2 0 4 MB
Universitas Sumatera Utara Repositori Institusi USU
http://repositori.usu.ac.id
Fakultas Kesehatan Masyarakat
Skripsi Sarjana
2018
Analisis Ketersediaan Obat di Puskesmas Batunadua Kota Padangsidimpuan Tahun 2017 Wahyuni, Wina http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/2427 Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara
ANALISIS KETERSEDIAAN OBAT DI PUSKESMAS BATUNADUA KOTA PADANGSIDIMPUAN TAHUN 2017
SKRIPSI
OLEH WINA WAHYUNI NIM. 131000408
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2018
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ANALISIS KETERSEDIAAN OBAT DI PUSKESMAS BATUNADUA KOTA PADANGSIDIMPUAN TAHUN 2017
Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
OLEH WINA WAHYUNI NIM. 131000408
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2018
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “ANALISIS KETERSEDIAAN
OBAT
DI
PUSKESMAS
BATUNADUA
KOTA
PADANGSIDIMPUAN TAHUN 2017” ini beserta seluruh isinya adalah benar hasil karya saya sendiri dan tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung risiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.
Medan, April 2018
Wina Wahyuni
i
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRAK
Ketersediaan obat merupakan obat yang digunakan untuk pelayanan kesehatan di puskesmas minimal harus sama dengan jumlah kebutuhan obat yang seharusnya tersedia di puskesmas. Ketersediaan obat di puskesmas harus disesuaikan dengan kebutuhan untuk pelayanan pengobatan pada masyarakat di wilayah kerjanya. Ketersediaan obat di Puskesmas Batunadua belum sesuai dengan kebutuhan obat, sehingga masih terjadi kekosongan stok obat. Rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana mekanisme ketersediaan obat di Puskesmas Batunadua. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi mekanisme ketersediaan obat di Puskesmas Batunadua Kota Padangsidimpuan. Jenis penelitian ini adalah penelitian yang menggunakan metode pendekatan kualitatif dengan wawancara mendalam dan survei sebagai cara untuk mengumpulkan data. Informan penelitian ini sebanyak 9 orang yang terdiri dari Kepala Puskesmas, Penanggung jawab Obat, Kepala Poli Umum, Kepala Poli Gigi, Kepala Poli Anak, Kepala Puskesmas Pembantu Ujung Gurap, Penanggung jawab Pos Kesehatan Desa Siloting, Bidan Desa Baruas dan Kepala UPTD Instalasi Farmasi Kota Padangsidimpuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketersediaan obat di Puskesmas Batunadua belum sesuai dengan kebutuhan puskesmas. SDM penanggung jawab obat belum mencukupi dari segi kualitas dan kuantitas. Sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam pengelolaan obat di puskesmas belum terpenuhi. Perencanaan obat di Puskesmas Batunadua belum sesuai sehingga kebutuhan obat puskesmas belum terpenuhi, alur perencanaan obat sudah sesuai, data-data yang diperlukan dalam perencanaan obat sudah sesuai, metode yang digunakan dalam menentukan kebutuhan obat belum sesuai karena hanya menggunakan 1 metode yaitu metode konsumsi, penentuan jenis dan jumlah obat berdasarkan ecatalogue masih terdapat kendala. Pengadaan obat belum sesuai dengan LPLPO yang dibutuhkan oleh puskesmas. Disarankan kepada Dinas Kesehatan Kota Padangsidimpuan untuk melakukan pembinaan dan mengadakan pelatihan mengenai manajemen pengelolaan obat di puskesmas sehingga meningkatkan kualitas tenaga pengelola obat di puskesmas. Disarankan kepada penanggung jawab obat Puskesmas Batunadua untuk mempelajari lebih lanjut mengenai prosedur dan tata cara perencanaan obat yang baik di puskesmas sehingga perencanaan sesuai dengan kebutuhan puskesmas. Diharapkan kepada seluruh tenaga kesehatan di Puskesmas Batunadua agar melakukan koordinasi tentang kebutuhan obat kepada penanggung jawab obat. Kata kunci : Ketersediaan, Obat, Puskesmas
iii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRACT
Medicine availability is medicine used for health services at puskesmas must be at least equal to the number of medicines that should be available at puskesmas. Medical necessity in puskesmas must be suited with the need for medicinal treatment service to society in the work region. Medicine availability at Puskesmas Batunadua is not suitable with medical necessity yet, so still occuring medical stock blankness. The problem formulation in this research is how medicine availibility mechanism at Puskesmas Batunadua Kota Padangsidimpuan. This experiment purpose to identified medicine availibility mechanism at Puskesmas Batunadua Kota Padangsidimpuan. This kind of research is using qualitative approach wihh deep interviewand survei as the way to collected data. Informant for research as many as nine people consists of Puskesmas Chief Executive, Medicine Person in Change, Head of General Poly, Head of Dental Poly, Head of Child Polyclinic, Puskesmas Pembantu Ujung Gurap Head Executive, Pos Kesehatan Desa Siloting Person in Change, Midwife of Desa Baruas and Head of UPTD Pharmacy Instalation Kota Padangsidimpuan. Result of research showed that medicine availability in Puskesmas Batunadua not suitable yet with patient needed. Human resoarces development person in charge of medicine not sufficient yet from quality and quality. Medium and infrastructure thet need in medicine management in puskesmas have not fulfilled yet. Medicine planning at Puskesmas Batunadua not suitable get so medicine necessity not completed yet, the plot of medicine planning is appropriate, the data required in medicine planning is appropriate, the method used in determining the needs of the medicine is not suitable because is uses only 1 method of consumption method, the determination of the type and quantity of medicine based on e-catalogue still has constraints, the procurement of medicine is not in accordance with LPLPO required by puskesmas. Sugest to Dinas Kesehatan Kota Padangsidimpuan to founding and have workshop about medicine management in puskesmas that could improved medicine management’s staff quality in puskesmas. Suggest to Puskesmas Batunadua medicine person in charge to learn advanc about good procedure and planning in puskesmas so the planning appropriate with puskesmas need. Expected to all health sevices in Puskesmas Batunadua to do coordination about medicine needed to medicine person in charge. Keyword : Availability, Medicine, Puskesmas
iv
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Ketersediaan Obat di Puskesmas Batunadua Kota Padangsidimpuan Tahun 2017”, guna memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Universitas Sumatera Utara. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini, tidak terlepas dari bimbingan dan dukungan berbagai pihak baik secara moril maupun materil. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis menyapaikan ucapan terima kasih kepada: 1.
Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H, M.Hum selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.
2.
Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara.
3.
Dr. Drs. Zulfendri, M.Kes selaku Ketua Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara dan selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan saran, bimbingan dan arahan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
4.
Dra. Jumirah, Apt, M.Kes selaku Dosen Penguji I yang telah memberikan saran, bimbingan dan arahan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
5.
Puteri Citra Cinta Asyura Nasution, SKM, MPH, selaku Dosen Penguji II yang telah memberikan saran, bimbingan dan arahan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
v
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
6.
Eka Lestari Mahyuni, SKM, M.Kes selaku Dosen Pembimbing Akademik selama penulis mengikuti pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
7.
Seluruh dosen dan staf pegawai di Fakultas Kesehatan Masyarakat terutama Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan.
8.
Kepala
Puskesmas
Batunadua,
Penanggung
jawab
obat
Puskesmas
Batunadua, Kepala UPTD Instalasi Farmasi Kota Padangsidimpuan serta seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian. 9.
Penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada kedua orang tua tersayang, Ayahanda Awaluddin Siregar dan Ibunda Afrida Erni Pohan, yang senantiasa selalu memberi doa, kasih sayang, cinta dan perhatian, dukungan dan motivasi yang tiada hentinya kepada penulis.
10. Kepada adik-adik penulis, Imam Wahyudi Siregar dan Rizkycha Aura yang telah memberikan doa dan semangat kepada penulis. 11. Keluarga dan kerabat penulis khususnya kepada Kakek penulis H. Akhiruddin Pohan, Nenek penulis Hj. Farida Hanum Nasution, Tulang penulis Safhendri Pohan, Tante penulis Denisma Pohan, Aprila Mora Pohan dan Masna Hanum Khairani Pohan yang telah memberikan dukungan dan motivasi kepada penulis. 12. Sahabat-sahabat tersayang, Theresia B Bath, Yulisa Angelina, Amelia Fitriana, Melisa Ruby, Husi Tessalonika Hutahuruk yang selalu setia menemani penulis serta selalu memberikan dukungan, saran, motivasi, dan perhatian kepada penulis.
vi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
13. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung penulis, yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Penulis menyadari penulisan skripsi ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, penulis mengaharapakan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk perbaikan lebih baik bagi skripsi ini. Akhir kata semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan karunia-Nya kepada kita dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi yang membacanya serta menjadi referensi bagi pengetahuan.
Medan, April 2018
Penulis
vii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ................................. HALAMAN PERSETUJUAN....................................................................... ABSTRAK ...................................................................................................... ABSTRACT ..................................................................................................... KATA PENGANTAR .................................................................................... DAFTAR ISI ................................................................................................... DAFTAR TABEL........................................................................................... DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. RIWAYAT HIDUP ........................................................................................
i ii iii iv v viii x xi xii xiii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1.2 Rumusan Masalah .......................................................................... 1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................... 1.4 Manfaat Penelitian .........................................................................
1 5 5 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas)..................................... 2.1.1 Tugas, Fungsi dan Wewenang Puskesmas ........................... 2.1.2 Tujuan Puskesmas ................................................................ 2.2 Sumber Daya Kefarmasian di Puskesmas ...................................... 2.2.1 Sumber Daya Manusia ......................................................... 2.1.2 Sarana dan Prasarana ............................................................ 2.3 Obat ................................................................................................ 2.3.1 Penggolongan Obat .............................................................. 2.3.1.1 Berdasarkan Jenis ..................................................... 2.3.1.2 Berdasarkan Nama Merek ........................................ 2.3.2 Manajemen Obat .................................................................. 2.3.3 Pengadaan Obat .................................................................... 2.3.4 Persediaan Obat .................................................................... 2.4 Landasan Teori ............................................................................... 2.5 Kerangka Pikir................................................................................
6 6 8 9 9 10 13 13 13 14 17 22 22 25 26
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ............................................................................... 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................ 3.2.1 Tempat Penelitian ................................................................. 3.2.2 Waktu Penelitian .................................................................. 3.3 Informan Penelitian ........................................................................ 3.4 Metode Pengumpulan Data ............................................................
27 27 27 27 27 28
viii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3.5 Defenisi Operasional ...................................................................... 3.6 Instrumen Pengambilan Data ......................................................... 3.7 Triangulasi...................................................................................... 3.8 Metode Analisis Data. ....................................................................
28 30 30 30
BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Puskesmas Batunadua ...................................... 4.2 Karakteristik Informan ................................................................... 4.3 Sumber Daya Manusia ................................................................... 4.4 Sarana dan Prasarana...................................................................... 4.5 Perencanaan Obat ........................................................................... 4.5.1 Alur....................................................................................... 4.5.2 Data ...................................................................................... 4.5.3 Jenis dan Jumlah................................................................... 4.5.4 Metode.................................................................................. 4.6 Pengadaan Obat .............................................................................. 4.6.1 Hambatan Pengadaan ........................................................... 4.7 Ketersediaan Obat .......................................................................... 4.7.1 Cara Mengatasi Kekurangan Obat .......................................
32 33 34 36 37 37 39 40 40 41 42 43 44
BAB V PEMBAHASAN 5.1 Sumber Daya Manusia ................................................................... 5.2 Sarana dan Prasarana...................................................................... 5.3 Perencanaan Obat ........................................................................... 5.3.1 Alur....................................................................................... 5.3.2 Data ...................................................................................... 5.3.3 Jenis dan Jumlah................................................................... 5.3.4 Metode.................................................................................. 4.6 Pengadaan Obat .............................................................................. 4.6.1 Hambatan Pengadaan ........................................................... 4.7 Ketersediaan Obat .......................................................................... 4.7.1 Cara Mengatasi Kekurangan Obat .......................................
46 49 50 52 52 54 55 56 57 57 58
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan .................................................................................... 6.2 Saran...............................................................................................
60 61
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
ix
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR TABEL Halaman
Tabel 4.1 Jumlah Penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Batunadua Tahun 2016 .................................................................................................
32
Tabel 4.2 Data Tenaga Kesehatan Menurut Pendidikan di Puskesmas Batunadua Tahun 2016 ...................................................................
33
Tabel 4.3 Karakteristik Informan ...................................................................
34
x
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 2.1 Kerangka Pikir Analisis Ketersedia Obat ..................................
xi
26
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Pedoman Wawancara Puskesmas .............................................
64
Lampiran 2. Pedoman Wawancara UPTD Instalasi Farmasi ........................
67
Lampiran 3. Surat Permohonan Izin Penelitian.............................................
69
Lampiran 4. Surat Permohonan Izin Penelitian dari Dinas Kesehatan ........
70
Lampiran 5. Surat Keterangan Selesai Penelitian di Puskesmas ..................
71
Lampiran 6. Surat Keterangan Selesai Penelitian di UPTD Farmasi ............
72
Lampiran 7. Dokumentasi Penelitian ............................................................
