Antrakuinon [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up

Antrakuinon [PDF]

BAB II DASAR TEORI I. TINJAUAN PUSTAKA Terpena merupakan persenyawaan hidrokarbon alifatik atau hidrokarbon siklik yang

7 0 144 KB

Report DMCA / Copyright

DOWNLOAD FILE


File loading please wait...
Citation preview

BAB II DASAR TEORI I. TINJAUAN PUSTAKA Terpena merupakan persenyawaan hidrokarbon alifatik atau hidrokarbon siklik yang memiliki rumus perbandingan (C5H8). Terpena dapat dianggap sebagai hasil kondensasi 2-metil1,3-butadiena atau isoprene. Terpenoid merupakan turunan terpena atau senyawa-senyawa yang strukturnya mirip terpena. Molekul terpenoid dapat mengandung gugus karboksil, hidroksil, formil, atau gugus yang lain(Sumardjo, 2006). Terpena dianggap sebagai polimer isoprena sehingga klasifikasinya didasarkan atas jumlah isoprena (satuan isoprena) dalam molekulnya. Berdasarkan jumlah satuan isoprena yang dikandungnya, terpena dibedakan atas monoterpena (dua satuan isoprena); seskuiterpena (tiga satuan isoprena); diterpena (empat satuan isoprena); triterpena (enam satuan isoprena); tetraterpena (delapan satuan isoprena) dan politerpena (banyak satuan isoprena) (Sumardjo, 2006). Terpenoid dibagi-bagi menjadi beberapa golongan berdasarkan jumlah satuan unit C5 yang terdapat di dalam senyawa tersebut; dua (C10), tiga (C15), empat (C20), enam (C30), atau delapan (C40) satuan. Terpenoid terdiri atas beberapa macam senyawa, mulai dari komponen minyak atsiri, yaitu monoterpenoida dan seskuiterpenoida yang mudah menguap (C10 dan C15), diterpen yang lebih suka mengupan (C20), sampai senyawa yang tidak menguap, yaitu triterpenoid dan sterol (C30), serta pigmen karotenoida (C40). Secara umum biosintesa dari terpenoid melalui 3 reaksi dasar yaitu (Harborne, 1990): 1. Pembentukan isoprene aktif berasalh dari asam asetat melalui asam mevalonat 2. Penggabungan kepala dan ekor unit isoprene akan membentuk mono-, seksui- di-, sester-, dan politerpenoid 3. Penggabungan ekor dan ekor dari unit C15 dan C20 menghasilkan triterpenoid dan steroid Macam-macam terpenoid antara lain: monoterpene (C10), sesquiterpene (C15), diterpene (C20), triterpen (C30), serta tetraterpenoid (C40) (Harborne, 1999):



a. Monoterpene - Carvone: sebagai zat karminatif dan antiseptik



-



Citronellal: sebagai antiseptik, sedative, sabun, dan parfum.



b. Sesquiterpene - Lubimin: sebagai antifungal



-



Solavetivone: sebagai antifungal



c. Diterpene - Andrographolide: sebagai hapatoprotective, anticancer, dan immunomodulator



-



Gibberellin: sebagai hormone pertumbuhan tanaman



d. Triterpene



e. Tetraterpene



-



β – carotene: digunakan sebagai pewarna makanan, contohnya margarine



- Lycopene



Cara identifikasi terpenoid antara lain(Sumardjo, D, 2006): 1. Metode Lieberman-Burchard : beberapa tetes kloroform ditempatkan pada plat tetes. Kemudian ditambahkan anhidrida asetat 5 tetes dan dibiarkan mongering. Selanjutnya ditambahkan 3 tetes H2SO4 pekat. Timbulnya warna merah jingga atau ungu menandakan uji positif terhadap triterpenoid.



