Aromasitasi, Benzena, Dan Benzena Tersubstitusi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH KIMIA ORGANIK III AROMATISITAS, BENZENA DAN BENZENA TERSUBSTITUSI



Disusun Oleh: Mentina Manik Nurma Yunita



Dosen Pengampu: Jukwati M.S.



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS CENDERAWASIH JAYAPURA 2019



KATA PENGANTAR Puji syukur penulis



panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, dimana atas



rahmat dan karuniaNya sehingga kami telah menyelesaikan makalah kimia organik III dengan topik “Aromatisitas, Benzena dan Benzena Tersubstitusi”. Kami mengucapkan terimakasih banyak kepada dosen pengampu mata kuliah kimia organik III Bapak Jukwati, M. S. serta pihak yang turut memberikan masukan yang sangat membantu terselesainya penyusunan makalah ini. Makalah ini disusun berdasarkan pengumpulan informasi baik dari buku dan media elektronik. Kami



sadar bahwa dalam penulisan makalah ini masih terdapat kekurangan



sehingga penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari rekan-rekan semua demi penyempurnaan makalah ini, agar menjadi bahan diskusi yang menarik dan dapat memberi manfaat bagi kami semua.



Jayapura, September 2019



Kelompok III



1



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR...............................................................................................................1 BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................3 A. Latar Belakang.................................................................................................................3 B. Rumusan Masalah............................................................................................................3 C. Tujuan..............................................................................................................................4



BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................5 A. Aromatisitas.....................................................................................................................5



Aturan Hückel....................................................................................................................7 B. Benzena dan Benzena Tersubstitusi.................................................................................7 C. Pengarah Orto, Para, Meta.............................................................................................11 1. Pengarah Orto, Para..................................................................................................12 2. Pengarah Meta............................................................................................................14 D. Tata Nama Benzena Tersubstitusi..................................................................................16 1. Benzena Monosubstitusi............................................................................................16



2. Benzena Disubstitusi...................................................................................................17 3. Benzena Polisubstituen...............................................................................................17 E. Reaksi-reaksi pada Benzena...........................................................................................17 1. Halogenasi..................................................................................................................18 2. Nitrasi.........................................................................................................................18 3. Sulfonasi.....................................................................................................................18 4. Alkilasi Friedel-Craft.................................................................................................18 F. Sifat Fisika dan Kimia Benzena.....................................................................................18 1. Sifat Fisika Benzena...................................................................................................18 2. Sifat Kimia Benzena..................................................................................................19 G. Substitusi Aromatik Elektrofilik....................................................................................19 1. Substitusi Pertama......................................................................................................20 2. Substitusi kedua.........................................................................................................22 3. Substitusi Ketiga........................................................................................................22 H. Kegunaan dan Dampak Benzena...................................................................................26



BAB III PENUTUP..................................................................................................................28 A. Kesimpulan....................................................................................................................28 B. Kritik Dan Saran............................................................................................................28



DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................29 2



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Benzena ditemukan pada tahun 1825 oleh seorang ilmuwan Inggris, Michael Faraday, yang mengisolasikannya dari gas minyak dan menamakannya bikarburet dari hidrogen. Pada tahun 1833, kimiawan Jerman, Eilhard Mitscherlich menghasilkan benzena melalui distilasi asam benzoat (dari benzoin karet atau gum benzoin) dan kapur. Mitscherlich memberinya nama benzin. Pada tahun 1845, kimiawan Inggris, Charles Mansfield, yang sedang bekerja di bawah August Wilhelm von Hofmann, mengisolasikan benzena dari tir (coal tar). Empat tahun kemudian, Mansfield memulai produksi benzena berskala besar pertama menggunakan metode tir tersebut. Benzena, juga dikenal dengan nama C6H6, PhH, dan benzol, adalah senyawa kimia organik yang merupakan cairan tak berwarna dan mudah terbakar serta mempunyai bau yang manis. Benzena adalah sejenis karsinogen. Benzena adalah salah satu komponen dalam bensin dan merupakan pelarut yang penting dalam dunia industri. Benzena juga adalah bahan dasar dalam produksi obat-obatan, plastik, bensin, karet buatan, dan pewarna. Selain itu, benzena adalah kandungan alami dalam minyak bumi, namun biasanya diperoleh dari senyawa lainnya yang terdapat dalam minyak bumi. Struktur benzena pertama kali diperkenalkan oleh Kekule pada tahun 1865. Menurutnya, keenam atom karbon pada benzena tersusun secara melingkar membentuk segienam beraturan dengan sudut ikatan masing- masing 120o. Benzena merupakan senyawa aromatik tersederhana. Nama oaromatik itu diberikan karena anggota-anggota yang  pertama dikenal dari golongan ini mempunyai aroma yang sedap. Akan tetapi, belakangan ini dikenal senyawa sejenis yang tidak berbau, bahkan ada yang berbau yang tidak sedap. Kini istilah aromatik ini dikaitkan dengan struktur dan sifat-sifat khas tertentu B. Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan senyawa aromatik? 2. Bagaimanakah sifat aromatisasi senyawa benzena? 3. Apa sajakah teori rumus struktur senyawa benzena? 3



4. Bagaimanakah cara memberikan penamaan pada benzena tersubstitusi? 5. Apa saja reaksi-reaksi pada benzena? 6. Apa saja kegunaan benzena? C. Tujuan 1. Untuk mengetahui sifat aromatisasi dari senyawa benzena. 2. Untuk memahami teori-teori rumus struktur senyawa benzena? 3. Untuk mengetahui cara memberikan nama pada benzena tersubstitusi. 4. Untuk mengetahui reaksi apa saja yang terjadi pada senyawa benzena. 5. Untuk mengetahui kegunaan dari benzena dan turunannya.



