Anestesi Regional Dan Manajemen Nyeri [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

REFERAT Anestesi Regional dan Manajemen Nyeri



Oleh : Samuel Lionardi 112016347



PEMBIMBING dr. Louis Martin Christoffel, Sp.An



KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ANESTESI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOJA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA JAKARTA PERIODE 5 NOVEMBER 2018 – 24 NOVEMBER 2018



1



DEFINISI Anestesi regional adalah hambatan impuls nyeri suatu bagian tubuh untuk sementara pada impuls saraf sensorik, sehingga impuls nyeri dari satu bagian tubuh diblokir untuk sementara atau dapat kembali seperti semula. Fungsi motorik dapat terpengaruh sebagian atau seluruhnya, tetapi pasien tetap dalam keadaan sadar.



PEMBAGIAN ANESTESI/ANALGESIA REGIONAL 1. Blok sentral atau blok neuroaksial, yang meliputi blok spinal, epidural, dan kaudal. Tindakan ini sering dikerjakan. 2. Blok perifer atau blok saraf, yang meliputi anestesi topikal, infiltrasi lokal, blok lapangan, dan analgesia regional intravena.



KEUNTUNGAN ANESTESIA REGIONAL 1. Alat yang dibutuhkan tidak banyak dan teknik relatif sederhana, sehingga biaya relatif lebih murah. 2. Relatif aman untuk pasien yang tidak puasa (operasi darurat, keadaan lambung penuh) karena penderita sadar. 3. Tidak ada komplikasi jalan nafas dan respirasi. 4. Tidak ada polusi kamar operasi oleh gas anestesi. 5. Perawatan post operasi lebih ringan.



KERUGIAN ANESTESIA REGIONAL 1. Tidak semua penderita mau dilakukan anestesi secara regional. 2. Membutuhkan kerjasama pasien yang kooperatif. 3. Sulit diterapkan pada anak-anak. 4. Tidak semua ahli bedah menyukai anestesi regional. 5. Terdapat kemungkinan kegagalan pada teknik anestesi regional. PERSIAPAN ANESTESI REGIONAL Persiapan anestesi regional kurang lebih sama dengan persiapan anestesi umum karena untuk mengantisipasi terjadinya rekasi toksik pada seluruh tubuh yang bisa berakibat fatal, perlu persiapan resusitasi. Misalnya: obat anestesi spinal/epidural masuk ke pembuluh darah akan menyebabkan terjadinya kolaps 2



kardiovaskular sampai



henti jantung atau cardiac arrest. Juga untuk



mengantisipasi terjadinya kegagalan, sehingga operasi bisa dilanjutkan dengan anestesi umum.



BLOK SENTRAL Blok neuroaksial meliputi anestesi spinal dan anestesi epidural, akan menyebabkan blok simpatis, analgesia sensoris dan blok motoris (tergantung dari dosis, konsentrasi, dan volume obat anestesi lokal tersebut). I. Anestesi Spinal Anestesi spinal adalah pemberian obat anesteti lokal ke dalam ruang subarachnoid. Anestesi spinal diperoleh dengan cara menyuntikkan anestetik lokal ke dalam ruang subarachnoid. Anestesi spinal (anestesi subaraknoid) disebut juga sebagai analgesi/blok spinal intradural atau blok intratekal. Untuk mencapai cairan serebrospinal, maka jarum suntik akan menembus kutis  subkutis  Lig. Supraspinosum  Lig. Interspinosum  Lig. Flavum  ruang epidural  durameter  ruang subarachnoid.



Gambar 1. Lokasi Penusukan Jarum pada Anestesi Spinal Medula spinalis berada didalam kanalis spinalis dikelilingi oleh cairan serebrospinal, dibungkus oleh meningens yang terdiri dari duramater, lemak dan pleksus venosus. Pada dewasa berakhir setinggi L1, pada anak L2 dan pada bayi L3. Oleh karena itu, anestesi spinal dilakukan ruang sub arachnoid di daerah antara vertebra L2-L3 atau L3-L4 atau L4-L5.



