Analisis Undang-Undang No.7 Tahun 2017 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PERBANDINGAN ANTARA UNDANG-UNDANG NO.7 TAHUN 2017 DENGAN UNDANG-UNDANG SEBELUMNYA



A. Pendahuluan Presiden Joko Widodo sudah menandatangani Undang-Undang (UU) No 7/2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) pada 16 Agustus 2017. Presiden sudah tanda tangan RUU Pemilu, sudah diundangkan, dan sudah masuk Lembaran Negara. Dikatakannya, sebelum ditandatangani Presiden, ada beberapa koreksi terhadap draf UU tersebut. Sebelumnya, draf itu sudah dibahas di DPR. Setelah berkoordinasi dengan DPR, akhirnya diundangkan pada 18 Agustus 2017. Koreksi dilakukan dalam artian ada catatan-catatan dan revisi untuk sejumlah kata yang dirasa kurang sesuai. Namun, ditegaskannya, koreksi akhir tersebut tidak mengubah substansi. Ditambahkan, koreksi juga sudah dikoordinasikan Kementerian Sekretariat Negara dengan DPR pada 16 Agustus 2017. Artinya UU Pemilu sudah mulai berlaku.Itu UU Nomor 7 tahun 2017. Pihaknya berharap seluruh elemen dan komponen yang berkaitan dengan pemilu agar segera bekerja karena batas waktunya semakin dekat. Jika ada kendala terkait pelaksanaan UU itu di lapangan, dia yakin Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan dapat mencari jalan keluarnya. “Itu ‘kan simulasi. Penyelenggara pemilu siapa sih? KPU ‘kan punya kewenangan melakukan pekerjaannya, juga melaksanakan pemilu. KPU pasti mencari jalan keluar. Kalau sudah detail, sebaiknya tanya ke KPU,”. Sementara, Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mengajukan uji materi dua pasal UU Pemilu ke Mahkamah Konstitusi. Pengajuan uji materi dilaksanakan oleh Jaringan Advokasi Rakyat PSI, kata Ketua Umum PSI Grace Natalie melalui pesan singkat di Jakarta. “Pasal-pasal yang dimohonkan pengujian yaitu Pasal 173 Ayat (3) junctoPasal 173 Ayat (1) terkait ketentuan verifikasi partai, dan Pasal 173 Ayat (2) huruf e tentang keterwakilan perempuan,”.



Dijelaskannya, dalam Pasal 173 Ayat (3) jo Pasal 173 Ayat (1) disebutkan, partai lama tidak wajib diverifikasi ulang untuk dapat menjadi peserta pemilu tahun 2017. PSI berpandangan dengan terjadinya perbedaan perlakuan antara parpol baru dan lama dalam verifikasi, berarti telah terjadi diskriminasi yang bertentangan dengan konstitusi Republik Indonesia. Dalam Pasal 173 Ayat (2) huruf e diatur bahwa syarat sebuah parpol untuk dapat menjadi peserta pemilu hanya diwajibkan memiliki keterwakilan perempuan sedikitnya 30 persen pada kepengurusan tingkat pusat. Sedangkan untuk tingkat provinsi, kabupaten/kota, dan kecamatan tidak ada ketentuan khusus yang mengatur hal tersebut. PSI menilai, ini akan menyebabkan hak dan kepentingan perempuan pada tingkatan provinsi, kabupaten/kota dan kecamatan menjadi tidak terlindungi dan terabaikan sehingga bertentangan dengan kepentingan PSI, yang mengutamakan kepentingan perempuan 30 persen di setiap tingkatan daerah.



B. Pembahasan Perbandingan UU No.7 Tahun 2017 dengan UU Sebelumnya Setelah melalui pembahasan bersama antara Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia, akhirnya Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pemilihan Umum (Pemilu) resmi diundangkan menjadi UndangUndang (UU) melalui Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182). Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman pada saat penyelenggaraan Simulasi Nasional Pemungutan dan Penghitungan Suara Pemilu 2019 (19/8) kemarin. UU Nomor 7 Tahun 2017 tersebut merupakan penyederhanaan dan penggabungan dari 3 (tiga) buah undang-undang sebelumnya, yakni Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum, dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.



