5 0 102 KB
A. Analisis Kemampuan Lahan Analisis kemampuan lahan adalah suatu analisis yang digunakan untuk mengetahui kemampuan suatu lahan untuk digunakan dalam memenfaatkan lahan sesuai dengan potensinya. Potensi lahan merupakan penilaian indikator yang penting terutama dalam penyusunan kebijakan. Analisis kemampuaan lahan juga dapat menjadi bahan pertimbangan dalam penyususnan rencana penggunaan lahan di suatu wilayah. Berdasarkan Permen PU No. 20/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Analisis Fisik dan Lingkungan Ekonomi serta Sosial Budaya Dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang, analisis kemampuan lahan terdiri dari analisis Satuan Kemampuan Lahan (SKL) morfologi, analisis Satuan Kemampuan Lahan (SKL) kemudahan di kerjakan, analisis Satuan Kemampuan Lahan (SKL) kesetabilan lereng, analisis Satuan Kemampuan Lahan (SKL) kesetabilan pondasi, analisis Satuan Kemampuan Lahan (SKL) ketersediaan air, analisis Satuan Kemampuan Lahan (SKL) untuk drainase, analisis Satuan Kemampuan Lahan (SKL) terhadap erosi, analisis Satuan Kemampuan Lahan (SKL) pembuangan limbah, dan analisis Satuan Kemampuan Lahan (SKL) terhadap bencana alam. 1. Analisis Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Morfologi Analisis ini bertujuan untuk memilih bentuk bentang alam atau morfologi suatu wilayah perencanaan yang nantinya dapat dikembangkan sebagaimana fungsinya. Berikut merupakan Tabel 8.6 Klasifikasi SKL Morfologi. Tabel 8. 1 Klasifikasi SKL Morfologi Morfologi Gunung/pegununga n dan bukit/perbukitan Gunung/pegununga n dan bukit/perbukitan
Lereng
Hasil Pengamatan
SKL Morfologi
Nilai
>40%
Kemampuan lahan morfolgi tinggi
dari
25-40 %
Kemampuan lahan morfolgi cukup
dari
Kemampuan lahan morfolgi sedang Kemampuan lahan morfolgi kurang Kemampuan lahan morfolgi rendah
dari
Bukut/perbukitan
15-25 %
Datar
2-15 %
Datar
0-2 %
Survei lapangan
dari dari
1 2 3 4 5
Sumber: Permen PU No. 20/PRT/M/2007
2. Analisis Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Kemudahan Dikerjakan Analisis satuan kemampuan lahan kemudahan dikerjakan memiliki fungsi untuk mengetahui tingkat kemudahan lahan di wilayah dan atau kawasan untuk proses pembangunan/pengembangan wilayah. Berikut merupakan Tabel 8.8 Klasifikasi SKL Kemudahan dikerjakan.
Tabel 8. 2 Klasifikasi SKL Kemudahan Dikerjakan Morfologi
Hasil Pengamatan
Lereng
Gunung/pegununga n dan bukit/perbukitan Gunung/pegununga n dan bukit/perbukitan Bukit/perbukitan
>40%
Datar
2-15 %
Datar
0-2 %
25-40 % Survei lapangan
15-25 %
SKL Kemudahan di Kerjakan
Nilai
Tingkat kemudahan pencapaian, kekerasan batuan tinggi
1
Tingkat kemudahan pencapaian, kekerasan batuan sedang cukup
2
Tingkat kemudahan pencapaian, kekerasan batuan sedang Tingkat kemudahan pencapaian, kekerasan batuan kurang Tingkat kemudahan pencapaian, kekerasan batuan rendah
3 4 5
Sumber: Permen PU No. 20/PRT/M/2007
3. Analisis Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Kestabilan Lereng Analisis satuan kemampuan lahan (SKL) kestabilan lereng bertujuan untuk mengetahui tingkat kemampuan lereng di wilayah atau kawasan pengembangan dalam menerima beban. Berikut merupakan Tabel 8.10 Klasifikasi SKL kestabilan lereng. Tabel 8. 3 Klasifikasi SKL Kestabilan Lereng Morfologi
Cura h Hujan (sama)
Penggunaan Lahan
Lereng
Ketinggian