3



 Indikasi Anestesi Spinal : 1. Bedah ekstremitas bawah 2. Bedah panggul 3. Tindakan sekitar rektum perineum 4. Bedah obstetrik-ginekologi 5. Bedah urologi 6. Bedah abdomen bawah 7. Pada bedah abdomen atas dan bawah pediatrik biasanya dikombinasikan dengan anestesi umum ringan  Kontra Indikasi Absolut Anestesi Spinal : 1. Pasien menolak 2. Infeksi pada tempat suntikan 3. Hipovolemia berat atau syok 4. Koagulapatia atau mendapat terapi koagulan 5. Tekanan intrakranial meningkat 6. Fasilitas resusitasi minimal 7. Kurang pengalaman tanpa didampingi konsulen anestesi 8. Terdapat perdarahan intra atau ekstra kranial  Kontra Indikasi Relatif Anestesi Spinal : 1. Infeksi sistemik 2. Infeksi sekitar tempat suntikan 3. Kelainan neurologis 4. Kelainan psikis 5. Prediksi bedah yang berjalan lama 6. Penyakit jantung 7. Hipovolemia ringan 8. Nyeri punggung kronik  Persiapan Anestesi Spinal Pada dasarnya persiapan untuk analgesia spinal seperti persiapan pada anastesia umum. Daerah sekitar tempat tusukan diteliti apakah akan menimbulkan kesulitan, misalnya ada kelainan anatomis tulang punggung



4



atau pasien gemuk sekali sehingga tak teraba tonjolan prosesus spinosus. Selain itu perlu diperhatikan hal-hal di bawah ini: 1. Informed consent Kita tidak boleh memaksa pasien untuk menyetujui anestesia spinal 2. Pemeriksaan fisik Tidak dijumpai kelainan spesifik seperti kelainan tulang punggung 3. Pemeriksaan laboratorium anjuran Hemoglobin, Hematokrit, PT (Prothrombine Time), PTT (Partial Thromboplastine Time), BT (Bleeding Time), dan CT (Clotting Time)  Peralatan Anestesi Spinal 1. Peralatan monitor: tekanan darah, nadi, saturasi oksigen, dll. 2. Peralatan resusitasi 3. Jarum spinal Jarum spinal dengan ujung tajam (ujung bambu runcing/quinckebacock) atau jarum spinal dengan ujung pinsil (pencil point whitecare)



Gambar 2. Jenis Jarum Spinal  Anastetik Lokal untuk Analgesia Spinal Berat jenis cairan serebrospinalis (CSS) pada 37º C adalah 1.0031.008. Anastetik lokal dengan berat jenis sama dengan CSS disebut isobarik. Anastetik lokal dengan berat jenis lebih besar dari CSS disebut



5



hiperbarik. Anastetik lokal dengan berat jenis lebih kecil dari CSS disebut hipobarik. Anastetik lokal yang sering digunakan adalah jenis hiperbarik diperoleh dengan mencampur anastetik lokal dengan dextrose. Untuk jenis hipobarik biasanya digunakan tetrakain diperoleh dengan mencampur dengan air injeksi. Anestetik lokal yang paling sering digunakan: 1. Lidokaine (xylocain, lignokain) 2%: berat jenis 1.006, sifat isobarik, dosis 20-100 mg (2-5 ml) 2. Lidokaine (xylocain,lignokaine) 5% dalam dextrose 7.5%: berat jenis 1.033, sifat hiperbarik, dosis 20-50 mg (1-2ml) 3. Bupivakaine (markaine) 0.5% dlm air: berat jenis 1.005, sifat isobarik, dosis 5-20mg (1-4ml) 4. Bupivakaine (markaine) 0.5% dlm dextrose 8.25%: berat jenis 1.027, sifat hiperbarik, dosis 5-15mg (1-3ml)  Teknik Anestesi Spinal Posisi duduk atau posisi tidur lateral dekubitus dengan tusukan pada garis tengah ialah posisi yang paling sering dikerjakan. Biasanya dikerjakan di atas meja operasi tanpa dipindah lagi dan hanya diperlukan sedikit perubahan posisi pasien. Perubahan posisi berlebihan dalam 30 menit pertama akan menyebabkan menyebarnya obat. 1. Setelah dimonitor, tidurkan pasien misalkan dalam posisi lateral dekubitus. Beri bantal kepala, selain enak untuk pasien juga supaya tulang belakang stabil. Buat pasien membungkuk maximal agar processus spinosus mudah teraba. Posisi lain adalah duduk. 2. Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua garis Krista iliaka, misal L2-L3, L3-L4, L4-L5. Tusukan pada L1-L2 atau di atasnya berisiko trauma terhadap medula spinalis. 3. Sterilkan tempat tusukan dengan betadine atau alkohol.