Setelah disetujui Rapat Paripurna DPR-Ri pada 21 Juli 2017 dinihari, Presiden Joko Widodo pada 15 Agustus 2017 lalu telah mengesahkan Undang-Undang Nomor (UU) 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu). UU ini terdiri atas 573 pasal, penjelasan, dan 4 lampiran. Ditegaskan dalam UU ini, Pemilu dilaksanakan berdasarkan asas Langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Dan dalam menyelenggarakan pemilu, penyelenggara pemilu harus melaksanakan Pemilu berdasarkan pada -asas sebagaimana dimaksud, dan penyelenggaraannya harus memenuhi prinsip: a. mandiri; b. jujur; c. adil; d. berkepastian hukum; e. tertib; f. terbuka; g. proporsional; h. profesional; i. akuntabel; j. efektif; dan k. efisien. “Penyandang disabilitas yang memenuhi syarat mempunyai kesempatan yang sama sebagai pemilih, sebigai calon anggpta DPR, sebagai calon anggota DPD, sebagai calon Presiden/Wakil Presiden, sebagai calon anggota DPRD, dan sebagai Penyelenggara Pemilu,” bunyi Pasal 5 UU ini. Menurut UU ini, peserta Pemilu untuk pemilihan umum anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten / Kota. adalah partai politik, yang telah ditetapkan/lulus verifikasi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Partai politik dapat menjadi peserta pemilu setelah memenuhi persyaratan: a. berstatus badan hukum sesuai dengan Undang-Undangtentang Partai Politik; b. memiliki kepengurusan di seluruh provinsi; c. memiliki kepengurusan di 75% (tujuh puluh lima persen) jumlah kabupaten/kota di provinsi yang bersangkutan; d. memiliki kepengurusan di 50% (lima puluh persen) jumlah kecamatan di kabupaten/kota yang bersangkutan; e. menyertakan paling sedikit 30% (tiga puluh persen) keterwakilan perempuan pada kepengurusan partai politik tingkat pusat; f. memiliki anggota sekurang-kurangnya 1.000 (seribu) orang atau 1/1.000 (satu perseribu) dari jumlah Penduduk pada kepengurusan partai politik sebagaimana dimaksud pada huruf c yang dibuktikan dengan kepemilikan karti tanda anggota; g. mempunyai kantor tetap untuk kepengurusan pada tingkatan pusat, provinsi, dan kabupaten/kota sampai tahapan terakhir Pemilu; h. mengajukan nama, lambang, dan tanda gambar partai politik kepada KPU; dan i. menyertakan nomor rekening dana Kampanye Pemilu atas nama partai politik kepada KPU.



“Partai politik yang telah lulus verilikasi dengan syarat sebagaimana dimaksud tidak diverifikasi ulang dan ditetapkan sebagai Partai Politik Peserta Pemilu,” bunyi Pasal 173 ayat (3) UU No. 7 Tahun 2017 ini. Ditegaskan dalam UU ini, Partai Politik dapat menjadi Peserta Pemilu dengan mengajukan pendaftaran untuk menjadi calon Peserta Pemilu kepada KPU, dengan surat yang ditandatangani oleh ketua umum dan sekretaris jenderal atau nama lain pada kepengurusan pusat partai politik, dan disertai dokumen persyaratan yang lengkap. “Jadwal waktu pendaftaran Partai Politik Peserta Pemilu ditetapkan oleh KPU paling lambat 18 (delapan belas) bulan sebelum hari pemungutan suara,” bunyi psal 176 ayat (4) UU ini. Adapun penetapan partai politik sebagai Peserta Pemilu, menurut UU ini, dilakukan dalam sidang pleno KPU paling lambat 14 (empat belas) bulan sebelum hari pemungutan suara. Sementara penetapan nomor urut partai politik sebagai peserta pemilu dilakukan secara undi dalam sidang pleno KPU yang terbuka dengan dihadiri wakil Partai Politik Peserta Pemiiu



