Analisis Jurnal Apendisitis [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ANALISIS JURNAL STASE KEPERAWATAN DASAR PROFESI PRESSURE TO THE P6 ACUPOINT AND POST APPENDECTOMY  PAIN, NAUSEA, AND VOMITING: A RANDOMIZED CLINICAL TRIAL



DISUSUN OLEH: DWI ARIS KURNIAWAN 22221037



Pembimbing Klinik /CI : Dosen Pembimbing



: Dewi Pujiana, S.Kep., Ns., M.Bmd



INSTITUT ILMU KESEHATAN DAN TEKNOLOGI MUHAMMADIYAH PALEMBANG PROGRAM PROFESI NERS TAHUN 2021-2022



APENDISITIS



A. Konsep Medis 1.



Pengertian a. Apendisitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat. b. Apendisitis adalah kondisi di mana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat, angka kematian cukup tinggi, dikarenakan oleh peritonitis dan shock ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur. c. Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing (apendiks). Infeksi ini bisa mengakibatkan pernanahan. Bila infeksi bertambah parah, usus buntu itu bisa pecah. Usus buntu merupakan saluran usus yang ujungnya buntu dan menonjol dari bagian awal usus besar atau sekum (cecum). Usus buntu besarnya sekitar kelingking tangan dan terletak di perut kanan bawah. Strukturnya seperti bagian usus lainnya. Namun, lendirnya banyak mengandung kelenjar yang senantiasa mengeluarkan lendir.



2.



Klasifikasi a. Apendisitis akut Apendisitis akut adalah : radang pada jaringan apendiks. Apendisitis akut pada dasarnya adalah obstruksi lumen yang selanjutnya akan diikuti oleh proses infeksi dari apendiks. Penyebab obstruksi dapat berupa : 1)



Hiperplasi limfonodi sub mukosa dinding apendiks.



2)



Fekalit



3)



Benda asing



4)



Tumor



Adanya obstruksi mengakibatkan mucin/ cairan mukosa yang diproduksi tidak dapat keluar dari apendiks, hal ini semakin meningkatkan tekanan intra luminer sehingga menyebabkan tekanan intra mukosa juga semakin tinggi. Tekanan yang tinggi akan menyebabkan infiltrasi kuman ke dinding apendiks sehingga terjadi peradangan supuratif yang menghasilkan pus/ nanah pada dinding apendiks.Selain obstruksi, apendisitis juga dapat disebabkan oleh penyebaran infeksi dari organ lain yang kemudian menyebar secara hematogen ke apendiks. b. Appendicitis Purulenta (Supurative Appendicitis) Tekanan



dalam



lumen



yang



terus



bertambah



disertai



edema



menyebabkan terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan menimbulkan trombosis. Keadaan ini memperberat iskemia dan edema pada apendiks. Mikroorganisme yang ada di usus besar berinvasi ke dalam dinding appendiks menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin. Pada appendiks dan mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan di dalam lumen terdapat eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc Burney, defans muskuler, dan nyeri pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh perut disertai dengan tanda-tanda peritonitis umum. c. Apendisitis kronik Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi semua syarat : riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik apendiks secara makroskopikdan mikroskopik, dan keluhan menghilang satelah apendektomi. Kriteria  mikroskopik apendiksitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa, dan infiltrasi sel inflamasi kronik. Insidens apendisitis kronik antara 1-5 persen. d. Apendisitis rekurens Diagnosis rekuren baru dapat dipikirkan jika ada riwayat serangan nyeri berulang di perut kanan bawah yang mendorong dilakukan apeomi dan hasil patologi menunjukan peradangan akut. Kelainan ini terjadi bila serangn



