Analisis Muryani - Nuraini Azizah [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Analisis Kasus : Istri Kedua Memutilasi Suaminya (Pendekatan Teori Humanistik) MAKALAH dalam rangka memenuhi Ujian Tengah Semester mata kuliah Psikologi Kepribadian II Oleh Nuraini Azizah NIM. 1209600061



Fakultas Psikologi



UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG 2010 BAB I PENDAHULUAN



Oktober kemarin, terjadi peristiwa mutilasi yang dilakukan istri kedua terhadap suaminya. Pada makalah ini, saya akan mencoba menganalisa kasus tersebut menggunakan pendekatan teori humanistik. Beberapa psikolog pada waktu yang sama tidak menyukai uraian aliran psikodinamika dan behaviouristik tentang kepribadian. Mereka merasa bahwa teori-teori ini mengabaikan kualitas yang menjadikan manusia itu berbeda dari binatang, seperti misalnya mengupayakan dengan keras untuk menguasai diri dan merealisasi diri. Di tahun 1950-an, beberapa psikolog aliran ini mendirikan sekolah psikologi yang disebut dengan humanisme. Psikolog humanistik mencoba untuk melihat kehidupan manusia sebagaimana manusia melihat kehidupan mereka. Mereka cenderung untuk berpegang pada prespektif optimistik tentang sifat alamiah manusia. Mereka berfokus pada kemampuan manusia untuk berfikir secara sadar dan rasional untuk dalam mengendalikan hasrat biologisnya, serta dalam meraih potensi maksimal mereka. Dalam pandangan humanistik, manusia bertanggung jawab terhadap hidup dan perbuatannya serta mempunyai kebebasan dan kemampuan untuk mengubah sikap dan perilaku mereka. Dua psikolog, Abraham Maslow dan Carl Rogers, sangat terkenal dengan teori humanistik mereka.



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



2.1



Kasus Istri Kedua Memutilasi Suaminya



JAKARTA - Kasus mutilasi yang menimpa Karyadi (53), petugas Banpol (pembantu polisi) di Jakarta Timur, kemarin siang (20/10) dibeber di depan wartawan oleh Polda Metro Jaya. Pelaku pembunuhan sadis itu adalah isteri kedua korban, Muryani (53). "Pembunuhannya terjadi Selasa pekan lalu (12/10) jam 05.30," kata Kadiv Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Boy Rafli Amar dalam jumpa pers di Mapolres Jakarta Timur kemarin (20/10). Dijelaskan Boy, saat kejadian, Karyadi baru saja bangun tidur. Tiba-tiba, pelaku menghantamkan tabung gas 3 kg ke kepala korban hingga pingsan. "Dalam keadaan setengah sadar, korban lantas diseret ke kamar mandi oleh pelaku," ujar Boy. Saat di kamar mandi itu, pelaku langsung menggorok leher korban hingga putus. Kemudian, kepala Karyadi dimasukkan ke dalam kantong plastik hitam, lalu dibuang di Kalibaru, dekat Pasar Induk Kramatjati, Jakarta Timur. "Sambil belanja buah di pasar Induk Kramatjati, pelaku membuang potongan kepala tersebut," ungkap Boy. Sehabis berjualan pada Selasa (12/10) malam, lanjut Boy, Muryani memutilasi jasad suaminya yang sudah menikahinya selama 12 tahun itu. Tubuh Karyadi yang tanpa kepala itu lalu dipotong-potong hingga menjadi 14 bagian. "Pelaku memutilasi tubuh korban hingga dini hari. Satu per satu bagian dari tubuh itu lantas dibuang di tiga lokasi berbeda. Motif dari aksi nekat Muryani dipicu rasa cemburu dan marah. Muryani kesal, karena Karyadi dianggap melanggar perjanjian pra nikah. Sebelum keduanya menikah, ada aturan tak tertulis, Karyadi tak boleh menikah lagi dan berhenti berjudi. "Ternyata korban diketahui menikah lagi dan juga berhubungan dengan



