ANTIBIOTIK, ANTIVIRUS, ANTIJAMUR - 2018 - .PPSX [PDF]

  • Author / Uploaded
  • hery
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ANTIBIOTIKA, ANTIVIRUS, ANTIJAMUR dr. Audia Nizhma Nabila, M. Biomed Dony Hermanto, M. Biomed



ANTIMIKROBA



Farmakologi umunya dibagi 2: Farmakokinetika & Farmakodinamik • Farmakodinamik: Mempelajari efek obat terhadap tubuh ▫ Misalnya parasetamol nanti cara kerjanya gimana? mekanisme analgetiknya gimana?



• Farmakokinetik : Mempelajari kinetika obat (absorbsi, distribusi, metabolisme, eksresi) atau ada referensi yg menyebut pengaruh tubuh terhadap obat ▫ Misalnya berapa waktu paruh parasetamol di dalam tubuh? berapa konstanta absorbsi dan eliminasinya?



Istilah dan parameter farmakokinetik: • MEC atau Minimum Effect Concentration merupakan kadar minimal yang harus dicapai obat agar berefek. Jika konsentrasi obat masih dibawa MEC maka obat belum berefek • MTC atau Minimum Toxic Concentration merupakan kadar dimana obat mulai bersifat toksis bagi tubuh. • Therapeutic Range merupakan konsentrasi dimana obat berefek dalam batas yang aman dan tidak toksik. beberapa obat seperti digoksin memiliki therapeutic range yang sempit sehingga dalam pengobatan harus berhati-hati karena jika berlebihan dapat menyebabkan toksisitas • Onset merupakan waktu dimana obat mulai berefek atau memasuki MEC • t max merupakan waktu dimana kadar obat dalam plasma sampai pada puncaknya • Cmax merupakan kadar maksimum yang dapat dicapai obat pada plasma • AUC atau Area Under Curve menunjukkan jumlah obat di dalam plasma • Duration of Action menunjukkan rentang waktu dimana obat berefek (memasuki MEC) sampai tidak berefek (turun dari MEC) • Selain itu ada pula yang disebut Frekuensi Pemberian. Frekuensi Pemberian merupakan jarak (interval) antar pemberian obat.



• TUGAS: Analisis farmakologi obat : • Farmakokinetik: • Absorbsi di saluran cerna • Distribusi; ikatan protein plasma • Metabolisme; reaksi tahap berapa • Ekskresi • Farmakodinamik: • Mekanisme kerja detail • Interaksi obat • Dosis pemakaian • Efek samping



DISTRIBUSI Penggunaan obat-obatan pada saat yang sama dapat mempengaruhi masing-masing fraksi obat yang tidak terikat. Sebagai contoh, asumsikan bahwa Obat A dan Obat B adalah obat-obatan yang terikat dengan protein. Jika Obat A diberikan, Ia akan mengikat protein plasma dalam darah. Jika Obat B juga diberikan, Ia dapat menggantikan Obat A dari protein, sehingga meningkatkan fraksi yang tidak terikat dari Obat A. Hal ini dapat meningkatkan efek dari Obat A, karena hanya fraksi yang tidak terikat yang dapat menunjukkan efeknya. Perhatikan bahwa untuk Obat A, % peningkatan fraksi tidak terikat adalah 100% – oleh karena itu, efek farmakologis Obat A dapat berpotensi ganda (tergantung pada apakah gratis molekul mendapatkan target mereka sebelum mereka dieliminasi oleh metabolisme atau ekskresi). Perubahan efek farmakologis ini dapat memiliki konsekuensi yang merugikan. Efek dari ikatan protein ini sangat terlihat pada obat-obatan yang memiliki ikatan protein yang tinggi (>95%) dan memiliki indeks terapeutik yang rendah, seperti warfarin. Rendahnya indeks terapeutik ini menunjukkan adanya risiko tinggi keracunan saat menggunakan obat tersebut. Karena warfarin adalah antikoagulan dengan indeks terapeutik yang rendah, warfarin dapat menyebabkan perdarahan jika efek farmakologisnya tidak dijaga. Jika pasien pengguna warfarin menggunakan obat lain yang menggantikan ikatan warfarin dari protein plasma, seperti antibiotik sulfonamide, maka hal ini dapat mengakibatkan peningkatan risiko perdarahan.



Sebelum pemindahan



Setelah pemindahan



% terikat



95



90



% tidak terikat



5



10



% terikat



50



45



% tidak terikat



50



55



% peningkatan fraksi tidak terikat



Obat A +100



Obat B +10



PENDAHULUAN • Antimikroba  Obat pembasmi mikroba khususnya mikroba yang merugikan manusia. Tidak kelompok: parasit • Antibiotika  zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba terutama fungi yang dapat menghambat atau dapat membasmi mikroba jenis lain • Obat yang digunakan sebagai antibiotika  toksisitas selektif (sangat toksik terhadap mikroba)



8



ANTIBIOTICS — are chemical compounds of biologic origin



that exert selective damaging or subversive effect on microorganisms.



There are antibiotics with Antibacterial, Antifungal and Antitumor actions .



Mikroba dapat menjadi resisten terhadap antibiotik, melalui 3 mekanisme : 1. Obat tidak dapat mencapai sel kerjanya di dalam mikroba 2. Inaktivasi obat 3. Mikroba mengubah tempat ikatan (binding site) antimikroba



Faktor- faktor yang memudahkan berkembangnya resistensi di klinik adalah sebagai berikut : 1. Penggunaan antimikroba yang sering 2. Penggunaan antimikroba yang irasional 3. Penggunaan antimikroba baru yang berlebihan 4. Penggunaan antimikroba untuk jangka waktu yang lama 5. Penggunaan antimikroba untuk ternak 6. Lain-lain : transportasi modrn, sanitasi buruk, dsb



1. Narrow spectrum: Gram(+) bacteria: Gram(-) bacteria: Benzylpenicillins Polymyxins Oxacillin Erythromycin 2. Broad Spectrum: Tetracyclines Aminoglycosides Semi-synthetic Penicillins of Broad-spectrum Carbapenems Cephalosporins Levomycetin (Chloramphenicol) 13 Rifampicin



Hambat sintesis dinding sel kuman, bakterisid: Penicillin Sefalosporin Vancomycin Teicoplanin Bacitracin