Gunung/pegunungan dan bukit/perbukitan
>40%
Tinggi
Gunung/pegunungan dan bukit/perbukitan Bukut/perbukitan
25-40 %
Cukup tinggi Sedang
(sama) (sama)
Semak, belukar, ladang Kebun, hutan, hutan belukar Semua
Datar Datar
2-15 % 0-2 %
Rendah Sangat rendah Sumber: Permen PU No. 20/PRT/M/2007
(sama) (sama)
Semua Semua
15-25 %
SKL Kestabilan Lereng Kestabilan lereng rendah
Nilai
Kestabilan lereng kurang Kestabilan lereng sedang Kestabilan lereng Tinggi
1 2 3 4 5
4. Analisis Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Kestabilan Pondasi Analisis Kestabilan pondasi digunakan untuk melihat kondisi lahan atau wilayah yang mendukung stabil atau tidaknya suatu bangunan atau kawasan terbangun dengan bobot berat dalam suatu pembangunan yang sesuai dengan wilayah. Tabel 8. 4 Klasifikasi SKL Kestabilan Pondasi SKL Kestabilan Lereng Kestabilan lereng rendah Kestabilan kurang Kestabilan sedang
lereng lereng
Kestabilan lereng tinggi
Penggunaan Lahan Semak, belukar, ladang Kebun, belukar Semua Semua Semua
hutan,
hutan
SKL Kestabilan Pondasi Daya dukung dan kestabilan pondasi rendah Daya dukung dan kestabilan pondasi kurang
Nila i 1 2 3
Daya dukung dan kestabilan pondasi tinggi
4 5
Sumber: Permen PU No. 20/PRT/M/2007
5. Analisis Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Ketersediaan Air Analisis satuan kemampuan lahan ketersedian air bertujuan untuk mengetahui tingkat ketersedian air dan kemampuan penyedian air pada masing-masing tingkatan, guna pengembangan kawasan yang akan direncanakan. Berikut merupakan Tabel 8.14 Klasifikasi SKL ketersediaan air. Tabel 8. 5 Klasifikasi SKL Ketersediaan Air Morfologi
Penggunaan Lahan Semak, belukar, ladang
SKL Ketersediaan Air Ketersediaan air sangat rendah
25-40 %
Kebun, hutan, hutan belukar
Ketersediaan rendah
air
2
15-25 %
Semua
Ketersediaan air sedang Ketersediaan air sangat tinggi
3
Lereng
Gunung/pegununga n dan bukit/perbukitan Gunung/pegununga n dan bukit/perbukitan Bukut/perbukitan
>40%
Datar 2-15 % Semua Datar 0-2 % Semua Sumber: Permen PU No. 20/PRT/M/2007
Nilai 1
4 5
6. Analisis Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Drainase Analisis satuan kemampuan lahan untuk drainase bertujuan untuk mengetahui tingkat kemampuan lahan dalam mengalirkan air hujan secara alami, sehingga dapat menghindari kemungkinan genangan bersifat lokal ataupun meluas yang terjadi. Berikut merupakan Tabel 8.16 klasifikasi satuan kemampuan lahan untuk drainase. Tabel 8. 6 Klasifikasi SKL Untuk Drainase >40%
Topografi/ Ketinggian Tinggi
Penggunaan Lahan Semak, belukar, ladang
25-40 %
Cukup tinggi
Kebun, hutan, hutan belukar
15-25 %
Sedang
Semua
Morfologi
Lereng
Gunung/pegununga n dan bukit/perbukitan Gunung/pegununga n dan bukit/perbukitan Bukut/perbukitan
Datar 2-15 % Rendah Datar 0-2 % Sangat rendah Sumber: Permen PU No. 20/PRT/M/2007
Semua Semua
SKL Drainase
Nilai 5
Drainase tinggi Drainase cukup Drainase kurang
4 3 2 1
7. Analisis Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Erosi Analisis SKL terhadap erosi bertujuan untuk mengetahui daerah yang tanahnya berpotensi untuk terkikis, sehingga dapat diketahui tingkat ketahanan lahan pada wilayah tersebut terhadap erosi serta untuk mengantisipasi dampak untuk pembangunan pada daerah yang lebih hilir. Berikut merupakan Tabel 8.18 klasifikasi satuan kemampuan lahan terhadap erosi.