Pemilu DPD Untuk pemilihan anggota Dewan Perwakilan daerah, menurut UU ini, pesertanya dalah perseorangan yang telah memenuhi persyaratan, di antaranya: a. Warga Negara Indonesia yang telah berumur 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih; b. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; c. bertempat tinggal di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; d. dapat berbicara, membaca, dan/atau menulis dalam bahasa Indonesia; e. berpendidikan paling rendah tamat sekolah menengah atas, madrasah aliyah, sekolah menengah kejuruan, madrasah aliyah kejuruan, atau sekolah lain yang sederajat; f. setia kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik, Indonesia, dan Bhinneka Tunggal lka; g. tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (ima) tahun atau lebih, kecuali secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan



terpidana; h. sehat jasmani dan rohani dan bebas dari penyalahgunaan’narkotika; i. terdaftar sebagai Pemilih; dan j. bersedia bekerja penuh waktu. Untuk kepala daerah, wakil kepala daeratr, Kepala Desa dan perangkat desa, Badan Permusyawaratan Desa, aparatur sipil negara, anggota Tentara Nasional Indonesia, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, direksi, komisaris, dewan pengawas dan karyawan pada badan usaha milik negara dan/atau badan usaha milik daerah dan/atau badan usaha milik desa, atau badan lain yang anggarannya bersumber dari keuangan negara, menurut UU ini, mengundurkan diri jika ingin menjadi Peserta Pemilu DPD. Persyaratan dukungan untuk mencalonkan diri sebagai Peserta Pemilu DPD adalah: 1. provinsi dengan jumlah Penduduk yang termuat di dalam daftar pemilih tetap sampai dengan 1.000.000 (satu juta) orang harus mendapatkan dukungan paling sedikit 1.000 (seribu) Pemilih; 2. provinsi dengan jumlah Penduduk yang termuat di dalam daftar pemilih tetap lebih dari 1.000.000 (satu juta) sampai dengan 5.000.000 (lima juta) orang harus mendapatkan dukungan paling sedikit 2.000 (dua ribu) Pemilih; : 3. provinsi dengan jumlah Penduduk yang termuat di dalam daftar pemilih tetap lebih dari 5.000.000 (lima juta) sampai dengan 10.000.000 (sepuluh juta) orang harus mendapatkan dukungan paling sedikit 3.000 (tiga ribu) Pemilih; 4. provinsi dengan jumtah Penduduk yang termuat di dalam daftar pemilih tetap lebih dari 10.000.000 (sepuluh juta) sampai dengan 15.000.000 (lima belas juta) orang harus mendapatkan dukungan paling sedikit 4.000 (empat ribu) Pemilih; 5. provinsi dengan jumlah Penduduk yang termuat di dalam daftar pemilih tetap lebih dari 15.000.000 (lima belas juta) orang harus mendapatkan dukungan paling sedikit 5.000 (lima ribu) Pemilih. “Dukungan sebagaimana dimaksud tersebar di paling sedikit 50% (lima puluh persen) dari jumlah kabupaten/kota di provinsi yang bersangkutan,” bunyi Pasal 183 ayat (2) UU No. 7 Taahun 2017 ini.



Sengketa Partai UU ini juga mengatur mengenai kemungkinan terjadinya perselisihan kepengurusan partai politik. Menurut UU ini, kepengurusan Partai Politik tingkat



pusat yang menjadi Peserta Pemilu dan dapat mendaftarkan pasangan calon dan calon anggota DPR, calon anggota DPRD provinsi, dan calon anggota DPRD kabupaten/kota merupakan kepengurusan Partai Politik tingkat Pusat yang sudah memperoreh putusan Mahkarmah Partai atau nama lain, dan didaftarkan serta ditetapkan dengan keputusan menteri menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia. Dalam hal masih terdapat perselisihan atas putusan Mahkamah Partai atau nama lain sebagaimana dimaksud, menurut UU ini, kepengurusan partai politiktingkat pusat yang menjadi Peserta Pemilu dan dapat mendaftarkan Pasangan Calon dan calon anggota DPR, calon anggota DPRD provinsi, dan calon anggota DPRD kabupaten /kota merupakan kepengurusan yang sudah memperoleh putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan didaftarkan serta ditetapkan dengan keputusan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia. Putusan Mahkamah Partai atau nama lain dan/atau putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud, menurut UU ini, wajib didaftarkan ke kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintatran di bidang hukum dan hak asasi manusia paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitng sejak terbentuknya kepengurusan yang baru dan wqiib ditetapkan dengan keputusan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya persyaratan. “Dalam hal pendaftaran dan penetapan kepengurusan Partai Politik sebagaimana dimaksud belum selesai, sementara batas waktu pendaftaran Pasangan Calon, calon anggota DPR, calon anggota DPRD provinsi, dan calon anggota DPRD kabupaten/kota di KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota akan berakhir, kepengurusan partai politik yang menjadi Peserta Pemilu dan dapat mendaftarkan Pasangan Calon, calon anggota DPR, calon anggota DPRD provinsi, dan calon anggota DPRD kabupaten/kota adalah kepengurusan Partai Politik yang tercantum dalam keputisan terakhir menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia,” bunyi Pasal 184 ayat (4) UU ini.



“Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,” bunyi Pasal 573 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017, yang telah diundangkan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H. Laoly pada 16 Agustus 2017 itu. Undang-Undang (UU) Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) yang disahkan oleh Presiden Joko Widodo pada 15 Agustus 2017, terdiri atas 573 pasal, penjelasan, dan 4 lampiran. UU ini telah diundangkan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H. Laoly pada 16 Agustus 2017. Dalam UU ini telah ditetapkan, bahwa jumlah kursi anggota DPR sebanyak 575 (lima ratus tujuh puluh lima), dimana daerah pemilihan anggota DPR adalah provinsi, kabupaten/kota, atau gabungan kabupaten/ kota, dan jumlah kursi setiap daerah pemilihan anggota DPR paling sedikit 3 (tiga) kursi dan paling banyak 10 (sepuluh) kursi. “Daerah pemilihan sebagaimana dimaksud pada dan jumlah kursi setiap daerah pemilihan anggota DPR sebagaimana dimaksud tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini,” bunyi Pasal 187 ayat (5) UU ini. Adapun jumlah kursi DPRD provinsi, menurut UU ini, ditetapkan paling sedikit 35 (tiga puluh lima) dan pding banyak 120 (seratus dua puluh) mengikuti jumlah penduduk pada provinsi yang bersangkutan. Daerah pemilihan anggota DPRD provinsi adalah kabupaten / kota atau gabungan kabupaten / kota. Sementara j umlah kursi setiap daerah pemilihan anggota DPRD provinsi paling sedikit 3 (tiga) kursi dan paling banyak 12 (dua belas) kursi. “Daerah pemilihan sebagaimana dimaksud dan jumlah kursi setiap daerah pemilihan anggota DPR provinsi sebagaimana dimaksud tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini,” bunyi Pasal 189 ayat (5) UU ini. Untuk jumlah kursi DPRD kabupaten/kota, menurut UU ini, ditetapkan paling sedikit 20 (dua puluh) kursi dan paling banyak 55 (lima puluh lima) kursi, didasarkan pada jumlah penduduk kabupaten/kota. Ditegaskan dalam UU ini, KPU menyusun dan menetapkan daerah pemilihan anggota DPRD Kabupaten/Kota berdasarkan ketentuan UndangUndang ini. Dalam



penyusunan dan penetapan daerah pemilihan anggota DPRD KabupatenlKota sebagaimana dimaksud, KPU melakukan konsultasi dengan DPR. Adapun jumlah kursi anggota Dewan Perwakilan daerah (DPD) untuk setiap provinsi, menurut UU ini, ditetapkan 4 (empat), dengan daerah pemilihannya adalah provinsi. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 ini menyebutkan, Warga Negara Indonesia yang pada hari pemungutan suara sudah genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih, sudah kawin, atau sudah pernah kawin mempunyai hak memilih. Warga Negara Indonesia sebagaimana dimaksud didaftar 1 (satu) kali oleh Penyelenggara Pemilu dalam daftar Pemilih. Adapun Warga Negara Indonesia yang telah dicabut hak politiknya oleh pengadilan tidak mempunyai hak memilih. “Untuk dapat menggunakan hak memilih, warga Negara Indonesia harus terdaftar sebagai Pemilih kecuali yang ditentukan lain dalam Undang-Undang ini,” bunyi Pasal 199 UU ini. Sementara anggota Tentara Nasional Indonesia dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, menurut UU ini, tidak menggunakan haknya untuk memilih.