wanita lain," kata Boy menerangkan. Kasat Reskrim Polrestro Jakarta Timur Kompol Nicolas A Lilipaly menambahkan, kemarahan Muryani memuncak pada Minggu pekan lalu (10/10). Saat itu Muryani menelepon Karyadi yang ternyata sedang berada di rumah istri ketiganya, Tati Susianti, 34, di Jalan Setia Kawan, Kelurahan Tengah, Kramatjati, Jakarta Timur. "Saat Muryani menelepon, dia mendengar ada suara anak kecil memanggil Karyadi, papa, papa," kata Kasat Nicolas. Dari situlah Muryani mengetahui Karyadi berada di rumah istri ketiganya yang menimbulkan kecemburuan dan amarah yang amat sangat. "Dan Karyadi selalu berdalih bahwa Tati bukan istri ketiganya," ujar Nicolas. Didorong kemarahan yang memuncak, terjadilah pembunuhan yang disertai dengan mutilasi itu. Potongan kepala Karyadi lalu dibuang di aliran Kalibaru, Kramatjati. Atas perbuatan sadis dan kejamnya



ini,



Muryani



dikenai



Pasal



340



KUHP



tentang



pembunuhan berencana, dengan ancaman kurungan seumur hidup atau hukuman mati. Di tempat terpisah, istri ketiga Karyadi Tati Susianti, 34, tadi malam (20/10) menggelar tahlilan di rumah ayahnya di Jalan Bahagia RT 6/7, Kelurahan Tengah, Kecamatan Kramatjati, Jakarta Timur. "Saya tidak menyangka, kalau Muryati tega melakukan itu kepada bapak," katanya sambil terisak. Dari informasi yang dihimpun Indo Pos (Grup JPNN), mendiang Karyadi memiliki tiga isteri. Isteri pertama Munawaroh, 50, tinggal di Demak. Dari pernikahannya dengan istri pertamanya ini, Karyadi dikaruniai tiga anak, yaitu Abidin, Edi, dan Agung. Istri kedua adalah Muryani, 53. Dengan Muryani, Karyadi tidak mendapat anak. Istri ketiga ialah Tati Susanti, 34, seorang janda tiga anak. Dari istri terakhirnya ini, Karyadi memperoleh dua



anak, yaitu Ahmad Albar, 4, dan Sandi Mahesa, 5 bulan. (mos/jpnn/kum) Kamis, 21 Oktober 2010 , 06:15:00 http://www.jpnn.com/read/2010/10/21/75043/Isteri-Kedua-Tega-MemutilasiSuamihttp://metro.vivanews.com/news/read/184048-ini-dia-alasan-mulyani-memutilasikaryadi http://bataviase.co.id/node/427472 http://www.kompas.com/ Penyebab Muryani membunuh suaminya diduga karena : Karyadi, dituding tidak pernah menafkahi Muryani, yang juga istri kedua korban. Sebab selama ini, Muryani harus bekerja sendiri untuk mencukupi hidup. Sementara Karyadi selalu menghamburkan uangnya untuk bermain judi, istri dan pacarnya yang lain. Dendam Muryani yang dimaksud terkait dengan janji Karyadi. Suami istri ini pernah melakukanperjanjian tak tertulis dua belas tahun lalu saat mereka baru saja menikah. Janji yang diikrarkan, larangan untuk selingkuh dan berjudi. Temyata janji itu dilanggar oleh pria asal Demak, Jawa Tengah itu. 2.2