4



BAB II PEMBAHASAN A. Aromatisitas Senyawa aromatik adalah senyawa hidrokarbon dengan ikatan tunggal dan ikatan rangkap diantara atom-atom karbonnya. Benzena adalah senyawa organik dengan rumus molekul C6H6 yang merupakan suatu anggota dari suatu kelompok besar senyawa aromatik, yakni senywa yang cukup distabilkan dan delokalisasi elektron pi. Benzena tersusun atas 6 buah atom karbon yang bergabung membentuk sebuah cincin, dengan satu atom hidrogen yang terikat pada masing-masing atom. Karena hanya terdiri dari atom karbon dan hidrogen, senyawa benzena dapat dikategorikan ke dalamhidrokarbon. Benzena merupakan salah satu jenis hidrokarbon aromatik siklik dengan ikatan pi yang tetap. Senyawa aromatis adalah senyawa siklik yang memiliki sistem ikatan ganda dua terkonjugasi dengan jumlah elektron π=4 n+2. Senyawa tersebut merupakan senyawa hidrokarbon yang memiliki rantai karbon tertutup dan mengandung dua atau lebih ikatan rangkap yang letaknya berselang-seling. Salah satu contoh senyawa aromatik yang dijumpai pada minyak bumi adalah senyawa fenol dan turunannya. Aromatisitas adalah sebuah sifat kimia dimana sebuah cincin terkonjugasi yang ikatannya terdiri dari ikatan tidak jenuh, pasangan tunggal, atau orbit kosong menunjukkan stabilitas yang lebih kuat dibandingkan stabilitas sebuah sistem yang hanya terdiri dari konjugasi. Aromatisitas juga bisa dianggap sebagai manifestasi dari delokalisasi siklik dan resonansi. Aromatisitas dapat juga di artikan dari sifat senyawa aromatik yaitu kestabilannya yang khas dan mudah mengalami reaksi substitusi daripada reaksi adisi. Ciri senyawa aromatis adalah mempunyai ikatan rangkap yang terkonjugasi, namun sifatnya tidak sama dengan alkena, khususnya pada sifat kimianya, dimana senyawa aromatis tidak mengalami reaksi adisi. Syarat untuk senyawa aromatisitas, antara lain: 1. Molekul harus berbentuk siklik. 2. Setiap atom pada cincin tersebut harus mempunyai orbital pi, membentuk sistem berkonjugasi. 3. Molekul haruslah planar. 4. Jumlah elektron pi molekul haruslah ganjil dan memenuhi kaidah Huckel: (4n+2) elektron pi. 5



5. Molekul-molekul yang mengandung 4n elektron pi adalah antiaromatik Contoh senyawa aromatik:



Contoh senyawa tidak aromatik:



Siklooktatetraena



6



Aturan Hückel Pada tahun 1931seorang ahli kimia jerman Erich Hückel, mengusulkan bahwa untuk menjadi aromatik, suatu senyawa datar, monosiklik (satu cincin) Harus memiliki elektron pi sebanyak4 n+2, dengan n ialah bilangan bulat. Menurut aturan Hückel, suatu cinicin dengan electron pi sebanyak 2,6,10 atau 14 dapat bersifat aromatik tetapi cincin dengan 8 atau 12 elektron tidak dapat.



B. Benzena dan Benzena Tersubstitusi Benzena pertama kali diisolasi oleh Michael Faraday pada tahun 1825 dari residu 4n + 2 = 6 4n + 2 = 10 4n = 8 berminyak sumber utama n = 1yang tertimbun dalam pipa n = 2induk gas di london. Saat non ini aromatik aromatik benzena, benzena tersubstitusi, danaromatik senyawaan aromatik adalah petroleum, sebelumnya dari ter batubara. Benzena tersubstitusi adalah benzena yang terbentuk dengan cara menggantikan satu atau lebih atom hidrogen pada benzena dengan gugus  fungsional lainnya. Berdasarkan rumus molekulnya, C6H6, para pakar kimia pada saat itu berpendapat bahwa senyawa ini memiliki ikatan tak jenuh yang lebih banyak dari alkena atau alkuna. Oleh karena itu, di usulkan beberapa rumus struktur benzena, yaitu: 1. Rumus struktur benzena menurut Kukele Menurut Friderich August Kukele (1865), struktur benzena dituliskan cincin dengan enam atom karbon yang mengandung tiga buah ikatan tunggal dan tiga buah ikatan rangkap yang berselang-seling. Kerangka atom karbon dalam benzena membentuk segi enam beraturan dengan sudut ikatan sebesar 120˚. Meskipun struktur kekule merupakan struktur benzena yang dapat diterima, namun ternyata terdapat beberapa kelemahan dalam struktur tersebut. Kelemahan itu diantaranya: 



Pada struktur Kekule, benzena digambarkan memiliki 3 ikatan rangkap yang seharusnya mudah mengalami adisi seperti etena, hekesena dan senyawa dengan 7



ikatan karbon rangkap dua lainnya. Tetapi pada kenyataanya benzena sukar di adisi dan lebih mudah disubstitusi. 