Pengusulan dan Penetapan Bakal Calon Presiden dan Wakil Presiden UU ini menegaskan, bahwa calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan dalam 1 (satu) pasangan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik, yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoLeh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya. “Partai Politik atau Gabungan Partai Politik sebagaimana dimaksud hanya dapat mencalonkan 1 (satu) Pasangan Calon sesuai dengan mekanisme internal Partai Politik dan/atau musyawarah Gabungan Partai Politik yang dilakukan secara demokratis dan terbuka,” bunyi Pasal 223 ayat (2) UU No. 7/2017 ini. Partai Politik atau Gabungan Partai Politik, menurut UU ini, dapat mengumumkan bakal calon Presiden dan/atau bakal calon Wakil Presiden sebelum penetapan calon anggota. DPR, DPD, dan DPRD. Adapun pendaftaran bakal Pasangan Calon oleh Partai Politik ditandatangani oleh ketua umum atau nama lain dan sekretaris jenderal atau nama lain serta Pasangan



Calon yang bersangkutan. Pendaftaran bakal Pasangan Calon oleh Gabungan Partai Politik, menurut UU ini, ditandatangani oleh ketua umum atau nama lain dan sekretaris jenderal atau nama lain dari setiap Partai Politik yang bergabung serta Pasangan Calon yang bersangkutan. “Masa pendaftaran bakal Pasangan Calon paling lama 8 (delapan) bulan sebelum hari pemungutan suara,” bunyi Pasal 226 ayat (4) UU ini. Ditegaskan dalam UU ini, Partai Politik dilarang menerima imbalan dalam bentuk apa pun pada proses pencalonan Presiden dan Wakil Presiden. Dalam hal Partai Politik terbukti menerima imbalan sebagaimana dimaksud, Partai Politik yang bersangkutan dilarang mengajukan calon pada periode berikutnya. Dalam hal salah satu calon dari bakal Pasangan Calon atau kedua calon dari bakal Pasangan Calon berhalangan tetap sampai dengan 7 (tujuh) hari sebelum bakal Pasangan Calon ditetapkan sebagai calon Presiden dan Wakil Presiden, menurut UU ini, Partai Politik atau Gabungan Partai Politik yang (mengusung) bakal calon atau bakal Pasangan Calonnya berhalangan tetap diberi kesempatan untuk mengusulkan bakal Pasangan Calon pengganti. Selanjutnya, KPU menetapkan dalam sidang pleno KPU tertutup dan mengumumkan nama Pasangan Calon yang telah memenuhi syarat sebagai Peserta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, 1 (satu) hari setelah selesai verifikasi. “Penetapan nomor urut Pasangan Calon sebagaimana dimaksud dilakukan secara undi dalam sidang pleno KPU terbuka dan dihadiri oleh seluruh Pasangan Calon, 1 (satu) hari setelah penetapan dan pengumuman sebagaimana dimaksud,” bunyi Pasal 235 ayat (2) UU ini. UU ini juga menegaskan, Partai politik atau Gabungan Partai Politik sebagaimana dimaksud dilarang menarik calonnya dan/atau Pasangan Calon yang telah ditetapkari oleh KPU. Selain itu, salah seorang dari bakal Pasangan Calon atau bakal Pasangan Calon sebagaimana dimaksud dilarang mengundurkan diri terhitung sejak ditetapkan sebagai Pasangan Calon oleh KPU. “Salah seorang dari bakal Pasangan Calon atau bakal Pasangan Calon sebagaimana dimaksud dilarang mengundurkan diri terhitung sejak ditetapkan sebagai Pasangan Calon oleh KPU,” bunyi Pasal 236 ayat (2) UU ini.