Teori Humanistik Dalam



metode-metode



studinya,



psikologi



humanistik



menggunakan berbagai macam metode, mencakup wawancara, sejarah hidup, sastra dan produk kreatif lainnya. Oleh karenanya teori psikologi humanistik sangat tidak setuju dengan anggapan bahwa manusia hanyalah mesin yang dibentuk lingkungan (behaviorisme) atau



bahkan



manusia



dipengaruhi



oleh



naluri



primitifnya



(psikoanalisa). Manusia harus berkembang lebih jauh daripada sekedar memenuhi kebutuhan fisik, manusia harus mampu mengembangkan hal-hal non fisik, misalnya nilai ataupun sikap. Dalam hal ini, James Bugental (1964) mengemukakan tentang 5 dalil utama dari psikologi



humanistik, yaitu: Keberadaan manusia tidak dapat direduksi ke dalam komponenkomponen Manusia memiliki keunikan tersendiri dalam berhubungan dengan manusia lainnya Manusia memiliki kesadaran akan dirinya dalam mengadakan hubungan dengan orang lain Manusia memiliki pilihan- pilihan dan dapat bertanggungjawab atas pilihannya Manusia memiliki kesadaran dan sengaja untuk mencari makna, nilai, kreativitas ASUMSI DASAR MANUSIA MENURUT PENDEKATAN HUMANISTIK Manusia adalah makhluk yang baik dan dapat dipercaya. Pada dasarnya manusia adalah makhluk yang baik dan berupaya menjalin hubungan yang bermakna dan konstruktif dengan orang lain. Manusia lebih bijak daripada inteleknya. Manusia lebih bijak dari pikiranpikiran yang disadarinya bilamana manusia berfungsi dengan cara yang baik dan tidak disentrif. Manusia adalah makhluk yang mengalami yaitu makhluk yang memikirkan, berkehendak, merasakan dan mempertanyakan. Rogers yakin bahwa inti dari kehidupan yang bernilai terletak dalam mengalami sebagai pribadi yang mendalam. Kehidupan ada pada saat ini, kehidupan ialah hidup sekarang. Kehidupan itu lebih dari sekedar tingkah laku otonistik yang ditentukan oleh peristiwa masa lalu, dan nilai kehidupan terletak pada saat sekarang, bukan pada masa lalu atau pada saat yang akan datang. Manusia adalah makhluk yang bersifat subyektif. Tingkah laku manusia hanya dapat dipahami berdasarkan dunia subyektifnya, yaitu bagaimana individu itu memandang diri dan lingkungannya. Hubungan manusiawi yang mendalam merupakan salah satu kebutuhan yang terpokok. Manusia meningkatkan hubungan antar pribadi yang mendalam



memiliki potensi yang sangat besar sebagai sumber kesejahteraan mental manusia. Manusia memiliki kecenderungan kearah aktualisasi. Kecenderungan manusia adalah bergerak ke arah pertumbuhan, kesehatan, penyesuaian, sosialisasi, realisasi diri, kebebasan dan otonomi. HAKIKAT



TINGKAH



LAKU



NORMAL



MANURUT



PENDEKATAN



HUMANISTIK Pribadi sehat menurut Carl Rogers diistilahkan “pribadi yang berfungsi secara penuh” merupakan pribadi yang ideal dengan karakteristik seperti di bawah ini : Keserasian, keserasian antara diri dan pengalaman. Manusia merevisi gambaran dirinya agar serasi dengan pengalamannya dan dilambangkan dengan tepat. Keterbukaan terhadap pengalaman. bila individu berada dalam keadaan bebas ancaman, maka ia akan terbuka terhadap pengalamannya. Terbuka terhadap pengalaman adalah kebalikan dari sikap mempertahankan diri. Hal ini berarati, bahwa setiap stimulus baik yang berasal dari organisme atau dari lingkungan dapat disampaikan secara bebas melalui sistem saraf tanpa dikaburkan atau disalurkan menggunakan defence mechanisem. Penyesuaian diri secara psikologis. Penyesuaian diri secara psikologis yang optimal akan terjadi bilamana semua pengalaman dapat diasimilasikan pada tingkat simbolik ke dalam keseluruhan struktur diri. Eksistensionalitas individu cenderung melihat pengalaman dalam istilah yang didiferensiasi (dipilah-pilah), menyadari adanya perbedaan ruang dan waktu, mendasarkan diri pada fakta, menilai dengan berbagai cara, menyadari tingkat-tingkat abstraksi yang berbeda, menguji kesimpulan dan abstraksi dalam realitas. Matang, kematangan (mature, maturity). Individu dikatakan menunjukkan tingkah laku yang matang bilamana ia mempersepsi diri secara realistis, tidak defensif, menerima tanggung jawab, mengevaluasi pengalaman berdasarkan dari penginderaannya sendiri, menerima orang lain sebagai



