timbulnya kanker hati (Syah et al. 2005). Beberapa penelitian telah
membuktikan bahwa zat pewarna tersebut memang berbahaya bila digunakan pada makanan. Hasil suatu penelitian menyebutkan bahwa pada uji terhadap mencit, rhodamine B menyebabkan terjadinya perubahan sel hati dari normal menjadi nekrosis dan jaringan di sekitarnya mengalami disintegrasi. Kerusakan pada jaringan hati ditandai dengan adanya piknotik (sel yang melakukan pinositosis) dan hiperkromatik dari nukleus, degenerasi lemak dan sitolisis dari sitoplasma (Anonimus
2006).
Dalam analisis yang menggunakan metode destruksi yang kemudian diikuti dengan analisis metode spektrofometri, diketahui bahwa sifat racun rhodamine B tidak hanya disebabkan oleh senyawa organik saja tetapi juga oleh kontaminasi senyawa anorganik terutama timbal dan arsen (Subandi 1999). Keberadaan kedua unsur tersebut menyebabkan rhodamine B berbahaya jika digunakan sebagai pewarna pada makanan, obat maupun kosmetik sekalipun. Hal ini didukung oleh Winarno (2004) yang menyatakan bahwa timbal memang banyak digunakan sebagai pigmen atau zat pewarna dalam industri kosmetik dan kontaminasi dalam makanan dapat terjadi salah
satu
diantaranya
oleh
zat
pewarna
untuk
tekstil.
Penambahan zat pewarna pada makanan dilakukan untuk memberi kesan menarik bagi konsumen, menyeragamkan warna makanan, menstabilkan warna dan menutupi perubahan warna selama penyimpanan. Penambahan zat pewarna rhodamine B pada makanan terbukti mengganggu kesehatan, misalnya mempunyai efek racun, berisiko merusak organ tubuh dan berpotensi memicu kanker. Oleh karena itu rhodamine B dinyatakan sebagai pewarna berbahaya dan dilarang penggunannya. Pemerintah sendiri telah mengatur penggunaan zat pewarna dalam makanan. Namun demikian masih banyak produsen makanan, terutama pengusaha kecil, yang menggunakan zat-zat pewarna yang dilarang dan berbahaya bagi kesehatan, misalnya pewarna untuk tekstil atau cat yang pada umumnya mempunyai warna yang lebih cerah, lebih stabil dalam penyimpanan, harganya lebih murah dan produsen pangan belum menyadari bahaya dari pewarna-pewarna
tersebut.
Bahan pewarna makanan terdiri dari : - obat-obat-an, - kosmetika, dan -alat-alat kesehatan dapat berupa dyes, atau pigmen, atau bentuk senyawa lain yang dapat memberi warna ketika ditambahkan pada produk makanan, obat, kosmetika, dan alat kesehatan.
FDA (Badan Pengawas Makanan dan Obat di Amerika Serikat) membedakan bahan pewarna kedalam 1.
2 Golongan
golongan
bahan
pewarna
yang
:
memerlukan
sertifikasi
2. Golongan bahan pewarna yang dikecualikan dari sertifikasi (tidak memerlukan sertifikasi / dibebaskan
(1).
dari
Bahan
pewarna
sertifikasi).
yang
memerlukan
sertifikasi
:
a.Pewarna sintetik b.
Bahan
pewarna
i.
belum
ii.
pengajuan
yang
tidak
bersertifikat
mengajukan sertifikasinya
dapat
diartikan
sertifikasi, belum
atau
disetujui,
atau
iii. permohonan sertifikasinya ditolak oleh FDA.
Contoh
:
Pewarna
tidak
bersertifikat
:
dengan
nama
perdagangan
:
Tartrazine
Pewarna yang bersertifikat : dengan nama perdagangan : FD & C Yellow 5, Lot No Pewarna
tidak
bersertifikat
:
dengan
nama
perdagangan
:
Allura
Red
AC
Pewarna yang bersertifikat : dengan nama perdagangan : FD & C Red 40, Lot No Pewarna
tidak
bersertifikat
:
dengan
nama
perdagangan
:
Indigotine
Pewarna yang bersertifikat : dengan nama perdagangan : FD & C Blue No.2, Lot No • Bahan pewarna yang bersertifikat FD & C yang boleh digunakan untuk produk makanan : FD &
C
Yellow
No.5,
FD
&
C
Red
40,
FD
&
C
Blue
No.2
• Bahan pewarna yang tidak bersertifat FD & C tidak boleh digunakan dalam produk makanan : Tartrazine, Allura Red AC, Indigotine.