Menurut UU ini, dalam rangka pendidikan politik, KPU wajib memfasilitasi penyebarluasan materi Kampanye Pemilu Presiden dan Wakit Presiden yang meliputi visi, misi, dan program Pasangan Calon melalui laman KPU dan lembaga penyiaran publik. Kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud, menurut UU ini, dilaksanakan selama 21 (dua puluh satu) hari, dan berakhir sampai dengan dimulainya Masa Tenang. “Masa Tenang sebagaimana dimaksud berlangsung selama 3 (tiga) hari sebelum hari pemungutan suara,” bunyi Pasal 278 ayat (1) UU No. 7 Tahun 2017. Mengenai Dana Kampanye , menurut UU ini, dapat diperoleh dari: a. Pasangan Calon yang bersangkutan; b. Partai Politik dan/atau Gabungan partai politik yang mengusulkan pasangan Calon; dan c. sumbangan yang sah menurut hukum dari pihak lain. Selain didanai oleh dana kampanye sebagaimana dimaksud , dalam UU ini disebutkan, kampanye Pemilu Presiden dan wakil presiden dapat didanai dari APBN. Dana Kamparrye sebagaimana dimaksud dapat berupa uang, barang, dan/atau jasa. Pasal 413 Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) yang ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada 15 Agustus 2017 menyebutkan, KPU menetapkan hasil Pemilu secara nasional dan hasil perolehan suara Pasangan Calon, perolehan suara partai politik untuk calon anggota DPR, dan perolehan suara untuk calon anggota DPD paling lambat 35 (tiga putuh lima) hari setelah hari pemungutan suara. Adapun KPU Provinsi menetapkan hasil perolehan suara partai politik untuk calon anggota DPRD provinsi paling lambat 25 (dua puluh lima) hari setelah hari pemungutan suara, dan KPU Kabupaten/Kota menetapkan hasil perolehan suara partai politik untuk calon anggota DPRD kabupaten kota paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah hari pemungutan suara. Ditegaskan dalam UU ini, Partai Politik Peserta Pemilu harus memenuhi ambang batas perolehan suara paling sedikit 4% (empat persen) dari jumlah suara sah secara nasional untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi anggota DPR. Namun, untuk penetuan perolehan kursi anggota DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota, menurut UU ini, seluruh Partai Politik Peserta Pemilu diikutkan.



“Partai Politik Peserta Pemilu yang tidak memenuhi ambang batas perolehan suara sebagaimana dimaksud tidak disertakan pada penghitungan perolehan kursi DPR di setiap daerah pemilihan,” bunyi Pasal 415 ayat (1) UU ini. Untuk Penetapan Perolehan Suara Presiden dan Wakil Presiden, dalam UU ini disebutkan, Pasangan Calon terpilih adalah Pasangan Calon yang memperoleh suara lebih dari 50% (lima puluh persen) dari jumLah suara dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dengan sedikitnya 20% (dua puluh persen) suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari 1/2 (setengah) jumlah provinsi di Indonesia. Dalam hal tidak ada Pasangan Calon terpilih sebagaimana dimaksud, menurut UU ini, Pasangan Calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dipilih kembali oleh rakyat secara langsung dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Dalam hal perolehan suara terbanyak dengan jumlah yang sama diperoleh oleh 2 (dua) Pasangan Calon, UU ini menegaskan, kedua Pasangan Calon tersebut dipilih kembali oleh rakryat secara langsung dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Selanjutnya, Pasangan Calon terpilih sebagaimana dimaksud ditetapkan dalam sidang pleno KPU dan dituangkan ke dalam berita acara hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Sementara perolehan kursi Partai Politik Peserta Pemilu untuk anggota DPR ditetapkan oleh KPU, untuk anggora DPRD provinsi ditetapkan oleh KPU Provinsi, dan untuk anggota DPRD kabupaten/kota ditetapkan oleh KPU Kabupaten/Kota. “Penentuan perolehan jumlah kursi anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota Partai Politik peserta pemilu didasarkan atas hasil penghitungan seluruh suara sah dari setiap Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi ketentuandi daerah pemilihan yang bersangkutan,” bunyi Pasal 419 UU No. 7/2017 ini. Selanjutnya, calon terpilih anggota DPR dan anggota DPD ditetapkan oleh KPU, calon terpilih anggota DPRD provinsi ditetapkan oleh KPU Provinsi, dan xalon terpilih anggota DPRD kabupaten /kota ditetapkan oleh KPU kabupaten/kota. UU ini menegaskan, pasangan Calon terpilih dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat. “Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,” bunyi Pasal 573 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017, yang telah diundangkan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H. Laoly pada 16 Agustus 2017 itu.