73
xii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RIWAYAT HIDUP Penulis bernama lengkap Wina Wahyuni lahir di Padangsidimpuan pada tanggal 12 September 1994 yang bersuku bangsa Batak dan beragama Islam dari pasangan ayah Awaluddin Siregar yang bersuku bangsa Batak dan Ibu Afrida Erni Pohan yang bersuku bangsa Batak. Penulis merupakan anak sulung dari 2 dua bersaudara. Penulis
mengawali
pendidikan
formal
di
SD
Negeri
200213
Padangsidimpuan dan tamat pada tahun 2007. Dilanjutkan ke SMP Negeri 6 Padangsidimpuan dan tamat pada tahun 2010. Di tahun yang sama penulis melanjutkan sekolah ke SMA Negeri 17 Medan dan tamat pada tahun 2013. Penulis melanjutkan pendidikan Sarjana di Fakultas Kesehatan Masyarakat di Universitas Sumatera Utara melalui jalur Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) tahun 2013 kemudian mengambil peminatan Administrasi dan Kebijakan Kesehatan dan tamat pada tahun 2018 dengan lama studi 4 tahun 5 bulan.
xiii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Salah satu fasilitas kesehatan primer adalah Pusat Kesehatan Masyarakat
(Puskesmas). Puskesmas merupakan fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya (Permenkes RI No.75 Tahun 2014). Untuk menjamin pelayanan kesehatan yang baik, maka puskesmas harus berupaya keras dalam pengadaan obat. Dalam mempermudah pengadaan obat, Lembaga
Kebijakan
Pengadaan
Barang/Jasa
Pemerintah
(LKPP)
telah
menetapkan Katalog Elektronik (e-catalogue) obat yang berisi daftar harga, spesifikasi dan penyedia obat. Berdasarkan Permenkes No. 63 tahun 2014 tentang Pengadaan Obat Berdasarkan e-catalogue, pengaturan pengadaan obat berdasarkan e-catalogue bertujuan untuk menjamin transparansi/keterbukaan, efektifitas dan efisiensi proses pengadaan obat dalam rangka memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan yang hasilnya dapat dipertanggungjawabkan. Ketersediaan obat bagi masyarakat merupakan salah satu komitmen pemerintah dalam melaksanakan pelayanan kesehatan masyarakat. Upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah tentunya bertujuan agar kesehatan masyarakat
1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2
terjaga. Pemerintah menjamin ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan perbekalan kesehatan terutama obat esensial. Ketersediaan obat merupakan obat yang digunakan untuk pelayanan kesehatan di puskesmas minimal harus sama dengan jumlah kebutuhan obat yang seharusnya tersedia di puskesmas. Ketersediaan obat di puskesmas harus disesuaikan dengan kebutuhan untuk pelayanan pengobatan pada masyarakat di wilayah kerjanya. Tingkat ketersediaan obat adalah tingkat persediaan obat baik jenis dan jumlah obat yang diperlukan oleh pelayanan pengobatan dalam periode waktu tertentu, diukur dengan cara menghitung persediaan dan pemakaian rata-rata perbulan. Oleh karena itu kinerja pengelola obat sangat menentukan keberhasilan dalam pengelolaan obat di puskesmas. Kinerja pengelola obat meliputi tahapan perencanaan,
permintaan,
penerimaan,
penyimpanan,
pendistribusian,
pengendalian, pencatatan, pelaporan dan pengarsipan, pemantauan dan evaluasi program yang terkait satu sama lain (Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.74 Tahun 2016). Tahapan perencanaan sangat menentukan ketersediaan obat, karena perencanaan akan mempengaruhi tahapan selanjutnya. Jika ketersediaan obat tidak terpenuhi maka akan terjadi kekosongan obat di puskesmas yang akan mengakibatkan pelayanan pengobatan tidak optimal. Puskesmas
Batunadua
memiliki
wilayah
kerja
sebanyak
15
desa/kelurahan. Berdasarkan data yang diperoleh dari puskesmas yang termasuk dalam 10 (sepuluh) besar penyakit terbanyak di Puskesmas Batunadua adalah : Diare, Infeksi Saluran Nafas Atas (ISPA), Hipertensi, Penyakit Kulit, Diabetes
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3
Melitus (DM), Disentri, Dispepsia, Campak, Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan (THT), Demam Berdarah Dengue (DBD). Jumlah peserta Bandan Penyelenggara Jaminan Kesehatan (BPJS) di Puskesmas Batunadua sebanyak 10.404 yang terdiri dari peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) sebanyak 7.647, peserta Non PBI sebanyak 2.757. Puskesmas Batunadua merupakan puskesmas nomor 2 paling banyak peserta BPJS di kota Padangsidimpuan. Oleh karena itu jumlah pasien BPJS yang menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan di Puskesmas Batunadua cukup banyak. Menurut hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti dengan penanggung jawab obat di Puskesmas Batunadua menyebutkan bahwa puskesmas kekurangan obat sebanyak 25% setiap bulannya. Jenis obat yang kurang setiap bulannya contohnya Amlodipin Tablet 5 mg, Antasida DOEN Syrup, Anti Fungi DOEN Salf Kombinasi, Betahistin Mesilat Tablet 6 mg, Cetirizine Tablet 10 mg, Dexametason Tablet 0,5 mg, Gentamycin Salap Mata 0,3%, Gebtamycin Tetes Mata 0,3%, Gentian Violet Larutan 1%, Griseovulfin Tablet 125 mg, Kotrimoxazol Suspensi, Metilprednisolon Tablet 4 mg, Natrium Diklofenak Tablet 50 mg, Oksitetrasiklin Salep Kulit 3%, Omenizole Tablet 500 mg, Omeprazol Kapsul 20 mg, Prednison Tablet 5 mg, Vitamin B Komplek Tablet, Zink Syrup 20 mg 5 ml, Kloramfenicol Kapsul 500 mg, Eritromycin Kapsul 500 mg. Ketersediaan obat di Puskesmas Batunadua hanya 75%. Sementara menurut Kementerian Kesehatan RI Tahun 2013 ketersediaan obat di sarana pelayanan kesehatan harus mencapai 95%. Pengelolaan persediaan obat di Puskesmas Batunadua saat ini masih
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4
menggunakan pembukuan dan belum terkomputerisasi sehingga kegiatan yang meliputi aspek seleksi dan perumusan kebutuhan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian menjadi kurang tepat, kurang efektif dan kurang efisien. Selain itu dapat menyebabkan proses pencatatan tentang obat yang terpakai dan obat yang dibutuhkan pada periode berikutnya untuk disampaikan kepada kepala puskesmas dan dinas kesehatan menjadi sering terlambat. Hal
ini disebabkan karena
pencatatan ke dalam buku masih tidak teratur dan sebagian masih dalam bentuk kertas-kertas resep yang tidak diarsipkan dengan benar sehingga kesulitan dalam pengarsipan dan pencarian data obat. Berdasarkan wawancara terhadap 30 orang pasien yang berobat di Puskesmas Batunadua, 21 orang (70%) menyatakan tidak puas, 9 orang (30%) menyatakan puas terhadap pelayanan obat di Puskesmas Batunadua. Kendala yang dirasakan oleh pasien terhadap pelayanan obat di Puskesmas Batunadua adalah obat yang diterima tidak sesuai dengan yang diresepkan dan pasien disarankan membeli obat di luar puskesmas atau disarankan untuk menunggu persediaan obat ada, biasanya 1-2 hari. Hal inilah yang membuat masyarakat tidak puas jika persedian obat di puskesmas tidak terpenuhi. Dari hasil observasi dapat diasumsikan bahwa ketersediaan obat di Puskesmas Batunadua masih kurang karena masih sering terjadi kekosongan obat. Hal ini menunjukkan bahwa pelayanan kesehatan pengobatan kurang baik. Sehingga mengakibatkan kunjungan pasien berkurang. Penelitian Siregar (2016) menyatakan bahwa perencanaan yang kurang akurat dari puskesmas menyebabkan Dinas Kesehatan Kota Padangsidimpuan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
5
akan kesulitan dalam menentukan perencanaan obat yang optimal untuk memenuhi pasokan ke semua puskesmas sehingga sering terjadi kekosongan obat di puskesmas. Dari permasalahan tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai
“Analisis Ketersediaan Obat
di Puskesmas
Batunadua
Kota
Padangsidimpuan” guna memperoleh gambaran tentang ketersediaan obat di Puskesmas Batunadua Kota Padangsidimpuan. 1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana mekanisme ketersediaan obat di Puskesmas Batunadua Kota Padangsidimpuan. 1.3
Tujuan Penelitian Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui mekanisme
ketersediaan obat di Puskesmas Batunadua Kota Padangsidimpuan. 1.4
Manfaat Penelitian
1. Bagi Puskesmas Batunadua sebagai masukan dalam memenuhi ketersediaan obat dalam rangka peningkatan efisiensi. 2. Bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya tentang ketersediaan obat di bidang ilmu administrasi dan kebijakan kesehatan serta dalam penemuan metodologi baru dalam lingkup ilmu kesehatan masyarakat. 3.Menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Puskesmas
adalah
fasilitas
pelayanan
kesehatan
yang
menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggitingginya di wilayah kerjanya (Permenkes RI No. 75 tahun 2014). 2.1.1
Tugas, Fungsi dan Wewenang Puskesmas Puskesmas mempunyai tugas melaksanakan kebijakan kesehatan untuk
mencapai tujuan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya dalam rangka mendukung terwujudnya kecamatan sehat. Dalam melaksanakan tugas puskesmas menyelenggarakan fungsi: 1
Penyelenggaraan UKM tingkat pertama di wilayah kerjanya.
2
penyelenggaraan UKP tingkat pertama di wilayah kerjanya. Dalam menyelenggarakan fungsi UKM puskesmas berwenang untuk:
1
Melaksanakan perencanaan berdasarkan analisis masalah kesehatan masyarakat dan analisis kebutuhan pelayanan yang diperlukan.
2
Melaksanakan advokasi dan sosialisasi kebijakan kesehatan.
3
Melaksanakan komunikasi, informasi, edukasi dan pemberdayaan 6 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
7
masyarakat dalam bidang kesehatan. 4
Menggerakkan masyarakat untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah kesehatan pada setiap tingkat perkembangan masyarakat yang bekerjasama dengan sektor lain terkait.
5
Melaksanakan pembinaan teknis terhadap jaringan pelayanan dan upaya kesehatan berbasis masyarakat.
6
Melaksanakan
peningkatan
kompetensi
sumber
daya
manusia
puskesmas. 7
Memantau pelaksanaan pembangunan agar berwawasan kesehatan.
8
Melaksanakan pencatatan, pelaporan dan evaluasi terhadap akses, mutu, dan cakupan pelayanan kesehatan.
9
Memberikan rekomendasi terkait masalah kesehatan masyarakat, termasuk dukungan terhadap sistem kewaspadaan dini dan respon penanggulangan penyakit. Dalam menyelenggarakan fungsi UKP puskesmas berwenang untuk:
1
Menyelenggarakan
pelayanan
kesehatan
dasar
secara
komprehensif, berkesinambungan dan bermutu. 2
Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang mengutamakan upaya promotif dan preventif.
3
Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang berorientasi pada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.
4
Menyelenggarakan
pelayanan
kesehatan
yang
mengutamakan
keamanan dan keselamatan pasien, petugas dan pengunjung.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
8
5
Menyelenggarakan pelayanan kesehatan dengan prinsip koordinatif dan kerja sama inter dan antar profesi.
6
Melaksanakan rekam medis.
7
Melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap mutu dan akses pelayanan kesehatan.
8
Melaksanakan peningkatan kompetensi tenaga kesehatan.
9
Mengoordinasikan dan melaksanakan pembinaan fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama di wilayah kerjanya.
10 Melaksanakan penapisan rujukan sesuai dengan indikasi medis dan sistem rujukan (Permenkes RI No 75 tahun 2014). 2.1.2
Tujuan Puskesmas Pembangunan
kesehatan
yang
diselenggarakan
di
Puskesmas
bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang : 1
Memiliki perilaku sehat yang meliputi kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat.
2
Mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu.
3
Hidup dalam lingkungan yang sehat.