apendisitis akut pertama kali sembuh spontan. Namun, apendisitis tidak perna kembali ke bentuk aslinya karena terjadi fribosis dan jaringan parut. Resiko untuk terjadinya serangan lagi sekitar 50 persen. Insidens apendisitis rekurens biasanya dilakukan apendektomi yang diperiksa secara patologik. Pada apendiktitis rekurensi biasanya dilakukan apendektomi karena sering penderita datang dalam serangan akut. e. Mukokel Apendiks Mukokel apendiks adalah dilatasi kistik dari apendiks yang berisi musin akibat adanya obstruksi kronik pangkal apendiks, yang biasanya berupa jaringan fibrosa. Jika isi lumen steril, musin akan tertimbun tanpa infeksi. Walaupun jarang,mukokel dapat disebabkan oleh suatu kistadenoma yang dicurigai bisa menjadi ganas. Penderita sering datang dengan keluhan ringan berupa rasa tidak enak di perut kanan bawah. Kadang teraba massa memanjang di regio iliaka kanan. Suatu saat bila terjadi infeksi, akan timbul tanda apendisitis akut. Pengobatannya adalah apendiktomi. f. Tumor Apendiks 1) Adenokarsinoma apendiks Penyakit ini jarang ditemukan, biasa ditemukan kebetulan sewaktu apendektomi atas indikasi apendisitis akut. Karena bisa metastasis ke limfonodi regional, dianjurkan  hemikolektomi kanan yang akan memberi harapan hidup yang jauh lebih baik dibanding hanya apendektomi.  2) Karsinoid Apendiks merupakan tumor sel argentafin apendiks. Kelainan ini jarang didiagnosis



prabedah,tetapi



ditemukan



secara



kebetulan



pada



pemeriksaan patologi atas spesimen apendiks dengan diagnosis prabedah apendisitis akut. Sindrom karsinoid berupa rangsangan kemerahan (flushing) pada muka, sesak napas karena spasme bronkus, dan diare ynag hanya ditemukan pada sekitar 6% kasus tumor karsinoid perut. Sel tumor memproduksi serotonin yang menyebabkan gejala tersebut di atas.



3.



Anatomi dan Fisiologi



Usus buntu dalam bahasa latin disebut



sebagai



Appendix



vermiformis. Appendiks terletak di ujung sakrum kira-kira 2 cm di bawah anterior ileo saekum, bermuara di bagian posterior dan medial dari saekum. Pada pertemuan ketiga taenia yaitu: taenia anterior, medial dan posterior.



Secara



klinik



appendiks terletak pada daerah Mc. Burney yaitu daerah 1/3 tengah



garis



menghubungkan



yang sias



kanan



dengan pusat. Posisi apendiks berada pada Laterosekal yaitu di lateral kolon asendens. Di daerah inguinal: membelok ke arah di dinding abdomen. Walaupun lokasi apendiks selalu tetap, lokasi ujung umbai cacing bisa berbed bisa di retrocaecal atau di pinggang (pelvis) yang jelas tetap terletak di peritoneum. Ukuran panjang apendiks rata-rata 6 – 9 cm. Lebar 0,3 – 0,7 cm. Isi 0,1 cc, cairan bersifat basa mengandung amilase dan musin. Pada kasus apendisitis, apendiks dapat terletak intraperitoneal atau retroperitoneal.



Apendiks disarafi oleh saraf parasimpatis (berasal dari cabang nervus vagus) dan simpatis (berasal dari nervus thorakalis X). Hal ini mengakibatkan nyeri pada apendisitis berawal dari sekitar umbilicus. Saat ini diketahui bahwa fungsi apendiks adalah sebagai organ imunologik dan secara aktif berperan dalam sekresi immunoglobulin (suatu kekebalan tubuh) dimana memiliki/berisi kelenjar limfoid. Apendiks menghasilkan suatu imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lymphoid Tissue), yaitu Ig A. dihasilkan oleh organ saluran cerna yang lain. Jadi pengangkatan apendiks tidak akan mempengaruhi sistem imun tubuh, khususnya saluran cerna.



4.



Epidemiologi a. Richardson (2004) : penelitian di Afrika Selatan menunjukkan angka kejadian apendicitis : 1) 5/1000 penduduk di pedesaan 2) 9/1000 penduduk di peri urban 3) 18/100 penduduk di perkotaan b. Addins (1996) : penelitian di USA menunjukkan kejadian apendicitis tertinggi pada usia 10-19 tahun. c. Omran (2003) penelitian di Kanada menunjukkan perbandingan apendicitis pria : wanita adalah 8,8 : 6,2 per 1000 penduduk. d. Dombal (1994) : penelitian di USA, terjadi penurunan kasus apendicitisdari 100 menjadi 52 per 100.000 penduduk pada tahun 1987-1994.