C. Isu Krusial Undang-Undang (UU) Nomor 7 tahun 2017 Dewan Perwakilan Rakyat ( DPR) akhirnya mengesahkan Rancangan Undang-Undang Pemilu dalam rapat paripurna yang berakhir pada Jumat (21/7/2017) dini hari. Pengesahan ini termasuk menetapkan keputusan atas lima isu krusial dalam RUU Pemilu yang belum mencapai kesepakatan dalam pembahasan tingkat Pansus. Lima isu itu yakni soal sistem pemilu, ambang batas pencalonan presiden ( presidential threshold), ambang batas parlemen, metode konversi suara, dan alokasi kursi per dapil. Secara aklamasi, opsi paket A disahkan. Opsi A terdiri dari sistem pemilu terbuka presidential threshold 20-25 persen, ambang batas parlemen 4 persen, metode konversi suara sainte lague murni, dan kursi dapil 3-10.



Sistem pemilu terbuka 1. Sistem pemilu proporsional terbuka merupakan sistem yang cenderung membebaskan pemilih untuk memilih calon yang diinginkannya. 2. Calon legislatif terpilih adalah mereka yang mendapatkan suara terbanyak dari pemilih. 3. Sistem ini banyak diusulkan oleh pengamat pemilu karena dianggap lebih demokratis dan tingkat partisipasi masyarakat akan lebih tinggi. 4. Alasannya, pemilih bisa memilih langsung wakilnya. 5. Sistem ini baru benar-benar diterapkan pada Pemilu 2009 dan Pemilu 2014.



Ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) 1. Isu presidential threshold merupakan isu yang paling menimbulkan perdebatan di antara lima isu krusial lainnya. 2. Hingga diputuskan, isu ini masih menuai pro kontra tak hanya dari luar parlemen, tetapi juga di internal parlemen. 3. Presidential threshold yang akhirnya diputuskan adalah 20-25 persen, yakni 20 persen suara kursi di DPR atau 25 persen suara sah nasional. 4. Ketentuan ini sudah diberlakukan pada Pemilu 2009 dan 2014 lalu.



5. Akan tetapi, pada dua pemilu sebelumnya, penyelenggaraan pemilu legislatif dan pemilihan presiden tidak digelar secara serentak. 6. Pemilu legislatif yang dilaksanakan lebih awal, dan hasilnya dijadikan "modal" dalam mengusung calon presiden pada pemilihan presiden. 7. Sementara pada Pemilu 2019 mendatang, Pileg dan Pilpres akan dilaksanakan serentak pada hari dan jam yang sama. 8. Sebagai gambaran, pada Pilpres 2014, pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla diusung oleh PDI-P (18,95 persen suara), PKB (9,04 persen suara), Nasdem (6,72 persen suara), Hanura (5,26 persen suara), dan PKPI (0,91 persen). 9. Jika digabungkan, suara lima partai tersebut melebihi 25 persen. 10. Gabungan atau koalisi partai-partai itu dapat mengajukan calon dan calon wakil presiden. 11. Sementara, jika dihitung berdasarkan perolehan kursi parlemen, kursi gabungan empat partai (minus PKPI yang tak lolos ke DPR) berjumlah 208 kursi. 12. Jumlah tersebut cukup untuk mencalonkan pasangan capres dan cawapres karena mininum kursi yang harus dikantongi untuk mencalonkan adalah 112 kursi. 13. Jika sesuai dengan hasil yang diputuskan DPR, maka yang digunakan adalah hasil pemilihan legislatif 2014. 14. Dengan demikian, cara perhitungan tak akan jauh berbeda. 15. Akan tetapi, poin ini menuai pro dan kontra karena sejumlah kalangan menilai hasil Pemilu 2014 sudah tak bisa digunakan untuk Pilpres 2019. 16. Partai Gerindra yang menolak usulan presidential threshold 20-25 persen bahkan menyebutnya dengan istilah "tiket usang".