2. Metode salkowski : larutan dalam kloroform digojok dengan asam sulfat bervolume sama. Setelah lapisan kloroform yang berwarna kemerah-merahan memisah, lapisan asam sulfat menunjukkan fluoresensi hijau. Glikosida adalah senyawa yang menghasilkan satu atau lebih gula (glikon) diantara produk hidrolisisnya dan sisanya berupa senyawa bukan gula (aglikon). Bila gula yang terbentuk adalah glukosa maka golongan senyawa itu disebut glukosida, sedangkan bila terbentuk gula lainnya disebut glikosida. Di alam ada O-glikosida, C-glikosida, Nglikosida, dan S-glikosida (Watson, 2007). Klasifikasi (penggolongan) glikosida sangat sukar. Bila ditinjau dari gulanya akan dijumpai gula yang strukturnya belum jelas. Sedangkan bila ditinjau dari aglikonnya akan dijumpai hampir semua golongan konstituen tumbuhan, misalnya tanin, sterol, terpenoid, antosianin, flavonoid dsb. Bila ditinjau dari segi pengobatan akan terjadi beberapa glikosida yang diabaikan, padahal penting dalam farmakognosi (Sumardjo, 2008). Hampir semua glikosida dapat dihidrolisis dengan pendidihan dengan asam mineral. Namun demikian kecepatannya berbeda-beda. Hidrolisis dalam tumbuhan juga terjadi karena enzim yang terdapat dalam tumbuhan tersebut. Nama enzimnya secara umum adalah beta glukosidase, sedangkan untuk ramnosa nama enzimnya adalah ramnase. Untuk tanaman tertentu juga memiliki enzimnya sendiri, misalnya emulsin pada biji amandel dan mirosin dalam biji mustar hitam (Sumardjo, 2008). Biosintesis glikosida secara singkat dapat dirangkum dalam reaksi sebagai berikut: UTP + gula-1-fosfat —-(1)——-à UDP-gula + PPi UDP-gula + —septor —-(2)–à septon – gula + UDP (glikosida) (1) enzim uridil tranferase (2) enzim glikosil transferase (Mustakim, 2008). Dengan reaksi sejalan akan terbentuk di-, tri-, bahkan tetra- sakarida. Bila bagian aglikon digunakan sebagai dasar klasifikasi maka akan didapatkan penggolongan sebagai berikut (menurut Claus dalam Tyler et al.,1988). 1. golongan kardioaktif 2. golongan antrakinon 3. golongan saponin 4. golongan sianopora



5. golongan isotiosianat 6. golongan flavonoid 7. golongan alkohol 8. golongan aldehida 9. golongan lakton 10. galongan fenolat 11. golongan tanin. Glikosida antrakinon, golongan glikosida ini aglikonnya adalah sekerabat dengan antrasena yang memiliki gugus karbonil pada kedua atom C yang berseberangan (atom C9 dan C10) atau hanya C9 (antron) dan C9 ada gugus hidroksil (antranol). Adapun strukturnya adalah sebagai berikut (Mustakim, 2008).



Gambar 1. Struktur kimia antrakinon. Nama lain: 9,10-antracendion, 9,10-antrakion; C 14H8O2 (BM: 208,22 g/mol)



Sifat fisika & kimia Senyawa Antrakuinon : Senyawa antrakinon dan turunannya seringkali bewarna kuning sampai merah sindur (oranye), larut dalam air panas atau alkohol encer. Untuk identifikasi digunakan reaksi Borntraeger (Mustakim, 2008).



Gambar 2. Semua antrakinon memberikan warna reaksi yang khas dengan reaksi Borntraeger jika Amonia ditambahkan: larutan berubah menjadi merah untuk antrakinon dan kuning untuk antron dan diantron. Antron adalah bentuk kurang teroksigenasi dari antrakinon, sedangkan diantron terbentuk dari 2 unit antron (Mustakim, 2008). Antrakinon yang mengandung gugus karboksilat (rein) dapat diekstraksi dengan penambahan basa, misalnya dengan natrium bikarbonat. Hasil reduksi antrakinon adalah antron dan antranol, terdapat bebas di alam atau sebagai glikosida. Antron bewarna kuning pucat, tidak menunjukkan fluoresensi dan tidak larut dalam alkali, sedangkan isomernya, yaitu antranol bewarna kuning kecoklatan dan dengan alkali membentuk larutan berpendar (berfluoresensi) kuat. Oksantron merupakan zat antara (intermediate) antara antrakinon dan antranol. Reaksi Borntraeger modifikasi Fairbairn, yaitu dengan menambahkan hidrogen peroksida akan menujukkan reaksi positif. Senyawa ini terdapat dalam Frangulae cortex. Diantron adalah senyawa dimer tunggal atau campuran dari molekul antron, hasil oksidasi antron (misalnya larutan dalam aseton yang diaerasi dengan udara). Diantron merupakan aglikon penting dalam Cassia, Rheum, dan Rhamnus; dalam golongan ini misalnya senidin, aglikon senosida. Reidin A, B, dan C yang terdapat dalam sena dan kelembak merupakan heterodiantron (Mustakim, 2008). Efek farmakologi (bioaktivitas) Glikosida antrakinon adalah stimulan katartika dengan meningkatkan tekanan otot polos pada dinding usus besar, aksinya akan terasa sekitar 6 jam kemudian atau lebih lama. Adapun mekanisme belum jelas, namun diduga antrakinon dan antranol dan turunannya berpengaruh terhadap transpon ion dalam sel colon dengan menghambat kanal ion Cl- (Mustakim, 2008). Untuk antron dan antranol mengeluarkan kegiatan lebih drastik (itulah sebabnya ada beberapa simplisia yang boleh digunakan setelah disimpan selama satu tahun, untuk mengubah senyawa tersebut menjadi antrakinon), bila jumlahnya lebih besar daripada antrakinon akan mengakibatkan mulas dan rasa tidak enak (Mustakim, 2008). Kegunaan Katartika / pencahar , pewarna, dan antibakteri (Mustakim, 2008).