5.



Etiologi a. Menurut Syamsu Hidayat (2004) 1)



Fekalit



2)



Tumor appendiks



3)



Cacing askaris



4)



Erosi mukosa appendiks



5)



Hiperplasi jaringan limfe



b. Menurut Mansjoer (2000) 1) Hiperplasi folikel limfoid 2) Fekalit 3) Benda asing 4) Striktur karena fibrosis



5) Neoplasma c. Menurut Markum (1996) 1) Fekalit 2) Parasit 3) Hiperplasia limfoid



6. Patofisiologi Inflamasi sekunder di tempat lain, stenosis, tumor, fekalit, diet rendah



Obstruksi intraluminal



Terhambatnya aliran mukus



Kompresi dari pembuluh darah, iskemia



- Absorbsi tidak sempurna  feses tidak terbentuk seperti biasanya  diare - Motilitas usus menurun karena obstruksi  konstipasi - Letak apendiks yg menempel pada saluran kemih  disuria



Ulserasi dari epitel apendiks



Invasi bakteri menyebabkan inflamasi



- Mual, muntah - Peningkatan suhu - Nyeri tekan di titik Mc Burney - Leukositosis - Diare



Nekrosis



Pembedahan



Perforasi apendiks, abses apendiks, ruptur apendiks



Resolusi Pembedahan untuk mengeringkan rongga peritoneum menghilangkan



Peritonitis, obstruksi usus, syok hipovolemik, ileus, sepsis



(Karla, L. Luxner, 2005)



7.



Tanda dan Gejala Gejala utama pada appendisitis adalah nyeri perut. Rasa sakit ini disebabkan oleh penyumbatan appendiks, karena itu sifatnya sama seperti pada obstruksi usus. Pada mulanya nyeri perut ini hilang timbul seperti kolik (mulas mendadak dan hebat) dan terasa di epigastrium atau regio umbilikus. Bila penderita flatus atau buang air besar, rasa sakitnya berkurang. Biasanya disertai mual, anoreksia dan muntah merupakan hal yang khas. Muntah terjadi segera setelah rasa sakit dan pada mulanya timbul secara refektoris. Biasanya terjadi konstipasi, tetapi pada anak-anak dan pada penderita yang appendiksnya dekat dengan rektum sering terjadi diare karena omentum masih pendek dan tipis, appendiks yang relatif panjang, dinding appendiks yang lebih tipis, serta daya tahan tubuh yang masih kurang.



Bila proses radang telah menjalar ke peritonium parietal setempat, maka akan timbul nyeri lokal pada perut kanan bawah di daerah Mc Burney seperti nyeri tekan, nyeri lepas, defens muskuler dan timbul nyeri rangsangan peritonium tidak langsung, yaitu nyeri tekan bawah pada tekanan kiri (rovsing). Nyeri perut kanan bawah bila ditekan di sebelah kiri dilepaskan (Blumberg) dan setiap gerakan yang menyebabkan daerah itu ikut bergerak atau teregang akan menimbulkan nyeri seperti saat berjalan, batuk, mengejan, bahkan nafas dalam. Nyeri bersifat tajam dan terus-menerus.



8.



Pemeriksaan diagnostik a. Pemeriksaan fisik 1) Inspeksi : adanya distensi pada abdomen 2) Auskultasi : jika terjadi peritonitis maka akan terjadi penurunan peristaltik 3) Perkusi : akan terasa nyeri jika sudah terjadi peritonitis 4) Palpasi : Nyeri tekan pada perut kanan bagian bawah 5) Obturator: Fleksi panggul dan rotasi interna panggul 6) Uji psoas: hiperekstensi sendi panggul b. Laboratorium 1) Darah lekosit akan terjadi peningkatan lekosit lebih dari 10.000. 2) Urin ditemukan jumlah lekosit dan bakteri yang diterlihat. c. Radiologi 1) Foto polos abdomen setelah enema barium akan nampak jika appendik tidak terisi oleh kontras dicurigai adanya sumbatan. 2) Ultrasonografi akan terlihat adanya sumbatan atau infeksi.



9.



