Analisis Kadar Serat Kasar [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PRAKTIKUM ANALISIS KADAR SERAT KASAR PADA DAUN PEPAYA, KANGKUNG, PEPAYA, BAYAM, DAN WORTEL FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN UNIVERSITAS PADJADJARAN Sofie Saraswati (240210140027) Departemen Teknologi Industri Pangan Universitas Padjadjaran, Jatinangor Jalan Raya Bandung-Sumedang Km. 21, Jatinangor, Sumedang 40600 Telp. (022) 7798844, 779570 Fax. (022) 7795780 Email: [email protected] ABSTRACT Fiber in food is useful to bind water, cellulose and pectin. With the fiber, helping to accelerate the remnants of food through the digestive tract to be secreted out. Analysis of the crude fiber is very important because it can assess the quality of foodstuffs. In this lab calculated crude fiber content in the sample with a method using acid and alkaline hydrolysis. The average level of crude fiber in papaya leaf samples 5.97645%; kale 2.93345%; papaya 2.71585%; spinach 3.145%; and carrots 4.142%. Keyword: Fiber, crude fiber, crude fiber content, acid and alkaline hydrolysis. PENDAHULUAN Serat sangat bermanfaat untuk tubuh manusia karena serat adalah zat non gizi, dimana serat hanya berfungsi untuk membantu mempercepat sisa-sisa makanan melalui saluran pencernaan untuk disekresikan keluar. Tanpa bantuan serat, feses dengan kandungan air rendah akan lebih lama tinggal dalam saluran usus dan mengalami kesukaran melalui usus untuk dapat diekskresikan keluar karena gerakangerakan peristaltik usus besar menjadi lebih lamban. Serat tergolong zat non gizi dan kini konsumsinya makin dianjurkan untuk dilakukan teratur dan seimbang setiap hari. Serat dalam makanan umumnya berasal dari serat buah dan sayuran atau sedikit yang berasal dari biji-bijian dan serealia. Mutu serat dapat dilihat dari komposisi komponen serat makanan, dimana komponen serat makanan terdiri dari komponen yang larut (Solube Dietary Fiber), dan komponen yang tidak larut (Insoluble Dietary Fiber). Serat yang tidak larut dalam air ada 3 macam, yaitu selulosa, hemiselulosa dan lignin. Serat tersebut banyak terdapat pada sayuran, buah-buahan dan kacang-kacangan. Sedangkan serat yang larut dalam air adalah



pectin, musilase, dan gum. Serat ini juga banyak terdapat pada buah-buahan, sayuran, dan sereal. Sedangkan gum banyak terdapat pada akasia. Serat dalam bahan pangan terdiri dari serat kasar (crude fiber) dan serat pangan (dietary fiber). Serat kasar adalah serat secara laboratorium dapat menahan asam kuat atau basa kuat, sedangkan serat pangan adalah bagian dari makanan yang tidak dapat dicerna oleh enzim-enzim pencernaan (Anwar, 2002). Serat kasar merupakan komponen sisa hasil hidrolisis suatu bahan pangan dengan asam kuat selanjutnya dihidrolisis dengan basa kuat sehingga terjadi kehilangan selulosa sekitar 50 % dan hemiselulosa 85 %, sementara itu serat makanan masih mengandung komponen yang hilang tersebut sehingga nilai serat makanan lebih tinggi daripada serta kasar. Serat kasar ini merupakan senyawa yang tidak dapat dicerna dalam organ pencernaan manusia ataupun binatang, tetapi dapat dicerna oleh asam butirat. Serat kasar mengandung senyawa selulosa, hemi selulosa, pektin, dan non karbohidrat seperti lignin, beberapa gumi dan mucilage serta zat lain yang belum dapat diidentifikasi dengan pasti. Kandungan