Federal Food, Drug & Cosmetic (FD & C) Act of 1938 mengatur bahwa sertifikasi bahan pewarna menjadi wajib bagi produsennya, dan wewenang pengujiannya dialihkan dari USDA ke FDA. Untuk menghindari kebingungan dalam pemakaian bahan pewarna untuk makanan dengan bahan pewarna untuk penggunaan lain, FDA menetapkan tiga kategori sertifikasi bahan pewarna. 1.
FD
&
C
:
Untuk
Makanan,
Obat
dan
Kosmetika
2.
D
3.
External
& D
&
C C
:
:
Obat-obatan
Obat-obatan
dan
dan
Kosmetika
untuk
Kosmetika pemakaian
luar.
Pada setiap Sertifikat bahan pewarna diberikan nama khusus yang terdiri dari awalan, seperti FD & C, D & C, atau Ext. D & C, nama warna, dan angka atau nomor. Kadang-kadang nama dari bahan pewarna disingkat dengan hanya terdiri dari nama warna dan angka atau nomor, seperti Yellow
6
sebagai
ganti
FD
&
C
Yellow
No.6
Menurut Nutrition Labeling & Education Act tahun 1990, bahan pewarna bersertifikat yang digunakan dalam makanan harus dicantumkan dalam penandaan (label) dengan menggunakan nama
(2).
yang
umum
Bahan
digunakan,
tambahan
ketentuan
ini
pewarna
berlaku
sejak
dikecualikan
1
dari
Juli
1991.
sertifikasi:
Bahan pewarna yang masuk golongan ini sebagian besar diperoleh dari tanaman, hewan, atau sumber-sumber mineral. Tidak diwajibkan sertifikasi, namun tetap harus mematuhi persyaratanpersyaratan
Ada
yang
dua
jenis
bahan
berlaku.
pewarna
golongan
ini
:
1. Bahan pewarna alami (Natural color), istilah bahan pewarna alami tidak dikenal oleh FDA. Diserahkan pada produsen bahan pewarna itu sendiri untuk menentukan bahwa bahan pewarna produksinya adalah bahan pewarna alami.
2. Bahan pewarna identik alami (Natural identical color) : bahan pewarna ini juga diproduksi melalui sintesis kimia, tetapi tidak diwajibkan sertifikasi oleh FDA, dianggap bahan pewarna golongan ini tidak dapat dibedakan dengan bahan pewarna asli yang diperoleh dari alam, baik perbedaan secara kimia maupun perbedaan fungsi pemakaiannya. Sebagai contoh: bahan pewarna Beta-carotene yang dibuat secara sintetik dari acetone tidak dapat dibedakan dengan bahan
pewarna
Contoh-contoh
Beta-carotene
bahan
yang
pewarna
diperoleh
dari
dikecualikan
alam,
misalnya
dari
dari
sertifikasi
wortel.
:
Annatto ekstrak, B-APO-8′-carotenal *, Beta-carotene, bit bedak, Canthaxanthin, Carmel warna, Carrot oil, Cochineal extract (merah); Cottonseed tepung, toasted sebagian dihilangkan lemak,
dimasak;
Ferrous
gluconate
*,
juice
buah-buahan,
warna
grape
extract
*,
Grape ekstrak kulit * (enocianina), Paprika, Paprika oleoresin, Riboflavin, Saffron, Titanium dioksida
*,
Turmeric,
Turmeric
oleoresin,
jus
sayur
* Bahan pewarna makanan dengan tanda ” * ” tersebut diatas dibatasi hanya untuk penggunaan yang
spesifik.
Hanya ada 9 bahan pewarna bersertifikat yang disetujui untuk digunakan dalam produk makanan di
AS,
yaitu:
1 FD & C Blue No.1. … … …. (Brilliant Blue FCF) … … … … digunakan pada: minuman, produk
susu
bubuk,
jellies,
confections,
icings,
syrups,
ekstrak
2 FD & C Blue No.2. … … …. (Indigo Carmine / Indigotine) .. gunakan pada: sereal, makanan snack,
es
krim,
confections,
cherries
3 FD & C Green No.3. … … …( Fast Green FCF) … … … …. digunakan pada: minuman, puddings,
es
krim,
cherries,
confections,
produk
susu.
4 FD & C Red No.3. … … … ..(Erythrosine) … … … … … ….. digunakan pada: cherries cooktail
dan
buah-buahan,
untuk
salads,
confections.
5 FD & C Red No.40. … … … (Red Allura AC) … … … … ….digunakan pada: gelatins, puddings,
produk
susu,
confections,
minuman.
