APACHE Dan Ews [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

APACHE Berkisar tahun 1980 beberapa intensivis memutuskan untuk membuat skoring beratnya penyakit terhadap pasien-pasien yang dirawat di intensive care unit (ICU) dengan maksud membandingkan populasi dan mengevaluasi hasil akhirnya (outcome prognosis). Hasil akhir (outcome prognosis) dari suatu perawatan intensif bergantung dari berbagai faktor / keadaan yang ada yang didapati pada hari pertama masuk ICU dan juga bergantung terhadap penyebab sakitnya sehingga dirawat di ICU. Sistem skoring beratnya penyakit umumnya terdiri dari 2 (dua) bagian, sistem skoring itu sendiri dan model probabilitasnya. Skoring itu sendiri adalah angka-angka atau sejumlah angka / nilai dimana jika semakin tinggi angka / nilai yang didapati, semakin buruk kemungkinan beratnya penyakit. Kebanyakan skor-skor tersebut dikalkulasi dari pengumpulan data di hari pertama masuk rawatan ICU, beberapa diantaranya salah satunya sistem skoring Acute Physiologi and Chronic Health Evaluation (APACHE). Sistem skoring prognosis ini telah berkembang untuk mengestimasi kemungkinan kematian terhadap pasien-pasien dewasa yang masuk ICU. Sistem ini menggunakan variabel-variabel prediktor seperti diagnosis, usia, status riwayat penyakit kronik dan keadaan fisiologik, yang mana kesemuanya mempunyai dampak terhadap prognosis. Pertama berkembang pada tahun 1981 di George Washington University Medical Centre, sistem skoring Acute Physiology Chronic Health Evaluation (APACHE) telah didemonstrasikan untuk membuktikan keakuratan dan pengukuran yang memungkinkan terhadap beratnya penyakit pada pasien-pasien criticall ill. Sistem skoring APACHE yang pertama (APACHE I) mengandung 34 variabel, nilai variabel terburuk dicatat dan dinilai dalam 32 jam pertama masuk ICU dan hasil akhir didapati sebagai skor fisiologik akut. Pada tahun 1985, Knaus dkk memperkenalkan versi sistem skor APACHE yang lebih disederhanakan yaitu APACHE II. Model ini mencatat nilai variabel terburuk dalam 24 jam pertama masuk ICU terhadap 12 variabel fisiologik, usia, status pembedahan (pembedahan emergensi / elektif, bukan pembedahan), status riwayat penyakit sebelumnya yang menerangkan penyebab masuknya ke ICU, yang dianalisa secara model regresi multipel logistik yang ditransformasikan skornya untuk memprediksi kemungkinan kematian. Sistem skoring ini berkembang dengan cepat digunakan luas di seluruh dunia, telah banyak digunakan dalam bidang administrasi, perencanaan, quality assurance, membandingkan diantara ICU bahkan membandingkan terhadap grupgrup uji klinik. Versi yang ketiga, APACHE III, telah mengevaluasi secara prospektif terhadap 17440 pasien yang masuk di 40 ICU rumah sakit di Amerika Serikat pada tahun 1988 – 1989. Sistem variabel yang termasuk dalam skoring APACHE III yaitu berdasarkan pencatatan nilai variabel terburuk 1