Ambang batas parlemen 1. Ambang batas parlemen atau parliamentary threshold yang disahkan adalah 4 persen. 2. Artinya, naik 0,5 persen dari Pemilu 2014 lalu. 3. Sehingga, partai yang perolehan suaranya tak mencapai 4 persen pada pemilihan legislatif tak akan lolos sebagai anggota DPR RI, DPRD Provinsi maupun DPRD Kabupaten/Kota. 4. Untuk DPR RI, misalnya.



5. PBB dan PKPI tak bisa lolos pada 2014 lalu karena perolehan suaranya tak mencapai 3,5 persen. 6. PBB hanya memperoleh 1,46 persen suara sedangkan PKPI hanya 0,91 persen suara. 7. Poin ini telah disepakati oleh semua fraksi di parlemen. 8. Berbeda dengan poin presidential threshold yang dianggap sudah tak relevan karena pemilu legislatif dan pemilihan presiden 2019 dilaksanakan serentak.



Metode konversi suara 1. Poin pembahasan metode konversi suara bisa juga cukup rumit. 2. Metode yang akhirnya "diketok palu" DPR pada rapat paripurna, Kamis (20/7/2017) malam, adalah metode sainte lague murni. 3. Dalam mengonversi suara menjadi kursi, metode sainte laguemodifikasi membagi jumlah suara tiap partai di suatu dapil dengan empat angka konstanta sesuai rumus. 4. Konstanta awalnya dimulai dengan angka 1. 5. Kemudian, akan dibagi sesuai dilanjutkan dengan angka ganjil berikutnya. 6. Setelah itu, hasilnya diperingkat sesuai dengan jumlah kursi dalam suatu dapil. 7. Jika jumlah kursi di dapil tersebut 10, maka akan dibuat 10 urutan. 8. Metode ini baru diterapkan di Indonesia. Pada pemilu-pemilu sebelumnya, metode yang digunakan adalah metode bilangan pembagi pemilih (BPP). 9. Metode BPP adalah menentukan jumlah kursi dengan mencari suara per kursi terlebih dahulu. 10. Caranya, membagi total suara sah dengan total kursi yang ada di suatu daerah pemilihan (dapil). 11. Metode ini cenderung menguntungkan partai menengah dan kecil. Sebab, peluang mereka mendapatkan kursi sisa lebih terbuka. 12. Sebaliknya, partai besar akan cenderung dirugikan. 13. Metode sainte lague murni oleh sebagian pihak dinilai lebih adil. Partai dengan perolehan suara besar akan mendapatkan lebih banyak kursi, sedangkan partai dengan perolehan suara kecil tentu akan mendapatkan kursi yang lebih sedikit pula.



14. Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) salah satu yang menilai metode sainte lague murni lebih adil. 15. Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini, saat dihubungi, Jumat (21/7/2017), menyampaikan, metode tersebut akan memberikan keadilan dan proporsionalitas suara terhadap partai politik peserta pemilu. 16. Sehingga, lebih terjamin proporsionalitas antara jumlah perolehan suara parpol dengan jumlah kursi yang didapat.



Alokasi kursi per dapil 1. Poin alokasi kursi per dapil atau district magnitude yang diketok DPR sama seperti Pemilu sebelumnya, yakni 3-10. 2. Artinya, jumlah minimum kursi dalam sebuah dapil adalah 3 kursi, sedangkan jumlah kursi maksimumnya adalah 10 kursi. 3. Tak banyak yang berubah dari poin ini karena sama seperti pemilu sebelumnya. 4. Dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Pemilu sempat berkembang perubahan alokasi kursi per dapil. 5. Sempat mengemuka menjadi 3-8 atau bahkan bertambah menjadi 3-12. 6. Dengan dinamika pembahasan yang tinggi, muncul pula pertimbangan lain di Pansus. 7. Jika alokasi kursi diubah konfigurasinya, maka akan menambah kerumitan karena diperlukan penataan ulang daerah pemilihan. 8. Padahal, dinamika yang ada sudah cukup tinggi.



UU Nomor 7 Tahun 2017 tersebut merupakan penyederhanaan dan penggabungan dari 3 (tiga) buah undang-undang sebelumnya, yakni Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum, dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.