Gram Positif



GRAM negatif



Biosintesis peptidoglikan • Ada tiga tahap: sintesis monomer murein, polimerisasi glikan, polymer cross-linking 1. Sintesis Monomer murein



Polimerisasi peptidoglikan



B-lactam



 Mencakup:  Penicillin G/V, methicillin, nafcillin, oxacillin, cloxacillin, dicloxacillin, nafcillin yg aktif thd kuman gram+; ampicillin dan amoxicillin yg aktif juga thd enterobacteriaceae; dan antipseudomonas penicillins (carbenicillin, ticarcillin, sulbenicillin, azlocillin, piperacillin, dan mecillinam).  Farmakodinamik:  Menghambat sintesis peptidoglikcan dinding sel. lebih bakterisid, melalui mekanisme: 1. Obat bergabung dengan penicillin-binding protein (PBPs) pada kuman 2. Terjadi hambatan sintesis dinding sel kuman karena proses transpeptidasi antar rantai peptidoglikan terganggu 3. Kemudian terjadi aktivasi enzim proteolitik pada dinding sel



Farmakokinetik  Absorpsi:  Penisilin G mudah rusak suasana asam (pH:2). Cairan lambung pH:4 tidak terlalu merusak penisilin. Memperlama efek absorpsi  dimodifikasi bentuk sediaan: penisilin G benzatin, penisilin G prokain (suspense dalam air atau minyak)  absorpsi ampisillin dan senyawa sejenisnya dipengaruhi  dosis dan ada tidaknya makanan dalam saluran cerna  absorpsi amoksillin di saluran cerna > ampisilin. Penyerapan ampisillin terhambat oleh adanya makanan di lambung, amoksillin: tidak  metisilin, tdk oral  dirusak asam lambung, absorpsinya buruk  karbenisilin  tidak diabsorpsi di saluran cerna



 Farmakokinetik  Distribusi:  Penisilin G diditribusi luas di tubuh  Kadar obat  hati, empedu, ginjal, usus, limfe tapi dalam cairan cerebro spinalis (CSS) sukar dicapai. Bila meningen (membrane selaput otak) keadaan normal: sukar dicapai, namun bila radang meningen: memudahkan penetrasi penisilin G  ampisillin didistribusi luas, ikatan protein plasma hanya 20%. Ampisilin mengalami proses enterohepatic (Proses siklik (berdaur) yang melibatkan penyerapan kembali usus dari suatu zat yang telah dikeluarkan melalui empedu, diikuti dengan pemindahan kembali ke hati, sehingga membuatnya tersedia untuk ekskresi biliari lagi)  penetrasi ke CSS  efektif bila keadaan meningen radang  pada bronchitis, ampisilin disekresi kedalam sputum  10% kadar serum  distribusi amoksillin, karbenisilin sama dengan ampisilin dan pensilin lainnya



 Farmakokinetik  Metabolisme dan ekskresi:  biotransformasi dilakukan oleh mikroba  penisilinase dan amidase  penisilin isoksazolil dan metisilin  tahan terhadap penisilinase; amidase mempengaruhi semua penisilin. Tidak banyak mikroba menghasilkan amidase  penisilin  diekskresi melalui proses sekresi di tubuli ginjal yang dapat di hambat oleh probenesid. T1/2 eliminasi dalam darah diperpanjang oleh probenesid menjadi 2-3 kali lebih lama. Selain probenesid: fenilbutazon, sulfinpirazon, asetosal dan indomestin



 Indikasi:  infeksi S pneumoniae, S viridans, enterococcus, staphylococcus, meningococcus, N gonorroea, T pallidum, actinomyces, B anthracis, Cl tetani/perfringens, P aeruginosa, enterobacteriaceae, H influenza, K pneumoniae.  Resistensi terjadi karena bakteri hasilkan βlactamase, protein pengikat penicillin, influx turun, efflux naik. Kombinasi dgn penghambat β-lactamase (clavulinic acid, tazobactam, dan sulbactam) tingkatkan hambat resistensi.



 Aktivitas antimikroba  Satuan daya aktivitas potensi penisilin  dinyatakan dalam international UNIT (IU)  penisilin G  1 mg natrium penisilin G murni: ekivalen dengan 1667 IU atau 1 IU = 0,6 µg. Satuan lain  satuan berat (mg, gram)  Diantara semua penisilin  penisilin G  aktivitas terbaik terhadap kuman gram positif yang sensitive  Kelompok ampisilin  spktrum lebar tapi tidak sekuat penisilin G (aktivitas mikroba), namun efektif beberapa gram negative dan tahan asam



Generasi I: sefalotin, sefapirin, sefazolin, sefaleksin, sefradin, sefadroksil ( utk gram+ E coli, Proteus, Klebsiella). Generasi II: sefamandol, sefoksitin, sefaklor, sefuroksim, sefonisid, sefmetazole ( lebh resisten thd βlactamase,aktif thd B fragilis) Generasi III: sefotaksim, moksalaktam, seftizoksim, seftriaxone, sefoperazon, seftadizim (spektrum kearah gram-termasuk pseudomonas). Generasi IV: sefepine (lebih resisten thd β-lactamase) Imipenem+cilastine, meropenem: aktif thd stretococci, enterococci, enterobacteriaceae, dan acitenobacter.



Farmakodinamik: Menghambat sintesis dinding sel mikroba melalui penghambatan reaksi transpeptidase dalam pembentukan dinding sel bakteri Farmakokinetik: Absorpsi baik di saluran cerna  diberikan per oral. Golongan: sefaleksin, sefradin, sefadroksil, lorakabef, sefprozil, sefiksim, dan sefuroksim aksetil Distribusi Sefalosporin  IV dan IM: sefuroksim, seftriakson, sefepim, sefotaksim  mencapai kadar tinggi dalam CSS  meningitis. Sefalosporin melewati sawar darah uri (BBB) mencapai kadar tinggi di cairan synovial dan cairan pericardium. Sefalosporin generasi ketiga  cairan mata kadar tinggi  Ekskresi  ginjal