dalam 24 jam pertama pasien masuk ICU, skor berkisar 0 - 299 terhadap 17 variabel fisiologik, Glasgow Coma Score (GCS), untuk nilai skor usia dan tujuh kondisi komorbid penyakit kronik. Skor APACHE III adalah skor untuk menilai beratnya penyakit critical ill di ICU yang dikalkulasikan terhadap variabel-variabel usia pasien, adanya kondisi komorbid penyakit, investigasi laboratorium dan fisiologik yang terburuk dalam 24 jam pertama masuk ICU. Dalam sistem skoring APACHE III usia pasien dan riwayat penyakit kronik mencapai nilai 47. Dalam 24 jam pertama masuk rawatan, 17 variabel fisiologik dicatat dan dapat mencapai nilai sampai 252. Nilai skor total dikombinasikan dengan asal perawatan sebelumnya serta diagnosis ICU secara prinsipal, hasilnya diolah ke dalam persamaan suatu logistik regresi. Kemampuan secara objektif mengestimasi kemungkinan resiko kematian atau kemungkinan lainnya yang penting dalam mengevaluasi prediksi prognosis merupakan suatu hal yang berkembang dalam penelitian klinis. Berdasarkan metode validasi yang dipergunakan, akurasi dari model prognosis diakses dengan mengukur seberapa baik model menentukan pasien-pasien yang hidup dan mati dan seberapa besar hubungan prediksi dan kematian pasien yang diobservasi. Kesanggupan suatu sistem skoring prognosis memprediksi secara akurat kemungkinan kematian terhadap pasien-pasien yang masuk ke ICU adalah berdasarkan kondisi-kondisi berikut ; ketersediaannya data, pengumpulan data yang akurat dan reproduksibel, analisa prediktif dapat mengatur sekumpulan kasus yang terdefinisi sebagai usia, komorbiditas, diagnosis, beratnya penyakit serta kontrol terhadap penentuan keberhasilan, seperti pemilihan pasien yang ada, analisa prediktif adalah akurat berdasarkan diskriminasi dan kesanggupan menghitung. perbedaan yang didapat dalam peyebab rata-rata kematian diantara beberapa subgrup / populasi. Prediksi Sistem Skoring Apache Iii Di Icu Klinisi dapat secara akurat memprediksi hasil akhir terhadap perawatan pasien-pasien berat (critical ill patients) dan mendapatkan hasil akhir prognosis yang lebih akurat. Menganalisa dan mengukur beratnya penyakit serta prognosis terhadap pasie-pasien yang dirawat di ICU sangatlah penting dikarenakan : 1. kualitas perawatan pasien di antara ICU tidak dapat dibandingkan tanpa adanya pengukuran indeks objektif dari beratnya penyakit. 2. prediksi sistem skoring dapat menentukan suatu fondasi yang stabil untuk penelitian masalah efisiensi terapi serta memperkecil dampak perekonomian di ICU. 3. Sistem skoring prediksi dapat memplot masalah-masalah penyakit critical ill dan membantu klinisi dalam membuat keputusan.