6 FD & C Yellow No.5 … … .. (Tartrazine) … … … … … … …digunakan pada: minuman, es krim,
confections,
preserves,
sereal
7 FD & C Yellow No.6 … … .. (Senja Kuning FCF) … … … ..digunakan pada: sereal, makanan snack,
es
krim,
minuman,
dessert
powders,
confections
8 Orange B … … … … … … … … … … … … … … … … … … ….warna makanan tambahan
ini
dibatasi
untuk
menggunakan
spesifik.
9 Citrus Red No.2 … … … … … … … … … … … … … … … … ..warna makanan tambahan ini
dibatasi
untuk
menggunakan
spesifik.
Bahaya pemakaian bahan pewarna sintetik bukan makanan untuk produk makanan : Pada proses pembuatan bahan pewarna sintetik, umumnya melalui reaksi kimia yang menggunakan asam sulfat atau asam nitrat. Asam sulfat dan Asam nitrat sering tercemar logamlogam berat, seperti Plumbum (Pb) dan Arsenikum (As) yang bersifat racun. Untuk bahan pewarna yang dianggap aman dipakai kandungan logam Arsenikumnya tidak boleh lebih besar
dari 0,0004 %, sedang kandungan logam Plumbumnya tidak boleh lebih dari 0,0001%. Pada pembuata bahan pewarna organik, umumnya melalui produk-produk antara, atau bisa terbentuk senyawa baru lain yang berbahaya, senyawa-senyawa baru dan produk-produk antara itu
dapat
tertinggal
dalam
produk
akhir
pembuatan
bahan
pewarna
tersebut.
Cemaran bahan-bahan ini yang menyebabkan bahan pewarna sintetik tidak bersertifikat atau bahan
pewarna
sintetik
Contoh
bukan
makanan
nya
dipakai
untuk
produk-produk
antara
makanan.
lain
:
1. pemakaian bahan pewarna tekstil Methanil Yellow dalam pembuatan tahu, atau pembuatan manisan 2.
mangga.
pemakaian
bahan
pewarna
dilarang
Rhodamin
B
dalam
jajanan
es
campur.
3. Pemakaian bahan pewarna tak bersertifikat Tartrazine untuk porduk sirup, limun.
Dasar Teori
Secara luas aditif pangan telah ada lebih dari 2.500 jenis yang digunakan untuk preservative
(pengawet)
dan
pewarna
(dye).
Zat-zat
aditif
ini
digunakan
untuk
mempertinggipenerimaan konsumen terhadap suatu produk (Dixit et al, 1995). Oleh karena itu produsen pun berlomba menawarkan aneka produknya dengan tampilan yang menarik dan warna-warni. Jenis pewarna yang sering ditemukan dalam beberapa produk pangan diantaranya adalah Sunset Yellow dan Tartrazine. Tartrazine dan Sunset Yellow secara komersial digunakan sebagai zat aditif makanan, dalam pengobatan dan kosmetika yang sangat menguntungkan karena dapat dengan mudah dicampurkan untuk mendapatkan warna yang ideal dan juga biaya yang rendah dibandingkan dengan pewarna alami (Pedro et al, 1997).
Laporan Praktikum Uji Zat Warna Pada Makanan A. PENDAHULUAN Makanan adalah salah satu kebutuhan manusia.dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari makanan. Sebagai kebutuhan dasar , makanan tersebut harus mengandung zat gizi untuk dapat memenuhi fungsinya dan aman dikonsumsi karena makanan yang tidak
aman
dapat
menimbulkan
gangguan
kesehatan
bahkan
keracunan (Moehji, 1992). Aneka produk makanan dan minuman yang berwarna-warni tampil semakin menarik. Warna-warni pewarna membuat aneka produk makanan mampu mengundang selera. Meski begitu, konsumen harus berhati-hati. Pasalnya, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) kerap menemukan produk makanan yang menggunakan pewarna tekstil. Di era modern, bahan pewarna tampaknya sudah tidak bisa dipisahkan dari berbagai jenis makanan dan minuman olahan. Produsen pun berlomba-lomba untuk menarik perhatian para konsumen dengan menambahkan pewarna pada makanan dan minuman. Bahan pewarna yang sering digunakan dalam makanan olahan terdiri dari pewarna sintetis (buatan) dan pewarna natural (alami). Pewarna sintetis terbuat dari bahan-bahan kimia, seperti tartrazin untuk warna kuning atau allura red untuk warna merah. Kadang-kadang pengusaha yang nakal menggunakan pewarna bukan makanan (non food grade) untuk memberikan warna pada makanan. Demi mengeruk keuntungan, mereka menggunakan pewarna tekstil untuk makanan. Ada yang menggunakan Rhodamin B —pewarna tekstil — untuk mewarnai terasi, kerupuk dan minuman sirup. Padahal, penggunaan pewarna jenis itu dilarang keras, karena bisa menimbulkan kanker dan penyakit-penyakit lainnya. Pewarna sintetis yang boleh digunakan untuk makanan (food grade) pun harus dibatasi