Ceftriaxone (vial 0.5 and 1.0) – a 3d-generation cephalosporin, acts bactericidally by adhering to bacterial penicillin-binding proteins, inhibiting cell wall synthesis. Ceftriaxon (as a single 250 mg IM) and Cefixim (as a single 400 mg PO) are 1st line drugs for treatment of Gonorrhea Indications: Bacteremia, septicemia, endocarditis; respiratory, bone, joint, urinary, gynecologic, intra-abdominal, and skin infections from susceptible organisms; gonorrhea, gonococcal meningitis, syphilis, Lyme disease,. 3d-generation cephalosporins influence on hemostatic properties since they possess coumarin-like action, may induce bleeding disorders by decreasing level of plasma coagulation factors (II, VII, IX, X); inducing hypoprothrombinemia. Vitamin K 10 mg twice weekly can prevent this. 29



30



31



32



33



• Bakterisid, hambat sintesis peptidoglycan. • Tak diserap peroral, eliminasi hanya oleh ginjal, ti/2 8 jam, penetrasi CSF bila ada radang, ikatan protein 30%. • Indikasi: peroral utk kolitis pseudomembranosa; IV utk infeksi MRSA, pengganti penicillin pd profilksis bedah jantung dan bedah gigi; pengganti penicillin pd infeksi streptococci, enterococci, H influenzae, proteus spp. • ES: ototoksik dan nefrotoksik.



35



36



Azithromycin (Sumamed tab. 0.5, caps 0.25 g) binds to the 50S subunit of ribosomes, blocking Protein Synthesis. Active against respiratory infections due to Haemophilus influenzae and Moraxella catarrhalis. Has excellent action against Toxoplasma gondii It is now preferred therapy for urethritis caused by Chlamidia Trachomatis. ● Penetrates into most tissues (except cerebrospinal fluid) with Tissue >> Plasma Concentration by 10-100-folds. Community-acquired Pneumonia can be treated with Azithromycin given as 500 mg loading dose, followed by a 250 mg singly daily dose for the next 4 days.



Pseudomembranous Colitis – the most serious potentially fatal adverse effect of Clindamycin and Lincomycin caused by overgrowth of Clostridium difficile (superinfection development) which elaborates necrotizing toxins . ●The patient develops profuse, watery diarrhea, fever, abdominal pain, leukocytosis. ● Clostridium difficile infection is confirmed. Treatment: Metronidazole (PO 0.5 g tid) or Vancomycin is effective in controlling this serious problem.



37



Dihidropreteat sintetase



PABA



Sulfonamid berkompetisi dengan PABA



ASAM DIHIDROFOLAT Dihidrofolat reduktase



Trimetoprim



ASAM TETRAHIDROFOLAT



PURIN



DNA



Kuman memerlukan PABA untuk membentuk asam folat, Yang digunakan untuk sintesis purin dan asam nukleat. Sulfonamid merupakan penghambat KOMPETITIF PABA.



 Hambat ambilan PABA oleh sulfa dan sintesis tetrahidrofolat oleh trimetoprim, bakterisid, spektrum gram luas, resistensi lebih sukar daripada sulfa saja.  Indikasi: infeksi kemih, kelamin, cerna termasuk tifoid, nafas termasuk Pneumocystis carinii.  ES: megaloblastosis, leukopenia, trombositopenia, dermatitis exfoliativa, sindrom Steven-Johnson.



sulfonamida



40



Sulfonamides – the synthetic antimicrobial agents, containing a sulfonamido (–SO2–NH–) group. This group is present in other compounds like antidiabetic sulfonylureas, diuretics like thiazides, furosemide, and diacarb. The structure of the sulfonamides is similar to Para-Aminobenzoic Acid (PABA). Sulfonamides tend to be much more soluble at alkaline than at acid pH. Solubility may be decreased in acidic urine, resulting in precipitation of the drug or its acetylated metabolites. 41



CLASSIFICATION of SULFONAMIDES I. Oral, Absorbable (Systemic Action): 1. Short-acting (6-9 hours): Sulfadimezine, Sulfazine, Ethazol, Urosulfane 2. Long-acting (24 hours) : Sulfapyridazine, Sulfadimethoxine 3. Ultra-long acting (72 hours): Sulfalen 4. Combined preparations with: - Trimethoprim: Co-trimoxazole [Biseptol] - Aminosalicylic acid: Salazopyridazine, Sulfasalasine Salazodimethoxine 42



II. Oral, Non-Absorbable (acting the intestinal flora): Phthalazol Sulgin III. For Topical Use: Sulfacil-natrium (Albucid)– Silver Sulfadiazine (1% cream)



43



44



Clinical Uses of Sulfonamides : ● Respiratory infections ● Acute urinary tract infection: Urosulfan ● Combined with Pyromethamine – for drug-resistant malaria, and for toxoplasmosis ● Inflammatory bowel disease, non-specific ulcerative colitis Sulfasalazine (Sulfapyridine + Aminosalicylate) ● Some sexually transmitted infections trachoma, chlamydia



45



Co-trimoxazole: the combination of Sulfamethoxazole and Trimethoprim: is generally bactericidal ● acts by sequential blockade of folic acid enzymes in the synthesis pathway: Sulfamethoxazole inhibits formation of dihydrofolic acid from PABA, Trimethoprim inhibits dihydrofolate reductase responsible for formation of tetrahydrofolic acid from dihydrofolic acid 46



Co-trimoxazole is effective against : Escherihia coli Klebsiella Enterobacter Streptococcus pneumoniae Staphylococcus aureus Salmonella Shigella Clinical uses: Chronic Bronchitis, Urinary tract infections, Otitis media, Pneumocytis carini pneumonitis, Traveller’s Diarrhea, Pertussis, Cholera.



Adverse Effects of Sulfonmides: ● Hypersensitivity Reactions: rashes, angioedema. All sulfonamides and their derivatives, including Diacarb, Thiazides, Furosemide, Glibenclamide, Diazoxide are CROSS-ALLERGIC ● Nephrotoxicity, Urinary tract disturbances: Sulfonamides precipitate in urine, esp. at neutral or acid pH, producing crystalluria, haematuria, or even obstruction. Adequate HYDRATION and ALKALINIZATION of urine prevent the problem ● Haemopoietic disturbances: hemolytic anemia, agranulocytosis, leukopenia, thrombocytopenia ● CNS: Depression, aseptic meningitis, seizures 48



Acute Poisoning/Overdose with Sulfonamides Sulfonamides are able to: ● form methemoglobin and sulf-methemoglobine, ● block the haemopoiesis and ● produce hepato- and nephrotoxicity. Manifestation: dizziness, drowsiness, unconsciousness, anorexia, abdominal pain, nausea, vomiting, haemolytic anemia, acidosis, agranulocytosis, sensitivity reactions, jaundice, hepatomegalia Treatment: gastric lavage, forced diuresis