Penataksanaan medik Pembedahan diindikasikan bila diagnosa appendisitis telah ditegakkan. Pada abses appendiks dilakukan drainase. Antibiotik dan cairan intra vena diberikan diberikan sampai pembedahan dilakukan. Analgetik dapat diberikan setelah diagnosa ditegakkan. Appendiktomi dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi. Appendiktomi dapat dilakukan di bawah anestesi umum atau spinal dengan insisi abdomen bawah atau dengan laparoskopi, yang merupakan metode terbaru yang sangat efektif. Jika keadaan memungkinkan appendiks dibuang sekaligus, tapi jika keadaan tidak memungkinkan harus ditunggu 2-3 bulan baru appendiksnya diangkat melalui operasi kedua. Perawatan pasca operasi yaitu puasa sampai terdengar bising usus dan flatus baru boleh diberi bubur saring.



10. Komplikasi a. Peritonitis



b. c. d. e.



Ruptur Appendik Syok Hipovolemik Illeus Sepsis



11. Prognosis Dilakukan



tindakan



appendiktomy



akan



lebih



baik



sebelum



terjadi



perforasi.Setelah infeksi masih dapat terjadi infeksi lagi 30% dari kasus appendik perforasi dan appendik ganggrenosa. Prognosa mortalitas 0,1% jika appendik tidak pecah,dan 15% jika appendik pecah.kematian biasanya oleh karena sepsis atau emboli paru.



B. Asuhan Keperawatan Teoritis 1.



Pengkajian Keperawatan a. Observasi adanya manifestasi klinis appendicitis. 1)



Nyeri abdomen kuadran kanan bawah.



2)



Demam,abdomen kaku



3)



Bising usus menurun atau tidak ada



4)



Muntah (umumnya mengikuti awitan nyeri )



5)



Konstipasi atau diare dapat terjadi.



6)



Anorexia.



7)



Takikardi atau diare dapat terjadi.



8)



Pucat,letargi.



9)



Peka rangsang



10) Postur bungkuk. b. Observasi adanya tanda-tanda peritonitis 1)



Demam



2)



Hilangnya nyeri secara tiba-tiba setelah perforasi



3)



Peningkatan nyeri,yang biasanya menyebar dan disertai kaku abdomen.



4)



Distensi abdomen progresif



5)



Takikardi



6)



Pernafasan cepat dan dangkal



7)



Pucat



8)



Mengigil



9)



Peka rangsang



c. Bantu dengan prosedur diagnostik seperti hitung darah putih dan radiografi abdomen.



2.



Diagnosa Keperawatan Pre op a. Nyeri Akut berhubungan dengan distensi jaringan usus oleh inflamasi atau adanya insisi bedah. b. Hipertermi c. Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan d. Intoleransi aktivitas e. Ansietas f. Defisiensi pengetahuan g. Risiko cedera h. Konstipasi i. Diare j. Resiko syok k. Resiko kekurangan volum cairan l. Mual, muntah m.Disfungsi motilitas gastrointestinal



Post op a. Resiko Infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan utama; perforasi/ rupture pada appendiks; peritonitis; pembentukan abses, Prosedur infasif, insist bedah. b. Kekurangan tidur c. Kurang prngetahuan tentang kondisi dan pengobatan berhubungan dengan terbatasnya informasi yang didapat.



3.



Prioritas Diagnosa Keperawatan a. Resiko kekurangan volum cairan b. Mual c. Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan



d. Hipertermi e. Nyeri akut f. Ansietas g. Defisit pengetahuan h. Intoleransi aktivitas i. Resiko cedera j. Disfungsi motilitas gastrointestinal



4. Rencana keperawatan NO



DIAGNOSA KEPERAWATAN



TUJUAN & KRITERIA HASIL



INTERVENSI



Pre-operatif 1



Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan secara aktif, kegagalan mekanisme pengaturan



NOC :



NIC: Manajemen Cairan



Setelah dilakukan tindakan keperawatan Menejemen cairan selama 3 x 24 jam, diharapkan keseimbangan cairan pada pasien adekuat dengan status cairan skala 4.



a. Pertahankan intake & output yang adekuat b. Monitor status hidrasi (membran mukosa yang adekuat) c. Monitor status hemodinamik d. Monitor intake output yang akurat e. Monitor berat badan



Kriteria hasil: a. Keseimbangan intake & output dalam batas normal b. Elektrolit serum dalam batas normal c. Tidak ada mata cekung d. Tidak ada hipertensi ortostatik e. Tekanan darah dalam batas normal Skala : a. b. c. d. e.