serat dalam makanan dikenal sebagai serat kasar jika serat tersebut tersisa setelah hidrolisis asam dan basa. Kandungan serat dalam makanan dapat digunakan untuk mengevaluasi suatu proses pengolahan misalnya proses penggilingan dan pemisahan antara kulit dan kotiledon. Selain itu serat dapat dipakai untuk menentukan kemurnian bahan dan effisiensi suatu proses makanan tersebut. Pada prinsipnya, serat kasar tidak dapat dihidrolisis dengan menggunakan asam maupun alkali. Penambahan asam dan alkali akan menghidrolisis semua komponen selain serat kasar, sehingga komponen yang nanti tersisa adalah serat kasar. Dengan demikian kadar serat kasar bisa diketahui. Analisis serat kasar ini penting karena dengan analisis ini mendapatkan data data mengenai : 1. Penilaian kualitas bahan pangan 2. Evaluasi dan efisiensi proses penggilingan dan proses pemisahan dari sisa lembaga biji terhadap biji serealia 3. Pada buah-buahan serat kasar dipakai untuk menentukan tingkat kemasakan buah tersebut 4. Pada sayur-sayuran serat kasar menentukan kelunakan dari sayuran tersebut Kadar serat kasar nilainya lebih rendah dibandingkan dengan kadar serat pangan, karena asarn sulfat dan natriurn hidroksida mempunyai kemampuan yang lebih besar untuk menghidrolisis komponen-komponen pangan dibandingkan dengan enzim-enzim pencernaan (Muchtadi, 2001). Serat kasar mengandung senyawa selulosa, hemi selulosa, pektin, dan non karbohidrat seperti lignin, beberapa gumi dan mucilage serta zat lain yang belum dapat diidentifikasi dengan pasti. Menurut Sudarmadji (2010), langkahlangkah yang dilakukan dalam analisis kadar serat kasar yaitu defatting, yaitu menghilangkan lemak yang terkandung dalam sampel menggunakan pelarut lemak dan digestion, terdiri dari dua tahapan yaitu pelarutan dengan asam kemudian dengan basa. Kedua macam pelarutan ini dilakukan dalam keadaan tertutup pada suhu



terkontrol (mendidih) dan sedapat mungkin dihilangkan dari pengaruh luar. Di dalam buku Daftar Komposisi Bahan Makanan, yang dicantumkan adalah kadar serat kasar bukan kadar serat makanan. Tetapi kadar serat kasar dalam suatu makanan dapatdijadikan indeks kadar serat makanan, karena umumnya didalam serat kasar ditemukan sebanyak 0,2 - 0,5 bagian jumlah serat makanan. Serat makanan hanya terdapat dalam bahan pangan nabati, dan kadarnya bervariasi menurut jenis bahan. Kadar serat dalam makanan dapat mengalami perubahan akibat pengolahan yang dilakukan terhadap bahan asalnya. METODOLOGI Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan pada analisis kadar serat kasar yaitu beaker glass, bulb, buret, desikator, Erlenmeyer asah, Erlenmeyer, grinder,heating mantle,hot plate, kertas lakmus, kertas saring, kondensor, neraca analitik, oven, pipet, pipet, spatula, dan volume pipet. Bahan-bahan yang digunakannya yaitu akuades, alkohol 95%, bayam, daun papaya, H2SO4 0,225 N, K2SO4 10%, kangkung, NaOH 0,313 N, pepaya, dan wortel. Analisis Kadar Serat Kasar Sebanyak 1,25 gram sampel yang telah dihaluskan menggunakan grinder dimasukkan kedalam Erlenmeyer asah. Tambahkan 100 mL H2SO4 0,225 N kemudian direfluks selama 30 menit. Sampel kemudian disaring dalam keadaan panas dengan ditambahkan akuades hingga tidak bersifat asam lagi dengan diuji lakmus selama penambahan akuades panas. Residu hasil penyaringan dimasukkan kedalam Erlenmeyer asah dengan dibasuh menggunakan 100 mL NaOH 0,313N kemudian direfluks kembali hingga 30 menit. Sampel kemudian disaring menggunakan kertas saring yang telah diketahui beratnya dan dicuci dengan 7,5 mL K2SO4 10%, 25 mL akuades panas dan 7,5 mL alkohol 95%. Residu yang menempel pada kertas saring dikeringkan



dalam oven pada suhu 105oC selama 1 hingga 2 jam. Sampel kemudian didinginkan dalam desikator selama 15 menit, setelah itu ditimbang hingga konstan dan dihitung menggunakan rumus: % Serat Kasar =