6



Gambar 3. Posisi Duduk dan Lateral Decubitus



4. Beri anestesi lokal pada tempat tusukan, misalnya dengan lidokain 1-2% sebanyak 2-3 ml. 5. Cara tusukan median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar 22G, 23G, 25G dapat langsung digunakan. Sedangkan untuk yang kecil 27G atau 29G dianjurkan menggunakan penuntun jarum yaitu jarum suntik biasa semprit 10 cc. Tusukkan introduser sedalam kira-kira 2 cm agak sedikit ke arah sefal, kemudian masukkan jarum spinal berikut mandrinnya ke lubang jarum tersebut. Jika menggunakan jarum tajam (Quincke-Babcock) irisan jarum (bevel) harus sejajar dengan serat duramater, yaitu pada posisi tidur miring bevel mengarah ke atas atau ke bawah, untuk menghindari kebocoran likuor yang dapat berakibat timbulnya nyeri kepala pasca spinal. Setelah resistensi menghilang, mandarin jarum spinal dicabut dan keluar likuor, pasang semprit berisi obat dan obat dapat dimasukkan pelan-pelan (0,5ml/detik) diselingi aspirasi sedikit, hanya untuk meyakinkan posisi jarum tetap baik. Kalau yakin ujung jarum spinal pada posisi yang benar dan likuor tidak keluar, putar arah jarum 90º biasanya likuor keluar. Untuk analgesia spinal secara kontinyu dapat dimasukan kateter.



7



6. Posisi duduk sering dikerjakan untuk bedah perineal misalnya bedah hemoroid (wasir) dengan anestetik hiperbarik. Jarak kulit – ligamentum flavum dewasa ± 6cm.



Gambar 4. Tusukan Jarum pada Anestesi Spinal  Penyebaran Anastetik Lokal, tergantung : 1. Faktor utama: a. Berat jenis anestetik lokal (barisitas) b. Posisi pasien c. Dosis dan volume anestetik lokal 2. Faktor tambahan a. Ketinggian suntikan b. Kecepatan suntikan/barbotase c. Ukuran jarum d. Keadaan fisik pasien e. Tekanan intra abdominal



8



 Lama kerja anestetik lokal tergantung: 1. Jenis anestetia lokal 2. Besarnya dosis 3. Ada tidaknya vasokonstriktor 4. Besarnya penyebaran anestetik lokal  Komplikasi tindakan anestesi spinal : 1. Hipotensi berat Akibat blok simpatis terjadi venous pooling. Pada dewasa dicegah dengan memberikan infus cairan elektrolit 1000 ml atau koloid 500 ml sebelum tindakan. 2. Bradikardia Dapat terjadi tanpa disertai hipotensi atau hipoksia, terjadi akibat blok sampai T-2 3. Hipoventilasi Akibat paralisis saraf frenikus atau hipoperfusi pusat kendali nafas 4. Trauma pembuluh saraf 5. Trauma saraf 6. Mual-muntah 7. Gangguan pendengaran 8. Blok spinal tinggi atau spinal total  Komplikasi pasca tindakan 1. Nyeri tempat suntikan 2. Nyeri punggung 3. Nyeri kepala karena kebocoran likuor 4. Retensio urine 5. Meningitis



9



II. Anestesi Epidural Anestesia atau analgesia epidural adalah blokade saraf dengan menempatkan obat di ruang epidural. Ruang ini berada di antara ligamentum flavum dan duramater. Kedalaman ruang ini rata-rata 5 mm dan di bagian posterior kedalaman maksimal pada daerah lumbal. Obat anestetik lokal di ruang epidural bekerja langsung pada akar saraf spinal yang terletak di lateral. Awal kerja anestesi epidural lebih lambat dibanding anestesi spinal, sedangkan kualitas blokade sensorik – motorik juga lebih lemah.