Tidak pernah menunjukkan Jarang menunjukkan Kadang menunjukkan Sering menunjukkan Selalu menunjukkan



2



Mual berhubungan dengan nyeri



NOC:



NIC : Fluid Managemet



a. Comfort level b. Hidrasil c. Nutritional Status Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ….x 24 jam, mual pasien teratasi dengan kriteria hasil:



a. Monitor status nutrisi b. Catat intake dan output secar akurat c. Anjurkan untuk makan pelan-pelan d. Jelaskan untuk menggunakan napas dalam untuk menekan reflek mual e. Batasi minum 1 jam sebelum, 1 jam sessudah dan selama makan f. Instruksikan untuk menghindari bau makanan yang menyengat g. Kolaborasi pemberian antiemetik



a. b. c. d.



Melaporkan



bebasdari mual



Mengidentifikas



ihal-hal yangmengurangi mual



Nutrisi adekuat



Status



3



Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidakmampuan untuk memasukkan atau mencerna nutrisi oleh karena faktor biologis, psikologis atau ekonomi



hidrasi:hidrasi kulitmembran mukosabaik, tidak ada rasahaus yangabnormal, panas,urin output normal, TD, HCT normal NOC : a. Nutritional status : adequacy of nutrient b. Nutritional status : foood and fluid intake c. Weight control Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ....x24 jam nutrisi kurang teratasi dengan indikator : a. b. c. d. e. f.



4



Hipertermi berhubungan dengan penyakit



Albumin serum Pre albumin serum Hematokrit Hemoglobin Total iron binding capacity Jumlah limfosit



NOC : Thermoregulasi



Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ....x 24 jam pasien menunjukkan suhu tubuh dalam batas normal dnegan kriteria hasil :



NIC : a. Monitor intake dan output b. adanya penurunan BB dan gula darah. c. Monitor kekeringan, rambut kusam, total protein, Hb dan kadar Ht d. Kaji adanya alergi makanan e. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang manfaat nutrisi f. Anjurkan banyak minum g. Kolaborasi dengan dokter tentang kebutuhan suplemen makanan h. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien NIC : a. Monitor tanda vital (TD, nadi, suhu, RR) b. Monitor intake dan output c. Monitor WB, Hb, Hct d. Kompres pasien pada lipat paha dan aksila e. Berikan cairan intravena f. Selimuti pasien g. Berikan antipiretik



a. Suhu 36-37o C b. Nadi dan RR adlam rentang normal c. Tidak ada perubahan warna kulit dan merasa nyaman



5



Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri (biologi, kimia, fisik, spikologis), kerusakan jaringan



NOC :



NIC : Manajemen Nyeri



a. Pain level b. Pain control c. Comfort level Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ....x24 jam pasien tidak mengalami nyeri dengan kriteria :



a. Kaji nyeris ecara komprehensif (lokasi, durasi, frekuensi, intensitas) b. Observasi isyarat-isyarat non verbal dari ketidaknyamanan



a. Mampu mengontrol nyeri b. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri c. Mampu mengenali nyeri d. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang e. Tanda vital dalam rentang normal f. Tidak mengalami gangguan tidur



c. Berikan pereda nyeri dengan manipulasi lingkungan (misal, ruangan tenang dan batasi pengunjung) d. Berikan analgesik sesuai ketentuan e. Kontrol faktor-faktor yang dapat mempengaruhi



NOC :



NIC : a. Observasi vital sign, penampilan luka dan daerah sekitar luka. b. Observasi kecukupan nutrisi pasien & hasil laboratprium. c. Rawat luka dengan memperhatikan tehnik steril (septic & antiseptic), cuci tangan sesuai procedure sebelum dan sesudah melakukan interaksi terhadap pasien. d. Bersihkan lingkungan dengan benar selama dan setelah digunakan oleh pasien, terapkan universal precaution. e. Ajarka pasien tehnik mencuci tangan yang benar, ajarkan keluarga dan pengunjung untuk mencuci tangan sewaktu masuk dan keluar kamar pasien . f. Kolaborasi pemberian antibiotic.