Wakhir −Wkonstan x Wsampel



100 HASIL DAN PEMBAHASAN Komponen serat kasar yang terbesar adalah polisakarida dan disebut sebagai selulosa. Pengukuran serat kasar dapat dilakukan dengan menghilangkan semua bahan yang larut dalam asam dengan pendidihan dalam asam sulfat (Hunter, 2002). Bahan makanan yang mengandung banyak serat kasar lebih tinggi kecernaannya dibanding bahan makanan yang lebih banyak mengandung bahan ekstrak tanpa nitrogen (Tillman 1991). Prinsip dari analisis penentuan kadar serat yaitu serat merupakan residu pangan setelah diberi perlakuan dengan asam atau alkali mendidih. Residu yang diperoleh dalam pelarut menggunakan asam dan basa merupakan serat kasar yang mengandung 97 % selulosa dan lignin, dan sisanya merupakan senyawa lain yang belum diidentifikasi seperti pentose (Soejono, 1990). Serat kasar yang terdapat dalam sampel tidak dapat dihirolisis baik dengan asam maupun basa. Pencucian residu sampel menggunakan akuades untuk menghilangkan sisa asam yang menempel. Penyaringan dilakukan



segera setelah proses digestion selesai karena penundaan penyaringan dapat mengakibatkan lebih rendahnya hasil analisa akibat terjadinya perusakan serat lebih lanjut oleh bahan kimia yang dipakai. Penambahan asam dan basa dalam hal ini bertujuan untuk mendegradasi komponenkomponen lain seperti hemiselulosa, pektindan hidrokoloid, sehingga komponen-komponen tersebut tidak terdapat dalam endapan. Pencucian dengan K2SO4 bertujuan menetralkan residu tersebut dari pengaruh basa Akuades berfungsi untuk melarutkan serat larut air yang masih tersisa sehingga terbawa menjadi filtrat. Pembilasan dengan akuades dilakukan sampai filtrat sedikit bening. Kadar dari serat kasar diketahui berdasarkan perbandingan berat sampel dan kertas saring sebelum pengeringan dengan sesudah dikeringkan (gravimetri), karena itulah kertas saring yang dipergunakan sudah diketahui bobot konstannya. penambahan zat harus sesuai urutan saat pencucian, jika tidak dilakukan akan mempengaruhi penyaringan serat tersebut, misalnya pencucian dengan alkohol harus terakhir karena jika tidak, akan terjadi penggumpalan pada serat tersebut dan menghambat penyaringan. Pada saat pengeringan kertas saring harus dilakukan berulang kali sehingga didapatkan berat yang konstan. Apabila pengeringan tidak dilakukan berulang kali dan tidak mendapatkan berat yang konstan maka akan berpengaruh juga kepada hasil akhir dari pengukuran kadar serat kasar tersebut. Berikut tabel hasil analisis kadar serat:



Tabel 1. Hasil Pengamatan Analisis Kadar Serat Kasar Sampel Daun Pepaya Kangkung Pepaya Bayam Wortel



Wkonstan (g)



Wakhir (g)



Wsampel (g)



Serat Kasar (%)