Gambar 5. Lokasi penyuntikan pada anestesi epidural  Keuntungan epidural dibandingkan spinal : 1. Bisa segmental 2. Tidak terjadi headache post op 3. Hipotensi lambat terjadi  Kerugian epidural dibandingkan spinal : 1. Teknik lebih sulit 2. Jumlah obat anestesi lokal lebih besar 3. Reaksi sistemis lebih tinggi  Komplikasi anestesi / analgesi epidural : 1. Blok tidak merata 2. Depresi kardiovaskular (hipotensi) 3. Hipoventilasi (hati-hati keracunan obat) 4. Mual – muntah



10



 Indikasi anestesi epidural : 1. Untuk anestesi saja, di mana operasi tidak dipertimbangkan. Sebuah anestesi epidural untuk menghilangkan nyeri (misalnya pada persalinan) kemungkinan tidak akan menyebabkan hilangnya kekuatan otot, tetapi biasanya tidak cukup untuk operasi. 2. Sebagai tambahan untuk anestesi umum. Hal ini dapat mengurangi kebutuhan pasien akan analgesik opioid. Ini cocok untuk berbagai macam operasi, misalnya histerektomi, bedah ortopedi, bedah umum (misalnya laparotomi) dan bedah vaskuler (misalnya perbaikan aneurisma aorta terbuka). 3. Sebagai teknik tunggal untuk anestesi bedah. Beberapa operasi, yang paling sering operasi caesar, dapat dilakukan dengan menggunakan anestesi epidural sebagai teknik tunggal. Biasanya pasien akan tetap terjaga selama operasi. Dosis yang dibutuhkan untuk anestesi jauh lebih tinggi daripada yang diperlukan untuk analgesia. 4. Untuk analgesia pasca-operasi, di salah satu situasi di atas. Analgesik diberikan ke dalam ruang epidural selama beberapa hari setelah operasi, asalkan kateter telah dimasukkan. 5. Untuk perawatan sakit punggung. Injeksi dari analgesik dan steroid ke dalam ruang epidural dapat meningkatkan beberapa bentuk sakit punggung. 6. Untuk mengurangi rasa sakit kronis atau peringanan gejala dalam perawatan terminal, biasanya dalam jangka pendek atau menengah.  Ada beberapa kondisi risiko epidural lebih tinggi dari biasanya : 1. Kelainan anatomis, seperti spina bifida, meningomyelocele, atau skoliosis 2. Operasi tulang belakang sebelumnya (di mana jaringan parut dapat menghambat penyebaran obat) 3. Beberapa masalah sistem saraf pusat, termasuk multiple sclerosis 4. Beberapa masalah katup jantung (seperti stenosis aorta, di mana vasodilatasi yang diinduksi oleh obat bius dapat mengganggu suplai darah ke jantung)



11



 Anestesi epidural sebaiknya dilakukan pada : 1. Kurangnya persetujuan 2. Gangguan pendarahan (koagulopati) atau penggunaan obat antikoagulan (misalnya warfarin) 3. Risiko hematoma 4. Kompresi tulang belakang 5. Infeksi dekat titik penyisipan 6. Hipovolemia  Penyebaran obat pada anestesi epidural tergantung : 1. Volume obat yg disuntikan 2. Usia pasien 3. Kecepatan suntikan 4. Besarnya dosis 5. Ketinggian tempat suntikan 6. Posisi pasien 7. Panjang kolumna vetebralis  Teknik anestesi epidural : Pengenalan ruang epidural lebih sulit dibanding dengan ruang subarakhnoid. 1. Posisi pasien saat tusukan seperti pada analgesia spinal. 2. Tusukan jarum epidural biasanya dilakukan pada ketinggian L3-4. 3. Jarum yang digunakan ada 2 macam, yaitu: a) Jarum ujung tajam (Crawford) b) Jarum ujung khusus (Tuohy) 4. Untuk mengenal ruang epidural digunakan banyak teknik. Namun yang paling populer adalah teknik hilangnya resistensi dan teknik tetes tergantung. a. Teknik hilangnya resistensi (loss of resistance) Teknik ini menggunakan semprit kaca atau semprit plastik rendah resistensi yang diisi oleh udara atau NaCl sebanyak ± 3ml. Setelah diberikan anestetik lokal pada tempat suntikan, jarum epidural ditusuk sedalam 1-2 cm. Kemudian udara atau NaCl disuntikkan perlahan dan terputus-putus. Sembari mendorong jarum epidural sampai terasa