penggunaannya. Karena pada dasarnya, setiap benda sintetis yang masuk ke dalam tubuh akan menimbulkan efek. Beberapa negara maju, seperti Eropa dan Jepang telah melarang penggunaan pewarna sintetis seperti pewarna tartrazine.Mereka lebih merekomendasikan pewarna alami, seperti beta karoten. Meski begitu, pewarna sintetis masih sangat diminati oleh para produsen makanan. Alasannya, harga pewarna sintetis jauh lebih murah dibandingkan dengan pewarna alami. Selain itu, pewarna sintetis memiliki tingkat stabilitas yang lebih baik, sehingga warnanya tetap cerah meskipun sudah mengalami proses pengolahan dan pemanasan. Berbeda dengan pewarna sintetis, pewarna alami malah mudah mengalami pemudaran pada saat diolah dan disimpan. Sebenarnya, pewarna
alami
Pengkajian
tidak
Pangan
bebas
dari
Obat-obatan
masalah.
dan
Menurut
Kosmetika
Lembaga
Majelis
Ulama
Indonesia (LPPOM MUI), dari segi kehalalan, pewarna alami justru memiliki titik kritis yang lebih tinggi. Lantaran pewarna natural tidak stabil selama penyimpanan, maka untuk mempertahankan warna agar tetap cerah, sering digunakan bahan pelapis untuk melindunginya dari pengaruh suhu, cahaya, dan kondisi lingkungan. Bahan pewarna yang memberikan warna merah diekstrak dari sejenis tanaman. Supaya pewarna tersebut stabil maka digunakan gelatin sebagai bahan pelapis melalui sistem mikroenkapsulasi. Pewarna ini sering digunakan pada industri daging dan ikan kaleng. LPPOM MUI menyatakan penggunaan pewarna sintetis yang tidak proporsional dapat menimbulkan masalah kesehatan. Namun penggunaan bahan pewarna alami pun jika tidak dilakukan secara hati-hati dapat menjurus
kepada
bahan
yang
haram
atau
subhat
(tak
jelas
kehalalannya). Meski demikian, pilihan terbaik tentu saja tetap pewarna alami, karena tidak menimbulkan efek negatif pada tubuh. Perlu diingat kalau
penggunaan bahan tambahan seperti pelapis pada pewarna harus dipilih dari bahan-bahan yang halal. B. TUJUAN Praktikum ini bertujuan mengetahui jenis pewarna yang digunakan pada makanan. C. DASAR TEORI 1. Sanitasi Makanan dan Minuman Makanan dan minuman merupakan bahan yang sangat dibutuhkan oleh makhluk hidup, yang berguna bagi kelangsungan hidupnya. Makanan yang kita butuhkan tidak hanya untuk pertumbuhan dan perkembangan fisik saja, namun demikian makanan dan minuman dapat pula membahayakan kesehatan manusia karena dapat berperan sebagai perantara berbagai penyakit, untuk mendapatkan makanan dan minuman yang terjamin baik dari segi kualitas, maupun kuantitas diperlukan adanya tindakan diantaranya adalah sanitasi makanan dan minuman (Slamet,1994). Adapun kegiatan-kegiatan yang
dilakukan
dalam
usaha
sanitasi
makanan dan minuman adalah: 1. A. Keamanan makanan dan minuman yang disediakan B. Hygiene perorangan dan praktek-praktek penanganan makanan dan minuman oleh karyawan yang bersangkutan C. Keamanan terhadap penyediaan air D. Pengelolaaan terhadap kontaminasi selama dalam proses pengolahan, penyajian, dan penyimpanan E. Pengolahan pembuangan air limbah dan kotoran F. Penyucian, kebersihan dan penyimpanan alat-alat. Untuk hal tersebut diatas, tidak terlepas dari pengawasan terhadap tenaga pengolah makanan, pedagang yang menyajikan makanan, alat-alat yang dipergunakan dalam proses pengolahan makanan dan minuman, tempat-tempat produksi makanan dan minuman yang tidak
saniter serta air yang dipergunakan dalam kegiatan-kegiatan tersebut yang tidak memenuhi syarat. 2. Keamanan Pangan Menurut Undang-Undang No.7/1996 yang dikutip oleh Hardiansyah (2001) tentang pangan, bahwa keamanan pangan adalah kondisi dan upaya untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia
dan
benda
lain
yang
mengganggu,
merugikan
dan
membahayakan keselamatan manusia. Pangan yang tidak aman dapat menyebabkan penyakit yang disebut dengan foodborne diseases, yaitu gejala penyakit yang timbul akibat mengkonsumsi pangan yang mengandung bahan / senyawa berancun atau organism pathogen. Penyebab ketidakamanan pangan adalah (Baliwati dkk,2004): 1.