Tabel 8. 7 Klasifikasi SKL Terhadap Erosi Morfologi
Lereng
Gunung/pegununga n dan bukit/perbukitan Gunung/pegununga n dan bukit/perbukitan Bukut/perbukitan Datar
>40%
Penggunaan Lahan Semak, belukar, ladang
SKL Erosi Erosi tinggi
Nilai 1
25-40 %
Kebun, hutan, hutan belukar
Erosi tinggi
cukup
2
15-25 % 2-15 %
Semua Semua
Erosi sedang Erosi sangat rendah Tidak ada erosi
3 4
Datar 0-2 % Semua Sumber: Permen PU No. 20/PRT/M/2007
5
8. Analisis Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Pembuangan Limbah Analisis satuan kemampuan lahan pembuangan limbah bertujuan untuk mengetahui daerah-daerah yang mampu untuk ditempati sebagai lokasi penampungan akhir dan pengolahan berbagai macam limbah, baik limbah cair maupun padat. Berikut merupakan Tabel 8.20 klasifikasi SKL pembuangan limbah. Tabel 8. 8 Klasifikasi SKL Pembuangan Limbah Morfologi
Lereng
Topografi/Keti nggian Tinggi
Gunung/pegunungan dan bukit/perbukitan Gunung/pegunungan dan bukit/perbukitan Bukut/perbukitan
>40% 25-40 %
Cukup tinggi
15-25 %
Sedang
Penggunaan Lahan Semak, belukar, ladang Kebun, hutan, hutan belukar Semua
Datar Datar
2-15 % 0-2 %
Rendah Sangat rendah
Semua Semua
SKL Pembuangan Limbah Kemampuan lahan untuk pembuangan limbah kurang Kemampuan lahan untuk pembuangan limbah sedang Kemampuan lahan untuk pembuangan limbah cukup
Nilai 1 2 3 4 5
Sumber: Permen PU No. 20/PRT/M/2007
9. Analisis Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Bencana Alam Analisis satuan
kemampuan lahan terhadap bencana alam bertujuan untuk
mengetahui kemampuan lahan dalam peristiwa terjadinya bencana alam khususnya dari segi geologi, untuk menghindari atau mengurangi kerugian dan korban akibat bencana tersebut. Tabel 8. 9 Klasifikasi SKL Bencana Alam Morfologi
Lereng
Gunung/pegunungan dan bukit/perbukitan Gunung/pegunungan dan bukit/perbukitan Bukut/perbukitan
>40%
Topografi/Keti nggian Tinggi
25-40 %
Cukup tinggi
15-25 %
Sedang
Datar 2-15 % Rendah Datar 0-2 % Sangat rendah Sumber: Permen PU No. 20/PRT/M/2007
Penggunaan Lahan Semak, belukar, ladang Kebun, hutan, hutan belukar Semua Semua Semua
SKL Bencana Alam Potensi tinggi
bencana
alam
Nilai 5 4
Potensi bencana cukup tinggi Potensi bencana kurang
alam
3
alam
2 1
Tabel 8. 10 Klasifikasi Kemampuan Lahan Total Nilai Kelas Kemampuan Lahan 32-58 Kelas a 59-83 Kelas b 84-109 Kelas c 110-134 Kelas d 135-160 Kelas e Sumber: Permen PU No. 20/PRT/M/2007
Klasifikasi Pengembangan Kemampuan pengembangan sangat rendah Kemampuan pengembangan rendah Kemampuan pengembangan sedang Kemampuan pengembangan agak tinggi Kemampuan pengembangan sangat tinggi
B. Analisis Kesesuaian Lahan Analisis kesesuaian lahan atau yang disebut dengan evaluasi lahan merupakan suatu pendekatan
untuk
mengkaji
potensi
sumber
daya
dari
suatu
lahan
dengan