12



menembus jaringan keras (ligamentum flavum) yang disusul hilangnya resistensi. Setelah yakin ujung jarum berada dalam ruang epidural, lakukan uji dosis (test dose) b. Persiapan sama seperti teknik hilangnya resistensi, tetapi pada teknik ini menggunakan jarum epidural yang diisi NaCl sampai terlihat ada tetes Nacl yang menggantung. Dengan mendorong jarum epidural perlahan secara lembut sampai terasa menembus jaringan keras yang kemudian disusul oleh tersedotnya tetes NaCl ke ruang epidural. Setelah yakin, lakukan uji dosis (test dose). 5. Uji dosis (test dose) Uji dosis anestetik lokal untuk epidural dosis tunggal dilakukan setelah ujung jarum diyakini berada dalam ruang epidural dan untuk dosis berulang (kontinyu) melalui kateter. Masukkan anestetik lokal 3 ml yang sudah bercampur adrenalin 1:200.000. a. Tak ada efek setelah beberapa menit, kemungkinan besar letak jarum sudah benar b. Terjadi blokade spinal, menunjukkan obat sudah masuk ke ruang subarakhnoid karena terlalu dalam. c. Terjadi peningkatan laju nadi sampai 20-30%, kemungkinan obat masuk vena epidural. 6. Cara penyuntikan: setelah yakin posisi jarum atau kateter benar, suntikkan anesteti lokal secara bertahap setiap 3-5 menit sampai tercapai dosis total. Suntikan terlalu cepat menyebabkan tekanan dalam ruang epidural mendadak tinggi, sehingga menimbulkan peninggian tekanan intrakranial, nyeri kepala dan gangguan sirkulasi pembuluh darah epidural. 7. Dosis maksimal dewasa muda sehat 1,6 ml/segmen yang tentunya bergantung pada konsentrasi obat. Pada manula dan neonatus dosis dikurangi sampai 50% dan pada wanita hamil dikurangi sampai 30% akibat pengaruh hormon dan mengecilnya ruang epidural akibat ramainya vaskularisasi darah dalam ruang epidural.



13



8. Uji keberhasilan epidural Keberhasilan analgesia epidural : a. Tentang blok simpatis diketahui dari perubahan suhu. b. Tentang blok sensorik dari uji tusuk jarum. c. Tentang blok motorik dari skala bromage



Gambar 6. Jarum Anestesi Epidural



Melipat Lutut



Melipat Jari



Blok tak ada



++



++



Blok parsial



+



++



Blok hampir lengkap



-



+



Blok lengkap



-



-



Tabel 1. Skala bromage untuk Blok Motorik



14



 Anestetik lokal yang digunakan untuk epidural 1. Lidokain (Xylokain, Lidonest) Umumnya digunakan 1-2%, dengan mula kerja 10 menit dan relaksasi otot baik. 0.8% blokade sensorik baik tanpa blokade motorik. 1.5% lazim digunakan untuk pembedahan. 2% untuk relaksasi pasien berotot. 2. Bupivakain (Markain) Konsentrasi 0.5% tanpa adrenalin, analgesianya sampai 8 jam. Volum yang digunakan lidokain > prokain)  Komplikasi obat anestesi lokal Obat anestesi lokal, melewati dosis tertentu merupakan zat toksik, sehingga untuk tiap jenis obat anestesi lokal dicantumkan dosis maksimalnya. Komplikasi dapat bersifat lokal atau sistemik