Segi
gizi,
jika
kandungan
gizinya
berlebihan
yang
dapat
menyebabkan berbagai penyakit degenerative seperti jantung, kanker dan diabetes. 2. Segi kontaminasi, jika pangan terkontaminasi oleh mikroorganisme ataupun bahan-bahan kimia. Menurut Azwar (1995), penyebab makanan tersebut berbahaya adalah karena, makanan tersebut dicemari zat-zat yang membahayakan kehidupan dan juga karena didalam makanan itu sendiri telah terdapat zat-zat yang membahayakan kesehatan. Menurut Moehji (1992), makanan sehat yang menyehatkan harus mencakup tiga aspek, yaitu : 1. A. Makanan harus memberikan kelengkapan dan kecukupan zat gizi yang diperlukan untuk kelangsungan fungsi-fungsi normal berbagai organ tubuh. B. Makanan bebas dari senyawa kimia atau dari mikroba yang dapat membahayakan kesehatan tubuh.
C. Makanan tidak akan mendorong timbulnya maasalah kesehatan, terutama masalah yang timbul setelah tenggang waktu yang lama. 3. Bahan Tambahan Makanan Menurut FAO dan WHO dalam kongres di Roma pada tahun 1956 menyatakan bahwa Bahan Tambahan Makanan adalah bahan-bahan yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan dalam jumlah sedikit yaitu untuk memperbaiki warna, bentuk, citarasa, tekstur, atau memperpanjang daya simpan. Sedangkan menurut Puspitasari (2001), Bahan Tambahan Pangan adalah senyawa (atau campuran berbagai senyawa) yang sengaja ditambahkan makanan dan minuman dalam proses
pengolahan,
pengemasan
dan
penyimpanan
dan
bukan
adalah
dapat
merupakan bahan (ingredient) utama. Tujuan
penggunaan
bahan
tambahan
makanan
meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan, membuat bahan pangan lebih mudah dihidangkan, serta mempermudah preparasi bahan pangan. 4. Zat Pewarna Menurut Winarno (1995), yang dimaksud dengan zat pewarna adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki warna makanan yang berubah atau menjadi pucat selama proses pengolahan atau untuk memberi warna pada makanan yang tidak berwarna agar kelihatan
lebih
menarik.
Menurut
PERMENKES
RI
No.722/Menkes/Per/IX/1988, zat pewarna adalah bahan tambahan makanan
yang
dapat
memperbaiki
atau
member
warna
pada
makanan. Berdasarkan sumbernya zat pewarna dibagi dalam dua golongan utama yaitu pewarna alami dan pewarna buatan. 1. Pewarna alami
Pada pewarna alami zat warna yang diperoleh berasal dari hewan dan tumbuh-tumbuhan seperti : caramel, coklat, daun suji, daun pandan, dan kunyit. Jenis-jenis pewarna alami tersebut antara lain : a. Klorofil, yaitu zat warna alami hijau yang umumnya terdapat pada daun, sehingga sering disebut zat warna hijau daun. b. Mioglobulin dan hemoglobin, yaitu zat warna merah pada daging. c. Karotenoid, yaitu kelompok pigmen yang berwarna kuning, orange, merah orange, yang terlarut dalam lipid, berasal dari hewan maupun tanaman antara lain, tomat, cabe merah, wortel. d. Anthosiamin dan anthoxanthim. Warna pigmen anthosianin merah, biru violet biasanya terdapat pada bunga, buah-buahan dan sayursayuran. 2. Pewarna Buatan Di Negara maju, suatu zat pewarna buatan harus melalui perlakuan pemberian
asam
sulfat
atau
asam
nitrat
yang
seringkali
terkontaminasi oleh arsen atau logam berat lain yang bersifat racun. Pada pembuatan zat pewarna organik sebelum mencapai produk akhir, harus melalui suatu senyawa dulu yang kadang-kadang berbahaya dan seringkali tertinggal dalam hal akhir, atau terbentuk senyawa-senyawa baru yang berbahaya (Cahyadi, 2006). Namun sering sekali terjadi penyalahgunaan pemakaian pewarna untuk sembarang bahan pangan, misalnya zat pewarna tekstil dan kulit untuk mewarnai bahan pangan. Bahan tambahan pangan yang ditemukan adalah pewarna yang berbahaya terhadap kesehatan seperti Amaran, Auramin, Methanyl Yellow, dan Rhodamin B. Jenisjenis makanan jajanan yang ditemukan mengandung bahan-bahan berbahaya ini antara lain sirup, saus, bakpau, kue basah, pisang goring, tahu, kerupuk, es cendol, mie dan manisan (Yuliarti,2007).