Post-operatif 6



Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif.



Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ….x24jam masalah teratasi dengan criteria: a. Pasien memahami tentang pencegahan dan pengendalian infeksi. b. Terbebas dari tanda atau gejala infeksi.



7



Deprivasi tidur berhubungan ketidaknyamanan fisik.



NOC : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ….x24jam masalah teratasi dengan criteria: a. Pasien mengatakan segar



NIC : a. Observasi adanya konfusi akut, agitasi, ansietas, gangguan persepsi, respon lambat dan iritabilitas. b. Ciptakan lingkungan tenang, damai dan



setelah bangun tidur. b. Tidak ada gangguan pada pola, kualitas dan rutinitas tidur. c. Tidak ada gangguan pada jumlah jam tidur. d. Bangun pada waktu yang sesuai.



minimalkan gangguan. c. Bantu pasien mengidentifikasi faktor – faktor yang mungkin menyebabkan gangguan tidur. d. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat.



5. Implementasi Tahap proses keperawatan dengan melakukan berbagai strategi tindakan keperawatan yang telah ditetapkan. Dalam masalah keperawatan Apendisitis akan dilakukan implementasi:



6. Evaluasi formatif Hasil observasi dan analisa perawat terhadap respon pasien dan keluarga segera pada saat setelah dilakukan tindakan keperawatan ditulis pada catatan perawat, dilakukan saat setelah selesai tindakan



7. Evaluasi SOAP Rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan analisa status kesehatan sesuai waktu pada tujuan. Ditulis pada catatan perkembangan yang merupakan rekapan akhir secara paripurna, catatan naratif, pasien pulang atau pindah. Hasil yang diharapkan pada



pasien setelah dilakukan tindakan keperawatan sesuai



kebutuhanya.



C. Aspek etik legal dan advokasi Dalam melakukan asuhan keperawatan, prinsip-prinsio etik legal yang dapat diterapkan pada kasus apendicitis adalah :



1. Veracity : perawat dengan jujur menjelaskan kondisi pasien 2. Beneficence : melakukan yang terbaik bagi pasien dengan menyarakankan dan memberikan perwatan yang terbaik bagi pasien 3. Otonomy : memberikan kebebasan bagi klien untuk memilih, menerima dan menolak tindakan yang akan diberikan Perawat juga harus memberikan advokasi pada klien dengan melindungi pasien dengan memberikan penjelasan sampai pasien dapat memahami dan mampu memutuskan apa yang terbaik untuk dirinya.



DAFTAR PUSTAKA



Doengoes, E.Marilyn. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan (Edisi 3). Jakarta : EGC.



Smeltzer&Bare. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth (Edisi 8). Jakarta: EGC. Robbins dan kumar. Buku Ajar Patologi (Edisi 4), Jakarta : EGC Evelyn C. (1992). Pearce. Anatomi dan Fisiolagi untuk Paramedis. Jakarta :, Gramedia. Depkes RI. (1995). Penerapan Proses Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta.



BAB II PEMBAHASAN 1.Kasus



N.y D usia 29 tahun datang ke IGD RSUD Palembang BARI pada tanggal 01 November 2021 Jam : 09 :40 dengan keluhan nyeri dibagian bawah perut dengan skala 3 (0-10) saat pengkajian kesadaran klien composmentis, klien tampak lemas dan pucat, klien mengeluh nyeri pada bagian perut bagian bawah, dengan karakteristik nyeri seperti ditusuk-tusuk, nyeri dirasakan hilang timbul. Selain itu keluarga klien juga mengatakan susah tidur dan sering terbangun ketika tidur, dan klien tidak merasa nyaman saat bangun tidur karena nyeri yang ia rasakan. Keluarga klien juga mengatakan tidur malamnya dari jam 23 : 00 – 05 : 00 WIB. Dan tidur siang tidak teratur. Klien terpasang infus RL dengan TTV TD : 95/70 mmHg N : 80x/menit RR : 20x/menit, T : 36 C pasien di diagnosis dokter Apendisitis dan telah dilakukan pembedahan II Pertanyaan Klinis 1). Apa yang menyebabkan Masalah-masalah keperawatan muncul pada Pasien post Appendectomy