20



 Komplikasi lokal 1. Terjadi ditempat suntikan berupa edema, abses, nekrosis dan gangrene. 2. Komplikasi infeksi hampir selalu disebabkan kelainan tindakan asepsis dan antisepsis. 3. Iskemia jaringan dan nekrosis karena penambahan vasokonstriktor yang disuntikkan pada daerah dengan end-artery.  Komplikasi sistemik 1. Manifestasi klinis umumnya berupa reaksi neurologis dan kardiovaskuler. 2.Pengaruh pada korteks serebri dan pusat yang lebih tinggi adalah berupa perangsangan sedangkan pengaruh pada pons dan batang otak berupa depresi. 3.Pengaruh kardiovaskuler adalah berupa penurunan tekanan darah dan depresi miokardium serta gangguan hantaran listrik jantung.  Infiltrasi Lokal Penyuntikan larutan analgetik lokal langsung diarahkan sekitar tempat lesi  Blok Lapangan (Field Block) Infiltrasi sekitar lapangan operasi (contoh, untuk ekstirpasi tumor kecil)  Analgesia Permukaan (Topikal) Obat analgetika lokal dioles atau disemprot di atas selaput mukosa  Analgesia Regional Intravena (Bier Block)



21



BAB III KESIMPULAN



Anestesi spinal dapat diberikan pada tindakan yang melibatkan tungkai bawah, panggul, dan perineum. Anestesi ini juga digunakan pada keadaan khusus seperti bedah endoskopi urologi, bedah rektum, perbaikan fraktur tulang panggul, bedah obstetri, dan bedah anak. Anestesi spinal pada bayi dan anak kecil dilakukan setelah bayi ditidurkan dengan anestesi Kontraindikasi mutlak meliputi infeksi kulit pada tempat dilakukan pungsi lumbal, bakteremia, hipovolemia berat (syok), koagulopati, dan peningkatan tekanan intrakranial. Kontraindikasi relatif meliputi neuropati, nyeri punggung, penggunaan obat-obatan praoperasi golongan AINS (antiinflamasi nonsteroid seperti aspirin, novalgin, parasetamol), heparin subkutan dosis rendah, dan pasien yang tidak stabil. Istilah epidural sering pendek untuk anestesi epidural, suatu bentuk anestesi regional yang melibatkan injeksi obat melalui kateter ditempatkan ke dalam ruang epidural. Injeksi dapat menyebabkan keduanya kehilangan sensasi (anestesi) dan hilangnya rasa sakit (analgesia), dengan menghalangi transmisi sinyal melalui saraf di dalam atau dekat tulang belakang. Menyuntikkan obat ke dalam ruang epidural terutama dilakukan untuk analgesia. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan sejumlah teknik yang berbeda dan untuk berbagai alasan. Selain itu, beberapa efek samping-epidural analgesia mungkin bermanfaat dalam keadaan tertentu (misalnya, vasodilatasi mungkin bermanfaat jika pasien menderita penyakit pembuluh darah perifer). Ketika kateter dimasukkan ke ruang epidural, sebuah infus kontinyu dapat dipertahankan selama beberapa hari, jika diperlukan. Analgesia kaudal sebenarnya sama dengan anestesia epidural, karena kanalis kaudalis adalah kepanjangan dari ruang epidural dan obat di tempatkan di ruang kaudal melalui hiatus sakralis. Hiatus sakralis ditutup oleh ligamentum sakrokogsigeal tanpa tulang yang analog dengan gabungan antara ligamentum supraspinosum, ligamentum interspinosum, dan ligamentum flavum. Ruang kaudal berisi saraf sakral, pleksus venosus, felum terminale dan kantong dura.



22



DAFTAR PUSTAKA



1. Boulton TB, Blogg CE. 1994. Anestesiologi. Edisi 10. Jakarta: EGC 2. Dobson, MB. 1994. Penuntun Praktis Anestesi. Jakarta: EGC 3. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. 2009. Petunjuk Anestesiologi: Edisi Kedua. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FK UI 4. Miller RD. 2000. Anesthesia. Edisi Kelima. Chruchill Livingstone. Philadelphia 5. Morgan, E. 2006. Clinical Anesthesiology. Edisi Keempat. McGraw-Hill Company 6. Muhiman M, Thaib R, Sunatrio S, Dahlan R. Anestesiologi. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FK UI 7. Mulroy MF. 1996. Regional Anesthesia, An Illistrated Procedural Guide. Edisi Kedua. Boston: Little Brown Company 8. Robyn Gymrek, MD. 2010. Regional Anesthesia at www.emedicine.com 9. Werth, M. Pokok-pkok Anestesi. Jakarta: EGC



23