0,7109 0,7046 0,7388 0,7125 0,7449 0,6990 0,7369 0,7459 0,7263



0,7855 0,7795 0,7876 0,7371 0,7709 0,7410 0,7774 0,7841 0,7827



1,2511 1,2504 1,2503 1,2507 1,2503 1,2529 1,2502 1,2513 1,2501



5,9628 5,9901 3,90 1,9669 2,0795 3,3522 3,24 3,05 4,5



Rata-rata Serat Kasar (%) 5,97645 2,93345 2,71585 3,145 4,142



0,7187



0,7660



Tabel 1. Hasil Pengamatan Analisis Kadar Serat Kasar didapatkan hasil bahwa nilai rata-rata serat kasar dari yang tertinggi hingga terendah yaitu daun papaya sebanyak 5,97645%; wortel sebanyak 4,142%; bayam sebanyak 3,145%; kangkung sebanyak 2,93345% dan papaya sebanyak 2,71585%. Kadar serat kasar pada sampel daun papaya yang terdapat pada tabel 1. Hasil Pengamatan Analisis Kadar Serat Kasar didapatkan rata-rata kadarnya yaitu sebesar 5,97645%, hasil kadar serat kasar tersebut lebih kecil jika dibandingkan hasil penelitian Sudjatinah dan Widyaningrum (2005), yang menyatakan bahwa kandungan serat kasar pada daun pepaya sebesar 16,28%. Hasil penelitian yang dilakukan Abidin dkk (1990) menunjukan bahwa kadar serat kasar yang terkandung pada kangkung adalah 2%, sedangkan di praktikum didapatkan hasil rata-rata 2,93345%. Kadar serat kasar hasil praktikum tersebut melebihi kadar serat kasar dari hasil penelitian yang dilakukan Abidin dkk. Hal ini menunjukan bahwa kadar serat kasar pada kangkung tersebut tidak sesuai dengan lilteratur Abidin dkk (1990). Kadar serat kasar yang terkandung pada buah papaya menurut Jealani (2009) yaitu sebesar 1,8% sedangkan dari hasil analisis didapatkan kadar serat kasar yang terdapat pada papaya yaitu 2,71545%. Hasil pengamatan tersebut melebihi jika dibandingkan dengan hasil penelitian yang dilakukan Jealani (2009) Menurut Novary (1999) kadar serat kasar pada bayam adalah 0,7 % - 0,8%, sedangkan rata-rata kadar serat bayam di hasil praktikum menunjukan nilai yang sangat jauh berbeda yaitu 3,145%. Perbedaan hasil praktikum dengan hasil penelitian Novari sangat jauh jika dibandingkan. Sampel wortel pada tabel 1 Hasil Pengamatan Analisis Kadar Serat Kasar didapatkan senilao 4,142%. Menurut Keliat (2008), kadar serat kasar pada wortel yaitu sebesar 2%. Hasil pengamatan analisis kadar serat jika dibandingkan dengan hasil



1,1250



3,784



penelititan yang dilakukan oleh Keliat nilainya jauh berbeda. Pengamatan dari hasil praktikum tersebut menunjukkan bahwa semua sampel yang diamati memiliki kadar serat kasar yang berbeda-beda dan tidak ada yang sesuai dengan literatur. Kadar serat kasar tertinggi terdapat pada sampel daun papaya dengan kadar serat kasar sebesar 5,97645%. Kadar serat kasar terendah terdapat pada sampel pepaya dengan kadar serat kasar sebesar 2,71585%. Perbedaan hasil praktikum dengan literatur pada sampel tersebut dapat disebabkan karena terdapat komponen lain yang belum terdegradasi dengan baik oleh asam maupun basa sehingga menyebabkan endapan yang diperoleh bukan murni serat kasar dari sampel tersebut, selain itu, pada proses penyaringan dapat terjadi beberapa kesalahan akibat kurang hati-hati dalam menyaring, misalnya, penyaringan yang tidak dilakukan dengan benar dapat menyebabkan sebagian partikel endapan serat tidak tersangkut pada kertas saring sehingga menyebabkan kadar serat kasar lebih kecil dari kadar sebenarnya, dan bisa juga dikarenakan pada praktikum ini bukan serat keseluruhan yang ada pada sampel, namun yang diujikan yaitu serat kasar, serat yang masih mengandung senyawa selulosa, lignin dan zat lain yang belum diidentifikasi dengan pasti. Perbedaan jenis sampel pada praktikum dan hasil literature juga mempengaruhi berbedanya hasil kadar serat kasar yang diperoleh. Penambahan larutan yang tidak sesuai, pencucian yang kurang netral dan penyaringan yang kurang pas juga dapat mempengaruhi perbedaan hasil dengan literatur. Selain itu perbedaan metode yang digunakan juga dapat menyebabkan perbedaan hasil, karena setiap metode yang digunakan memiliki kelebihan dan kelemahannya masingmasing. Kandungan serat dalam bahan pangan (serat makanan) sangat tergantung kepada jenis bahan pangan tersebut. Dalam bidang kesehatan, berbeda jenis serat berbeda khasiat yang terkandung di dalamnya. Misalnya serat yang tidak larut seperti



