Analisis Penerapan Interprofessional Education [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ANALISIS PENERAPAN INTERPROFESSIONAL EDUCATION (IPE) DAN INTERPROFESSIONAL COLLABORATIVE PRACTICE (ICP)



A. INTERPROFESSIONAL EDUCATION (IPE) 1. Pengertian Menurut WHO Interprofessional education (IPE) “occurs when two or more professions learn about, from and with each other to enable effective collaboration and improve health outcomes” (WHO, 2010). 
 Di dalam IPE (Interprofessional Education) pasien/klien/komunitas menjadi “center” dari penerapan IPE. IPE akan berdampak pada terbentuknya Interprofessional Practice yang lebih baik sehingga akan berpengaruh terhadap luaran kesehatan yang lebih baik pula. Selain itu ada beberapa



argumen



dan



penelitian



yang



menunjukkan



bahwa



perbaikan



Interprofessional Practice berkaitan dengan moral kerja dan kepuasan yang lebih tinggi pada profesi kesehatan (Barr et al, 2005, Day et al 2006, DeLoach 2003 ,Reeves et al 2008). Kegagalan kerjasama interprofesi disebabkan oleh kakunya batas profesi, kurang memahami peran profesi lain, komunikasi yang kurang baik dan koordinasi kerja tim yang masih lemah (Pethybridge 2004, Reeves 2004, Skjorshammer 2001). Pada awal tahun 1988, World Health Organization



menekankan bahwa apabila



profesi kesehatan belajar bersama dan belajar berkolaborasi sebagai mahasiswa, maka mereka cenderung bekerjasama lebih efektif dalam tim klinik atau tugas tertentu. Untuk itu, maka perlu untuk mengembangkan program IPE pada mahasiswa FK UNUD baik di tingkat akademik maupun tingkat profesi. Dengan semakin bertambahnya informasi dan pengetahuan mengenai Interprofessional Education (IPE) di kalangan akademisi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, dan semakin tingginya keinginan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan di rumah sakit pendidikan, maka sangat dibutuhkan adanya tindakan nyata penerapan IPEdi dalam kurikulum pendidikan, khususnya dalam praktek klinik yang dilakukan oleh mahasiswa tingkat profesi. Penyusunan konsep ini masih jauh dari sempurna.Konsep ini merupakan langkah awal dari keinginan yang sempurna dari seluruh akademisi. Konsep ini juga akan semakin berkembang dari waktu ke waktu, seiring dengan bertambahnya pengetahuan dan pengalaman.



2.



Tujuan Interprofessional Education (IPE)



Menurut (Hammick et al, 2007) Hasil yang diharapkan dari IPE dapat diklasifikasikan antara lain reaksi, modifikasi sikap dan persepsi, kemahiran pengetahuan dan keterampilan, perubahan perilaku, perubahan dalam praktik organisasi, serta manfaat untuk pasien dan klien. Tujuan lain dari pelaksanaan IPE sendiri yaitu untuk meningkatkan pemahaman tentang interdisipliner dan rasa kerjasama, untuk membina kejasama yang kompeten, untuk membuat penggunaan sumber daya yang efektif dan efisien, dan untuk meningkatkan kualitas pengobatan pasien yang komprehensif (Cooper, 2001). Pendidikan Interprofesional atau Interprofessional Education bertujuan untuk menghasilkan kolaborasi tim praktisi kesehatan yang baik dalam pelayanan kesehatan. Interprofessional Education atau yang dalam bahasa Indonesia berarti Pendidikan Interprofesional, adalah model atau kurikulum pendidikan yang diterapkan untuk mencapai target kesehatan yang sesuai dengan Millenium Development Goals dan juga dapat menjadi aplikasi atau penerapan dari Undang-undang Nomor 22 tahun 1999. Interprofessional Education (IPE) tidak hanya melibatkan peserta didik tetapi juga para pendidik yang berasal dari dua atau lebih profesi kesehatan, yang nantinya secara bersama-sama akanmenciptakan dan memelihara lingkungan belajar yang kolaboratif. Kerjasama antar anggota tim sangat penting dalam penyediaan layanan kesehatan. Pembagian tugas kerja antara tenaga medis, para perawat, dan anggota praktisi kesehatan mencerminkan bahwa seorang profesional yang dapat memberikan pelayanan kesehatan yang lengkap melainkan harus dikerjakan secara tim. Namun, penerapan Interprofesional Education (IPE) di Indonesia baru memasuki tahap awal dan membutuhkan adanya kerjasama dari berbagai pihak dan berbagai bidang yang terdapat di dalam dunia pendidikan kesehatan. Untuk sosialisasi penerapan Interprofesional education (IPE) belum dapat menjangkau seluruh instansi pendidikan kesehatan yang ada yang ada di Indonesia. Dan di lain sisi, tenaga pendidik dalam Interprofesional education (IPE) masih belum memiliki kemampuan yang cukup/ mumpuni untuk penerapan sistem ini, serta adanya isu, masih adanya ego dari masingmasing profesi yang terlibat di dalam sistem ini yang sebagian masih tetap ada.