2



Karakteristik dari sistem skoring prognosis mengandung nilai-nilai angka untuk menjelaskan beratnya penyakit pasien. Skor-skor nilai angka tersebut lalu didiskribsikan melalui suatu formula matematika sebagai prediksi kematian. Kegunaan dari perhitungan skor bergantung terhadap prediks penyakitnya. APACHE II Score ("Acute Physiology and Chronic Health Evaluation II Score") adalah sistem klasifikasi keparahan penyakit yang pertama kali diperkenalkan oleh William Knaus dkk. di Universitas George Washington pada tahun 1981. Scor Apache ini digunakan untuk mengukur tingkat keparahan penyakit dan memprediksi mortalitas yang biasa digunakan di beberapa unit perawatan intensif (ICU). Penilaian klinis keparahan penyakit merupakan komponen penting praktek medis karena dapat menentukan intervensi pengobatan, derajat kegawatan dan prognosis. Severity of illness dinilai berdasarkan pengukuran 12 sistem fisiologis rutin selama 24 jam pertama setelah masuk, usia dan status kesehatan sebelumnya atau komorbiditas yang dimiliki pasien. Data perhitungan skor APACHE II berdasar pada variabel-variabel yang terdiri dari suhu rektal, mean arterial pressure, frekuensi nadi, frekuensi napas, hantaran oksigen (PO2), PO2, pH arteri, natrium serum, kalium serum, kreatinin serum, hematokrit dan hitung jenis lekosit. Jumlah skor bervariasi dari 0 sampai 71. Semakin besar skor semakin meningkat risiko kematian. Meskipun sistem penilaian baru, seperti SAPS II, telah menggantikan APACHE II di banyak tempat, APACHE II terus digunakan secara luas karena begitu banyak dokumentasi didasarkan pada itu. Pada studi yang dilakukan di berbagai negara seperti Amerika Serikat, Kanada, Selandia Baru dan Singapura, terbukti sistem skor APACHE II memiliki korelasi yang baik antara mortalitas yang diprediksi dengan mortalitas aktual yang terjadi. APACHE II memiliki kelemahan antara lain: Sistem skor ini dibuat berdasarkan data lama dari tahun 1979 – 1982 dan sistem skor tidak dirancang untuk memprediksi outcome pasien secara individual dan penyakit khusus.Perbedaan dalam waktu kedatangan pasien di ICU menyebabkan perbedaan nilai prediksi dan kategori diagnosis tidak secara akurat menghitung perbedaan kondisi saat masuk ICU. Tidak mencakup penilaian pasien trauma dan bedah. APACHE II memiliki kekurangan dalam komponen untuk menilai secara akurat trauma akut yang terjadi pada individu yang sebelumnya sehat sebaliknya pada individu yang sebelumnya memiliki penyakit kronik. Tidak mengontrol penatalaksanaan sebelum masuk ICU yang dapat memengaruhi kondisi fisiologis pasien sehingga menurunkan skor dan menurunkan risiko pasien yang sesungguhnya. Mengeksklusi pasien-pasien grafting bypass arteri koroner, perawatan jantung, luka bakar dan pasien pediatrica.



3



4



5



6



The APACHE II Severity of Disease Classification System APACHE II SCORE = Acute Psychology Score + Age Points + Chronic Health Points High abnormal range Low abnormal range +4 +3 +2 +1 0 +1 +2 +3 +4 Rectal ≥ 41 39 – 36 – 36 – 38 34 – 32 – 30 – 130 – 11070 – 50 – 18 140 – 11070-109 55-69 40-54 50 35 – 12 – 24 10 – 6-9 50 36020070 61-70 55-60 7.7 7.6155- 7.57.37.25- 7.15- 18 1601501301201117 6-6.9 5.53.5-5.4 2.53.5 2-3.4 1.50.6-1.4 60 504630-45.9 2040 20153-14.9 1-2.9 34 85



7



Sequensial Organ Failure Assesment (SOFA) and Multiple Organ Disfungtion Score (MODS) Scoring System Variable PaO2 (mmHg) Platelet Count



1 35



NUMERICAL SCALE 0 Tidak nyeri



1–3 Nyeri Ringan



4–6 Nyeri Sedang



7–9 Nyeri Berat



10 Nyeri Tidak Tertahankan



RESIKO DEKUBITUS ( BRADEN SCORE) FAKTOR RESIKO Kemampuan Persepsi Sensori : Berespon terhadap tekanan yang berhubungan dengan ketidaknyamanan Kelembaban : Derajad kelembaban Aktivitas : Derajad Aktivitas Fisik Mobilitas : Kemampuan



1



SCORE / DISKRIPSI 2 3



4



Sama sekali



Sangat



Sedikit



Tidak



terbatas



terbatas



terbatas



terganggu



Lembab terus



Sering



Kadang



Jarang



menerus



lembab Duduk di



lembab Kadang-



lembab



kursi Sangat



kadang jalan Sedikit



Baring total Immobilitas



Sering jalan Tidak 10



menahan/merubah posisi tidur Nutrisi : Pola intake makanan, puasa, IV, TPN Gesekan