memperhatiakan resiko kerusakan dan faktor-faktor yang akan mempengaruhi kualitas suatu lahan dan sumber daya alam lainnya. Analisis kesesuaian lahan dapat dilakukan dengan melihat arahan tata ruang pertanian, arahan rasio tutupan, arahan ketinggian bangunan, arahan pemanfaatan air baku, dan perkiraan daya tampung lahan. Arahan tata ruang pertanian bertujuan untuk mendapatkan arahan pengembangan pertanian, sehingga dapat dilihat sesuai atau tidak dengan kesesuaian lahannya. Berikut merupakan Tabel 8.27 ketentuan arahan tata ruang pertanian menurut Peraturan Menteri Pekerja Umum No. 20/PRT/M/2007. Tabel 8. 11 Arahan Tata Ruang Pertanian Kemampuan Lahan Kelas Kemampuan Pengembangan Kelas a Kemampuan pengembangan sangat rendah Kelas b Kemampuan pengembangan rendah Kelas c Kemampuan pengembangan sedang Kelas d Kemampuan pengembangan agak tinggi Kelas e Kemampuan pengembangan sangat tinggi Sumber: Permen PU No. 20/PRT/M/2007
Arahan Tata Ruang Pertanian Klasifikasi Nilai Lindung 1 Kawasan penyangga 2 Tanaman tahunan 3 Tanaman setahun 4 Tanaman setahun 5
Analisa Kemampuan Lahan Kemampuan sering diartikan sebagai potensi lahan untuk penggunaan pertanian secara umum dengan kemampuan produksi dari tanah tersebut yang mencangkup sifat tanah (fisik dan kimia), topografi, drainase, dan kondisi lingkungan hidup lain, didasarkan pada fakta-fakta iklim, drainase, dan kemiringan. Menurut Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/11/1980 dan No. : 683/Kpts/Um/8/1981 tentang kriteria dan tata cara penetapan hutan lindung dan hutan produksi, terdapat tiga faktor yang mempengaruhi kriteria penetapan fungsi lahan yang dinilai sebagai penentu kemampuan lahan, yaitu : 1. 2. 3.
Kelerengan Jenis Tanah menurut Kepekaan Erosi Intensitas Hujan Berdasarkan ketiga faktor tersebut, dapat diklasifikasikan dan nilai skor dari ketiga faktor di atas berturut-turut seperti pada tabel - tabel dibawah ini. Tabel ... Klasifikasi dan Nilai Skor Menurut Kelerengan Lahan Kelas Kelerengan (%) Klasifikasi Nilai skor I 0-8 Datar 20 II 8 - 15 Landai 40 III 15 - 25 Agak curam 60 IV 25 - 40 Curam 80 V > 40 Sangat curam 100 Sumber: SK Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/11/1980 dan No. : 683/Kpts/Um/8/1981
Tabel ... Klasifikasi dan Nilai Skor Menurut Jenis Tanah Kelas Jenis tanah Klasifikasi I Aluvial, Glei, Planosol, Hidromerf, Laterik air tanah Tidak peka II Latosol Kurang peka III Brown forest soil, non calcic brown mediteran Agak peka IV Androsol, Laterit, Grumusol, Podsol, Podsolic Peka V Regosol, Litosol, Organosol, Rensina Sangat peka Sumber: SK Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/11/1980 dan No. : 683/Kpts/Um/8/1981
Nilai skor 15 30 45 60 75
Tabel ... Klasifikasi dan Nilai Skor Menurut Intensitas Hujan Intensitas Hujan Klasifikasi Nilai skor (mm/hari) I 0 - 13,6 Sangat redah 10 II 13,6 - 20,7 Rendah 20 III 20,7 - 27,7 Sedang 30 IV 27,7 - 34,8 Tinggi 40 V > 34,8 Sangat tinggi 50 Sumber: SK Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/11/1980 dan No. : 683/Kpts/Um/8/1981 Kelas
Kemudian penetapan fungsi kawasan dilakukan dengan menjumlahkan nilai skor dari ketiga faktor yang dinilai pada setiap satuan lahan. Besarnya jumlah nilai skor tersebut merupakan nilai skor kemampuan lahan untuk masing - masing satuan lahan. Kemudian setelah skor dijumlahkan maka ditetapkan penggunaan lahan pada setiap kawasan dengan kriteria: A.