4
Memiliki derajat kesehatan yang optimal, baik individu, keluarga kelompok dan masyarakat (Permenkes RI No 75 tahun 2014). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2013
tentang Pelayanan Kesehatan pada JKN mengungkapkan bahwa fasilitas kesehatan tingkat pertama adalah puskesmas atau setara yang bekerja sama dengan
BPJS
kesehatan
harus
menyelenggarakan
pelayanan
kesehatan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
9
komprehensif
berupa
pelayanan
kesehatan
promotif,
preventif,
kuratif,
rehabilitatif, pelayanan kebidanan, dan pelayanan kesehatan darurat medis, termasuk pelayanan penunjang meliputi pemeriksaan laboratorium sederhana dan pelayanan kefarmasian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Berdasarkan Peraturan BPJS Kesehatan Nomor 1 Tahun 2014, fasilitas kesehatan wajib memberikan pelayanan secara paripurna termasuk penyediaan obat, bahan medis habis pakai, alat kesehatan dan pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan. Pelayanan obat, alat kesehatan dan
bahan
medis
habis
pakai
yang diberikan kepada peserta berpedoman pada daftar obat dan bahan medis habis pakai, dan alat kesehatan yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 2.2
Sumber Daya Kefarmasian Di Puskesmas
2.2.1
Sumber Daya Manusia Menurut Departemen kesehatan RI Tahun (2006), kompetensi apoteker di
Puskesmas sebagai berikut : 1. Mampu menyediakan dan memberikan pelayanan kefarmasian yang bermutu. 2. Mampu mengambil keputusan secara profesional. 3. Mampu berkomuikasi yang baik dengan pasien maupun profesi kesehatan lainnya dengan menggunakan bahasa verbal, nonverbal maupun bahasa lokal. 4. Selalu belajar sepanjang karier baik formal maupun informal, sehingga ilmu dan keterampilan yang dimiliki selalu baru (up to date).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
10
Penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas minimal harus dilaksanakan oleh 1 (satu) orang tenaga Apoteker sebagai penanggung jawab, yang dapat dibantu oleh Tenaga Teknis kefarmasian sesuai kebutuhan. Jumlah kebutuhan Apoteker di Puskesmas dihitung berdasarkan rasio kunjungan pasien, baik rawat inap maupun rawat jalan serta memperhatikan pengembangan Puskesmas. Rasio untuk menentukan jumlah Apoteker di Puskesmas bila memungkinkan diupayakan 1 (satu) Apoteker untuk 50 (lima puluh) pasien perhari. Semua tenaga kefarmasian harus memiliki surat tanda registrasi dan surat izin praktik untuk melaksanakan Pelayanan Kefarmasian di fasilitas pelayanan kesehatan termasuk Puskesmas, sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan (Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.74 Tahun 2016). 2.2.2 Sarana dan Prasarana Menurut Departemen Kesehatan RI (2006) Dalam upaya mendukung pelayanan kefarmasian di puskesmas diperlukan sarana dan prasarana yang memadai disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing Puskesmas. Sarana adalah suatu tempat, fasilitas dan peralatan yang secara langsung terkait dengan pelayanan kefarmasian, sedangkan prasarana adalah tempat, fasilitas dan peralatan yang secara tidak langsung mendukung pelayanan kefarmasian. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesi No.74 Tahun 2016 Sarana yang diperlukan untuk menunjang pelayanan kefarmasian di Puskesmas meliputi sarana yang memiliki fungsi:
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
11
1. Ruang penerimaan resep Ruang penerimaan resep meliputi tempat penerimaan resep, 1 (satu) set meja dan kursi, serta 1 (satu) set komputer, jika memungkinkan. Ruang penerimaan resep ditempatkan pada bagian paling depan dan mudah terlihat oleh pasien. 2. Ruang pelayanan resep dan peracikan (produksi sediaan secara terbatas) Ruang pelayanan resep dan peracikan atau produksi sediaan secara terbatas meliputi rak obat sesuai kebutuhan dan meja peracikan, timbangan obat, air minum (air mineral) untuk pengencer, sendok obat, bahan pengemas obat, lemari pendingin, termometer ruangan, blanko salinan resep, ettiket dan label obat, buku catatan pelayanan resep, buku-buku referensi/standar sesuai kebutuhan, serta alat tulis secukupnya. Ruang ini diatur agar mendapatkan cahaya dan sirkulasi udara yang cukup. Jika memungkinakan disediakan pendingin ruangan (air conditioner) sesuai kebutuhan. 3. Ruang penyerahan obat Ruang penyerahan obat meliputi konter penyerahan obat, buku pencatatan penyerahan dan pengeluaran obat. Ruang penyerahan obat dapat digabungkan dengan ruang penerimaan resep. 4. Ruang konseling Ruang konseling meliputi satu set meja dan kursi konseling, lemari buku, buku-buku referensi sesuai kebutuhan , leaflet, poster, alat bantu konseling, buku catatan konseling, formulir jadwal konsumsi obat,
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
12
formulir catatan pengobatan pasien, lemari arsip, 1 (satu) set komputer, jika memungkinkan. 5. Ruang penyimpanan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai Ruang penyimpanan harus memperhatikan kondisi sanitasi, temperatur, kelembaban, ventilasi, pemisahan untuk menjamin mutu produk dan keamanan petugas. Selain itu juga memungkinkan masuknya cahaya yang cukup. Ruang penyimpanan yang baik perlu dilengkapi dengan rak/lemari obat, pendingin ruangan (air conditioner), lemari pendingin, lemari penyimpanan khusus narkotika dan psikotropika, lemari penyimpanan obat khusus, pengukuran suhu. 6. Ruang arsip Ruang arsip dibutuhkan untuk menyimpan dokumen yang berkaitan dengan pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai dan pelayanan kefarmasian dalam jangka waktu tertentu. Ruang arsip memerlukan ruangan khusus yang memadai dan aman untuk memelihara dan menyimpan dokumen dalam rangka untuk menjamin penyimpanan sesuai hukum, aturan, persyaratan dan teknik manajemen yang baik. Istilah „ruang‟ di sini tidak harus diartikan sebagai wujud „ruangan‟ secara fisik, namun lebih kepada fungsi yang dilakukan. Bila memungkinkan, setiap fungsi tersebut disediakan ruangan secara tersendiri. Jika tidak, maka dapat digabungkan lebih dari 1 (satu) fungsi, namun harus terdapat pemisahan yang jelas antar fungsi.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
13
2.3
Obat Menurut Undang-undang Kesehatan No. 36 (2009), obat adalah bahan
atau
paduan
bahan,
termasuk
produk
biologi
yang digunakan
untuk
mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia. 2.3.1
Penggolongan obat
2.3.1.1
Berdasarkan jenis
1
Obat Bebas Obat bebas adalah obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat
dibeli tanpa resep dokter. Pada kemasan dan etiket obat bebas, tanda khusus berupa lingkaran hijau dengan garis tepi berwarna hitam. Contoh : Paracetamol 2
Obat Bebas Terbatas Obat bebas terbatas adalah obat yang sebenarnya termasuk obat
keras tetapi masih dapat dijual atau dibeli bebas tanpa resep dokter, namun penggunaannya harus memperhatikan informasi yang menyerupai obat dalam kemasan. Pada kemasan dan etiket obat bebas terbatas terdapat tanda khusus berupa lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam. Contoh : CTM 3
A.Obat Keras Obat keras adalah obat yang hanya dapat dibeli di apotek dengan
resep dokter. Obat keras mempunyai tanda khusus berupa lingkaran merah
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
14
dengan garis tepi berrwarna hitam dan huruf K ditengah yang menyentuh garis tepi. B.Obat Psikotropika Obat bukan golongan narkotika yang berkhasiat memepengaruhi susunan syaraf pusat. Obat ini dapat menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Obat golongan ini hanya boleh dijual dengan resep dokter dan diberi tanda huruf K dalam lingkaran merah dengan garis tepi berwarna hitam. Contoh : Diazepam 4 Obat Narkotika Obat Narkotika adalah obat yang berasal dari turunan tanaman atau bahan kimia yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan menimbulkan ketergantungan. Obat ini hanya dapat diperoleh dengan resep dari dokter Contoh : Morfin (Depkes, 2008) 2.3.1.2
Berdasarkan Nama Merek
1
Obat Paten Obat Paten atau specialite adalah obat milik perusahaan tertentu dengan nama khas yang diberikan oleh produsennya dan dilindungi oleh hukum, yaitu merek terdaftar (proprietary name) (Depkes, 2010).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
15
2 Obat Generik Bermerek Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.02.02/Menkes/068/I/2010 obat generik bermerek bernama dagang dalah obat generik dengan nama dagang yang menggunakan nama milik produsen obat yang bersangkutan (Depkes, 2010) 3
Obat Generik Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor HK.02.02/Menkes/068/I/2010 obat generik adalah obat dengan nama resmi Internasional Non Propietary Names (INN) yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia atau buku standar lainnya untuk zat khasiat yang dikandungnya. Peraturan pemerintah yang mengatur tentang obat generik antara lain adalah : 1 Surat
Keputusan
Menteri
HK.02.02/Menkes/068/I/2010
Kesehatan Republik tentang
Kewajiban
Indonesia Obat
Nomor
Generik
di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah Menimbang: a. Bahwa ketersediaan obat generik dalam jumlah dan jenis yang cukup, terjangkau oleh masyarakat serta terjamin mutu keamanannya, perlu digerakkan dan didorong penggunaannya di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah. b. Bahwa
agar
dapat
berjalan
efektif perlu
mengatur
kembali
ketentuan Kewajiban Menuliskan Resep dan/atau Menggunakan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah dengan Peraturan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
16
Menteri Kesehatan. 2 Surat
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
HK.02.01/Menkes/146/2010 tentang Harga Obat Generik Menimbang : a. Bahwa dalam rangka penggunaan obat generik di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah, telah ditetapkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
HK.02.02/Menkes/068/I/2010
tentang
Kewajiban
Obat
Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah. b. Bahwa agar penggunaan obat generik di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah dapat berjalan dengan efektif, perlu dilakukan pembinaan dan pengawasan. c. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana yang dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu disusun Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penggunaan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kesehatan. Dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dan untuk menjamin ketersediaan obat yang lebih merata dan terjangkau oleh masyarakat, pemerintah telah DOEN merupakan
menyusun Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN). daftar
obat
yang
menggunakan
obat-obat
generik,
sehingga ketersedian obat generik di pasar dalam jumlah dan jenis yang cukup (Depkes, 2008). Menurut
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.791/MENKES/SK/VIII/2008 tentang Daftar Obat Esensial Nasional 2008,
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
17
Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN), menerangkan bahwa Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) merupakan daftar berisikan obat terpilih yang paling dibutuhkan dan diupayakan tersedia di unit pelayanan kesehatan sesuai dengan fungsi dan tingkatnya. Obat Esensial adalah obat terpilih yang paling dibutuhkan untuk pelayanan kesehatan, mencakup upaya diagnosis, profilaksis, terapi dan rehabilitasi, yang diupayakan tersedia pada unit pelayanan kesehatan sesuai dengan fungsi dan tingkatnya. DOEN merupakan standar nasional minimal untuk pelayanan kesehatan (Depkes, 2008). Penerapan
DOEN
dimaksudkan
untuk
meningkatkan
ketepatan,
keamanan, kerasionalan penggunaan dan pengelolaan obat yang sekaligus meningkatkan daya guna dan hasil guna biaya yang tersedia sebagai salah satu langkah untuk memperluas, memeratakan dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Penerapan DOEN harus dilakukan secara konsisten dan terus menerus di semua unit pelayanan kesehatan (Depkes, 2008). Bentuk sediaan, kekuatan sediaan dan besar kemasan yang tercantum dalam DOEN adalah mengikat. Besar kemasan untuk masing-masing unit pelayanan kesehatan didasarkan pada efisiensi pengadaan dan distribusinya dikaitkan dengan penggunaan (Depkes, 2008). 2.3.2
Manajemen Obat Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 74
Tahun 2016 Managemen pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai meliputi ;
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
18
a. Perencanaan Perencanaan merupakan proses kegiatan seleksi Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai untuk menentukan jenis dan jumlah Sediaan Farmasi dalam
rangka pemenuhan kebutuhan
Puskesmas. Proses seleksi Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan dengan mempertimbangkan pola penyakit, pola konsumsi Sediaan Farmasi periode sebelumnya, data mutasi Sediaan Farmasi dan rencana pengembangan. Tujuan perencanaan adalah untuk mendapatkan : (1) Perkiraan jenis dan jumlah Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai yang mendekati kebutuhan (2) Meningkatkan penggunaan Obat secara rasional (3) Meningkatkan efisiensi penggunaan Obat (Permenkes RI No.74 Tahun 2016). Alur perencanaan obat di Puskesmas Batunadua Kota Padangsidimpuan yaitu petugas obat di Puskesmas Pembantu (Pustu) dan Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) mengisi lembar Rencana Kebutuhan
Obat
(RKO).