terbatas Tidak



Sangat buruk



adekuat Potensial



Bermasalah



bermasalah



terbatas



terbatas



Adekuat



Sangat baik



Tidak bermasalah



-



Score decubitus ≤9 Sangat tinggi



10 -12 Risiko tinggi



13 – 14 Risiko sedang



15 – 18 Risiko rendah



GLASGOW COMA SCALE (GCS) RESPON BUKA MATA



RESPON MOTORIK



RESPON VERBAL



(EYE) 1. Tidak buka mata



1. Tidak ada respon



1. Tidak ada respon



2. Rangsang nyeri



2. Ekstensi



2. Suara tanpa arti



3. Rangsang suara



3. Fleksi



3. Kata tidak benar



4. Spontan



4. Menarik



4. Bicara kacau



5. Menunjuk nyeri



5. Orientasi baik



6. Menurut perintah



11



EARLY WARNING FOR EMERGENCY CALLING EARLY WARNING SCORES (EWS)



Score



MET call



3



2



1



0



1



2



3



MET call



Zone



pink



orange



RR



35



100 – 180



>180 131 –



>140



50 – 100



PARAMETER



yellow



101 – 110



111 – 130



140 4 jam urine



< 80



80-120



Pain



Agitation



>120



output LOC



unresponsiv e



voice



Alert



/ confuse



NURSING ACTION PATHWAY 12



vital sign dalam area pink atau total score 8



Hubungi tim code blue : dampingi pasien



atau lebih Vital sign dalam area orange atau total score



Monitoring ketat dalam 20 menit, hubungi perawat senior, kepala ruang



6-7 Vital sign dalam area gold atau total score 4-



Observasi ketat dalam 60 menit, informasikan pada perawat senior



5 Vital sign dalam area kuning atau total score



Managemen nyeri, demam ataupun distress, peningkatan frekwensi pemerikasaan TTV,



1-3



konsultasikan pada perawat senior/ rujuk utk pemeriksaan lebih lanjut.



Early warning score sistem adalah penggunaan vital sign pasien untuk mengidentifikasi pasien dengan keadaan umum memburuk dan menyediakan upaya pencegahan perburukan lebih cepat dengan cara memanggil tim medis gawat darurat segera datang yang terdiri atas dokter dan perawat berpengalaman dengan perlengkapan dan obat yang dibutuhkan.



13



NEWSS (Nursing Early Warning Scoring System) NEWSS adalah sebuah sistem skoring fisiologis (tanda-tanda vital) yang



umumnya



digunakan di unit medikal bedah sebelum pasien mengalami kondisi kegawatan. Skoring NEWSS disertai dengan algoritme tindakan berdasarkan hasil



skoring dari



pengkajian pasien. NEWSS melengkapi sistem Tim Medik Reaksi Cepat (yang telah



diimplementasikan



RSCM), dalam menangani kondisi kegawatan pada pasien atau biasa kita kenal dengan istilah code blue.



NEWSS lebih berfokus kepada mendeteksi kegawatan sebelum hal tersebut terjadi. Hijau : Pasien dalam kondisi stabil Kuning : Pengkajian ulang harus dilakukan oleh Perawat Primer/ PJ Shift. Jika skor pasien akurat maka perawat primer atau PP harus menentukan tindakan terhadap kondisi pasien dan melakukan pengkajian ulang setiap 2 jam oleh perawat pelaksana. Pastikan kondisi pasien tercatat di catatan perkembangan pasien



Orange : Pengkajian ulang harus dilakukan oleh Perawat Primer/ PJ Shift dan diketahui oleh dokter jaga residen. Dokter jaga residen harus melaporkan ke DPJP



dan



memberikan instruksi tatalaksana pada pasien tersebut. Perawat pelaksana



harus



memonitor tanda vital setiap jam.



Merah : Aktifkan code blue, TMRC melakukan tatalaksanaKegawatan pada pasien, dokter jaga dan DPJP diharuskan hadir di samping pasien dan berkolaborasi untuk menentukan rencana perawatan pasien selanjutnya. Perawat pelaksana harus memonitor tanda vital setiap jam (setiap 15 menit-30 menit-60 menit)



14



15