individu yang berbeda dari dirinya dan menghargai diri dan orang lain. Kongruensi dan Inkongruensi Rogers mengatakan bahwa konsep diri manusia seringkali tidak tepat secara sempurna dengan realitas yang ada. Misalnya, seseorang mungkin memandang dirinya sebagai orang yang sangat jujur namun kenyataannya seringkali berbohong kepada atasannya tentang alasan mengapa dia datang terlambat. Rogers menggunakan istilah inkongruensi (ketidaksejajaran) untuk mengacu pada kesenjangan antara konsep diri dengan realitas. Di sisi lain, kongruensi, merupakan kesesuaian yang sangat akurat antara konsep diri dengan realitas. Dampak dari Inkongruensi Rogers berfikir bahwa manusia akan merasa gelisah ketika konsep diri mereka terancam. Untuk melindungi diri mereka dari kegelisahan tersebut, manusia akan mengubah perbuatannya sehingga mereka masih akan tetap mampu berpegang pada konsep diri mereka. Manusia dengan tingkat inkongruensi yang lebih tinggi akan merasa sangat gelisah karena realitas selalu mengancam konsep diri mereka secara terus menerus.



BAB III ANALISIS KASUS (PENDEKATAN HUMANISTIK) 3.1



Analisis Kasus Pada kasus Muryani, jika menggunakan pendekatan humanistik maka



Muryani dapat dikatakan sebagai pribadi yang tidak berfungsi secara penuh. Muryani tidak mampu menerima orang lain sebagai individu yang berbeda dari dirinya juga menghargai diri dan orang lain. Karyadi yang sudah mengingkari janjinya untuk tidak berjudi dan menikah lagi, dianggap Muryani sudah melakukan kesalahan yang tidak dapat diampuni. Muryani sebagai individu yang bersifat subyektif, dia hanya dapat memahami tingkah laku orang berdasarkan dunia subyektifnya, dia hanya memandang diri dan lingkungannya tanpa memikirkan bagaimana tingkah laku orang lain. Salah satu kebutuhan terpokok individu adalah hubungan manusiawi yang mendalam, dan kebutuhan tersebut belum terpenuhi karena hubungan Muryani dan Karyadi yang berada di cinta segi tak hingga, dengan fakta banyak istri yang dimiliki Karyadi. Sehingga Muryani merasa tidak mencapai hubungan manusiawi yang mendalam dengan suaminya. Dalam pemahaman humanistik, manusia memiliki keunikan tersendiri dalam berhubungan dengan manusia lainnya. Begitupun Muryani, memiliki cara yang unik dalam menghadapi kelakuan suaminya, yaitu dengan membunuhnya. Padahal Muryani masih memiliki pilihan lain dalam hidupnya, tetapi dia memilih cara tersebut dan bentuk tanggung jawab dari pilihannya adalah dengan memutilasi (memotong-motong bagian tubuh korbannya) dengan tujuan agar tidak diketahui oleh masyarakat. Kasus Muryani bukan hanya sekedar masalah yang bersifat individual,



tetapi juga merupakan hasil konflik antara individu dengan masyarakat atau lingkungan sosialnya. Jika Muryani melihat perbedaan yang sangat luas antara pandangannya tentang dirinya sendiri dengan yang diinginkannya maka akan muncul perasaan inadekuat dalam menghadapi tantangan di kehidupan ini, dan hal ini menghasilkan kecemasan atau anxiety. Jadi, menurut pandangan humanistik kasus Muryani terletak pada konsep diri; yang terjadi sehubungan dengan adanya gap antara konsep diri yang sesungguhnya (real self) dengan diri yang diinginkan (ideal self). Hal ini muncul sehubungan