3.



Manfaat IPE Menurut CIHC (2009), manfaat dari Interprofessional Education antara lain dapat meningkatkan praktik antar praktisi kesehatan dari disiplin ilmu yang berbeda yang dapat meningkatkan pelayanan dan membuahkan hasil yang positif dalam melayani klien atau pasien; meningkatkan pemahaman tentang pengetahuan dan keterampilan yang memerlukan kerja secara kolaborasi; membuat lebih baik dan nyaman terhadap pengalaman dalam belajar bagi peserta didik; secara fleksibel dapat diterapkan dalam berbagai setting. Hal tersebut juga dijelaskan oleh WHO (2010) tentang salah satu manfaat dari pelaksanaan praktek IPE dan kolaboratif yaitu strategi ini dapat mengubah cara berinteraksi petugas kesehatan dengan profesi lain dalam memberikan perawatan.



4.



Penerapan IPE Adapun contoh dari penerapan Interprofesional Education dapat dilihat dari penelitian yang diakukan oleh Larson (1995) dan diperkuat penelitian lebih lanjut oleh American Association of Colleges of Nursing, pada tahun 1995 ditemukan bahwa 15% dari institusi pendidikan keperawatan dan kedokteran di Amerika Serikat berhasil melakukan program interdisiplin yang terdiri dari disiplin ilmu yang berbeda. Penelitian yang dilakukan Stewart et al. (2010) menujukkan bahwa setelah dilakukan workshop pendekatan interprofesional pengobatan pediatrik terhadap 48 mahasiswa kedokteran dan 20 mahasiswa keperawatan terdapat peningkatan pengetahuan dan kesadaran tentang keamanan pengobatan dan penyebab-penyebab kesalahan medikasi pada pediatrik. Mahasiswa melaporkan bahwa belajar membuat resep dan administrasi obat pada pediatrik akan lebih efektif jika dilakukan bersama profesi kesehatan dari disiplin ilmu lain dibandingkan dengan hanya dengan satu disiplin ilmu. Hal tersebut menjadi bukti pentingnya penerapan Interprofesional Education (IPE) untuk meningkatkan kemampuan kolaborasi antar profesional di bidang kesehatan.



B. Interprofessional Collaborative Practice (ICP) 1.



Pengertian Inter Professional Colaboration (IPC) merupakan proses kolaborasi yang terdiri dari dua atau lebih tenaga kesehatan berfokus pada belajar dengan, dari, dan tentang masing-masing profesi sehingga dapat mengembangkan kerjasama demi terwujudnya pelayanan pasien yang lebih optimal. Dasar dari IPC ini adalah Inter Professional Education (IPE). IPE ini merupakan proses pembelajaran di tingkat akademis tentang berusaha saling mengerti dan saling menghargai antar profesi kesehatan didalam interaksi diantara profesi yang berbeda. Hal ini nantinya merupakan kondisi yang biasa akan ditemui dalam kehidupan profesional seharihari. Menurut Buring et al (2009), proses IPE terjadi di sebuah kelas yang sama dengan materi yang sama dan saling belajar dalam bentuk interaksi antar masingmasing profesi. Interaksi masing-masing profesi dalam proses pembelajaran merupakan hal yang mutlak dan tidak dapat ditawat lagi. Dalam proses pembelajaran kolaboratif, perawatan terhadap pasien walaupun dipimpin oleh seseorang dari profesi yang berbeda namun tetap harus ada pembagian tanggung jawab dalam proses pengambilan keputusan terhadap pasien tersebut. Proses kolaborasi ini diperlukan dan lebih ditingkatkan dalam pelayanan kesehatan di masa sekarang ini karena di iklim global sekarang ini sudah tidak cukup bagi tenaga kesehatan untuk bekerja secara profesional saja namun tenaga kesehatan perlu juga mengembangkan upaya antar profesional dalam menangani pasien. Beberapa bukti menunjukkan bahwa perawatan pasien dengan kolaborasi lintas profesi dapat meningkatkan keberhasilan perawatan.



2.