II. III.



TINJAUAN BAHAN TINJAUAN ELUEN



BAB III DATA HASIL PENGAMATAN 3.1 Penimbangan 3.1.1 Penimbangan ekstrak Andrographis paniculata



kesalahan=



31.2 mg−30 mg x 100 =4 30 mg



3.1.2 Penimbangan ekstrak Rheum palmatum



kesalahan=



31.8 mg−30 mg x 100 =6 30 mg



3.2 Perhitungan Nilai Rf 3.2.1 Identifikasi senyawa golongan Terpenoid pada Andrographis paniculata Eluen => klorofom : methanol = 9 : 1



Rf Standar = Rf Ekstrak = =



Jarak tempu h komponen = jarak tempu h eluen Jarak tempu h komponen jarak tempu h eluen



0.9 cm 7.9 cm =



= 0.11



1 cm 7.9 cm



= 0.13



Warna Noda : Noda berwarna ungu 3.2.2



Identifikasi senyawa antrakuinon pada Rheum palmataum Eluen => etil asetat : methanol : air = 100 : 13.5 : 10



Rf Ekstrak =



Jarak tempu h komponen jarak tempu h eluen



=



6.25 cm 7.9 cm



= 0.786



Warna Noda : Noda berwarna kuning



3.3 Gambar Pengamatan 3.3.1 Identifikasi senyawa golongan Terpenoid pada Andrographis paniculata



7.9 cm batas eluen



0.9 cm



1cm noda ekstrak



noda standar



3.3.2 Identifikasi senyawa golongan Antrakuinon pada Rheum palmatum



7.9 cm batas eluen 6.25 cm noda ekstrak



BAB IV PEMBAHASAN



BAB V PENUTUP KESIMPULAN Berdasarkan praktikum Identifikasi Senyawa Golongan Terpenoid dan Antrakuinon dapat disimpulkan bahwa pada Identifikasi tanaman Andrographis paniculata ditemukan senyawa terpenoid dengan nilai Rf sebesar 0.13 dan noda berwarna ungu, sementara standar Andrografolid didapatkan nilai Rf sebesar 0.11 dengan warna noda ungu. Pada Identifikasi



tanaman Rheum palmatum, ditemukan senyawa antrakuinon dengan nilai Rf sebesar 0.786 dan noda fluorescent kuning.



DAFTAR PUSTAKA Mustakim, H. 2008. Kimia Bahan Alam : Glikosida Antrakuinon. Purwokerto : Universitas Jendral Soedirman.



Sumardjo, Damin. 2008. Pengantar Kimia : Buku Panduan Kuliah Mahasiswa Kedokteran dan Program Strata 1 Fakultas Bioeksakta. Jakarta : EGC.



Tyler, V. E., et al. 1988. Pharmacognosy Ninth Edition. Philadelphia : Lea and Febiger.



Watson, David. 2007. Analisis Farmasi : Buku Ajar untuk Mahasiswa Farmasi dan Praktisi Kimia Farmasi Edisi 2. Jakarta : EGC.