Timbulnya
penyalahgunaan
bahan
tersebut
disebabkan
karena
ketidaktahuan masyarakat mengenai zat pewarna untuk pangan, dan juga disebabkan karena harga zat pewarna untuk industri lebih murah dibanding dengan harga zat pewarna untuk pangan (Seto,2001). D. METODE Metode
yang
digunakan
dalam
praktikum
ini
adalah
metode
Colorimetri. Prosedur yang dilakukan sebagai berikut : a. Alat : 1. Gelas kimia 2. Pipet ukur + filler 3. Kruistang 4. Pinset b. Bahan : 1. Bulu Domba 2. Sampel Pewarna 3. Larutan NH4OH 10 % 4. Larutan KHSO4 10 % 5. Kertas Lakmus c. Cara Kerja : 1. Sampel pewarna pada makanan diambil sebanyak 50 ml dan dimasukkan kedalam gelas kimia, 2. Sampel ditambah 0,5 ml Larutan KHSO4 10 % sampai asam (cek dengan lakmus biru), 3. Larutan dipanaskan sampai mendidih, 4. Apabila telah mendidih bulu domba sebanyak 2 buah dimasukkan ke dalam larutan, dan pendidihan dilanjutkan selama 10 menit, 5. Setelah 10 menit, bulu domba diangkat dari larutan dan dicuci sampai bersih
6. Bulu domba yang telah dicuci dibagi dua bagian. Satu bagian ditetesi dengan larutan NH4OH 10 % sebanyak 2 ml sampai menjadi basa (cek dengan lakmus merah), satu bagian lagi sebagai kontrol. 7. Amati perubahan warna yang terjadi. Apabila lebih keruh dari kontrol maka pewarna tersebut adalah alami, namun apabila lebih terang dari kontrol pewarna tersebut adalah sintetis. E. HASIL Hasil dari pemeriksaan pewarna pada makanan yaitu warna bulu domba yang ditambah dengan larutan NH4OH lebih gelap/keruh dibanding kontrol (bulu domba yang tidak diberi perlakuan). Hal tersebut menunjukkan bahwa pewarna makanan yang diperiksa merupakan pewarna alami. F. PEMBAHASAN Penentuan
mutu
dan
bahan
makanan
pada
umumnya
sangat
bergantung pada beberapa faktor diantaranya cita rasa, warna, tekstur, dan nilai gizinya; diamping itu ada faktor lain, misalnya sifat mikrobiologis. Tetapi sebelum ada faktor-faktor lain dipertimbangkan, secara visual faktor warna tampil lebih dahulu dan kadang-kadang sangat menentukan. Suatu bahan yang dinilai bergizi, enak, dan teksturnya sangat baik tidak akan dimakan apabila memiliki warna yang tidak sedap dipandang atau member kesan menyimpang dari warna yang seharusnnya. Selain sebagai faktor yang ikut menentukan mutu, warna juga dapat digunakan sebagai indikator kesegaran atau kematangan. Baik tidaknya cara pencampuran atau cra pengolahan ditandai
dengan
adanya
warna
yang
seragam
dan
merata
(Winarno,1995). Di indonesia tata cara atau undang- undang zat pewarna makanan belum ada. Sehingga cenderung terjadi penyalahgunaan dalamakaian zat
pewarna.