BAB III ANALISIS JURNAL



1.NAMA PENULIS JURNAL : Adib-Hajbaghery M, Etri M, Hosseainian M, Mousafi MS 2.TUJUAN PENETIAN : Apakah akupresur pada P6 berpengaruh pada nyeri, mual dan muntah klien pasca appendectomy



3.TEMPAT PENELITIAN : Alzahra Medical Center Iran 4. METODE DAN DESAIN PENELITIAN : Penelitian ini mengunakan desain penelitian Quasi eksperimen dengan kelompok kontrol dan perlakuan, sample 88 responden dibagi kedalam 2 kelompok perlakuan dan kelompok contol, dengan menggunakan akubands pada p6 pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol, acubands diikat longgar di pergelangan tangan pasien, selanjutnya diobservasi selama 7 jam terhadap respon nyeri, mual, dan muntah diukur setiap jam. 5.HASIL : Pada variable muntah (p = 0,001) sedangkan pada variable nyeri (p >0,05) di uji dengan analisis t test dan chi square. Dari hasil analisis diasumsikan bahwa tidak ada pengaruh akupresur p6 terhadap penurunan nyeri dan mual, sedangkan pada variable muntah ada pengaruh. 6.ANALISA DATA PICO Kriteria P



Sebutkan Apakah akupresur pada P6 berpengaruh pada nyeri,



Critical Thinking Akupresur adalah teknik



mual dan muntah klien pasca appendectomy



pengobatan alternatif yang melibatkan pemberian tekanan lembut namun bertenaga pada bagian tertentu pada tangan dan kaki (terkadang termasuk



pergelangan tangan) yang berhubungan dengan bagian tubuh yang mungkin sakit atau merasa I



1. Quasi eksperimen dengan kelompok control dan perlakuan 2. Sampel ; 88 responden post appendectomy



sakit. 88 responden dibagi ke dalam 2 kelompok perlakuan dan kelompok control. Dengan menggunakan akubands pada P6 pada kelompok perlakuan dan Pada kelompok kontrol, Acubands diikat longgar pada pergelangan tangan pasien. Selanjutnya diobservasi selama tujuh jam terhadap respon nyeri, mual, dan



C O



Pada variable muntah (p = 0,001) sedangkan pada



muntah diukur setiap jam. Dari hasil analisis diasumsikan baha



variable nyeri dan muntah (p >0,05) di uji dengan



tidak ada pengaruh akupresur pada P6



analisis t test dan chi square



terhadap penurunan nyeri dan mual sedangkan pada variable muntah ada pengaruh.



7. SEARCHING LITERATURE ( JOURNAL ) Setelah dilakukan Searching Literature ( Journal ) di google scholar,didapatkan 10 journal yang terkait dan dipilih jurnal dengan judul ‘Pressure to the p6 acupoint and post appendectomy pain, nausea, and vomiting: a randomized clinical trial” Dengan alasan : a. Jurnal tersebut sesuai dengan kasus b. Jurnal tersebut up to date 8.VIA A.Validity



a. Desain : Penelitian mengunakan desain Quasi eksperimental dengan Uji yang digunakan adalah dengan t test dan chi square b.Sample : -Metode pemilihan sampel dalam penelitian tersebut adalah true eksperimental -Hasil penelitian disajikan dalam bentuk tabel dan deskripsi



B. Importance dalam hasil a. Karakteristik subjek terdapat pengaruh akupresur terhadap muntah C.HASIL 1.Apakah hasil penelitian dapat diimplementasikan dikeperawatan? Jawab : Hasil penelitian tersebut dapat diimplentasikan dalam perawatan post operasi dalam pengurangan muntah pasca operasi 2.Apakah ada rekomendasi khusus terkait hasil penelitian ? Jawab : Perlu penelitian lebih lanjut terhadap pengembangan teknik akupresur dalam mengurangi nyeri, mual dan muntah



BAB IV KESIMPULAN tidak ada pengaruh akupresur pada P6 terhadap penurunan nyeri dan mual sedangkan pada variable muntah ada pengaruh. Hasil penelitian tersebut dapat



diimplentasikan dalam perawatan post operasi dalam pengurangan muntah pasca operasi.