Tujuan Interprofessional



Collaboration



(IPC)



adalah



proses



dalam



mengembangkan dan mempertahankan hubungan kerja yang efektif antara pelajar, praktisi, pasien/ klien/ keluarga serta masyarakat untuk mengoptimalkan pelayanan kesehatan. 3.



Penerapan Penyelenggaraan pelayanan dilaksanakan oleh berbagai kelompok profesi. Para profesional utama yang memberikan asuhan kepada pasien di rumah sakit adalah staf medis baik dokter maupun dokter spesialis, staf klinis keperawatan (perawat dan bidan), nutrisionis dan farmasis yang rutin dan pasti selalu berkontak dengan pasien, akan tetapi tidak kalah pentingnya profesional lain yang berfungsi melakukan asuhan penunjang berupa analis laboratorium, penata rontgen, fisioterapis. Penyediaan



pelayanan yang paling sesuai di suatu rumah sakit untuk mendukung dan merespon setiap kebutuhan pasien yang unik, memerlukan perencanaan dan koordinasi tingkat tinggi. dapat membantu mengurangi masalah patient safety (WHO, 2009) Upaya peningkatan kualitas pelayanan tersebut diperlukan keselarasan langkah yang dinamis antar berbagai klinisi dan disiplin keilmuan untuk membangun tim



pelayanan



dengan



tatanan



dan



kultur



pendekatan



interdisiplin



atau



interprofesional. Pasien yang ditangani secara interdisiplin baik di ruang rawat inap maupun pelayanan kesehatan primer, meningkatkan kesinambungan asuhan, kepuasan pasien



serta



mengurangi



hospitalisasi



dan



angka



kematian



(Mitchell&Crittenden,2000) Kolaborasi Interprofessional di lingkungan kerja profesional telah diakui oleh keperawatan, kedokteran gigi, kedokteran, dokter, farmasi, dan kesehatan masyarakat organisasi profesional sebagai komponen penting untuk aman, tinggi, kualitas, diakses, perawatan pasien berpusat ( interprofessional Pendidikan Collaborative Panel Ahli, 2011). kolaborasi interprofessional bekerja di profesi kesehatan untuk bekerja sama, berkolaborasi, berkomunikasi, dan mengintegrasikan pelayanan dalam tim untuk memastikan perawatan yang terus menerus dan dapat diandalkan (IOM, 2003). Salah satu kompetensi inti untuk praktek kolaboratif interprofessional adalah komunikasi interprofessional. Kerja tim dan kolaborasi mengharuskan perawat mampu berkomunikasi secara efektif dengan tim kesehatan, pasien, dan perawat untuk mengintegrasikan perawatan yang aman dan efektif dalam dan di pengaturan (AACN, 2008; ANA, 2010). profesional kesehatan dan sistem perawatan kesehatan juga harus secara aktif berkolaborasi dan berkomunikasi untuk memastikan pertukaran informasi yang tepat dan koordinasi perawatan (IOM, 2001). Contoh komunikasi interprofesional yang di gunakan adalah SBAR (Situation-Background AssessmentRecommendation). SBAR merupakan tehnik dalam mengkomunikasikan informasi yang penting yang membutuhkan perhatian dan tindakan dengan segera sehingga keselamatan pasien dapat terjamin dan terlindungi.



DAFTAR PUSTAKA



Harmer, Jeremy, The Practice of English Language Teaching, 3rd Ed, New York: Pearson Education Limited, 2001.



WHO Interprofessional education (IPE) 2010



Hammick, M., et al. (2007). A Best Evidence Systematic Review of Interprofessional Education. Medical Teacher.



Canadian Interprofessional Health Collaborative (CIHC) 2009. What is Collaborative Practice.



Buring et al., 2009. Interprofessional Education: Definitions, Student Competencies, and Guidelines for Implementation. American Journal of Pharmaceutical Education, 73(4), pp.1-8.



AACN-Practic Alert. Assessing Pain in the Critically Ill Adult. AACN EvidenceBased Practice Resources Work Group, May 2013. Insukindro dan Aliman. 1999. Pemilihan dan Fungsi Empirik: Studi Kasus Perminatan Uang Kartal Riil di Indonesia. Jakarta: Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia. Vol.



Rokhmah, Anggorowati, 2017. Komunikasi Efektif Dalam Praktek Kolaborasi Interprofesi Sebagai Upaya Meningkatkan Kualitas Pelayanan. Journal of Health Studies, Vol. 1, No.1, Maret 2017: 65-71



INTERPROFESSIONAL EDUCATION (IPE) Pedoman untuk Peserta Didik. Indrasari Utami, 2016