Pustu
dan
Poskesdes
kemudian
menyerahkannya kepada pengelola obat di Puskesmas untuk dikompilasi dengan lembar RKO di Puskesmas. Pengelola obat masing-masing Puskesmas dan petugas Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Instalasi Farmasi serta Dinas Kesehatan mengadakan Rapat Perencanaan Obat Terpadu (POT) yang membahas mengenai kebutuhan obat di Puskesmas dan ketersediaannya di UPTD Instalasi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
19
Farmasi. Setelah rapat selesai petugas UPTD Instalasi Farmasi melakukan rekapitulasi RKO Puskesmas dengan melihat ketersediaan obat di UPTD Instalasi Farmasi, sehingga diperoleh daftar obat-obatan dan perbekalan kesehatan yang akan diadakan. Daftar tersebut diserahkan kepada Kepala Dinas Kesehatan untuk selanjutnya memerintahkan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) menindaklanjuti daftar tersebut. Perencanaan obat yang kurang baik akan berdampak terhadap ketersedian obat yang dibutuhkan pasien. Upaya perencanaan obat penting karena analisis kebutuhan obat untuk tahun berikutnya tergantung pada perencanaan tahun sebelumnya. Perencanaan obat yang kurang baik akan berdampak pada pemborosan dalam biaya penganggaran obat, obat yang tersedia tidak sesuai dengan kebutuhan pasien, obat tidak tersalurkan sehingga obat bisa rusak atau kadaluarsa, adanya penumpukan obat di gudang. Kekosongan obat dapat merugikan puskesmas, karena banyak resep yang tidak terlayani, mengakibatkan pasien keluar dari puskesmas, hal ini dapat mengurangi kunjungan dan pendapatan Puskesmas. b. Permintaan Tujuan permintaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai adalah memenuhi kebutuhan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai di puskesmas, sesuai dengan perencanaan kebutuhan yang telah dibuat. Permintaan diajukan kepada Dinas
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
20
Kesehatan Kabupaten/Kota, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan kebijakan pemerintah daerah setempat. c. Penerimaan Penerimaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai adalah suatu kegiatan dalam menerima Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai dari Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota atau hasil pengadaan puskesmas secara mandiri sesuai dengan permintaan yang telah diajukan. d. Penyimpanan Penyimpanan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai merupakan suatu kegiatan pengaturan terhadap Sediaan Farmasi yang diterima agar aman (tidak hilang), terhindar dari kerusakan fisik maupun kimia
dan
mutunya tetap terjamin, sesuai dengan
persyaratan yang ditetapkan. e. Pendistribusian Pendistribusian Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai merupakan
kegiatan
pengeluaran
dan
penyerahan
Sediaan
Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai secara merata dan teratur untuk memenuhi kebutuhan sub unit/satelit farmasi puskesmas dan jaringannya. f. Pengendalian Pengendalian Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai adalah suatu kegiatan untuk memastikan tercapainya sasaran yang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
21
diinginkan sesuai dengan strategi dan program yang telah ditetapkan sehingga tidak terjadi kelebihan dan kekurangan/kekosongan obat di unit pelayanan kesehatan dasar. g. Pencatatan dan Pelaporan Pencatatan dan pelaporan terhadap seluruh rangkaian kegiatan dalam
pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis
Pakai, baik Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai yang diterima, disimpan, didistribusikan dan digunakan di puskesmas atau unit pelayanan lainnya. h. Pemantauan dan Evaluasi Pemantauan dan evaluasi pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan
Medis
Habis Pakai dilakukan secara periodik dengan
tujuan untuk: 1) Mengendalikan dan menghindari terjadinya kesalahan dalam pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai sehingga dapat menjaga kualitas maupun pemerataan pelayanan. 2) Memperbaiki secara terus-menerus pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai. 3) Memberikan
penilaian
terhadap
capaian
kinerja
pengelolaan. Setiap kegiatan pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai, harus dilaksanakan sesuai standar prosedur operasional. Standar Prosedur
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
22
Operasional
(SPO)
ditetapkan
oleh
Kepala Puskesmas. SPO tersebut
diletakkan di tempat yang mudah dilihat. Contoh standar prosedur operasional sebagaimana terlampir. 2.3.3 Pengadaan Obat Pengadaan obat dan perbekalan kesehatan merupakan proses untuk penyediaan obat yang dibutuhkan di Unit Pelayanan Kesehatan. Pengadaan obat dan perbekalan kesehatan di puskesmas dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kesehatan Propinsi dan Kabupaten/Kota. Berdasarkan Kemenkes RI (2010), obat yang tersedia di puskesmas adalah obat esensial dimana jumlah dan jenisnya telah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan merujuk pada DOEN. Tahun 2014 era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merujuk pada E-catalog. Hal ini sesuai dengan kebijakan Menteri Kesehatan bahwa Puskesmas selaku Pelayanan Kesehatan Dasar (PKD) wajib menggunakan obat generik sebagai persediaan obat pada fasilitas kesehatan. Tujuan pengadaan obat adalah : 1. Tersedianya
obat
dengan
jenis
dan
jumlah
yang
cukup
sesuai dengan kebutuhan pelayanan kesehatan. 2. Mutu obat terjamin. 3. Obat dapat diperoleh pada saat dibutuhkan. 2.3.4
Persediaan Obat Manajemen persediaan merupakan suatu cara mengendalikan persediaan
agar dapat melakukan pemesanan yang tepat yaitu dengan biaya yang optimal. Oleh karena itu konsep mengelola sangat penting diterapkan agar
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
23
tujuan efektifitas dan efisiensi tercapai. Manajemen persediaan yang baik merupakan salah satu faktor keberhasilan suatu perusahaan untuk melayani kebutuhan konsumen dalam menghasilkan suatu produk layanan yang berkualitas dan tepat waktu. Permasalahan tidak tepatnya waktu kedatangan barang yang telah dijadwalkan dapat membuat suatu kepanikan apabila stok persediaan habis, sebaliknya kelebihan persediaan menimbulkan biaya tambahan seperti biaya keamanan, biaya gudang, resiko penyusutan yang kerap kali kurang diperhatikan pihak manajemen. Menurut Crandall dan Markland (1996) dalam Titta H. S (2008), strategi manajemen persediaan berdasarkan jenis permintaannya dapat dibagi menjadi 4 (empat), yaitu: 1 . Provide Pada
kondisi
ini
memiliki kapasitas
perusahaan yang
berusaha
mencukupi
untuk
untuk
selalu
memenuhi
permintaan puncak pada sepanjang tahun. Sehingga perusahaan cenderung memiliki kelebihan kapasitas. Hal ini dilakukan karena perusahaan tidak ingin kehilangan penjualan atau tidak mampu memberikan pelayanan terhadap pelanggannya. 2. Match Perusahaan berusaha untuk mengantisipasi pola permintaan sehingga perusahaan dapat mengubah tingkat kapasitas sesuai dengan yang dibutuhkan. Pada saat permintaan tinggi, perusahaan mempunyai beberapa strategi untuk meningkatkan kapasitasnya
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
24
dan disaat permintaan rendah, perusahaan juga memiliki beberapa strategi untuk mengurangi jumlah kapasitas. 3. Influence Perusahaan yang termasuk dalam jenis ini adalah perusahaan yang mampu mengubah pola permintaan konsumennya dan mampu mendayagunakan
sumber-sumber
yang
dimilikinya
dengan lebih berdaya guna. 4. Control Perusahaan dengan jenis permintaan ini adalah perusahaan dengan tipe jasa yang unik dan membutuhkan biaya sumber daya yang tinggi untuk mampu ataupun
pelayanan
seperti
yang
menyediakan
kapasitas
telah dijanjikan kepada
konsumennya. Sebagai hasilnya perusahaan berusaha untuk menjaga agar variasi permintaan yang terjadi dapat seminimum mungkin. Puskesmas membutuhkan persediaan dalam pelayanan jasanya. Salah satu jenis persediaan yang dibutuhkan oleh pihak p u s k e s m a s dan sangat penting adalah persediaan obat. Puskesmas perlu menyediakan jenis dan jumlah obat tertentu untuk melayani dan menyembuhkan pasiennya. Masalah yang dihadapi oleh pihak puskesmas adalah jenis dan jumlah obat yang harus disediakan tersebut berbeda untuk periode waktu yang berbeda. Ketersediaan obat adalah kecukupan obat (dalam bulan) di gudang obat farmasi. Obat digolongan menurut VEN yaitu Vital, Essensial, dan Non
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
25
Essensial Dalam pengendalian persediaan terdapat tiga kemungkinan yang dapat terjadi yakni stockout, stagnant, dan obat yang dibutuhkan sesuai dengan yang ada di persediaan. Stockout adalah manajemen persediaan terdapat sisa obat akhir kurang dari jumlah pemakaian rata-rata tiap bulan selama satu bulan disebut stockout (Waluyo, 2006). Stockout adalah sisa stok obat pada waktu melakukan permintaan obat, stok kosong (Setyowati dan Purnomo, 2004). Obat dikatakan stagnant jika sisa obat pada akhir bulan lebih dari tiga kali rata-rata pemakaian obat per bulan (Muzakin, 2008). 2.4
Landasan Teori Sebagai landasan teori tentang ketersediaan obat dalam penelitian mengacu
pada teori
pengadaan obat publik dan perbekalan kesehatan sesuai dengan
prosedur pengadaan obat (Kementerian Kesehatan RI, 2010) dan Peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia No.74 Tahun 2016
tentang standar
pelayanan kefarmasian di Puskesmas.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
26
2.5
Kerangka Pikir Berdasarkan landasan teori yang telah ada maka kerangka pikir untuk
penelitian ini dapat ditunjukkan dalam gambar berikut ini:
Ketersediaan Sumber Daya Manusia (SDM)
Perencanaan Obat 1. Alur 2. Data 3. Jenis dan Jumlah 4. Metode
Ketersediaan obat
Ketersediaan Sarana dan Prasarana
Pengadaan Obat
Gambar 2.1 Kerangka Pikir Analisis Ketersediaan Obat di Puskesmas
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB III JENIS PENELITIAN
3.1
Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian survei yang bersifat
analitik dengan menggunakan metode penelitian kualitatif yang bertujuan untuk mengidentifikasi mekanisme ketersediaan obat di Puskesmas Batunadua Kota Padangsidimpuan. 3.2 3.2.1
Tempat dan Waktu Penelitian Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Batunadua Kota Padangsidimpuan.
Pemilihan lokasi ini berdasarkan permasalahan ketersediaan obat yang tidak sesuai dengan kebutuhan obat di puskesmas. 3.2.2
Waktu penelitian Waktu penelitian dilaksanakan sejak bulan Juni 2017 sampai dengan
Januari 2018. 3.3
Informan Penelitian Informan yang dipilih dalam penelitian ini mengacu pada prinsip
kesesuaian (appropriatness) dan kecukupan (adequacy). Informan diambil secara bertujuan (purposive), yaitu dengan menentukan bahwa informan tersebut adalah pihak yang dapat memberikan informasi atau data yang diinginkan.
27 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
28
Informan penelitian ini adalah: 1. Kepala Puskesmas Batunadua (Informan Kunci) 2. Penanggung jawab Obat (Informan Kunci) 3. Penanggung jawab Poli Umum (Informan Pendukung) 4. Penanggung jawab Poli Gigi (Informan Pendukung) 5. Penanggung jawab Poli Anak (Informan Pendukung) 6. Penanggung jawab Pos Kesehatan Desa (Informan Pendukung) 7. Penanggung jawab Puskesmas Pembantu (Informan Pendukung) 8. Mewakili Bidan Desa (Informan Pendukung) 9. Kepala UPTD Instalasi Farmasi (Informan Kunci) 3.4
Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data menggunakan metode wawancara mendalam (indept
interview) dan berpedoman pada pedoman wawancara yang telah dipersiapkan terlebih dahulu dengan jawaban terbuka (tidak terstruktur) tentang Ketersediaan obat di Pskesmas Batunadua Kota Padangsidimpuan. Untuk melengkapi data hasil wawancara mendalam, peneliti juga mengumpulkan dokumen-dokumen terkait dengan ketersediaan obat di puskesmas, seperti peraturan, laporan puskesmas, buku, hasil penelitian dan lain-lain. 3.5
Definisi Operasional 1) Ketersediaan Sumber Daya Manusia merupakan indikator untuk mengetahui ketersediaan tenaga kesehatan pengelola obat yang sesuai dengan standar yang ditentukan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
29
2) Ketersediaan Sarana dan Prasarana merupakan indikator untuk mengetahui tersedianya sarana dan prasarana untuk mendukung kegiatan pengelolaan obat di puskesmas. 3) Perencanaan Obat merupakan indikator untuk menentukan jenis dan jumlah obat dalam rangka pemenuhan kebutuhan obat yang ada di puskesmas, meliputi: a) Alur dalam perencanaan obat di Puskesmas Batunadua diperlukan alur perencanaan obat yang tetap dalam merencanakan kebutuhan obat. b) Data dalam perencanaan obat di Puskesmas Batunadua diperlukan data-data yang digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan perencanaan kebutuhan obat. c) Jenis dan Jumlah dalam perencanaan obat di Puskesmas Batunadua diperlukan data untuk menentukan jenis dan jumlah obat dalam rangka pemenuhan kebutuhan obat. d) Metode dalam perencanaan obat di Puskesmas Batunadua diperlukan metode dalam menentukan kebutuhan obat yang dibutuhkan. 4) Pengadaan Obat merupakan indikator untuk mengetahui proses pengadaan obat yang dibutuhkan di puskesmas yang meliputi penyusunan daftar permintaan obat yang sesuai kebutuhan, pengajuan kebutuhan permintaan obat
kepada
Dinas
Kesehatan/UPTD
Instalasi
Farmasi
dengan
menggunakan formulir daftar permintaan obat serta penerimaan dan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
30
pengecekan jumlah obat. Pengadaan obat yang tepat jenis, jumlah dan waktu pengadaannya akan berdampak terhadap ketersediaan obat yang dibutuhkan pasien. Pengadaan obat di puskesmas melalui e-catalogue. 5) Ketersediaan
Obat merupakan indikator untuk mengetahui obat yang
digunakan untuk pelayanan kesehatan di puskesmas sama dengan jumlah kebutuhan obat yang seharusnya tersedia di puskesmas. 3.6
Instrumen Pengambilan Data Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis dan digital
voice record. 3.7
Triangulasi Penelitian ini menggunakan triangulasi sumber yang berarti mendapatkan
data dari sumber yang berbeda-beda dengan teknik yang sama, yakni memilih informan yang diaanggap dapat memberikan jawaban yang sesuai dengan pertanyaan yang diajukan (Sugiyono, 2010). 3.8
Metode Analisis Data Pada
penelitian
kualitatif
dilakukan langkah-langkah
analisis
dan
interpretasi data sebagai berikut : 1
Transkripsi Transkripsi data adalah proses menerjemahkan hasil rekaman wawancara tulisan yang berisi pembicaraan selama wawancara antara peneliti dan responden apa adanya, tidak ada yang dikurangi atau ditambahkan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
31
2 Reduksi Reduksi data adalah proses pemilihan, membuang yang tidak perlu, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan tertulis di lapangan. 3
Koding dan kategorisasi Koding adalah proses mengelola materi/informasi menjadi segmensegmen tulisan, kemudian menjadi kategori-kategori khusus.
4
Penyajian Data Penyajian data adalah proses menyajikan data dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart, dan sejenisnya. Pada penelitian ini penyajian data dengan menggunakan uraian singkat.
5
Interpretasi Data Interpretasi data adalah proses memaknai data. Interpretasi ini dapat berupa
interpretasi
pribadi
peneliti,
dengan
berpijak
pada
pengalaman dan kemampuan pribadinya, maupun berupa makna yang berasal dari perbandingan antara hasil peneliti dengan informasi yang berasal dari literatur atau teori (Sugiyono, 2010).