Kawasan Fungsi Lindung Kawasan fungsi lindung adalah suatu wilayah yang keadaan sumberdaya alam air, flora dan fauna seperti hutan lindung, hutan suaka, hutan wisata, daerah sekitar sumber mata air, alur sungai, dan kawasan lindung lainnya sebagimana diatur dalam Kepres 32 Tahun 1990. Suatu satuan lahan ditetapkan sebagai kawasan fungsi lindung, apabila besarnya skor kemampuan lahannya ≥175, atau memenuhi salah satu/beberapa syarat berikut : 1. Mempunyai kemiringan lahan lebih dari 40 % 2. Jenis tanahnya sangat peka terhadap erosi (regosol, litosol, organosol,dan renzina) dengan kemiringan lapangan lebih dari 15 % 3. Merupakan jalur pengaman aliran air/sungai yaitu sekurang-kurangnya 100 meter di kiri-kanan sungai besar dan 50 meter kiri-kanan anak sungai diluar permukiman. Pada kawasan permukiman sempadan sungai 10-15 meter.Merupakan perlindungan mata air, yaitu sekurang-kurangnya radius 200 meter di sekeliling mata air. 4. Merupakan perlindungan danau/waduk, yaitu 50-100 meter sekeliling danau/waduk. 5. Mempunyai ketinggian 2.000 meter atau lebih di atasa permukaan laut. 6. Merupakan kawasan Taman Nasional yang lokasinya telah ditetapkan oleh pemerintah. 7. Guna keperluan/kepentingan khusus dan ditetapkan sebagai kawasan lindung.
B.
Kawasan Fungsi Penyangga Kawasan fungsi penyangga adalah suatu wilayah yang dapat berfungsi lindung dan berfungsi budidaya, letaknya diantara kawasan fungsi lindung dan kawasan fungsi budidaya seperti hutan produksi terbatas, perkebunan (tanaman keras), kebun campur dan lainnya yang sejenis. Suatu satuan lahan ditetapkan sebagai kawasan fungsi penyangga apabila besarnya nilai skor kemampuan lahannya sebesar 125 -174 dan atau memenuhi kriteria umum sebagai berikut : 1. Keadaan fisik satuan lahan memungkinkan untuk dilakukan budidaya secara ekonomis dan tebang pilih. 2. Tidak merugikan dilihat dari segi ekologi/lingkungan hidup bila dikembangkan sebagai kawasan penyangga
C.
Kawasan fungsi Budidaya Tanaman Tahunan Kawasan fungsi budidaya tanaman tahunan adalah kawasan budidaya yang diusahakan dengan tanaman tahunan seperti Hutan Produksi Tetap, Hutan Tanaman Industri, Hutan rakyat, Perkebunan (tanaman keras), dan tanaman buah - buahan. Suatu satuan lahan ditetapkan sebagai kawasan dengan fungsi budidaya tanaman tahunan apabila besarnya nilai skor kemampuan lahannya ≤ 124 serta mempunyai tingkat kemiringan lahan 15 - 40% dan memenuhi kriteria umum seperti pada kawasan fungsi penyangga. D. Kawasan Fungsi Budidaya Tanaman Semusim Kawasan fungsi budidaya tanaman semusim adalah kawasan yang mempunyai fungsi budidaya dan diusahakan dengan tanaman semusim terutama tanaman pangan atau untuk pemukiman. Untuk memelihara kelestarian kawasan fungsi budidaya tanaman semusim, pemilihan jenis komoditi harus mempertimbangkan kesesuaian fisik terhadap komoditi yang akan dikembangkan. Analisis kesesuaian lahan Kesesuaian lahan adalah tingkat kecocokan sebidang lahan untuk penggunaan tertentu. Kesesuaian lahan tersebut dapat dinilai untuk kondisi saat ini (kesesuaian lahan aktual) atau setelah diadakan perbaikan (kesesuaian lahan potensial). Kesesuaian lahan aktual adalah kesesuaian lahan berdasarkan data sifat biofisik tanah atau sumber daya lahan sebelum lahan tersebut diberikan masukan- masukan yang diperlukan untuk mengatasi kendala. Data biofisik tersebut berupa karakteristik tanah dan iklim yang berhubungan dengan persyaratan tumbuh tanaman yang dievaluasi. Kesesuaian lahan potensial menggambarkan kesesuaian lahan yang akan dicapai apabila dilakukan usaha-usaha perbaikan. Lahan yang dievaluasi dapat berupa hutan konversi, lahan terlantar atau tidak produktif, atau lahan pertanian yang produktivitasnya kurang memuaskan tetapi masih memungkinkan untuk dapat ditingkatkan bila komoditasnya diganti dengan tanaman yang lebih sesuai.