Misalnya,
sering
digunakan
zat
pewarna
tanpa
mencantumkan label dan merek. Sirup dengan warna yang mencolok
dan indah, dikhawatirkan menggunakan zat pewarna tekstil dan pewarna kulit. Bila itu terjadi, sangat membahayakan kesehatan pemakainya, karena zat pewarna tekstil mengandung residu logam berat yang dapat merusak organ hati dan ginjal. Oleh sebab itu, sedapat
mungkin
hindari
mengkonsumsi
bahan
makanan
yang
mengandung zat warna sintetik. Untuk mencegah terjadinya gangguan kesehatan akibat penggunaan zat warna alami misalnya daun suji (pewarna hijau) atau zat sintetik yang dibeli di apotek/di toko tertentu yang telah disahkan oleh Depkes. RI. Untuk mengetahui kandungan pewarna makanan baik atau tidak dapat dilakukan
pemeriksaan
dengan
metode
Colorimetri
dengan
menggunakan Indikator kertas Lakmus. Bahan yang digunakan yaitu bulu domba, karena bulu domba sangat mudah menyerap kandungan zat pewarna saat pendidihan. Dari pemeriksaan diperoleh data bahwa pewarna yang diperiksa mengandung pewarna alami. Pemakaian zat pewarna pada makanan mempunyai aturan tersendiri yang diatur pada Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan nomor : 01415/b/sk/iv/91 tentang tanda khusus pewarna makanan. LPPOM MUI menyatakan, penggunaan pewarna sintetis yang tidak proporsional dapat menimbulkan masalah kesehatan. Namun penggunaan bahan pewarna alami pun jika tidak dilakukan secara hati-hati dapat menjurus kepada bahan yang haram atau subhat (tak jelas kehalalannya). Meski demikian, pilihan terbaik tentu saja tetap pewarna alami, karena tidak menimbulkan efek negatif pada tubuh. Perlu diingat kalau penggunaan bahan tambahan seperti pelapis pada pewarna harus dipilih dari bahan-bahan yang halal. G.KESIMPULAN Hasil yang diperoleh dari pemeriksaan pewarna pada makan yaitu pewarna makanan yang kami amati merupakan pewarna alami yang memiliki resiko rendah bagi kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2010. Bahan Aktif Makanan Dan Pengaruhnya Bagi Kesehatan Manusia.http://www.wordpress.com.
Diakses
pada
tanggal
26
Desember 2010. Azwar, A. 1995. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Mutiara Sumber Widya, Jakarta. Baliwati, dkk. 2004. Pengantar Pangan dan Gizi. Penebar Swadaya, Jakarta. Cahyadi,W. 2006. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Bumi Aksara, Jakarta. Dirjen Pengawasan Obat dan Makanan. Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Tentang Tanda Khusus Pewarna Makanan. http://www.pom.go.id. Diakses pada tanggal 26 Desember 2010. Hardiansyah,dkk. 2001. Pengendalian Mutu dan Keamanan Pangan. Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta. Moehji, S. 1992. Penyelenggaraan Makanan Institusi dan Jasa Boga. Bhratara, Jakarta. Novia,
DRM.
2010. Mewaspadai
Pewarna
Makanan.
http://www.mirror.unpad.ac.id. Diakses pada tanggal 26 Desember 2010. Purba, ER. 2009. Analisis Zat Pewarna Pada Minuman Sirup yang Dijual di Sekolah Dasar Kelurahan Lubuk Pakam III Kecamatan Lubuk Pakam. http://www.repository.usu.ac.id.
Diakses
pada
tanggal
26
Desember 2010. Puspitasari, L. 2001. Analisis Bahaya dan Pencegahan Keracunan Pangan. Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta. Seto, S. 2001. Pangan dan Gizi; Ilmu, Teknologi, Industri Dan Perdagangan. Institusi Pertanian Bogor, Bandung.
Sihombing, VM. 2008. Analisa Zat Pewarna Kuning Pada Tahu tang dijual
di
Pasar-pasar
di
Medan. http://www.repository.usu.ac.id.
Diakses pada tanggal 26 Desember 2010. Slamet, S. 1994. Kesehatan Lingkungan. Gajah Mada University, Yogyakarta. Winarno. 1995. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Yuliarti, N. 2007. Awas Bahaya Dibalik Lezatnya Makanan. Andi, Yogyakarta.