.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
. BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1
Gambaran Umum Puskesmas Batunadua Puskesmas Batunadua terletak di Jalan Raja Inal Siregar Kecamatan
Padangsidimpuan Batunadua. Luas wilayah kerja Puskesmas Batunadua 38.74 Km2 dengan batas sebagai berikut : 1. Sebelah Utara
: Kecamatan Padangsidimpuan Angkola Julu
2. Sebelah Selatan : Kecamatan Padangsidimpuan Selatan 3. Sebelah Barat
: Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara
4. Sebelah Timur
: Kabupaten Tapanuli Selatan Desa Pargarutan
Tabel 4.1 Jumlah Penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Batunadua Tahun 2016 No
Desa/Kelurahan
Jumlah KK
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Bargot Topong 246 Batang Bahal 125 Pudun Julu 180 Ujung Gurap 190 Kel. Batunadua Jae 1.720 Kel. Batunadua Julu 393 Purwodadi 215 Gunung Hasahatan 89 Baruas 138 Siloting 234 Aek Tuhul 322 Aek Bayur 84 Pudun Jae 534 Aek Najiji 16 Simirik 322 Jumlah 4808 Sumber : Puskesmas Batunadua Tahun 2016
Jumlah Penduduk LK PR Total 551 501 1.052 284 286 570 425 372 797 415 458 873 3.694 3.851 6.545 862 854 1.716 461 454 915 172 207 379 281 289 570 485 490 975 729 685 1.414 190 192 382 1.191 1.197 2.388 34 33 67 678 676 1.354 10.452 10.545 20.997
32 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
33
Tabel 4.2
Data Tenaga Kesehatan Menurut Pendidikan di Puskesmas Batunadua Tahun 2016
No Tingkat Pendidikan Jumlah 1 Dokter Umum 2 2 Dokter Gigi 1 3 Profesi Keperawatan 1 4 Apoteker 1 5 Sarjana Kesehatan Masyarakat 3 6 Sarjana Keperawatan 1 7 D IV Bidan 3 8 D IV Gizi 1 9 D III Keperawatan 8 10 D III Kebidanan 27 11 D III Farmasi 1 12 D III Kesehatan Lingkungan 1 13 D I Kebidanan 1 14 SMA 1 15 SMP 1 16 SD 1 Sumber : Puskesmas Batunadua Tahun 2016 4.2
Keterangan 1 PNS, 1 THL PNS PNS PNS PNS PNS PNS PNS PNS 14 PNS, 13 Bidan Desa PNS PNS PNS PNS Petugas Jaga Malam Petugas Jaga Malam
Karakteristik Informan Jumlah informan dalam penelitian ini adalah 9 informan, yang terdiri dari 1
informan Kepala Puskesmas Batunadua yang
berusia
39
tahun
dengan
pendidikan S1 Kedokteran Gigi, 1 informan Penanggung jawab Obat Puskesmas Batunadua yang berusia 41 tahun dengan pendidikan D3 Farmasi, 1 informan Kepala Poli Umum yang berusia 40 tahun dengan pendidikan S1 Kedokteran, 1 informan Kepala Poli Gigi berusia
39
tahun
dengan
pendidikan
S1
Kedokteran Gigi, 1 informan Kepala Poli Anak yang berusia 43 tahun dengan pendidikan terakhir S1 Kedokteran, 1 informan Kepala Puskesmas Pembantu Ujung Gurap yang berusia 50 tahun dengan pendidikan D1 Kebidanan, 1 informan penanggung jawab Pos Kesehatan Desa Siloting yang berusia 31 tahun dengan pendidikan D3 Kebidanan, 1 informan Bidan Desa Baruas yang berusia
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
34
30 tahun dengan pendidikan D3 Kebidanan dan 1 informan Kepala UPTD Instalasi Farmasi yang berusia 32 tahun dengan pendidikan Apoteker. Karakteristik dari masing-masing informan pada penelitian ini, dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.3 Karakteristik Informan No
Informan
Jenis kelamin Perempuan
Umur (tahun) 39
Pendidikan
1
drg. Susanti Lubis
2
Cornelia
Perempuan
41
D3 Farmasi
3
Perempuan
40
4
Dr. Herlina Nasution dr. Yusrida
Perempuan
43
5
Nurhaina siregar
Perempuan
50
S1 Kedokteran S1 Kedokteran D1 Kebidanan
6
Rini Santia Ningsih
Perempuan
31
D3 Kebidanan
Riski Rosanna Perempuan 30 Siregar 8 Robby Ismail Laki-laki 32 Lubis, Apt Sumber : Puskesmas Batunadua Tahun 2016
D3 Kebidanan Apoteker
7
4.3
S1 Kedokter an Gigi
Jabatan Kepala Puskesmas dan Kepala Poli Gigi Penangung jawab Obat Kepala Poli Umum Kepala Poli Anak Kepala Puskesmas Pembantu Ujung Gurap Penangung jawab Pos Kesehatan Desa Siloting Bidan Desa Baruas Kepala UPTD Instalasi Farmasi
Sumber Daya Manusia Sumber Daya Manusia merupakan indikator untuk mengetahui ketersediaan
tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi tentang penyusunan rencana kebutuhan obat di puskesmas. Sumber daya manusia untuk melakukan pekerjaan kefarmasian di puskesmas adalah apoteker.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
35
Berdasarkan hasil wawancara mendalam kepada beberapa informan di Puskesmas Batunadua diperoleh hasil mengenai indikator sumber daya manusia sebagai berikut: “Yang bertanggung jawab dalam pengelolaan obat di puskesmas ini penanggung jawab obat 1 orang, yaitu seorang seorang analisis farmasi. Sebenarnya di puskesmas ini ada seorang apoteker, cuman lagi sekolah di Padang, jadinya digantiin sama yang analisis farmasi” (informan 1) Informan tersebut mengemukakan bahwa indikator sumber daya manusia dalam pengelolaan obat di Puskesmas Batunadua ditanggungjawabi oleh 1 orang yaitu analisis farmasi. Sebelumnya penanggung jawab obat di Puskesmas Batunadua adalah apoteker tetapi digantikan oleh analisis farmasi karena tenaga apoteker sedang melanjutkan pendidikan di luar kota. Informan 2 juga menambahkan pendapatnya mengenai indikator sumber daya manusia. Berikut kutipan dari informan : “Pengelola obat di puskesmas ini 1 orang yaitu penanggung jawab obat, seorang analisis farmasi dan enggak pernah mendapatkan pelatihan mengenai pengelolaan obat di puskesmas.” (informan 2) Informan lain menambahkan bahwa indikator sumber daya manusia dalam pengelolaan obat di Puskesmas Batunadua ditanggungjawabi oleh 1 orang dan belum
pernah
mendapatkan
pelatihan
dari
Dinas
Kesehatan
Kota
Padangsidimpuan. Informan 9 juga menambahkan pendapatnya mengenai indikator sumber daya manusia. Berikut kutipan dari informan: “Di puskesmas itu, penanggung jawab obat ya harus seorang apoteker. Pelatihan untuk pengelola obat rencananya ada, tapi kalo selama ini belum, terkendala dianggaran sama pihak ke 3 yang mengadakannya tidak ada.”
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
36
(informan 9) Informan tersebut menambahkan bahwa penanggung jawab obat di puskesmas harus seorang apoteker. Penanggung jawab obat belum pernah mendapatkan pelatihan mengenai pengelolaan obat dari Dinas Kesehatan Kota Padangsidimpuan. 4.4
Sarana dan Prasarana Sarana dan Prasarana merupakan indikator untuk mengetahui tersedianya
sarana dan prasarana untuk mendukung kegiatan pengelolaan obat di puskesmas. Pelaksanaan pengelolaan obat tidak terlepas dari sarana dan prasarana yang mendukung. Berdasarkan hasil wawancara mendalam kepada beberapa informan di Puskesmas Batunadua diperoleh hasil mengenai indikator sarana dan prasarana. Berikut kutipan dari informan: “Sarana untuk pengelolaan obat belum ada, kayak komputer terus lemari obat. Lemari obat kan perlu untuk menyimpan obat-obat yang mahal tapi sedikit jumlahnya, soalnya kalo disimpan di rak obat kurang aman, pernah juga obat di puskesmas hilang, makanya butuh lemari obat . Kalo kartu stock, kamar obat sama rak obat sudah terpenuhi.” (informan 1) Informan tersebut mengemukakan bahwa sarana untuk pengelolaan obat yang belum tersedia di Puskesmas Batunadua adalah komputer dan lemari obat. Informan 2 juga menambahkan pendapatnya mengenai sarana dan prasarana yang mendukung kegitan pengelolaan obat. Berikut kutipan dari informan: “Belum terpenuhi, komputer sama lemari obat itu enggak ada, jadi penyimpanan untuk obat-obat yang jumlahnya sikit dan mahal enggak aman.” (informan 2)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
37
Informan lain menambahkan bahwa sarana dan prasarana untuk pengelolaan obat yang belum tersedia di Puskesmas Batunadua adalah komputer dan lemari obat. 4.5
Perencanaan Obat Perencanaan obat merupakan indikator untuk menentukan jenis dan jumlah
obat dalam rangka pemenuhan kebutuhan obat yang ada di puskesmas. Perencanaan obat yang kurang baik akan berdampak terhadap ketersediaan obat yang dibutuhkan pasien. Berdasarkan hasil wawancara mendalam kepada beberapa informan di Puskesmas Batunadua diperoleh hasil mengenai indikator perencanaan obat sebagai berikut: 4.5.1
Alur Dalam perencanaan obat di Puskesmas Batunadua diperlukan alur
perencanaan obat yang tetap dalam merencanakan kebutuhan obat. Berikut kutipan dari informan: “Kalo alurnya sebenarnya udah ada prosedurnya, kita tempel di kamar obat. Kalo mau liat lengkapnya nanti liat disana aja. Kalo enggak salah itu mulai dari permintaan obat di pustu dan poskesdes dikasihkan ke puskesmas. Barulah puskesmas nyusun LPLPO. Barulah penanggung jawab obat minta persetujuan dari kapus, terus itu barulah bisa diajukan ke kadis.” (informan 1) Informan tersebut mengemukakan bahwa alur perencanaan obat di Puskesmas Batunadua dimulai dari permintaan obat di puskesmas pembantu dan permintaan obat di pos kesehatan desa diberikan dan digabungkan dengan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
38
permintaan obat di puskesmas. Kemudian puskesmas menyusun Lembar Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) puskesmas. Setelah selesai penanggung jawab obat meminta persetujuan kepala puskesmas kemudian mengajukan permohonan kepada kepala dinas. Informan 2 juga menambahkan pendapatnya mengenai alur perencanaan obat di. Berikut kutipan dari informan: “Permintaan obat dari pos kesehatan desa, pukesmas pembantu dan puskesmas di gabungkan, kemudian penanggung jawab obat menyusun LPLPO puskesmas, barulah didiskusikan dengan kepala puskesmas, sekalian minta persetujuan dari kepala puskesmas, barulah mengajukan permohonan kepada kepala dinas.” (informan 2) Informan lain menambahkan bahwa alur perencanaan obat di Puskesmas Batunadua dimulai dari permintaan obat dari pos kesehatan desa, puskesmas pembantu dan puskesmas digabungkan. Kemudian penanggung jawab obat menyusun LPLPO puskesmas. LPLPO yang telah disusun kemudian didiskusikan dengan kepala puskesmas dan meminta persetujuan kepala puskesmas. Setelah LPLPO selesai kemudian penanggung jawab obat mengajukan permohonan kepada kepala dinas. Informan 9 juga menambahkan pendapatnya mengenai alur perencanaan obat. Berikut kutipan dari informan : “Kita kumpul RKO hasilnya kita rekap baru mengadakan rapat tim pengelolaan obat terpadu, baru nanti keluar obat-obat mana yang kita adakan sesuai dengan anggaran kita, baru kita pesan ke ecatalogue, biasanya pengadaannya 1 kali setahun . Kalo pengadaan itu dinas 1 kali setahun.” (informan 9) Informan tersebut menambahkan bahwa alur perencanaan obat di Puskesmas Batunadua dimulai dari RKO dari puskesmas dikumpulkan, hasilnya di rekapitulasi di UPTD kemudian diadakan rapat tim pengelolaan terpadu. Hasil
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
39
rapat akan memutuskan obat obat yang mana saja yang akan diadakan sesuai dengan anggaran yang ada. Pengadaan obat dilakukan 1 kali dalam 1 tahun. 4.5.2
Data Dalam perencanaan obat di Puskesmas Batunadua diperlukan data-data
yang digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan perencanaan kebutuhan obat. Berikut kutipan dari informan: “Data yang diperlukan itu LPLPO tahun sebelumnya, data penyakit terbesar di puskesmas, kondisi kesehatan di wilayah kerja, penyakitnya yang paling banyak diderita pasien itu yang kita minta obatnya banyak, jumlah penduduknya, barulah daftar pengeluaran obat tahun sebelumnya.” (informan 1) Informan tersebut mengemukakan bahwa data yang diperlukan dalam merencanakan kebutuhan obat di Puskesmas Batunadua adalah LPLPO tahun sebelumnya, data penyakit terbesar di puskesmas, jumlah penduduk di wilayah kerja puskesmas dan daftar pengeluaran obat tahun sebelumnya. Informan 2 juga menambahkan pendapatnya mengenai data yang diperlukan dalam merencanakan obat. Berikut kutipan dari informan. “Laporan pemakaian dan lembar permintaan obat puskesmas pembantu, pos kesehatan desa, bidan desa serta LPLPO dari puskesmas.” (informan 2) Informan lain menambahkan bahwa data yang diperlukan dalam merencanakan kebutuhan obat di Puskesmas Batunadua adalah LPLPO puskesmas pembantu, pos kesehatan desa, bidan desa dan puskesmas.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