selulosa dan hemiselulosa baik untuk kesehatan usus, memperlancar keluarnya feses, mencegah wasir, dan baik untuk mengontrol berat badan. Sedangkan serat larut seperti pektin, gum, dan agar-agar baik untuk menurunkan kadar kolesterol dan gula darah sehingga lebih tepat untuk kesehatan jantung dan mengurangi resiko diabetes (Anwar, 2002). KESIMPULAN Kadar serat kasar pada daun papaya sebesar 5,97645%, hasil tersebut lebih kecil dibandingkan penelitian Sudjatinah dan Widyaningrum (2005) yaitu sebesar 16,28%. Penelitian Abidin dkk (1990) menunjukan kadar serat kasar pada kangkung adalah 2%, sedangkan di praktikum didapatkan hasil rata-rata 2,93345%. Kadar serat kasar kangkung hasil praktikum melebihi kadar serat kasar dari hasil penelitian yang dilakukan Abidin dkk. Kadar serat kasar pada buah papaya menurut Jealani (2009) sebesar 1,8% sedangkan hasil analisis kadar serat kasar pada papaya yaitu 2,71545%. Menurut Novary (1999) kadar serat kasar pada bayam adalah 0,7 % - 0,8%, sedangkan rata-rata kadar serat bayam hasil praktikum menunjukan nilai yang sangat jauh berbeda yaitu 3,145%. Sampel wortel hasil pengamatan analisis kadar serat kasar didapatkan 4,142%. Menurut Keliat (2008), kadar serat kasar pada wortel yaitu sebesar 2%. Pengamatan dari hasil praktikum tersebut menunjukkan bahwa semua sampel yang diamati memiliki kadar serat kasar yang berbeda-beda dan tidak ada yang sesuai dengan literatur. Kadar serat kasar tertinggi terdapat pada sampel daun papaya dengan kadar serat kasar sebesar 5,97645%. Kadar serat kasar terendah terdapat pada sampel pepaya dengan kadar serat kasar sebesar 2,71585%. DAFTAR PUSTAKA Abidin, Suwarna, Veggel.1990. Pengaruh Cara Penanaman, Jumlah Bibit dan Aplikasi. Pemberian Pupuk Nitrogen Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil



Kangkung Darat (Ipomoea reptansPoirs) Pada Tanah Latosol Subang.Bull.Penelt.Hort : 19:3,15-24. Anwar F. 2002. Model Pengasuhan Anak Bawah Dua Tahun Dalam Meningkatkan Status Gizi dan Perkembangan Sosial [Tesis]. Bogor. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Hunter KWJr, Gault RA, Berner MD. 2002. Preparation of microparticulate âGlucan from Saccharomyces cerevisiae for use in immune potentiation. Letters in Applied Microbiology 35: 267 Jaelani. 2009. Aroma terapi. Populer Obor, Jakarta.



Pustaka



Keliat, S. D. 2008. Analisis Sistem Pemasaran Wortel. Universitas Sumatera Utara, Medan Muchtadi, D. 2001. Gizi dan KesehatanSerat Makanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Novary EW.1999. Penanganan dan Pengolahan Sayuran Segar. Jakarta: Penebar Swadaya. Soejono, M. 1990. Petunjuk Laboratorium Analisis dan Evaluasi Pakan. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Sudarmadji, Slamet, B.Haryono dan Suhardi.2010. Analisis Bahan Makanan dan Pertanian. Penerbit : Liberty bekerja sama dengan PAU Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Sudjatinah, C. H dan Widyaningrum, P. 2005. Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Pepaya Terhadap Tampilan Produksi Ayam Broiler. Journal Indonesian Tropical Animal Agriculture. 30(4). Tillman, A. D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo, dan S. Lebdosukojo. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.