Analisis spektrofotometri asam benzoat dalam minuman ringan (soft drink) Alat dan bahan : Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini antara lain ; Erlenmeyer 500, 250 mL; beker glass 100 mL; tabung reaksi; labu ukur 100 mL; hot plate; spektrofotometer; kertas saring; pengaduk dan pipet tetes. Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini antara lain ; Asam benzoat (s); HCl 37%; aquades dan soft drink. Prosedur kerja :
Pembuatan larutan stok; Larutan stok dibuat dengan melarutkan 100 mg asam benzoat(s) dalam 1 liter aquades. Larutan HCl 0.1M dibuat dengan melarutkan 8.2 mL HCl 37% dalam 1 liter aquades. Pembuatan larutan standar asam benzoat;
Larutan asam benzoat disiapkan dengan variasi 2, 4, 6, 8 dan 10 mg/mL dalam larutan HCl 0.01M. untuk membuat larutan 2 mg/L, dicampur 2 mL larutan stok asam benzoat dan 10 mL HCl 0.1M dalam labu ukur 100 mL kemudian ditambahkan aquades sampai tanda batas. Begitu seterusnya untuk 4, 6, 8 dan 10 mL asam benzoat dalam HCl 0.01M. Persiapan sampel; Soft drink diambil sebanyak 20 mL dalam beker glass kemudian dipanaskan pada hot plate untuk membebaskan CO2, selanjutnya larutan disaring setelah dingin. Larutan diambil 4 mL dan diencerkan dengan aquades sampai volume 100 mL. Selanjutnya ditambahkan HCl 0.1M sebanyak 10 mL dan sampel siap untuk diukur. Pembuatan kurva standar; Dilakukan scanning panjang gelombang (λ) antara 200-350 nm untuk menentukan λmaks
asam benzoat. Kemudian larutan standar asam benzoat dengan variasi konsentrasi diukur absorbansinya pada λmaks. Pengukuran sampel; Larutan sampel yang telah disiapkan diukur ansorbansinya pada λmaks, dilakukan pengulangan 3 kali dan ditentukan konsentrasinya menggunakan kurva kalibrasi. SENYAWA BENZOAT DALAM MAKANAN ATAU MINUMAN DAN TEST KIT BENZOAT UNTUK ANALISIS CEPATNYA Asam benzoat dan natrium benzoate banyak digunakan untuk mengawetkan berbagai produk makanan dan minuman, seperti jus buah, kecap, margarin, mentega, minuman ringan, sambal, saus salad, saus tomat, selai, dan sirop buah. Asam benzoat menghambat pertumbuhan jamur, kapang dan beberapa bakteri. Asam benzoat bisa ditambahkan langsung atau ditambahkan dalam bentukan garamnya (dengan basa natrium, kalium, atau kalsium). Efektivitas asam benzoat dan turunan benzoat tergantung pada pH makanan. Makanan berkadar asam dan minuman seperti jus buah (asam sitrat), minuman bersoda (karbon dioksida), minuman ringan (asam fosfat), Acar (cuka) atau makanan lain yang diasamkan diawetkan dengan asam benzoat dan natrium benzoat.
Asam benzoat terdeteksi dengan jumlah sedikit di cranberry, plum, greengage plum, kayu manis, cengkeh matang, dan apel. Batas penggunaan asam benzoat sebagai pengawet dalam pangan adalah antara 0,05-0,1%. Makanan yang asam benzoat dapat digunakan dan tingkat maksimum untuk aplikasi yang ditetapkan dalam hukum makanan internasional. Kekhawatiran muncul dari fakta bahwa asam benzoat dan garamnya dapat bereaksi dengan asam askorbat (vitamin C), dalam beberapa minuman ringan, membentuk senyawa turunan benzena yang berbahaya untuk kesehatan dan merupakan pemicu kanker. Natrium benzoat adalah pengawet yang handal karena sifatnya yang bakteriostatik dan fungistatik dalam kondisi asam. Dia paling banyak digunakan dalam makanan asam seperti salad dressing (cuka), minuman bersoda (asam karbonat), selai dan jus buah (asam sitrat), acar (cuka), dan bumbu. Dia juga digunakan sebagai pengawet dalam obat-obatan dan kosmetik. Meskipun asam benzoat adalah pengawet yang lebih efektif, natrium benzoat lebih sering digunakan sebagai bahan tambahan makanan karena asam benzoat cenderung tidak larut dalam air. Batasn pemakain natrium benzoat menurut FDA di AS adalah 0,1% berat tubuh. Hal paling dikhawatirkan adalah saat pelaku industri makanan atau minuman tidak mengetahui batasan kandungan asam benzoat atau natrium benzoat yang diperbolehkan untuk ditambahkan. Kelebihan jumlah kandungan kedua senyawa ini akan berdampak serrius bagi kesehatan.
TEST KIT BENZOAT Test kit benzoat adalah test kit untuk pengujian cepat (semi kuantitatif) senyawa benzoat seperti natrium benzoat atau asam benzoat yang sering digunakan sebagai pengawet. Dengan test kit ini dapat diketahui perkiraan kandungan asam benzoat (benzoic acid) atau natrium benzoat (potassium benzoate) dalam produk makanan atau minuman (PROSEDUR PENGUJIAN DAPAT DILIHAT DI GAMBAR DI BAWAH INI).