40
4.5.3
Jenis dan Jumlah Dalam perencanaan obat di Puskesmas Batunadua diperlukan data untuk
menentukan jenis dan jumlah obat dalam rangka pemenuhan kebutuhan obat. Berikut kutipan dari informan: “Kalo jenis dan jumlah obatnya berdasarkan kebutuhan jumlah penduduknya dan penyakit tahun sebelumnya. Kayak kita puskesmas inilah penyakit tertinggi ISPA, jadinya obat tentang itulah yang paling banyak.” (informan 1) Informan tersebut mengemukakan bahwa data yang diperlukan untuk menentukan jenis dan jumlah obat dalam merencanakan kebutuhan obat di Puskesmas Batunadua adalah jumlah penduduk dan penyakit yang banyak diderita pasien tahun sebelumnya. Informan 2 juga menambahkan pendapatnya mengenai data yang diperlukan untuk menentukan jenis dan jumlah obat. Berikut kutipan dari informan: “Berdasarkan pemakaian obat dalam satu tahun.” (informan 2) Informan lain menambahkan bahwa data yang diperlukan untuk menentukan jenis dan jumlah obat dalam merencanakan kebutuhan obat di Puskesmas Batunadua adalah berdasarkan pemakaian obat dalam 1 (satu) tahun. 4.5.4
Metode Dalam perencanaan obat di Puskesmas Batunadua diperlukan metode
dalam menentukan kebutuhan obat yang dibutuhkan. Berikut kutipan dari informan: “Metode konsumsi sama itunya tadi jumlah penyakit.” (informan 1)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
41
Informan tersebut mengemukakan bahwa metode yang digunakan dalam menentukan kebutuhan obat di Puskesmas Batunadua adalah metode konsumsi. Informan 2 juga menambahkan pendapatnya mengenai metode dalam menentukan kebutuhan obat. Berikut kutipan dari informan: “Metode konsumsi obat tahun sebalumnya.” (informan 2) Informan lain menambahkan bahwa metode yang digunakan dalam menentukan kebutuhan obat di Puskesmas Batunadua adalah metode konsumsi. 4.6
Pengadaan Obat Pengadaan obat merupakan indikator untuk mengetahui proses pengadaan
obat yang dibutuhkan di puskesmas. Pengadaan obat yang tepat jenis, jumlah dan waktu pengadaannya akan berdampak terhadap ketersediaan obat yang dibutuhkan pasien. Berdasarkan hasil wawancara mendalam kepada beberapa informan di Puskesmas Batunadua diperoleh hasil mengenai indikator pengadaan obat sebagai berikut: “Pengadaan dilakukan 1 kali dalam 1 tahun, tapi kalo obat kurang, boleh diambil lagi gitu. Pengadaan obat tidak sesuai dengan permintaan obat yang dilakukan oleh puskesmas.” (informan 1) Informan tersebut mengemukakan bahwa pengadaan obat di Puskesmas Batunadua dilakukan 1 kali dalam 1 tahun, tetapi apabila puskemas kekurangan obat maka bisa meminta pengadaan obat susulan.Informan 2 juga menambahkan pendapatnya mengenai pengadaan obat. Berikut kutipan dari informan:
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
42
“Pengadaan dilakukan 4 kali, tapi tergantung pemakaian kita juga. Kalo pas banyak pasien jadi banyak pemakaian obat, bisa kita minta 5 kali melalui permintaan susulan.” (informan 2) Informan lain menambahkan bahwa pengadaan obat di Puskesmas Batunadua dilakukan 4 kali dalam 1 tahun. Apabila terjadi peningkatan kebutuhan obat maka akan dilakukan pengadaan obat susulan. Informan lain juga menambahkan pendapatnya mengenai pengadaan obat. Berikut kutipan dari informan: “Kalo pengadaan itu dinas 1 kali setahun, tapi pengadaannya bisa sesuai LPLPO kapan mereka butuh.” (informan 9) Informan tersebut menambahkan bahwa pengadaan obat di Puskesmas Batunadua dilakukan 1 kali dalam 1 tahun. Pengadaan bisa dilakukan sesuai dengan LPLPO kaan puskesmas membutuhkan obat. 4.6.1
Hambatan Pengadaan Obat Dalam perencanaan obat di Puskesmas Batunadua ditemukan adanya
hambatan dalam pengadaan kebutuhan obat. Berikut kutipan informan: “Hambatannya kekurangan obat. Kalo hambatannya palinglah ada obat-obat item tertentu yang memang kita butuhkan tapi stock nya tidak ada di dinas, kadangpun kan pengadaan obat melalui ecatalogue tidak semua tersedia.” (informan 1) Informan tersebut mengemukakan bahwa hambatan pengadaan obat di Puskesmas Batunadua adalah kekurangan obat, karena ada beberapa item obat tertentu yang dibutuhkan oleh puskesmas tetapi tidak tersedia di dinas kesehatan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
43
Informan 2 juga menambahakan pendapatnya mengenai hambatan pengadaan obat. Berikut kutipan dari informan: “Obatnya kurang, pengadaan sering terlambat biasanya awalawal tahun atau seperti inikan akhir tahun.” (informan 2) Informan lain menambahkan bahwa hambatan pengadaan obat di Puskesmas Batunadua adalah ketersediaan obat kurang, pengadaan obat sering terlambat. 4.7
Ketersediaan Obat Ketersediaan obat merupakan indikator untuk mengetahui obat yang
digunakan untuk pelayanan kesehatan di puskesmas sama dengan jumlah kebutuhan obat yang seharusnya tersedia di puskesmas. Ketersediaan obat yang tepat jenis dan jumlah akan berdampak terhadap ketersediaan obat yang dibutuhkan pasien. Ketersediaan obat di puskesmas harus disesuaikan dengan kebutuhan untuk pelayanan pengobatan pada masyarakat di wilayah kerjanya. Berdasarkan hasil wawancara mendalam kepada beberapa informan di Puskesmas Batunadua diperoleh hasil mengenai indikator ketersediaan obat sebagai berikut: “Kekurangan obat pernah, terkadang kurang karena kebetulan pasien banyak gitu kan.” (informan 1) Informan tersebut mengemukakan bahwa ketersediaan obat di Puskesmas Batunadua terjadi kekurangan obat. Informan 2 juga menambahkan pendapatnya mengenai ketersediaan obat. Berikut kutipan dari informan: “Setiap bulannya enggak terpenuhi, kek ginikan akhir tahun enggak terpenuhi.”
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
44
(informan 2) Informan lain menambahkan bahwa ketersediaan obat di Puskesmas Batunadua setiap bulannya kebutuhan obat tidak terpenuhi. Informan 9 juga menambahkan pendapatnya mengenai ketersediaan obat. Berikut kutipan dari informan: “Berdasarkan LPLPO tidak semua terpenuhi.” (informan 9) Informan 9 juga menambahkan bahwa ketersediaan obat di Puskesmas tidak semua terpenuhi sesuai dengan LPPO puskesmas. 4.7.1
Cara Mengatasi Kekurangan Obat Dalam perencanaan obat di Puskesman Batunadua terjadi kekurangan obat,
maka diperlukan cara mengatasi kekurangan obat. Berikut kutipan informan: “Obat gadak di dinas ya kita buat usulanlah, karena kitakan enggak boleh pengadaan obat sendiri. Kalo untuk pasien umum diresepkan.” (informan 1) Informan tersebut mengemukakan bahwa cara mengatasi kekurangan obat di Puskesmas Batunadua maka petugas kesehatan akan meresepkan obat kepada pasien umum. Informan 2 juga menambahkan pendapatnya mengenai cara mengatasi kekurangan obat. Berikut kutipan dari informan: “Kalo obatnya kurang, obat untuk pasien diresepkan, kalo enggak mau disarankan buat nunggu persediaa obat datang, biasanya 1-2 hari.” (informan 2) Informan lain menambahkan bahwa cara mengatasi kekurangan obat di Puskesmas Batunadua maka obat akan diresepkan. Jika pasien tidak bersedia
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
45
untuk membeli obat di luar puskesmas maka pasien harus menunggu persediaan obat ada, biasanya 1-2 hari. Informan 9 juga menambahkan pendapatnya mengenai cara mengatasi kekurangan obat. Berikut kutipan informan: “Datang kemari, obat baru datang ke puskesmas tergantung, 1 hari bisa, 2 hari bisa, seminggu bisa, tergantung kapan mereka butuh.” (informan 9) Informan tersebut menambahkan bahwa cara mengatasi kekurangan obat di Puskesmas Batunadua maka puskesmas akan meminta obat tambahan ke UPTD, biasanya obat akan tersedia 1 hari sampai 1 minggu.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB V PEMBAHASAN
Ketersediaan obat merupakan obat yang digunakan untuk pelayanan kesehatan di puskesmas sama dengan jumlah kebutuhan obat yang seharusnya tersedia di puskesmas. Ketersediaan obat yang tepat jenis dan jumlah akan berdampak terhadap ketersediaan obat yang dibutuhkan pasien. Ketersediaan obat di puskesmas harus disesuaikan dengan kebutuhan untuk pelayanan pengobatan pada masyarakat di wilayah kerjanya. Ketersediaan obat di puskesmas dinilai berdasarkan pencapaian indikator yang meliputi: 9.1
Sumber Daya Manusia Tenaga kesehatan merupakan sumber daya manusia dalam organisasi
dan dapat menjadi faktor penentu dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat, baik dari segi jumlah maupun kualitasnya. Nasution (2015) meyatakan salah satu faktor keberhasilan suatu program yaitu tersedianya sumber daya manusia yang cukup, baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Sumber daya manusia merupakan pelaku aktif yang akan melakukan aktivitas organisasi dan akan menjadi perencana di organisasi, dengan adanya sumber daya manusia maka organisasi dapat mencapai tujuan organisasi. Tenaga kesehatan yang kurang mampu, kurang cakap dan tidak terampil, mengakibatkan pelayanan tidak dapat diselesaikan secara optimal dengan cepat dan tepat pada waktunya. Puskesmas
Batunadua
memiliki
penanggung jawab
obat 1 orang
dengan pendidikan D3 Farmasi sebagai Analisis Farmasi. Sebelumnya
46 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
47
penanggung jawab obat di Puskesmas Batunadua adalah Apoteker tetapi karena tenaga apoteker sedang melanjutkan pendidikan di luar kota maka penanggug jawab obat digantikan oleh D3 Farmasi. Penanggung jawab obat mempunyai tugas dalam hal pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai di puskesmas yang meliputi perencanaan, permintaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, pencatatan dan pelaporan, pemantauan dan evaluasi. Menurut peneliti dalam menjalankan tugas pengelolaan obat di puskesmas, penanggung jawab obat harus dibantu oleh tenaga kesehatan lainnya karena pengelolaan obat bukan hanya tanggung jawab penanggung jawab obat saja. Penanggung jawab obat tidak akan mampu mengatasi masalah pengelolaan obat tanpa adanya kerja sama dengan tenaga kesehatan lainnya. Adanya kerja sama dengan tenaga kesehatan lainnya seperti poli, puskesmas pembantu, pos kesehatan desa dan bidan desa melaporkan jumlah dan jenis obat yang dibutuhkan maka perhitungan kebutuhan obat puskesmas lebih tepat. Dinas kesehatan berperan sebagai fasilitator dalam pengadaan obat dan di puskesmas. Sementara itu UPTD Instalasi Farmasi berperan sebagai pendistibusi obat di puskesmas. Penanggung jawab obat di puskesmas belum pernah mendapatkan pelatihan dari dinas kesehatan ataupun UPTD Instalasi Farmasi. Menurut Rivai (2010), pelatihan adalah proses secara sistematis mengubah tingkah laku pegawai untuk mencapai tujuan organisasi. Pelatihan berkaitan dengan keahlian dan kemampuan pegawai untuk melaksanakan pekerjaan saat ini. Pelatihan memiliki orientasi pada saat ini dan membantu pegawai untuk mencapai
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
48
keahlian
dan
kemampuan
tertentu
agar
berhasil
dalam
melaksanakan
pekerjaannya. Menurut Nasution (2015), pelatihan berjenjang dan berkelanjutan merupakan bagian dari pengembangan semua
penanggung jawab
obat
sumber
daya
manusia.