Bentuk benzene adalah molekul planar (semua atom berada pada satu bidang datar), dan hal itu sesuai dengan struktur Kekule. Yang menjadi masalah adalah ikatan tunggal dan rangkap dari karbon memiliki panjang yang berbeda. Artinya bentuk heksagon akan menjadi tidak beraturan jika menggunakan struktur



Kekule, dengan sisi yang panjang dan pendek secara bergantian. Pada benzene yang sebenarnya semua ikatan memiliki panjang yang sama yaitu diantara panjang C-C dan C=C disekitar 0.139 nm. Benzen yang sebenarnya berbentuk segi enam sama sisi. Benzena yang sebenarnya lebih stabil dari benzena dengan struktur yang diperkirakan Kekule. Kestabilan ini dapat dijelaskan berdasarkan perubahan entalpi pada hidrogenasi. 2. Teori Resonansi Pada tahun 1931, Linus Pauling membuat suatu teori yang dikenal dengan Teori Hibrida Resonansi atau Teori Resonansi. Teori ini merumuskan struktur benzena sebagai suatu struktur yang berada di antara dua struktur Kekule yang memungkinkan, sehingga ikatan rangkap pada benzena tidak nyata, berbeda dengan teori Kekule yang menyatakan bahwa tiga ikatan rangkap pada benzena berpindah secara cepat. Setelah diketahui kalau panjang ikatan pada benzena sama, maka struktur Kekulé I dan II mengalami resonansi membentuk hibrida benzena.



Dengan pengertian di atas membuktikan ada 3 (tiga) isomer senyawa disubstitusi benzena yaitu 1,2- ; 1,3- dan 1,4- . Hal ini sesuai dengan eksperimen brominasi pada benzena yang menghasilkan 3 produk terdisubstitusi : 1,2-dibromobenzena; 1,3dibromobenzena dan 1,4-dibromobenzena Menurut model ikatan valensi, benzena dinyatakan sebagai hibrida resonansi dari dua struktur penyumbang yang ekivalen, yang dikenal dengan struktur kekule. Masingmasing struktur kekule memberikan sumbangan yang sama terhadap hibrida resonansi, 8



yang berarti bahwa ikatan-ikatan C-C bukan ikatan tunggal dan juga bukan ikatan rangkap melainkan diantara keduanya. Struktur-struktur penyumbang tersebut sebenarnya tidak ada, tetapi hanya merupakan cara alternatif membuat pasangan dua orbital 2p. Meskipun demikian, para ahli kimia sering menggunakan salah satu struktur penyumbang untuk menunjukkan molekul benzena karena dianggap mendekati struktur yang sebenarnya. a) Hidrokarbon Aromatik



b) Heterosiklis Nitrogen Aromatik Dalam sistem biologis mengandung cincin benzena dan cincin heterosiklis aromatik.



Niktotina dalam tembakau



Asam urat



3. Kestabilan Cincin Benzena Seandainya benzena hanya mengandung tiga ikatan rangkap dua yang berselangseling dengan tiga ikatan tunggal (tanpa delokalisasi elektron), maka kalor hidrogenasinya akan sebesar: 3 x 28,6 kkal/mol = 85,8 kkal/mol



9



Sikloheksena



sikloheksana



Benzena



sikloheksana



Hidrogenasi benzena membebaskan energi 36 kkal/mol lebih rendah dibanding senyawa hipotetik (sikloheksatriena). Selisih energi antara benzene dan sikoheksatriena disebut energi resonansi benzene. Energy resonansi ialah energy yang hilang (kestabilan yang diperoleh) dengan adanya delokalisasi penuh electron-elektron electron-elektron pi. Sedangkan energi resonansi benzena dalam reaktivitas adalah diperlukan lebih banyak energi untuk hilangnya sifat aromatik, Alkena dapat dihidrogenasi dalam temperatur kamar dan tekanan atmosfer, sedangkan benzena menuntut temperatur dan tekanan yang lebih tinggi. Benzena tidak dapat diadisi (tidak bereaksi) dengan HBr dan KMnO4



Tidak Bereaksi 4. Ikatan dalam Benzena Tidak Bereaksi Sehubungan dengan teori resonansi formula ini sangat berguna; oleh karena itu, rumus Kekule digunakan dalam membahas reaksi-reaksi benzena. Benzena mempunyai enam karbon sp2 dalam sebuah cincin. Tumpang tindih keenam orbital p mengakibatkan terbentuknya enam orbital molekul π. Bila diperhatikan keeenam orbital molekul yang mungkin bagi benzena akan nampak bahwa representasi awan pi aromatik sebagai suatu “donat rangkap” barulah menyatakan satu, π1, dari enam orbital molekul itu. Dalam 10



orbital π1, keenam-enam orbital p dari benzena bersifat sefase (in phase) dan tumpang tindih secara sama; orbital ini berenergi terendah karena tak memiliki simpul (node) di antara inti karbon. Orbital π2 dan orbital π3 masing-masing mempunyai satu bidang simpul di antara inti-inti karbon. Kedua orbital bonding ini bersifat berregenerasi dan energi itu lebih tinggi daripada energi orbital molekul π1. Benzena dengan enam elektron p, mengisi orbital-orbital π1,π2,π3 masing-masing dengan sepasang elektron. Maka ketiga orbital ini merupakan orbital-orbital bonding dari benzena. Bersama dengan ketiga orbital ini, dalam benzena terdapat tiga orbital antibonding. Dua dari orbital antibonding ini (π4* dan π5* ) masing-masing memiliki dua simpul, dan orbital berenergi tinggi (π6*) memiliki tiga simpul. Dimana simpul adalah daerah dengan rapatan elekron sangat rendah. Gambar. Orbital-orbital π benzena. Simpul digambarkan oleh garis putus-putus. C. Pengarah Orto, Para, Meta



Apabila benzena mengikat lebih dari satu substituen, maka nama substituen dan letak substituen harus dituliskan. Ada 3 (tiga) isomer yang mungkin untuk benzena yang tersubstitusi oleh 2 gugus. Penamaan digunakan namaorto (1,2-);meta (1,3-); para (1,4-).