dengan



tidak



adanya



kesempatan



bagi



individu



untuk



mengaktualisasikan dirinya sehingga perkembangannya menjadi terhalang. Akibatnya, dalam menghadapi tantangan atau kendala dalam menjalani hari-hari di kehidupan selanjutnya, ia akan mengalami kesulitan untuk membentuk konsep diri yang positif. Muryani mengalami yang dinamakan Carl Rogers inkongruensi. Dia merasakan konsep dirinya terancam oleh realitas yang ada, diantaranya : Kebutuhan ekonomi yang mendesak; Kekecewaan Muryani terhadap suaminya yang masih berbuat judi dan berselingkuh; dan mungkin masih banyak faktor lainnya yang belum diketahui. sehingga dia gelisah dan ingin menyesuaikan kembali konsep dirinya dengan realitas, juga untuk mencapai aktualisasi diri. Kemudian dia menemukan caranya dengan menyingkirkan suaminya sendiri. Karena setelah membunuh, Muryani mengaku merasakan kepuasan dalam dirinya. 3.2



Penanganan Kasus Menurut teori humanistik-eksistensial yang melihat kasus Muryani sebagai



hasil konflik diri yang terkait dengan keadaan sosial dimana pengembangan diri menjadi terhambat, maka teori ini lebih menyarankan untuk membangun kembali diri yang rusak (damaged self). Tekniknya sering disebut sebagai client centered therapy yang berpendapat bahwa setiap individu memiliki kemampuan yang positif yang dapat dikembangkan sehingga ia membutuhkan situasi yang kondusif



untuk mengeksplorasi dirinya semaksimal mungkin. Setiap permasalahan yang dialami oleh setiap individu sebenarnya hanya dirinyalah yang paling mengerti tentang apa yang sedang dihadapinya. Oleh karena itu, dia sendirilah yang paling berperan dalam menyelesaikan permasalahan yang mengganggu dirinya. Karena menurut pandangan teori ini sebagai hasil dari belajar (belajar menjadi cemas) maka untuk menanganinya perlu dilakukan pembelajaran ulang agar terbentuk pola perilaku baru. Teknik yang digunakan adalah systematic desentisitization, yaitu mengurangi kecemasan dengan menggunakan konsep hirarkhi ketakutan, menghilangkan ketakutan secara perlahan-lahan mulai dari ketakutan yang sederhana sampai ke hal yang lebih kompleks. Pemberian reinforcement (penguat) juga dapat digunakan dengan secara tepat memberikan variasi yang tepat antara pemberian reward – jika ia memperlihatkan perilaku yang mengarah keperubahan ataupun punishment – jika tidak ada perubahan perilaku atau justru menampilkan perilaku yang bertolak belakang dengan rencana perubahan perilaku.



BAB IV KESIMPULAN Pendekatan humanistik memandang manusia dengan lebih optimis yaitu pada dasarnya semua manusia dilahirkan baik. Kasus Muryani yang memutilasi suaminya Oktober lalu, jika menggunakan pendekatan humanistik maka Muryani dapat dikatakan sebagai pribadi yang tidak berfungsi secara penuh. Kasus Muryani terletak



pada konsep diri; yang terjadi sehubungan dengan adanya gap antara konsep diri yang sesungguhnya (real self) dengan diri yang diinginkan (ideal self). Muryani mengalami yang dinamakan Carl Rogers inkongruensi. Dalam menangani kasus Muryani, teori ini lebih menyarankan untuk membangun kembali diri yang rusak (damaged self).



REFERENSI Misiak, Henryk & Sexton, Virginia Staudt. (2005). Psikologi Fenomenologi, Eksistensial, dan Humanistik. Bandung: Refika Aditama. C.G. Boeree. (2009). Personality Theories. Yogyakarta: Prismasophie. http://www.kompas.com http://rumahpsikologi.com