Apabila
di puskesmas telah mengikuti pelatihan dan
menerapkannya dalam pengelolaan obat maka diharapkan pengelolaan obat di puskesmas adalah pengelolaan yang sesuai dengan kebutuhan obat. Dari hasil wawancara yang berkaitan dengan sumber daya manusia tenaga pengelola obat dapat disimpulkan bahwa jumlah tenaga pengelolaan obat di Puskesmas Batunadua belum mencukupi dari segi kuantitas dan kualitas karena sumber daya manusia yang terlibat langsung dalam pengelolaan obat hanya 1 orang yaitu penanggung jawab obat yang memiliki latar belakang pendidikan D3 Farmasi yaitu Analisis Farmasi yang belum pernah mendapatkan pelatihan dari dinas kesehatan dan UPTD instalasi farmasi. Hasil penelitian ini belum relevan dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia
No.74
(2016)
tentang
Penyelenggaraan
Pelayanan
Kefarmasian di puskesmas minimal harus dilaksanakan oleh 1 (satu) orang tenaga Apoteker sebagai penanggung jawab, yang dapat dibantu oleh Tenaga Teknis kefarmasian sesuai kebutuhan. Jumlah kebutuhan Apoteker di Puskesmas dihitung berdasarkan rasio kunjungan pasien, baik rawat inap maupun rawat jalan serta memperhatikan pengembangan Puskesmas. Rasio untuk menentukan jumlah Apoteker di Puskesmas bila memungkinkan diupayakan 1 (satu) Apoteker untuk 50 (lima puluh) pasien perhari.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
49
Semua tenaga kefarmasian harus memiliki surat tanda registrasi dan surat izin praktik untuk melaksanakan Pelayanan Kefarmasian di fasilitas pelayanan kesehatan termasuk puskesmas, sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. 9.2
Sarana dan Prasarana Pelaksanaan pengelolaan obat tidak terlepas dari sarana dan prasarana
yang mendukung. Sarana adalah segala sesuatu yang digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu, sedangkan prasarana adalah segala sesuatu yang digunakan sebagai penunjang dalam melaksanakan suatu kegiatan. Pelaksanaan pengelolaan obat di Puskesmas Batunadua memerlukan sarana dan prasarana seperti ruangan, kartu stock, rak obat, lemari obat, dan komputer. Sarana dan prasarana yang sudah terpenuhi di Puskesmas Batunadua adalah ruangan sebagai tempat untuk mempermudah dalam melakukan segala kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan obat. Kartu stock digunakan untuk mencatat mutasi obat (penerimaan, pengeluaran, hilang, rusak atau kadaluwarsa) dan rak obat untuk menyimpan obat. Hasil penelitian ini sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.74 (2016) tentang Penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian di puskesmas meliputi prasarana yang memiliki fungsi: ruang penerimaan resep, ruang pelayanan resep dan peracikan, ruang penyerahan obat, ruang konseling, ruang penyimpanan obat dan bahan medis habis pakai, ruang arsip. Istilah „ruang‟ disini tidak harus diartikan sebagai wujud „ruangan‟ secara fisik, namun lebih kepada fungsi yang dilakukan. Bila memungkinkan, setiap fungsi tersebut
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
50
disediakan ruangan secara tersendiri. Jika tidak, maka dapat digabungkan lebih dari 1 (satu) fungsi, namun harus terdapat pemisahan yang jelas antar fungsi. Sarana dan prasarana yang belum terpenuhi di Puskesmas Batunadua yaitu lemari obat yang digunakan untuk menyimpan obat-obat yang berjumlah sedikit dan mahal, komputer sebagai pendukung untuk mempermudah dalam pengelolaan obat. Lemari obat yang tidak tersedia di puskesmas akan berdampak terhadap penyimpanan obat. Penyimpanan obat yang berjumlah sedikit dan mahal tidak aman jika hanya disimpan di rak obat karena obat pernah hilang. Jika komputer tidak tersedia di puskesmas akan berdampak terhadap penyimpanan data obat menjadi tidak teratur dan pencarian data obat menjadi lama. Puskesmas Batunadua sudah melakukan usulan kepada Dinas Kesehatan Kota Padangsidimpuan untuk melakukan pengadaan lemari obat dan komputer. Dinas Kesehatan sedang berupaya untuk melakukan pengadaan untuk puskesmas. 9.3
Perencanaan Obat Perencanaan merupakan proses kegiatan seleksi Sediaan Farmasi dan
Bahan Medis Habis Pakai untuk menentukan jenis dan jumlah Sediaan Farmasi dalam rangka pemenuhan kebutuhan puskesmas. Proses seleksi Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan dengan mempertimbangkan pola penyakit, pola konsumsi Sediaan Farmasi periode sebelumnya, data mutasi Sediaan Farmasi, dan rencana pengembangan. Perencanaan merupakan salah satu fungsi yang sangat penting dalam manajemen,
karena dengan adanya perencanaan akan menentukan fungsi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
51
manajemen lainnya terutama pengambilan keputusan. Fungsi perencanaan merupakan landasan dasar dari fungsi menajemen secara keseluruhan. Tanpa adanya perencanaan, pelaksanaan kegiatan tidak akan berjalan dengan baik. Dengan demikian perencanaan merupakan suatu pedoman atau tuntunan terhadap proses kegiatan untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien (Muninjaya, 2004). Puskesmas Batunadua dalam merencanakan kebutuhan obat menggunakan data LPLPO tahun sebelumnya dan data penyakit terbesar di puskesmas. Hal ini belum sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 74 Tahun 2016 yang menyatakan bahwa Proses seleksi Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan dengan mempertimbangkan pola penyakit, pola konsumsi Sediaan Farmasi periode
sebelumnya, data mutasi Sediaan Farmasi, dan
rencana pengembangan. Perencanaan obat yang kurang baik akan berdampak terhadap ketersedian obat yang dibutuhkan pasien. Upaya perencanaan obat penting karena analisis kebutuhan obat untuk tahun berikutnya tergantung pada perencanaan tahun sebelumnya. Perencanaan obat yang kurang baik akan berdampak pada pemborosan dalam biaya penganggaran obat, obat yang tersedia tidak sesuai dengan kebutuhan pasien, obat tidak tersalurkan sehingga obat bisa rusak atau kadaluwarsa, adanya penumpukan obat di gudang. Kekosongan obat dapat merugikan puskesmas, karena banyak resep yang tidak terlayani, mengakibatkan pasien keluar dari puskesmas, hal ini dapat mengurangi kunjungan dan pendapatan puskesmas.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
52
9.3.1
Alur Alur perencanaan obat ditetapkan oleh Kepala Puskesmas dan juga
Penanggung jawab obat di Puskesmas. Alur perencanaan obat di Puskesmas Batunadua dimulai dengan menyatukan LPLPO dari pos kesehatan desa, puskesmas pembantu dan puskesmas. Kemudian penanggung jawab obat menyusun LPLPO puskesmas kemudian didikusikan dengan kepala puskesmas dan minta persetujuan dari kepala puskesmas. Kemudian puskesmas mengajukan permohonan kepada kepala dinas. Setelah itu RKO dikumpulkan oleh UPTD Instalasi Farmasi dan mengadakan rapat tim pengelolaan obat terpadu. Setelah rapat selesai maka akan diputuskan obat-obat mana saja yang akan diadakan sesuai dengan anggaran yang tersedia dan di lihat ketersediaanya di e-catalogue. Obat yang sudah datang baru didistribusikan ke puskesmas. Puskesmas Batunadua selalu mengikuti prosedur alur perencanaan obat yang telah ditetapkan dan tidak pernah terjadi masalah tentang alur perencanaan obat di puskesmas. 9.3.2
Data Dalam
merencanakan
kebutuhan
obat
Puskesmas
Batunadua
menggunakan data LPLPO tahun sebelumnya, data penyakit terbesar di puskesmas, kondisi kesehatan di wilayah kerja, jumlah penduduk, daftar pengeluaran obat tahun sebelumnya, serta LPLPO bidan desa, pos kesehatan desa, puskesmas pembantu dan puskesmas. Dari hasil wawancara yang telah dilakukan, data-data yang diperlukan dalam perencanaan obat di Puskesmas Batunadua relatif sudah mencukupi, namun pada kenyataannya belum dapat digunakan secara optimal karena Puskesmas
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
53
Batunadua masih mengalami masalah ketersediaan obat karena masih terjadi stok kosong (out of stock) dan sebagian lagi jumlahnya berlebih (over stock). Terjadinya stok kosong (out of stock) akan berdampak pada kepuasan pasien karena tidak memperoleh obat. Jumlah obat berlebih (over stock) akan berdampak pada pemborosan biaya pengadaan obat yang kurang dibutuhkan dalam jumlah banyak. Hasil penelitian ini sesuai dengan Depkes (2005), data-data
yang
diperlukan dalam perencanaan kebutuhan obat meliputi data pemakaian obat periode sebelumnya, jumlah kunjungan resep, frekuensi distribusi obat dan sisa stok. Data-data ini sangat penting untuk perencanaan kebutuhan obat, karena ketepatan dan kebenaran data akan berpengaruh terhadap ketersediaan obat. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan pendapat Suryawati (1997), perencanaan kebutuhan obat
idealnya
dilakukan
berdasarkan
data
yang
diperoleh dari tahap terakhir pengelolaan, yaitu penggunaan obat periode yang
lalu. Gambaran penggunaan obat dapat diperoleh berdasarkan data riil
konsumsi obat atau data riil pola penyakit. Hasil penelitian ini belum relevan dengan pendapat Kristin (2002) yang mengungkapkan bahwa data yang diperlukan untuk mendukung proses perencanaan obat antara lain : (1) data populasi total di suatu wilayah dan rata-rata pertumbuhan penduduk per tahun, (2) data status kesehatan yang menyangkut angka penyakit terbanyak pada penduduk dewasa dan anak, (3) data yang berkaitan dengan obat, seperti jumlah penulis resep (prescriber), jumlah biaya yang tersedia, jumlah farmasi dan asisten apoteker serta jumlah item obat yang tersedia di pasaran.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
54
9.3.3
Jenis dan Jumlah Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI (2010), penggunaan obat
generik diwajibkan di puskesmas, kewajiban menulis resep atau menggunakan obat generik di pelayanan kesehatan milik pemerintah. Sebagai unit pelayanan milik pemerintah Puskesmas Batunadua wajib mengikuti keputusan ini walaupun tidak menutup kemungkinan untuk pengadaan obat paten apabila obat generik tidak tersedia. Pertimbangan lain dalam pemilihan obat generik adalah karena harganya yang relatif murah, khasiat dan keamanannya pun cukup terjamin. Dalam rangka pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) untuk meningkatkan mutu pelayanan dan menjamin aksesibilitas obat yang aman, berkhasiat, bermutu dan terjangkau maka pemerintah melalui Menteri Kesehatan mengeluarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No.328/MENKES/IX/2013 tentang Formularium nasional yang merupakan daftar obat terpilih yang dibutuhkan dan harus tersedia di fasilitas pelayanan kesehatan sebagai acuan dalam pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Obat-obatan yang terdapat pada sistem pengadaan secara elektronik (ecatalogue)
telah
mencakup
semua
item
obat
yang
terdapat
pada
Formularium Nasional baik itu berupa obat generik maupun obat paten. Sehingga terdapat kesesuaian antara Formularium Nasional yang dijadikan sebagai acuan penentuan jenis obat dengan e-catalogue yang digunakan sebagai metode pengadaan obat. Puskesmas Batunadua dalam melakukan penentuan jenis dan jumlah obat didasarkan pada jumlah penduduknya, penyakit tahun sebelumnya dan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
55
pemakaian obat dalam satu tahun. Pemilihan jenis dan jumlah obat mengacu kepada jumlah obat yang paling banyak digunakan di puskesmas. Obat yang paling banyak digunakan adalah obat untuk 10 besar penyakit terbanyak di Puskesmas Batunadua yaitu : Diare, Infeksi Saluran Nafas Atas (ISPA), Hipertensi, Penyakit Kulit, Diabetes Melitus (DM), Disentri, Dispepsia, Campak, Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan (THT), Demam Berdarah Dengue (DBD). Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Simanullang (2014) yang menyatakan bahwa pemilihan jenis dan jumlah obat mengacu kepada jumlah obat terbanyak digunakan di puskesmas. 9.3.4
Metode Menentukan kebutuhan obat merupakan suatu tantangan berat yang harus
dihadapi oleh dokter, perawat atau penanggung jawab obat dalam menjaga agar obat dapat tersedia sesuai kebutuhan, tepat jenis, tepat jumlah dan tepat waktu. Menentukan jumlah obat diperlukan data dan informasi yang lengkap, akurat dan dapat dipercaya. Puskesmas Batunadua dalam menentukan kebutuhan obat hanya menggunakan metode konsumsi obat tahun sebelumnya. Dari hasil wawancara yang berkaitan dengan metode yang digunakan dalam menentukan kebutuhan obat dalam perencanaan obat di Puskesmas Batunadua dapat disimpulkan bahwa pendekatan yang digunakan pada proses penentuan kebutuhan obat di Puskesmas Batunadua belum sesuai dengan metode yang seharusnya digunakan karena hanya berdasarakan metode konsumsi saja. Penanggung jawab obat hanya mengetahui metode konsumsi. Jika puskesmas hanya menggunakan 1 metode dalam menentukan kebutuhan obat maka
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
56
perhitungan kebutuhan obat tidak tepat dan akan berpengaruh terhadap jumlah kebutuhan obat. Hasil penelitian ini belum relevan dengan Keputusan Menteri Kesehatan (2008) yang mengungkapkan bahwa metode yang digunakan dalam menentukan kebutuhan obat yaitu metode konsumsi dan metode morbiditas. Metode konsumsi didasarkan pada analisa data konsumsi obat tahun sebelumnya, sedangkan metode morbiditas didasarkan pada pola penyakit. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan adalah pola penyakit, waktu tunggu, dan stok pengaman. 9.4
Pengadaan Obat Pengadaan obat dan perbekalan kesehatan merupakan proses untuk
penyediaan obat yang dibutuhkan di Unit Pelayanan Kesehatan. Pengadaan obat dan perbekalan kesehatan di Puskesmas dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kesehatan Propinsi dan Kabupaten/Kota. Dari hasil wawancara yang berkaitan dengan pengadaan obat di Puskesmas Batunadua dapat disimpulkan bahwa pengadaan obat di Puskesmas Batunadua dilakukan oleh dinas kesehatan. UPTD Instalasi Farmasi sebagai pendistribusi obat ke puskesmas. Pengadaan obat dilakukan 1 kali dalam 1 tahun. Jika pengadaan obat hanya dilakukan 1 kali dalam 1 tahun hal ini akan berdampak terhadap ketersediaan obat, puskesmas akan sering mengalami kekurangan obat. Untuk mengatasi kekurangan obat Puskesmas Batunadua berupaya untuk meminta obat susulan kepada UPTD Instalasi Farmasi. Pengadaan obat di puskesmas seharusnya dilakukan per triwulan yaitu 4 kali dalam 1 tahun.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
57
9.4.1
Hambatan Pengadaan Obat Dalam perencanaan obat di Puskesmas Batunadua ditemukan adanya
hambatan dalam pengadaan kebutuhan obat. Hambatan dalam pengadaan obat di Puskesmas Batunadua menurut kepala puskesmas dan penanggung jawab obat adalah kekurangan obat seperti ada obat-obat item tertentu yang dibutuhkan tetapi stock di dinas tidak ada. Terkadang ada beberapa item obat tidak tersedia di UPTD Instalasi Farmasi karena obat yang dibutuhkan tidak tersedia di e-catalogue. Pengadaan obat sering terlambat biasanya diawal tahun dan diakhir tahun. Pengadaan obat yang terlambat berakibat kepada pasien. Obat yang dibutuhkan oleh pasien tidak tersedia sehingga pelayanan pengobatan tidak terlaksana, pasien kurang puas terhadap pelayanan pengobatan, pasien tidak mendapatkan obat dari puskesmas sehingga pasien disarankan oleh petugas puskesmas untuk membeli obat di luar puskesmas. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Widjajarta (2014), obat termasuk masalah klasik dalam sistem kesehatan di Indonesia. Hal utama yang selalu menjadi masalah adalah ketersediaannya secara nasional. Sudah sering ditingkat daerah mengeluhkan kelangkaan, oleh karena itu diharapkan ada perbaikan sistem dari pemerintah. 9.5
Ketersediaan Obat Ketersediaan obat merupakan indikator untuk mengetahui obat yang
digunakan untuk pelayanan kesehatan di puskesmas sama dengan jumlah kebutuhan obat yang seharusnya tersedia di puskesmas. Ketersediaan obat yang tepat jenis dan jumlah akan berdampak terhadap ketersediaan obat yang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
58
dibutuhkan pasien. Kebutuhan obat di Puskesmas Batunadua setiap bulannya tidak terpenuhi berdasarkan LPLPO puskesmas. Dari hasil wawancara yang berkaitan dengan ketersediaan obat di Puskesmas Batunadua dapat disimpulkan bahwa puskemas selalu kekurangan obat setiap bulannya. LPLPO yang diajukan oleh puskesmas tidak sesuai dengan pengadaan obat yang dilakukan oleh dinas kesehatan dan UPTD Instalasi Farmasi. Kurangnya ketersediaan obat di puskesmas mengakibatkan kekosongan obat yang dapat merugikan Puskesmas, karena banyak resep yang tidak terlayani, mengakibatkan pasien keluar dari puskesmas, hal ini dapat mengurangi kunjungan dan pendapatan puskesmas. Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat
Nasution (2015) dalam
penelitiannya menyebutkan bahwa obat tidak tersedia sesuai dengan jenis
atau
tidak
tersedia
tepat
waktu.