11



Apabila 2 atau lebih substituen yang terikat pada benzena berbeda, maka penamaannya diawali dengan nama substituen berturut-turut dan diikuti dengan nama benzena atau diberi nama khusus atau spesifik.



Gugus Pengarah Orto, Para, dan Meta Substituen yang sudah ada pada cincin aromatis menentukan posisi yang diambil oleh substituen kedua. Banyak substituen yang dapat bereaksi dengan senyawa aromatik melalui reaksi substitusi elektrofilik. Bergantung dari reagennya, aromatik dapat bereaksi dengan halogen (—F, —Cl, —Br, dan —I), nitrat (gugus –NO2), sulfonat (gugus —SO3H), alkil (— R), dan asil (—COR). Yang dimaksud gugus pengaktif adalah gugus substituen yang keberadaannya meningkatkan kereaktifan dalam reaksinya dengan elektrofil, sedangkan gugus pendeaktif menurunkan kereaktifan. Peningkatan dan penurunan kereaktifan tersebut adalah dengan menggunakan senyawa acuan benzena. Jika ditinjau atas dasar pengaruhnya terhadap arah serangan elektrofil, maka gugus-gugus substituen dibedakan menjadi : 1. Pengarah Orto, Para (Aktivator) Yang dimaksud gugus pengarah orto-para adalah gugus substituen yang menyebabkan arah utama serangan elektrofil pada posisi orto dan/ atau para terhadap kedudukan gugus substituen tersebut. Gugus pada cincin akan mengarahkan substituen yang baru masuk pada 12



posisi orto, para atau meta sesuai dengan gugus mulanya. Gugus mula tersebut yang disebut sebagai penentu orientasi. Gugus yang merupakan activator kuat adalah gugus pengarah orto, para (adisi elektrofilik mengambil tempat pada posisi orto dan para bergantung pada activator). Orientasi ini terutama disebabkan oleh kemampuan substituen pengaktif kuat untuk melepaskan elektron (gugus amino dan gugus hidoksil merupakan gugus activator yang baik). Gugus pengarah orto, para pada umumnya memasuk elektron ke cincin dan dengan demikian merupakan pengaktif cincin. Pada halogen (F, Cl, Br, dan I) kedua efek yang berlawanan ini mengakibatkan pengecualian pada aturan tersebut. Karena bersifat sebagai penarik elektron kuat, halogen merupakan pendeaktif cincin, namun karena adanya pasangan elektron bebas, maka halogen ialah pengarah orto, para.



Pada serangan orto, para, salah satu muatan posistif pada ion benzenonium (intermediet), muatan posistif berada pada karbon pembawa metil membentuk karbokation 3˚ yang lebih 13



stabil dari pada 2˚. Pada serangan meta hanya terbentuk karbokation 2˚ pada resonansi benzenonium. Oleh karena itu gugus metil adalah pengarahorto, para.



Pada resonansi senyawa intermediet, salah satu muatan positif terdelokalisasi pada karbon pembawa hidroksil. Pergeseran pasangan electron bebas dari oksigen ke karbon positif menyebabkan muatan positif terdelokalisasi lebih jauh ke oksigen.



14



2. Pengarah Meta Gugus pengarah meta adalah gugus substituen yang menyebabkan arah utama serangan elektrofil pada posisi meta terhadap kedudukan gugus substituen tersebut. Dalam semua gugus pengarah meta, atom berhubungan dengan cincin membawa muatan positif penuh atau parsial dan dengan demikian akan menarik elektron dari cincin. Semua pengarah meta dengan demikian juga merupakan gugus pendeaktif cincin. Suatu pengarah meta mempunyai atom bermuatan positif atau sebagian positif yang terikat pada cincin benzena. Dalam reaksi nitrobenzena, gugus nitronya tidak menambah kesetabilan intermedietnya. Malahan intermediet substitusi orto, atau para dan keadaan transisinya kurang stabil (karena energy yang tinggi), karena sebuah struktur resonansi mengandung muatan positif pada atom berdekatan. Oleh karena itu, substitusi terjadi lebih banyak pada tempat meta, sebab keadaan transisi dan intermediatnya pada tempat yang berdekatan mengandung muatan positif.



15



Pada struktur resonansi intermediet untuk subtitusi orto, para menghasilkan intermediet dengan 2 muatan positif yang bersebelahan, menghasilkan struktur yang sangat tidak diinginkan (tidak stabil). Pada posisi meta hanya menghasilkan intermediet dengan 1 muatan positif yang lebih disukai. D. Tata Nama Benzena Tersubstitusi Pada umumnya benzena tersubstitusi diberi nama dengan awalan orto, meta, para dan tidak dengan nomor-nomor posisi. Awalan orto menunjukkan bahwa kedua substituen itu 1,2 satu sama lain dalam suatu cincin benzena ; meta menandai hubungan 1,3 ; dan para berarti hubungan 1,4. Penggunaan orto meta dan para sebagai ganti nomor-nomor posisi hanya diperthankan khusus untuk benzene disubstitusi. Sistem ini tidak digunakan untuk sikloheksana atau system cincin lain. Tabel. Struktur dan Nama Benzene Tersubstitusi



Orto (o-)



Meta (m-)



Para (p-)



Dalam reaksi senyawa benzene akan digunakan istilah substitusi-orto (ataupun substitusi –meta atau –para atau orto-substitusi). Perhatikan bahwa benzene monosubstitusi mempunyai dua posisi orto dan meta, tetapi hanya ada satu posisi para. 1. Benzena Monosubstitusi Benzena monosubstitusi yang tidak memiliki nama umum yang diterima oleh IUPAC dinamai sebagai turunan benzena. Sistem IUPAC tetap memakai nama umum untuk beberapa benzena monosubstitusi, misalnya toluena bukan metilbenzena, kumena bukan isopropilbenzena, dan stirena bukan feniletera.



16



2. Benzena Disubstitusi Apabila benzena mengikat dua substituen, maka nama substituen dan letak substituen harus dituliskan. Ada tiga isomer yang mungkin untuk benzena yang tersubstitusi oleh dua gugus. Penamaan digunakan nama orto (1,2), meta (1,3), dan para (1,4).



Jika salah satu diantara dua substituen yang terikat pada cincin benzena memberikan nama khusus, misalnya seperti anilina, maka senyawanya diberi nama sebagai turunan dari nama khusus tersebut. Substituen yang memberikan nama khusus dianggap



menempati posisi nomor 1. 3. Benzena Polisubstituen Apabila terdapat tiga atau lebih substituen yang terikat pada cincin benzena, maka posisinya masing-masing ditunjukkan dengan nomor. Jika salah satu substituen memberikan nama khusus, maka diberi nama sebagai turunan dari nama khusus tersebut. Jika semua substituen tidak memberikan nama khusus, posisinya dinyatakan dengan nomor dan diurutkan sesuai dengan urutan abjad, dan diakhiri dengan nama benzena. E. Reaksi-reaksi pada Benzena Benzena merupakan senyawa yang kaya akan elektron, sehingga jenis pereaksi yang akan menyerang cincin benzena adalah pereaksi yang suka elektron. Pereaksi seperti ini disebut elektrofil. Contohnya adalah golongan halogen dan H2SO4.



17



1. Halogenasi Halogenasi merupakan reaksi substitusi atom H pada benzena oleh golongan halogen seperti F, Cl, Br, dan I. pada reaksi ini atom H digantikan oleh atom dari golongan halogen dengan bantuan katalis besi (III) halida. Jika halogennya Cl 2, maka katalis yang digunakan adalah FeCl3.



2. Nitrasi Nitrasi merupakan reaksi substitusi atom H pada benzena oleh gugus nitro. Reaksi ini terjadi dengan mereaksikan benzena dengan asam nitrat (HNO 3) pekat dengan bantuan H2SO4 sebagai katalis.



3. Sulfonasi Sulfonasi merupakan reaksi substitusi atom H pada benzena oleh gugus sulfonat. Reaksi ini terjadi apabila benzena dipanaskan dengan asam sulfat (H2SO4) pekat sebagai pereaksi.



4. Alkilasi Friedel-Craft Alkil benzena dapat terbentuk jika benzena direaksikan dengan alkil halida dengan katalis aluminium klorida (AlCl3).



18



F. Sifat Fisika dan Kimia Benzena 1. Sifat Fisika Benzena  Zat cair tidak berwarna  Memiliki bau yang khas  Mudah menguap  Tidak larut dalam pelarut polar seperti air, tetapi larut dalam pelarut yang kurang polar atau non polar seperti eter dan tetraklorometana (CCl4).  Senyawanya berupa senyawa lingkar atau siklis.  Terjadi resonansi (pergerakan elektron di dalam molekul).  Terjadi delokalisasi elektron pad struktur benzena. Tabel Titik Leleh dan Titik Didih Beberapa Hidrokarbon Aromatik Nama Benzena Toluena o-xilena m-xilena p-xilena



Titik Leleh (oC) 5.5 -95 -25 -48 13



Titik Didih (oC) 80 111 144 139 138



2. Sifat Kimia Benzena  Bersifat kasinogenik (racun).  Merupakan senyawa nonpolar.  Tidak begitu reaktif, tetapi mudah terbakar dengan menghasilkan banyak jelaga  Lebih mudah mengalami reaksi substitusi dari pada adisi  Walaupun sukar diadisi tetapi benzena masih dapat di adisi dengan katalis yang tepat, misalnya adisi dengan hidrogen menggunakan Ni atau Pt sebagai katalis, dan adisi dengan Cl2 atau Br2 dibawah sinar matahari.  Sukar dioksidasi dengan senyawa oksidator seperti KMnO4, K2Cr2O7, dan lainnya.  Reaksi pada benzena harus menggunakan katalis karena kestabilan molekul benzen G. Substitusi Aromatik Elektrofilik Pada kondisi yang tepat benzene mudah bereaksi substitusi aromatic elektrofilik yaitu reaksi suatu elektrofil disubstitusikan untuk satu atom



hydrogen pada cincin



aromatic. Terdapat beberapa Substitusi Aromatik Elektrofilik yaitu, Monosubstitusi, Disubstitusi dan Trisubstitusi Contoh reaksi substitusi seperti ini dipaparkan di bawah ini: 19



Monosubstitusi



Nitrobenzena Disubstitusi



Trisubstitusi



1. Substitusi Pertama Dalam kedua reaksi monosubstitusi yang ditunjukkan di atas, digunakan asa, lewis sebagai katalis. Asam lewis bereaksi dengan regensia (seperti X 2 atau HNO3) untuk menghasilkan suatu elektrofil, yang merupakan zat pensubstitusi yang sebenarnya. Misalnhya, H2SO4 (suatu asam yang sangat kuat) dapat merebut suatu gugus hidroksil dari dalam asam nitrat, maka akan dihasilkan ion nitronium +NO2. Suatu elektrofil dapat menyerang elektron pi suatu cincin benzena untuk menghasilkan suatu macam karbokation yang terstabilkan oleh resonansi yang disebut suatu ion benzenonium. a. Halogenasi



20



Halogenasi aromatik dicirikan oleh brominasi benzena. Katalis dalam brominasi aromatik adalah FeBr3 (seringkali dibuat in situ dari Fe dan Br2). Peranan katalis adalah menghasilkan elektrofil Br+. Ini dapat terjadi oleh reaksi langsung dan pembelahan ikatan Br-Br. Lebih mungkin lagi, Br2 tidak sepenuhnya terbelah pada reaksi



dengan



katalis



FeBr3,



melainkan



sekedar



terpolarisasikan.



Untuk



sederhananya, di sini ditunjukan Br+ sebagai elekfilnya. b. Efek Isotop Jika tahap penentu laju substitusi aromatik elektrofilik ialah pembentukan ion benzenonium, maka reaksi benzena terdeuterasi dan reaksi benzena normal akan sama cepat. Eksperimen menunjukan bahwa hal ini memang benar; benzena dan perdeuteriobenzena (C6D6) menjalani brominasi elektrofilik sama cepat, dan tak dijumpai efek isotop kinetik. Tahap 2 dalam mekanisme reaksi, lepasnya H+ atau D+, memang melibatkan pemutusan ikatan CH atau CD. Tak diragukan lagi bahwa eliminasi D + akan lebih lambat daripada eliminasi H+, tetapi dalam masing-masing kasus tahap kedua itu begitu cepat dibandingkan dengan Tahap 1, sehingga tak dijumpai perubahan laju reaksi keseluruhan. c. Nitrasi Benzena menjalani nitrasi bila diolah dengan HNO3 pekat. Katalis asam Lewis dalam reaksi ini adalah H2SO4 pekat. Seperti halogenasi, nitrasi aromatik berupa reaksi dua-tahap. Tahap pertama (tahap lambat0 adalah serangan elektrofilik. Dalam nitrasi elektrofiliknya ialah +NO2. Hasil serangan ialah suatu ion benzenonium yang mengalami pelepasan H+ dengan cepat dalam tahap kedua. H+ ini bergabung dengan H2SO4- untuk menghasilkan kembali katalis H2SO4. d. Alkilasi Alkilasi benzena berupa substitusi sebuah gugus alkil untuk sebuah hidrogen pada cincin.Alkilasi dengan alkil halida dan runutan AlCl3 sebagai katalis, sering dirujuk sebagai alkilasi Friedel-Crafts.



e. Asilasi



21



Reaksi ini serinkali merupakan metode terpilih untuk membuat aril keton. Guguskarbonil aril keton ini dapat direduksi menjadi gugus CH 2 .dengan kombinasi asilasi Friedel-Crafts dan direduksi, dapat disiapkan suatu alkil benzene tanparisiko penataan ulang dari gugus alkil.



f. Sulfonasi Sulfonasi benzene dengan asam sulfat menghasilkan asam benzene sulfonat. Sulfonasi bersifat mudah balik danmenunjukkan efek isotop yang sedang.



SO3H



2. Substitusi kedua Suatu benzene tersubstitusi dapat mengalami substitusi gugus kedua. Beberapa benzene tersubstitusi bereaksi lebih mudah. Misalnya anilinabereaksi substitusi elektrofilik lebih cepat daripada benzene.



Tidak perlu diberi katalis seperti benzene



Anilina



Memerlukan asam nitrat, temeratur tinggi dan waktu lama



22



3. Substitusi Ketiga a. Jika dua substituen mengarahkan suatu gugus ke satu posisi, maka posisi ini akan merupakan posisi utama. o terhadap CH3 dan m terhadap NO2



b. Jika dua gugus bertentangan dalam efek-efek pengarahan mereka, maka aktivator yang lebih kuat akan lebih diturut pengarahannya. pengarah o, p lebih kuat



c. Jika dua gugus deaktivasi berada pada cincin, terlepas dimana posisinya, akan menghambat substitusi ketiga d. Jika dua gugus pada cincin berposisi meta satu sama lain substitusi tidak terjadi pada posisi apit meskipun cincin teraktifkan pada posisi itu. Tidak reaktifnya posisi ini rena rintangan sterik



Alkil Benzena Seringkali cincin benzene mempunyai efek yang besar pada sifat-sifat kimia dari substituent-substituennya. Misalnya, gugus alkil yang terikat pada sebuah cincin benzene tidaklah berbeda dengan gugus alkil lain, dengan satu kekecualian penting yaitu karbon di dekat cincin benzene adalah karbon benzilik. Kation benzyl, radikal bebas benzyl dan karbanion benzyl semua terstabilkan secara resonian oleh cincin benzene. 23



Fenol Suatu fenol (ArOH) ialah senyawa dengan suatu gugus OH yang terikat pada cincin aromatic. Gugus OH merupakan activator kuat dalam substitusi aromatic elektrofilik. Karena ikatan karbon sp2 lebih kuat daripada ikatan oleh karbon sp3 maka ikatan C-O dari suatu fenol tidak mudah diputuskan. Fenol tidak bereaksi SN1 atau SN2 atau reaksi eliminasi seperti alcohol. R—OH



+



HBr







RBr



+



+



HBr







tak ada reaksi



H2O



Suatu alkohol Ar—OH Suatu fenol



Esterifikasi Fenol Esterifikasi fenol tidak melibatkanpemaksapisahan ikatan C-O yang kuatdari fenol, tetapi bergantung padapemaksapisahan ikatan OH. Oleh karena itu, ester fenol dapat disintesis dengan reaksi-reksi yang sama yang menghasilkan ester alkil.



Reaksi Kolbe



24



Reaksi Kolbe adalah reaksi natrium fenoksida dan CO2 yang menghasilkan natrium salisilat dan yang menghasilkan asam salisilat bila diasamkan. Asam salisilat digunakan untuk mensitesis asam asetilsalisilat yang biasa disebut aspirin.



Reaksi Reimer-Tieman Reaksi fenol lain yang menarik ialah reaksi dengan kloroform dalam basa berair yang disusul dengan perlakuan asam berair. Produksinya ialah salisilaldehida. Reaksi ini disebut reaksi reimer-tiemann.



Oksidasi Fenol Fenol sendiri bertahan terhadap oksidasi, karena pembentukan suatu gugus karbonil akan mengakibatkan dikarbonya penstabilan aromatic. Gugus hidroksil adalah gugus 25



pengaktif yang kuat sehingga fenol akan mengalami reaksi substitusi elektronik pada kondisi yang rusak sekalipun. Senyawa fenol dapat menghambat radikal bebas dengan cara mendonorkan protonnya dan membentuk radikal yang stabil. Garam Benzenadiazonium Pembentukan benzena diazonium klorida (C6H5N2+Cl-) dengan mereaksikan anilina dengan asam nitrit, HNO2, dalam air dingin (dibuat in-situ dari NaNO2 dan HCl). Ingat bahwa garam arildiazonium stabil pada 0oC dan merupakan zat antara sintetik yang berguna karena N2 merupakan gugus pergi yang sangat baik. Pengolahan alkilamina primer dengan NaNO2 dan HCl juga akan menghasilkan garam diazonium, tetapi garan alkildiazonium tidak stabil dan terurai menjadi campuran alkohol dan alkena bersama-sama N2. Penguraian itu berlangsung melalui suatu karbokation. Bila direaksikan dengan NaNO2 dan HCl, amina sekunder (alkil ataupun aril) menghasilkan N-nitrosoamina, senyawa yang mengandung gugus N-N=O. Banyak N-nitrosoamina bersifat karsinogen. Amina tersier sukar diramalkan bagaimana reaksinya secara keseluruhan dengan asam nitrit. Suatu arilamina tersier biasanya mengalami substitusi cincin dengan –NO karena cincin itu diaktifkan oleh gugus –NR2. Alkilamina tersier dan kadang-kadang arilamina tersier juga dapat kehilangan sebuah gugus R dan membentuk suatu derivat N-nitroso dari suatu amina sekunder. Halobenzena dan Substitusi Aromatik Nukleofilik Aril halide tidak bereaksi substitusi dan eliminasi yan karakteristik bagi alkil halide karena adanya kekuatan ekstra dari suatu ikatan karbon sp2. Namun dalam suasana tertentu, suatu aril halide mengalami reaksi substitusi aromatic nukleofilik. Meskipun reaksi ini Nampak serupa dengan reaksi SN1 dan SN2, sebenarnya reaksi ini sangat berlainan. Juga berlainan dengan substitusi elektrofilik, yang diawali oleh E+ bukan Nu+. Halo benzene tidak bereaksi SN1 atau SN2, tetapi X - dapat digantikan dalam reaksi substitusi aromatiknukleofilik, terutama jika cincin itu diaktifkan oleh gugus penarik electron seperti NO2.



NO2



NO2 O2N



+ Nu:-



O2N 26



Nu + Cl-



Gambar 10.15 Halobenzena dan Substitusi Aromatik Nukleofilik



H. Kegunaan Benzena Kegunaan benzena yang terpenting adalah sebagai pelarut dan sebagai bahan baku pembuatan senyawa-senyawa aromatik lainnya yang merupakan senyawa turunan benzena. Masing-masing dari senyawa turunan benzena tersebut memiliki kegunaan yang beragam bagi kehidupan manusia. Berikut ini beberapa senyawa turunan benzena dan kegunaannya: 1. Toluena Toluena digunakan sebagai pelarut dan sebagai bahan dasar untuk membuat TNT (trinitrotoluena), senyawa yang digunakan sebagai bahan peledak (dinamit). 2. Stirena Stirena digunakan sebagai bahan dasar pembuatan polimer sintetik polistirena melalui proses polimerisasi. Polistirena banyak digunakan untuk membuat isolator listrik, sol sepatu, serta piring dan cangkir. 3. Anilina Anilina merupakan bahan dasar untuk pembuatan zat-zat warna diazo. Anilina dapat diubah menjadi garam diazonium dengan bantuan asam nitrit dan asam klorida. Dulunya digunakan seabagai pewarna minuman, tetapi ternyata bersifat sebagai mutagen. 4. Benzaldehid Benzaldehida digunakan sebagai zat pengawet serta bahan baku pembuatan parfum karena memiliki bau yang khas. Benzaldehida dapat berkondensasi dengan asetaldehida (etanal), untuk menghasilkan sinamaldehida (minyak kayu manis). 5. Fenol Dalam kehidupan sehari-hari fenol dikenal sebagai karbol atau lisol yang berfungsi sebagai zat disenfektan. 6. Asam benzoat dan turunannya Terdapat beberapa turunan dari asam benzoat antara lain: 



Asam asetil salisilat atau lebih dikenal dengan sebutan aspirin atau asetosal yang biasa digunakan sebagai obat penghilang rasa sakit (analgesik) dan penurun panas (antipiretik). Oleh karena itu aspirin juga digunakan sebagai obat sakit kepala, 27



sakit gigi, demam dan sakit jantung. Penggunaan dalam jangka panjang dapat menyebabkan iritasi lapisan mukosa pada lambung sehingga menimbulkan sakit maag, gangguan ginjal, alergi, dan asma. 



Natrium benzoat yang biasa digunakan sebagai pengawet makanan dalam kaleng.







Metil salisilat adalah komponen utama obat gosok atau minyak angin.







Asam tereftalat merupakan bahan serat sintetik polyester.







Parasetamol (asetaminofen) memiliki fungsi yang sama dengan aspirin, tetapi lebih aman bagi lambung. Hampir semua obat yang beredar dipasaran menggunakan zat aktif parsetamol. Penggunaan parasetamol yang berlebihan dapat menimbulkan gangguan ginjal dan hati.



28



BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Aromatisitas adalah sebuah sifat kimia dimana sebuah cincin terkonjugasi yang ikatannya terdiri dari ikatan tidak jenuh, pasangan tunggal, atau orbit kosong menunjukkan stabilitas yang lebih kuat dibandingkan stabilitas sebuah sistem yang hanya terdiri dari konjugasi. Sifat kearomatisan (aromatisasi) suatu senyawa harus memenuhi tiga kriteria sebagai berikut: 1. Molekul harus berbentuk siklik 2. Molekul harus planar (hampir datar) dengan hybrid umum yaitu sp2 3. Memenuhi kaidah Huckel dengan sistem ( 4 n+2 ) eπ, dengan nilai n = 0,1,2,3,…, dengan elektron π yang terkonjugasi. Elektron π adalah elektron pada ikatan π atau orbital p (non bonding elektron = n). Berdasarkan rumus molekulnya, C6H6, para pakar kimia berpendapat bahwa senyawa ini memiliki ikatan tak jenuh yang lebih banyak dari alkena atau alkuna sehingga para ahli mengusulkan beberapa rumus struktur benzena, yaitu rumus struktur benzena menurut Kukele, dan teori resonansi. Sistem IUPAC tetap memakai nama umum untuk beberapa benzena monosubstitusi. Dalam penamaan benzena disubstituen, maka nama substituen dan letak substituen harus dituliskan. Penamaan digunakan nama orto (1,2), meta (1,3), dan para (1,4). Sedangkan pada penamaan benzena polisubstituen, apabila terdapat tiga atau lebih substituen yang terikat pada cincin benzena, maka posisinya masing-masing ditunjukkan dengan nomor. Jika semua substituen tidak memberikan nama khusus, posisinya dinyatakan dengan nomor dan diurutkan sesuai dengan urutan abjad, dan diakhiri dengan nama benzena. Reaksi yang terjadi pada benzena yaitu rekasi halogenasi, nitrasi, sulfonasi, dan alkilasi Friedel-Craft. Kegunaan dari benzena yaitu, toluena digunakan sebagai bahan dasar pembuat TNT, stirena digunakan sebagai bahan dasar pembuatan polimer sintetik polistirena melalui proses polimerisasi, anilina merupakan bahan dasar untuk pembuatan zat-zat warna diazo, benzaldehida digunakan sebagai zat pengawet serta bahan baku pembuatan parfum karena memiliki bau yang khas, fenol berfungsi sebagai zat disenfektan.



29



B. Kritik Dan Saran



DAFTAR PUSTAKA Aldiano, Romy Dee. 2014. Senyawa Aromatik Dan Benzena. https://www.scribd.com/doc/250605263/Senyawa-Aromatik-dan-benzena (diakses pada 15 Oktober 2019) Gultom, Reynad D.P Dkk. 2014. Senyawa Aromatis. https://www.academia.edu/9914414/Makalah_senyawa _aromatis (diakses pada 15 Oktober 2019) Harahap, Yahdiana. Benzen Dan Aromatisitas. http://staff.ui.ac.id/system/files/users/yahdiana.ms/material/benzendanaromatisitas01.pdf (diakses pada 15 Oktober 2019) https://anzdoc.com/bab-ix-aromatisitas-benzena-dan-benzena-tersubstitusi.html (diakses pada 15 Oktober 2019) Parwata, I Made Oka Adi. Benzena, Aromatisitas Dan Turunan Benzena. https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_pendidikan_1_dir/141cc1c3086de7b945fd879345e303 95.pdf (diakses pada 15 Oktober 2019)



30