• • • • •



ANTIDOTES: Nicotinic acid IV 1% solution 2–5 ml or Nicotinamide Chromosmon (1% Methylene Blue solution in 25% glucose) IV 0.1 ml/kg Lipoic acid IV 0.5% solution 60-80 ml Folic acid PO 1 mg tid Transfusion of appropriate BLOOD49PRODUCT: Fresh blood, Dry Plasma, Polyglucin , Rheopolyglucin



Sulfasalazine - Tab 0.5 g: Sulfapyridine + Aminosalicylic Acid – is split into its component parts by bacteria in the colon. Clinical Uses: ● Ulcerative Colitis, Enteritis, Inflammatory Bowel Diseases ● Rheumatoid diseases: acts by scavenging the toxic oxygen metabolites produced by neutrophils ●  IgA and IgM Rheumatoid Factor production ● Suppression of T cell responses ● Inhibition of B cell proliferation ● The absorption of folic acid is impaired – this can be countered by giving Folic Acid supplements



Sulfacyl-sodium (Albucid) – 10%, 15%, 30% ophthalmic solution or ointment - effective for: ● Bacterial Conjunctivitis and as adjunctive therapy for Trachoma. ● Ocular gonorrheal infection in newborns and adults. It acts by inhibiting the uptake of PABA, which is required in the synthesis of Folic Acid needed for bacterial growth.



53



54



• Hambat gyrase hingga transkripsi dan replikasi DNA kuman terhambat; aktifitas gram luas termasuk thd pseudomonas, mycoplasma, chlamydia, legionella, chlamydia. • Absorpsi oral baik, distribusi luas termasuk ke CSF, eliminasi lewat ginjal dan hati. • Indikasi: infeksi kemih, nafas, kelamin, ginekologik, saluran cerna termasuk tifoid



Ciprofloxacin (Tab. 0.5 g; amp. 1%-10 ml) – a synthetic, broadspectrum, bactericidal antibiotic, effective against both Gr(+) and Gr(-) bacteria. It has excellent activity against: ● Enterobacteriaceae ● Enteric coliform bacilli, including resistant to Penicillins, Cephalosporins and Aminoglycosides ● Haemophilus influenzae, ● Penicillinase-producing Neisseria gonorrhoeae, Campylobacter and Pseudomonads. ● Gr(+) organisms, streptococci and pneumococci are only weakly inhibited and there is high incidence of staphylococcal resistance.



Clinical uses of Fluoroquinolones ● Urinary tract infections: Norfloxacin, Ofloxacin ● Complicated respiratory tract infections - Gr(-) flora Pseudomonas aeruginosa respiratory infection ● External otitis caused by P. aeruginosa ● Chronic Gr(-) bacillary osteomyelitis ● Eradication of Salmonella typhi in carriers ● Gonorrhoea: Norfloxacin, Ofloxacin ● Anthrax



57



58



60



• Polar, tak diserap peroral, ikatan protein rendah, tak dimetabolisme di hati, tak penetrasi CSF, korelasi linear t1/2 dgn kreatinin serum; kadar tinggi di ginjal, endolymph/perilymph, sebabkan ototoksik dan nefrotoksik. • Bakterisid, hambat ribosom 30S, aktifitas utama thd gram negatif aerob; resistensi krn inaktifasi dan permeabilitas dinding bakteri turun, tak ada resistensi silang. • Dgn penicillin G aktif thd enterococcus; aktif thd pseudomonas, proteus, E coli, K pneomoniae, Serratia marcensens (gentamicin, netilmicin, tobramycin, amikacin). • Neomycin utk topikal dan intestinal asepsis. • Streptomisin utk tbc, tularemia, pes, tularemia.



• Karena toksik dan kadar terapi sempit, dosis amino glikosida ditakar dengan memperhitungkan berat badan ideal (BBI), umur, fungsi ginjal, dan kelamin. • Dosis pertama didasarkan pada BB ideal: gentamicin, netilmicin, dan tobramycin masingmasing adalah 5 - 7,5 mg/kg BB/hari dan amikasin 15 mg/kgBB/hari, untuk perempuan dikalikan 0.85.



64



• Bakteriostatik, hambat ribosome 30S, spektrum lebar aerobik dan anaerobik, rickettsia, chlamydia, H pylori, mycoplasma. Resistensi kuman gram mudah terjadi. • Absorpsi: klortetrasiklin 30%, (oksi)tetrasiklin 60%, doksisiklin 95%, minosiklin 100%; ikat susu, Al, Ca, Mg, dan Fe; alami siklus enterohepatik; gagal ginjal turunkan ekskresi kecuali doksisiklin; t1/2 4-6 kecuali doksisiklin 16 jam. • ES: mual, fototoksik, hepatoksik, nefrotoksik, gigi kuning, tek. Intrakranial tinggi, superinfeksi, kolitis pseudomembranosa. • Indikasi: infeksi rickettsia, mycoplasma, chlamydia, gonorrhoea, sifilis, tularemia, actinomycosis, acne.



66



• Bakteriostatik, hambat ribosom 50S, spektrum gram lebar, aerobik dan anaerobik, chlamydia, rickettsia, mycoplasma; resistensi oleh asetiltransferase plasmid. • Absorpsi oral baik, metabolisme oleh glukoronidase hepar, ikatan protein plasma 50%, t1/2 4-6 jam. • ES: hipersensitifitas, pansitopenia dgn kloramfenikol ttp tidak dgn tiamfenikol, grey baby syndrome dgn kloramfenikol. • Indikasi: typhoid fever, meningitis bakterrialis, infeksi anerobik, rickettsiosis, brucellosis.



• Bakteriostatik, hambat ribosom 50S, spektrum thd gram+ dan bbrp gram negatif, mycoplasma, legionella. S aureus mudah resisten. • Absorpsi oral baik, siklus enterohepatik, tahan asam lambung, hambat CYP 3A4. • Indikasi: infeksi dgn mycoplasma, leginella, chlamydia, difteri, pertusis, ISPA, stafilokok, camphylobacter, H pylori. • ES: iritasi GI, hepatotoksik. • Turunan: 1) clarythromycin (t1/2 panjang, liput H influenzae; 2)azithromycin (ti/2 panjang, penetrasi seluler tinggi, aktifitas gram- kuat; 3)roxithromycin (t1/2 panjang, spektrum seperti eritromisin).



70



• Lincomycin: absorpsi tak baik peroral, berikan IV, penetrasi ke tulang baik, bakteristatik thd kuman gram+ terutama S aureus. Indikasi: osteomyelitis S aureus. • Clindamycin: absorpsi oral baik, penetrasi CFS buruk, ikatan protein 90%, bakteriostatik thd kuman gram+ dan anaerob, superinfeksi dgn Cl difficile. • Indikasi: profilaksis infeksi katup jantung pada ektraksi gigi; bersama pyrimethaminne utk pengobatan toxoplasmosis otak pd penderita HIV



ANTIFUNGI (ANTI JAMUR)



Anti Jamur • Infeksi yang disebabkan oleh jamur disebut mikosis. • Infeksi jamur secara umum dibedakan menjadi infeksi jamur sistemik dan topikal (dermatofit dan mukokutan) • Antijamur untuk infeksi sistemik : amfoterisin B, flusitosin, grup azol (ketokonazol,flukonazol, itrakonazol), kalium iodida • Antijamur untuk infeksi topikal : griseofulvin, imidazol, tolnaftat, nistatin, kandisidin, asam salisilat, asam undesilinat, haloprogin, natamisin.



Infeksi jamur pada manusia, dibedakan atas : 1. Infeksi sistemik : (a) Infeksi dalam (internal)  aspergilosis, blastomikosis, koksidiodomikosis, kriptokokosis, histoplasmosis, mukormikosis, parakoksidiodomikosis, dan kandidiasis. (b) Infeksi subkutan  kromokikosis, misetoma, dan sporotrikosis. 2. Dermatofita : disebabkan oleh Tricophyton, Epidermophyton, dan Microsporum, yang menyerang kulit, rambut, dan kuku. 3. Infeksi mukokutan : disebabkan kandida, menyerang mukosa dan daerah kulit yang lembab. Kandidiasis yang kronik umumnya mengenai mukosa kulit dan kuku.



ANTIFUNGI UNTUK INFEKSI SISTEMIK : 1. Amfoterisin B 2. Flusitosin 3. Imidazole dan triazole 4. Terbinafin ANTIFUNGI UNTUK INFEKSI DERMATOFIT DAN MUKOKUTAN : 1. Griseofulvin 2. Imidazole dan triazole 3. Tolnaftat dan tolsiklat 4. Nistatin 5. Antijamur topikal lainnya



Antijamur golongan Azole mempunyai spektrum yang luas. Golongan Azole dapat dibagi menjadi 2 grup besar : (1) Imidazole  dimana cincin Azole memiliki 2 atom nitrogen, dan (2) Triazole  dimana cincin Azole memiliki 3 atom nitrogen 1. Imidazole: Ketokonazole, Mikonazole, dan Klotrimazole 2. Triazole : Itrakonazole, Flukonazole, dan Vorikonazole



Menurunkan sintesis ergosterol membran krn hambat cytochrom P450 jamur. Imidazole hambat pula cytochrom P450 manusia. Resistensi dapat terjadi.



Mikonazol dan obat topikal lain • Mikonazol, klotrimazol, ekonazol aktif secara topikal jarang digunakan parenteral. • Efek samping : iritasi, rasa terbakar. • Mekanisme kerja, spektrum, distribusi sama dengan ketokonazol. • Sediaan : Mikonazol krim 2 %, gel 2 %, klotrimazol krim 1 %.



Ketokonazol • Efektif terhadap Candida, Coccodioides immitis, Cryptococcus, H. capsulatum, Aspergillus. • Mekanisme kerja : berinteraksi dengan enzim P-450 untuk menghambat demetilasi lanosterol menjadi ergosterol yang penting untuk membran jamur. • Farmakokinetik : diserap baik melalui sal. Cerna, distribusi urin, kel.lemak,air ludah, kulit, tendon, cairan sinovial. Ekskresi melalui empedu, sebagian kecil ke urin. • Indikasi :histoplasmosis paru, tulang, sendi dan jaringan lemak, kriptokokosis, kandidosis.



Ketokonazol • Efek samping : gangguan sal cerna, efek endokrin (ginekomastia, pe libido, impotensi, ketidakteraturan menstruasi) • Kontra indikasi : tidak boleh diberikan bersamaan dengan amfoterisin B



Flukonazol • Efek samping endokrin lebih kecil dibanding ketokonazol • Mekanisme kerja : menghambat sintesis ergosterol membran sel jamur. • Farmakokinetik : diberikan oral dan IV, absorpsi baik, ekskresi melalui ginjal. • Efek samping : lebih kecil dibanding ketokonazol, mual, muntah, kulit kemerahan, teratogenik.



Itrakonazol • Obat pilihan untuk blastomikosis • Efektif untuk aspergilosis, kandedimia, koksidioidomikosis, kriptokokosis. • Mekanisme kerja sama dengan azol lain • Farmakokinetik : absorpsi baik melalui oral, ekskresi melalui ginjal. • Efek samping : mual, muntah, kulit kemerahan, hipokalemia, hipertensi, edema dan sakit kepala.



Merupakan fermentasi dari bakteri Streptomyces 1. Amfoterisin B: infeksi jamur spektrum luas, yang bersift fungisidal, dapat digunakan untuk semua infeksi jamur yang mengancam kehidupan 2. Nystatin : Digunakan untuk infeksi kandida di kulit, selaput lendir dan saluran cerna.



Amfoterisin B • • • •



Merupakan hasil fermentasi dari Streptomyces nodosus Menyerang sel yang sedang tumbuh dan sel matang Bersifat fungistatik atau fungisidal tergantung dosis. Efektif menghambat Histoplasma capsulatum, Cryptococcus neoformans, Candida, Blastomyces dermatiditis, Aspergillus.



Amfoterisin B • Mekanism kerja : berikatan kuat dengan ergosterol yang terdapat pada membran sel jamur, sehingga menyebabkan kebocoran dari membran sel, dan akhirnya lisis. • Farmakokinetik : sangat sedikit diserap melalui saluran cerna diberikan secara IV, distribusi ke cairan pleura, peritoneal, sinovial dan akuosa, CSS, cairan amnion. Ekskresi melalui ginjal sangat lambat.



Amfoterisin B • Indikasi : mikosis sistemik seperti koksidioidomikosis, parakoksidiomikosis, aspergilosis, kandidiosis, blastomikosis, histoplasmosis. • Efek samping : demam dan menggigil, gangguan ginjal, hipotensi, anemia, efek neurologik, tromboflebitis. • Penderita yang diobati amfoterisin B harus dirawat di rumah sakit, karena diperlukan pengamatan yang ketat selama pemberian obat.



Amfoterisin B • Sediaan : injeksi dalam vial yang mengandung 50 mg, dilarutkan dalam 10 ml aquadest diencerkan dengan dextrose 5 % = 0,1 mg/ml larutan. • Dosis : 0,3 – 0,5 mg / kg BB



Flusitosin • Spektrum antijamur sempit • Efektif untuk kriptokokosis, kandidiosis, kromomikosis, aspergilosis. • Mekanisme kerja : flusitosin masuk ke dalam sel jamur dengan bantuan sitosin deaminase dan dalam sitoplasma akan bergabung dengan RNA setelah mengalami deaminasi menjadi 5-fluorourasil. Sintesis protein sel jamur terganggu akibat penghambatan langsung sintesis DNA oleh metabolit 5fu.



Flusitosin • Farmakokinetik : diserap dengan cepat dan baik melalui sal.cerna, distribusi ke seluruh tubuh, ekskresi oleh ginjal. • Indikasi : kromoblastomikosis, meningitis (kombinasi dengan amfoterisin B) • Efek samping : toksisitas hematologik, gangguan hati, gangguan sal.cerna • Sediaan : kapsul 250 dan 500 mg. • Dosis : 50 – 150 mg/kgBB sehari dibagi dalam 4 dosis, lakukan penyesuaian dosis pada penderita insufisiensi ginjal.



Nistatin • Merupakan antibiotik polien. • Mekanisme kerja : berikatan dengan ergosterol pada membran jamur, permeabilitas meningkat, sel jamur mati. • Indikasi : kandidiasis kulit, selaput lendir, dan saluran cerna. • Efek samping : jarang ditemukan, mual, muntah, diare ringan



Ikat ergosterol membran sel jamur timbulkan poripermeabilitas membran naikbocor molekul kecil mudah masuk/keluar sel mati. Resistensi timbul bila ergosterol sedikit/tak terbentuk.



Diikat oleh cytosine permease5FU5 flurodeoxyoridine monophosphate (5-dUMP)fluouridine triphosphate (FUTP) hambat sintesis DNA&RNA. Sel manusia tak punya cytosine permease. Synergi dgn amphotericin B, krn tingkatkan permeabilitas/masuknya flocytosine ke dalam sel.



Bekerja dengan cara “spindle poison” yang menghambat mitosis inti sel jamur.



Griseofulvin • Jamur yang menyebabkan infeksi jamur superfisial disebut dermatofit. • Mekanisme kerja : obat ini masuk ke dalam sel jamur, berinteraksi dengan mikrotubulus dalam jamur dan merusak serat mitotik dan menghambat mitosis • Farmakokinetik : absorpsi baik bila diberikan bersama makanan berlemak tinggi,distribusi baik ke jaringan yang terkena infeksi, inducer P-450, ekskresi melalui ginjal.



Griseofulvin • Efek samping : efek samping berat jarang terjadi, hepatotoksik, teratogenik. • Sediaan : tablet berisi mikrokristal 125 mg dan 500 mg, suspensi 125 mg/ml.



ANTIVIRUS



 Pengembangan obat anti virus untuk pencegahan atau pengobatan belum mencapai hasil seperti yang diinginkan , karena obat anti virus yang dapat menghambat atau membunuh virus juga akan merusak sel hospes dimana virus itu berada.  Siklus replikasi virus yang di anggap sangat mirip dengan metabolisme normal manusia menyebabkan setiap usaha untuk menekan reproduksi virus juga dapat membahayakan sel yang terinfeksi.



ANTIVIRUS



VIRUS



ANTIVIRUS



parasit intrasel yang tidak bisa bereplikasi sendiri, tetapi harus menggunakan sel inang.



Sebuah agen yang membunuh virus dengan menekan kemampuan untuk replikasi, menghambat kemampuan untuk menggandakan dan memperbanyak diri



99



 Ukuran : sangat kecil (20-300 nm)



50 x lebih kecil dari bakteri Tidak dapat dilihat dengan mikroskop biasa, digunakan mikroskop elektron Virus hanya mempunyai DNA dan RNA Mampu meperbanyak diri, tetapi hanya dalam sel hidup (host) Dalam Host, dapat bersifat mematikan atau inaktif Menggunakan DNA atau RNA nya sendiri untuk menginstruksikan sel host membuat salinan2 baru Virus bukan sel Komponen virus sangat simpel Tidak mampu mensintesis protein dan membentuk ATP



Virus



Siklus Replikasi Virus Secara garis besar dapat dibagi menjadi 10 langkah : 1.Absorpsi virus ke sel pengikatan 2. Attachment 3. Penetrasi virus ke sel 4. Uncoating ( dekapsidasi ) 5. Transkripsi tahap awal 6. Translasi tahap awal 7. Replikasi genom virus 8. Transkripsi tahap akhir 9.Assembly virus 10.Penglepasan virus



Klasifikasi Obat Antivirus 1. Antinonretrovirus  Antivirus untuk herpes  Antivirus untuk influenza  Antivirus untuk HBV dan HCV



2. Antiretrovirus     



Nucleoside reverse transcriptase inhibitor ( NRTI ) Nucleotide reverse transcriptase inhibitor ( NtRTI ) Non –nucleoside reverse transcriptase inhibitor (NNRTI) Protease inhibitor (PI) Viral entry inhibitor



103



Nucleoside reverse transcriptase inhibitor (NRTI) Nucleotide reverse transcriptase inhibitor (NtRTI) Non- Nucleoside reverse transcriptase inhibitor (NNRTI) Protease inhibitor (PI)



ANTI NONRETROVIRUS A.Antivirus untuk herpes Obat – obat yang aktif terhadap virus herpes umumnya merupakan antimetabolit yang mengalami bioaktivasi melalui enzim kinase sel hospes atau virus untuk membentuk senyawa yang dapat menghambat DNA polimerase virus .



1.Asiklovir Mekanisme Kerja dimetabolisme menjadi asiklovir trifosfat melalui 3 tahap fosforilase, yang akan menghambat DNA polimerase virus.



Resistensi Disebabkan oleh mutasi pada gen timidin kinase virus atau pada gen DNA polimerase. Dosis 5 x 200 mg untuk 10 hari -------- untuk HSV 3 x 200 mg untuk 1 bulan-------untuk herpes genital Salep Asiklovir 5% 6 x sehari utk 7 hr ----…..---------



Indikasi Infeksi HSV-1 dan HSV-2 baik lokal maupun sistemik ( termasuk keratitis herpetik , herpetik ensefalitis, herpes genitalia,herpes neonataldan herpes labialis ) dan infeksi VZV ( varisela dan herpes zoster ).



Efek samping Mual, muntah dan pusing , namunAsiklovir pada umumnya dapat ditoleransi dengan baik. Pemberian selama kehamilan tidak dianjurkan



2. VALASIKLOVIR Mekanisme Kerja



sama dengan asiklovir Resistensi sama dengan asiklovir Indikasi Efekif utk terapi infeksi yang disebabkan oleh HSV, VZV dan sebagai profilaksis terhadap penyakit yang disebabkan CMV. Efek samping sama dengan asiklovir



ICT-Unand, Raker 22-23.12.2006



108/15



B. Antivirus Untuk Influenza Contoh: Amantadin dan Rimantadin Mekanisme Kerja Merupakan antivirus yang bekerja pada protein M2 virus , suatu kanal ion transmembran yang diaktivasi oleh pH Absorbsi saluran cerna baik, tidak dimetabolisme dihati dan ekskresi dalam bentuk utuh, t ½ 16 jam



Resistensi Terjadi nya mutasi pada domain transmembran protein M2 virus .



Indikasi Pencegahan dan terapi awal infeksi virus influenza A . Juga diindikasikan untuk terapi penyakit parkinson Dosis: 2 x 100 mg Efek samping Yang tersering adalah gangguan GI ringan yang tergantung dosis . Efek samping pada SSP seperti kegelisahan , kesulitan berkonsentrasi, insomnia, hilang nafsu makan, kejang bahkan koma.



ICT-Unand, Raker 22-23.12.2006



111/15



C. Antivirus untuk HBV dan HCV



1.Lamivudin Lamivudin merupakan L-enantiomer analog deoksisitidin . Lamivudin bekerja dengan cara menghentikan sintesis DNA , secara kompetitif menghambat polimerase virus ( reverse transcriptase , RT ) .



Resistensi Resistensi terhadap lamivudin disebabkan oleh mutasi pada DNA polimerase virus Indikasi Infeksi HBV ( wild –type dan precore variants )



Efek samping Umumnya dapat ditoleransi dengan baik . Efek samping yang terjadi : fatigue, sakit kepala dan mual.



2. ADEFOVIR Mekanisme kerja dan resistensi Adefovir merupakan analog nukleotida asiklik. merupakan penghambat replikasi HBV sangat kuat yang bekerja tidak hanya sebagai DNA chain terminator , namun juga meningkatkan aktivitas sel NK dan menginduksi produksi interferon endogen. Indikasi Efektif dalam terapi infeksi HBV yang resisten tehadap lamivudin. Efek Samping Umumnya adefovir 10 mg /hari dapat ditoleransi dengan baik.



ANTIRETROVIRUS A. Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor (NRTI ) Antivirus golongan ini bekerja pada tahap awal replikasi HIV , dengan menghambat terjadinya infeksi akut sel yang rentan , tapi hanya sedikit berefek pada sel yang telah terinfeksi HIV. Untuk dapat bekerja , semua obat golongan NRTI harus mengalami fosforilasi oleh enzim sel hospes di sitoplasma .Karena NRTI tidak memiliki gugus 3`-hidroksil , inkorporasi NRTI ke DNA akan menghentikan perpanjangan rantai.



1. ZIDOVUDIN Mekanisme Kerja Target zidovudin adalah enzim reverse transcriptase ( RT ) HIV. Bekerja dengan menghambat enzim RT virus , setelah ggs azidotimidin(AZT)pada zidovudin mengalami fosforilasi. Resistensi Resistensi disebabkan oleh mutasi pada enzim RT. Indikasi Infeksi HIV , dalam kombinasi dengan anti HIV lainnya seperti lamivudin dan abakavir Efek Samping Granulositopenia dan Anemia setelah 2-6 minggu terapi (periksa darah lengkap setelah 1-2 minggu pemakaian) sakit kepala, mual, insomnia.



2. DIDANOSIN Mekanisme Kerja Obat ini bekerja pada HIV RT dengan cara menghentikan pembentukan rantai DNA virus Resistensi Disebabkan oleh mutasi pada RT. Indikasi Infeksi HIV , terutama infeksi HIV tingkat lanjut , dalam kombinasi dengan anti-HIV lainnya . Efek samping Diare, pankreatitis, neuropati perifer.



B. NUCLEOTIDE REVERSE TRANSCRIPTASE INHIBITOR ( NtRTI ) Tenofovir disoproksil fumarat merupakan NtRTI pertama untuk terapi infeksi HIV -1 . Obat ini digunakan dalam kombinasi dengan obat anti retrovirus lainnya. Tidak seperti NRTI yang harus melalui 3 tahap fosforilase intraseluler untuk menjadi bentuk aktif , NtRTI hanya butuh 2 tahap fosforilasi saja . Dengan berkurangnya satu tahap fosforilasi , obat dapat bekerja lebih cepat dan konversinya menjadi bentuk aktif lebih sempurna .



1. TENOFOVIR DISOPROKSIL Mekanisme Kerja bekerja pada HIV RT ( dan HBV RT ) dengan cara menghentikan pembentukan rantai DNA virus. Resistensi Disebabkan oleh mutasi RT kodon 65 Indikasi Infeksi HIV dalam kombinasi dengan evafirenz , tidak boleh dikombinasikan dengan lamivudin dan abakavir Efek Samping mual, muntah , flatulens , diare



C. NON –NUCLEOSIDE REVERSE TRANSCRIPTASE INHIBITOR ( NNRTI ) NNRTI merupakan kelas obat yang menghambat aktivitas enzim RT dengan cara berikatan di tempat yang dekat dengan tempat aktif enzim dan menginduksi perubahan konformasi pada situs aktif ini.



1. NEVIRAPIN Mekanisme kerja bekerja pada situs alosterik tempat ikatan non – subtrat HIV 1 RT Resistensi resistensi disebabkan oleh mutasi pada RT Indikasi infeksi HIV -1 , dalam kombinasi dengan anti-HIV lainnya , terutama NRTI Efek Samping ruam, demam, fatigue, sakit kepala,somnolens, mual, dan peningkatan enzim hati.



2. DELAVIRDIN Mekanisme kerja sama dengan nevirapin Resistensi Disebabkan oleh mutasi pada RT Indikasi infeksi HIV -1 , dikombinasikan dengan anti HIV lainnya terutama NRTI Efek Samping ruam, peningkatan tes fungsi hati . Pernah di laporkan menyebabkan neutropenia



D. PROTEASE INHIBITOR ( PI ) Semua PI bekerja dengan cara berikatan secara reversibel dengan situs aktif HIV- protease. HIV-protease sangat penting untuk infektifitas virus dan penglepasan poliprotein virus .Ini menyebabkan terhambatnya penglepasan polipeptida prekusor virus oleh enzim protease sehingga menghambat maturasi virus , maka sel akan menghasilkan partikel virus yang imatur dan tidak virulen. Resistensi terhadap PI secara umum berlangsung lewat akumulasi mutasi gen protease



1. SAKUINAVIR Mekanisme Kerja Sakuinavir bekerja pada tahap transisi , merupakan HIV protease peptidomimetic inhibitor Resistensi Disebabkan oleh mutasi pada enzim protease .terjadi resistensi silang dengan PI lainnya Indikasi infeksi HIV , dalam kombinasi dengan anti HIV lain ( NRTI dan beberapa PI seperti ritonavir ) Efek Samping Diare, mual, nyeri abdomen .



2. INDINAVIR Mekanisme Kerja sama dengan sakuinavir Indikasi Infeksi HIV , dalam kombinasi dengan anti HIV lainnya seperti NRTI Efek Samping Mual, hiperbilirubinemia, batu ginjal



E. VIRAL ENTRY INHIBITOR Enfuvirtid merupakan obat pertama golongan viral entry inhibitor . Obat golongan ini bekerja dengan menghambat fusi virus ke sel. Selain enfurtid bisikla saat ini sedang dalam study klinis , dimana obat ini bekerja dengan cara menghambat masukan HIV ke sel melalui reseptor CXCR4



1.ENFUVIRTID Mekanisme Kerja Enfuvirtid menghambat masuknya HIV-1 ke dalam sel dengan cara menghambat fusi virus ke membran sel. Enfuvirtid berikatan dengan bagian HR-1 ( first heptad-reat)pada sub unit gp41 envelope glikoprotein virus serta menghambat terjadinya perubahan konformasi yang dibutuhkan untuk fusi virus ke membran sel Resistensi perubahan genotip pada gp41 asam amino 36-45 menyebabkan resistensi terhadap enfuvirtid



Indikasi terapi infeksi HIV -1 dalam kombinasi dengan anti HIV lainnya. Efek Samping efek samping yang tersering adalah reaksi lokal seperti nyeri, eritema, pruntus, iritasi, dan nodul atau kista



PENGGUNAAN KLINIS OBAT ANTIVIRUS Tujuan utama terapi antivirus pada pasien imunokompeten adalah menurunkan tingkat keparahan penyakit dan komplikasinya , serta menurunkan kecepatan transmisi virus .



Sedangkan pada pasien dengan infeksi virus kronik , tujuan terapi antivirus adalah mencegah kerusakan oleh virus ke organ viseral , terutama hati , paru, saluran cerna dan sistem saraf pusat.



Beberapa hal yang perlu di pertimbangkan dalam penggunaan obat antivirus: • Lama terapi • Pemberian terapi tunggal atau kombinasi • Interaksi obat • Kemungkinan terjadinya resistensi



Pemilihan obat anti virus 1. Infeksi HIV atau AIDS Pengobatan anti-virus pada dasarnya menyerang virus HIV di salah satu dari dua tempat berikut : i. menjaga virus tetap berada di luar sel-T yang sehat; ii. mencegah sel-T yang terinfeksi untuk melepaskan sel virus baru.



Perawatan lain termasuk meningkatkan sistem kekebalan alami, supaya bisa melawan HIV. Ini disebut 'modulasi kekebalan. Gejala HIV tidak muncul selama beberapa tahun, karena sistem kekebalan alami tubuh melawan HIV. Obat-obat anti-virus terutama diperuntukkan bagi mereka yang sistem kekebalannya sudah kurang terhadap virus.



 Penghambat Fusi seperti Enfuvirtide Obat anti virus untuk HIV atau AIDS terbagi 4  Penghambat Nukleosida pengubah transcriptase seperti Didanosine, Lamivudine, Stavudine, Zidovudine  Penghambat HIV Protease seperti Ritonavir  Penghambat Non-Nukleosida pengubah Transciptase seperti Nevirapine



2. Infeksi virus Herpes 1. Infeksi HSV 1 : Asiklovir memberikan hasil yang baik untuk infeksi oral-labial. Pada HSV ensefalitis, pemberi an asiklovir iv dapat meningkatkan survival rate. Untuk HSV 1 yang menimbulkan keratokonjungtivitis, dapat diberikan anti virus lokal pada mata seperti idoksuridin 0.1%.



2.Infeksi HSV 2 ; tipe ini biasanya menimbulkan herpes genitalis. Bentuk primer dari herpse genitalis dapat diobati dengan asiklovir yang menghasilkan penyembuhan dan hilangnya rasa nyeri lebih cepat. Bentuk herpes genitalis rekuren tidak dapat dihambat oleh obat asilkovir. Pemberian oral memberikan efek sedang. Topikal tidak efektif



Gejala pada anak-anak biasanya ringan dan 3. Infeksi virus Varicella-zoster tidak membutuhkan obat anti virus. Ada (VZV) kalanya penyakit memberat, tertutama pada pasien yang disertai defisiensi imunologis. Untuk ini diberikan asiklovir atau vidarabin secara I v selama 5-7 hari. 4. Infeksi Cytomegalovirus (CMV) Retinitis karena CMV pada pasien AIDS diberi gansiklovir, tetapi obat ini menimbulkan banyak efek samping .



5.Hepatitis



Untuk infeksi hepatitis B kronis dapat digunakan anti virus Entecavir Untuk infeksi kronis aktif hepatitis C dapat diterapi dengan interferon-a. .



TERIMA KASIH