jumlah,
Hal ini dapat diakibatkan oleh
berbagai hal salah satunya yaitu pada sistem pengadaan secara elektronik (ecatalogue). Pada proses ini jumlah kebutuhan obat yang dipesan tidak semuanya dapat disediakan penyedia obat sehingga ada beberapa jenis obat yang ditolak oleh penyedia dengan alasan kelebihan jumlah kouta pesanan, serta ada juga obat yang tidak masuk di daftar e- catalogue. 9.5.1
Cara Mengatasi Kekurangan Obat Dalam perencanaan obat di Puskesmas Batunadua terjadi kekurangan obat,
maka diperlukan cara mengatasi kekurangan obat. Dari hasil wawancara yang berkaitan dengan cara mengatasi kekurangan obat, jika ketersediaan obat di Puskesmas Batunadua tidak ada maka obat untuk pasien umum diresepkan tetapi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
59
jika pasien menolak maka pasien akan disarankan untuk menunggu persediaan obat datang, biasanya 1-2 hari. Upaya yang dilakukan puskesmas apabila terjadi kekurangan obat, maka puskesmas akan melakukan permintan obat susulan ke UPTD Instalasi Farmasi. Apabila dalam keadaan darurat, pasien harus segera mendapatkan obat tapi di puskesmas tidak tersedia obat maka petugas puskesmas akan menyarankan pasien membeli obat di luar puskesmas. Puskesmas hanya bisa melakukan upaya tersebut karena puskesmas tidak boleh melakukan pengadaan obat sendiri.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
9.6
Kesimpulan
Berdasarkan penelitian analisis ketersediaan obat di Puskesmas Batunadua dapat disimpulkan bahwa: 1.
Ketersediaan Sumber Daya Manusia (SDM) belum sesuai dari segi kualitas karena pendidikan terakhir penanggung jawab obat adalah DIII Farmasi dan belum pernah mengikuti pelatihan mengenai pengelolaan obat. Dilihat dari segi kuantitas belum mencukupi karena pengelola obat hanya 1 orang yaitu penanggung jawab obat tanpa dibantu oleh Tenaga Teknis Kefarmasian.
2.
Ketersediaan Sarana dan Prasarana yang dibutuhkan dalam pengelolaan obat di puskesmas belum terpenuhi seperti komputer dan lemari obat.
3.
Perencanaan
obat
di
Puskesmas Batunadua belum
sesuai sehingga
kebutuhan obat puskesmas belum terpenuhi. Alur perencanaan obat sudah sesuai. Data-data yang diperlukan dalam perencanaan obat sudah sesuai. Metode yang digunakan dalam menentuan kebutuhan obat belum sesuai karena hanya menggunakan metode 1 metode yaitu metode konsumsi tanpa menggunakan metode morbiditas. Penentuan jenis obat berdasarkan e-catalogue masih terdapat kendala karena tidak semua item obat yang dibutuhkan terdapat di daftar e-catalogue. 4.
Pengadaan obat dari UPTD Instalasi Farmasi ke Puskesmas Batunadua
60 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
61
belum sesuai dengan LPLPO yang dibutuhkan oleh puskesmas. 9.7 1.
Saran Diharapkan kepada Dinas Kesehatan Kota Padangsidimpuan untuk melakukan pembinaan dan mengadakan pelatihan mengenai manajemen pengelolaan obat di puskesmas sehingga meningkatkan kualitas tenaga pengelola obat di puskesmas.
2.
Diharapkan kepada penanggung jawab obat Puskesmas Batunadua untuk mempelajari lebih lanjut mengenai prosedur dan tata cara perencanaan obat yang baik di puskesmas sehingga perencanaan sesuai dengan kebutuhan puskesmas.
3.
Diharapakan kepada seluruh tenaga kesehatan di Puskesmas Batunadua agar melakukan koordinasi tentang kebutuhan obat kepada penanggung jawab obat.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
62
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, A. 1996. Pengantar Jakarta.
Administrasi
Kesehatan. Binarupa
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan. Jakarta.
2005.
Rencana
Aksara. Strategi
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Pedoman Manajemen Sumber Daya Manusia (SDM) Kesehatan. Jakarta. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Materi Pelatihan Peningkatan Pengetahuan Dan Keterampilan Memilih Obat Bagi Tenaga Kesehatan. Jakarta. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Surat Keputusan Menteri RI Nomor HK.03.01/Menkes/146/2010 Tentang Harga Obat Generik. Jakarta. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Surat Keputusan Menteri RI Nomor HK.02.02/Menkes/068/2010 Tentang Kewajiban Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah. Jakarta. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 791/Menkes/SK/VIII/2008 tentang Daftar Obat Esensial Nasional. Jakarta. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Materi Pelatihan Manajemen Kefarmasian di Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota. Jakarta. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Nomor 312/Menkes/SK/IX/2013. Tentang Daftar Obat Esensial Nasional. Jakarta. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Nomor 328/Menkes/IX/2013. Tentang Formularium Nasional. Jakarta. Keputusan Menteri Kesehatan. 2008. Nomor 1121/Menkes/SK/XII/2008. Tentang Pedoman Teknis Pengadaan Obat Publik Dan Perbekalan Kesehatan Untuk Pelayanan Kesehatan Dasar. Jakarta Kristin, E. 2002. Dasar-dasar Perencanaan Kebutuhan Obat. Skripsi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
63
Muninjaya Gde A A. 2004. Manajemen Kesehatan. Edisi kedua, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Universitas Udayana, Denpasar. Muzakin, M. 2008. Analisis Kerugian yang Ditanggung Oleh RSU Dr. Soetomo Surabaya Sebagai Akibat Dari Stagnant dan Stockout Obat. Skripsi, Universitas Airlangga, Medan. Nasution, M. 2015. Analisis Perencanaan Obat di Puskesmas Padangmatinggi Kota Padangsidimpuan. Skripsi, Universitas Sumatera Utara, Medan. Setyowati, J.d., Purnomo, W. 2004. Analisis Kebutuhan Obat Dengan Metode Konsumsi Dalam Rangka Memenuhi Kebutuhan Obat Di Kota Kediri. Jurnal Administrasi Kebijakan Kesehatan. V(02): 188-195. Simanullang S. 2014. Analisis Perencanaan Kebutuhan Obat Dalam Implementasi Kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional di Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan. Tesis, Universitas Sumatera Utara, Medan. Suryawati, S. 1997. Meningkatkan Penggunaan Obat Secara Rasional Melalui Perubahan Perilaku. Tesis, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Rivai, V., Sagala, E.J. 2010. Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan dari Teori ke Praktik. PT Raja Grafindo. Jakarta. Peraturan Menteri Kesehatan RI. 2010. Nomor: HK. 02.02/Menkes/068/I/2010. Kewajiban Menggunakan Obat Generik Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah. Jakarta: 14 Januari 2010. Peraturan Menteri Kesehatan RI. 2013. Nomor: 71. Tentang Pelayanan Kesehatan Pada Jaminan Kesehatan Nasional. Jakarta: Tanggal 12 November 2013. Peraturan Menteri Kesehatan RI. 2014. Nomor: 75. Tentang Pusat Kesehatan Masyarakat. Jakarta: 17 Oktober 2014. Peraturan Menteri Kesehatan RI. 2016. Nomor 74. Standart Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas . Jakarta: 23 Desember 2016. Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan Nomor 1 Tahun 2014. Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan. Jakarta: 1 Januari 2014. Siregar, N. 2016. Analisis Perencanaan Kebutuhan Obat Publik Untuk Pelayanan Kesehatan Dasar Puskesmas Di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kota Padangsidimpuan. Tesis, Universitas Sumatera Utara, Medan. Titta. H. S. 2008. Analisis Manajemen Obat di Rumah Sakit Angkatan Darat Tk. II Dustira Cimahi. Tesis, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
64
Undang-Undang RI. 2009. Nomor 36. Tentang Kesehatan. Jakarta: 13 Oktober 2009. Waluyo, D. S. 2006. Analisis Penyebab Utama Stagnan Pada Manajemen Persediaan Obat di Rumah Sakit Kusta Kediri. Tesis, Universitas Airlangga, Surabaya.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM ANALISIS KETERSEDIAAN OBAT DI PUSKESMAS BATUNADUA KOTA PADANGSIDIMPUAN TAHUN 2017 I.
Identitas Informan Nama
:
Umur
:
Jenis Kelamin
:
Pendidikan Terakhir : Lama Bekerja
:
Tanggal Wawancara :
II.
Daftar Pertanyaan untuk Informan Kepala Puskesmas dan Penanggung jawab obat Puskesmas Batunadua Sumber Daya Manusia (SDM) 1. Siapa saja yang bertanggung jawab mengenai pengelolaan obat di puskesmas? Berapa orang ? 2. Apa tugas dan tanggung jawab penanggung jawab obat di puskesmas ? 3. Apakah penanggung jawab obat pernah mendapatkan pelatihan mengenai
pengelolaan
obat
dari
Dinas
Kesehatan
Kota
Padangsidimpuan? Perencanaan Obat 1. Bagaimana alur perencanaan obat di puskesmas?
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2. Berapa kali perencanaan obat dilakukan oleh puskesmas dalam satu tahun? 3. Menurut Ibu, data apa saja yang diperlukan untuk melakukan perencanaan obat di puskesmas? 4. Menurut Ibu, metode apa yang digunakan untuk melakukan perencanaan kebutuhan obat di puskesmas? 5. Menurut ibu, bagaimana cara menentukan jenis dan jumlah obat yang dibutuhkan oleh puskesmas? 6. Menurut Ibu, apa saja kendala dalam melakukan perencanaan obat di puskesmas? Pengadaan Obat 1. Apakah pengadaan obat sesuai dengan permintaan obat yang dilakukan oleh puskesmas? 2. Bagaimana sistem pengadaan obat yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Padangsidimpuan ? 3. Menurut Ibu, apakah ada hambatan dalam pengadaan obat di puskesmas? Ketersediaan Obat 1. Menurut Ibu, obat apa saja yang paling banyak dibutuhkan? 2. Menurut ibu, apakah setiap bulannya kebutuhan obat dapat terpenuhi? 3. Menurut Ibu, obat apa saja yang tidak terpenuhi? 4. Menurut Ibu, bagaimana cara mengatasi kekurangan obat?
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Sarana dan Prasarana 1.
Menurut Ibu, apa saja sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam pengelolaan obat?
2. Menurut Ibu, apa sarana dan prasarana yang dibutuhkan sudah tersedia?
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM ANALISIS KETERSEDIAAN OBAT DI UPTD INSTALASI FARMASI KOTA PADANGSIDIMPUAN TAHUN 2017 I.
Identitas Informan Nama
:
Umur
:
Jenis Kelamin
:
Pendidikan Terakhir : Lama Bekerja
:
Tanggal Wawancara :
II.
Daftar Pertanyaan untuk Informan Kepala UPTD Instalasi Farmasi Pendistribusian Obat dari UPTD Instalasi Farmasi ke Puskesmas Batunadua 1. Bagaimana alur pendistribusian obat dari UPTD Instalasi Farmasi ke Puskesmas Batunadua? 2. Berapa kali dilakukan pengadaan obat ke Puskesmas Batunadua? 3. Apakah permintaan obat dari Puskesmas Batunadua selalu terpenuhi? 4. Jika obat di Puskesmas Batunadua habis, bagaimana cara mengatasinya? 5. Jika obat yang dibutuhkan tidak tersedia di e-catalogue, bagaimana?
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
6. Apakah selama ini UPTD Instalasi Farmasi atau Dinas Kesehatan pernah memberikan pelatihan tentang pengelolaan obat pada penanggung jawab obat di Puskesmas? 7. Menurut Bapak, apakah ada hambatan UPTD Instalasi Farmasi dalam pendistribusian obat ke Puskesmas Batunadua?
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lampiran 7
Gambar 1. Wawancara dengan Kepala Puskesmas Batunadua
Gambar 2. Wawancara dengan Penanggung jawab Obat
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gambar 3. Rak Obat di Puskesmas Batunadua
Gambar 4. Rak Penyimpanan Obat di Puskesmas Batunadua
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gambar 5. Rak Obat di Puskesmas Batunadua
Gambar 6. Peracikan Obat di Puskesmas Batunadua
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gambar 7. Rak Obat di Puskesmas Batunadua
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gambar 8. Wawancara dengan Kepala UPTD Instalasi Farmasi
Gambar 9. Foto Bersama Kepala dan Pegawai UPTD Instalasi Farmasi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gambar 10. LPLPO Puskesmas Batunadua September 2017
Gambar 11. LPLPO Puskesmas Batunadua September 2017
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gambar 12. LPLPO Puskesmas Batunadua September 2017
Gambar 13. LPLPO Puskesmas Batunadua September 2017
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gambar 14. LPLPO Puskesmas Batunadua September 2017
Gambar 15. LPLPO Puskesmas Batunadua September 2017
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA