Arsitektur Kampung Kuta [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ARSITEKTUR KAMPUNG KUTA KECAMATAN TAMBAKSARI KABUPATEN CIAMIS



TUGAS BESAR MAKALAH SEJARAH ARSITEKTUR INDONESIA TAHUN AKADEMIK 2014 DOSEN : IR. ENNY SAROYARSO, MS



ALIFA IMAMA SYAHNOVY 052.00.13.000.78



UNIVERSITAS TRISAKTI FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN JURUSAN ARSITEKTUR



pg. 1



KATA PENGANTAR



Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan karuniaNya penulis masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan penyusunan makalah materi Sejarah Arsitektur Indonesia dengan judul “Kampung Kuta ” yang merupakan salah satu syarat untuk memenuhi tugas metode perancangan 2 di Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Jurusan Arsitekur,Universitas Trisakti. Penulis menyadari betul bahwa baik isi maupun penyajian makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun sehingga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan teman-teman.Seiring dengan itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Enny S Sardiyarso, MA , selaku dosen mata kuliah Metode Perancangan 2, semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan kesehatan serta rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua. Amin.



`



Jakarta, Juni 2014



Penulis



pg. 2



DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL KATA PENGANTAR……………………………………………………………………………….. DAFTAR ISI………………………………………………………………………………………. BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………………………. 1.1 Latar Belakang……………………………………………………………………………… 1.2 Tujuan dan maksud………………………………………………………………………. 1.3 Perumusan Masalah………………………………………………………………………



BAB II TINJAUAN TEORI………………………………………………………………………. BAB III TINJAUAN OBJEK STUDI…………………………………………………………… BAB IV GALERI………………………………………………………………………… BAB V KESIMPULAN……………………………………………………….. DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………..



pg. 3



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan kepulauan dengan wikayah yang sangat luas dengan segala kekayaan di dalamnya, dengan keadaan tersebut negeri ini pun sangat kaya akan suku bangsa, adat istiadat, bahasa, budaya, sumber daya alam begitu pula dengan pemukiman tradisional masing masing daerah. Di era modernisasi sekarang kebanyakan orang sudah kurang peduli terhadap adat istiadat ataupun perkampungan adat yang merupakan ciri khas suatu daerah sehungga perkampungan adat pun banyak yang merupakan ciri khas suatu derah sehingga perkampungan adat pun banyak mengalami perubahan bahkan tidak sedikit [erkampungan adat menghilang satu persatu dai bumi pertiwi ini. Menanggapi hal tersebut, pemerintah aik itu pemerintah daerah maupun pemerintah pusat bergegas untuk melestarkan perkampungan adat yang masih tersisa. Di Daerah Jawa Barat masih ada beberapa Kampung Adat Tradisional yang masih mencoba bertahan di era modernisasi ini, diantaranya : Kampung Naga, Kampung Gede Kesepuhan Ciptagelar, Kampung Pulo, Kampung Mahmud, dan Kampung Kuta, dll. Salah satu kampung adat yang akan dibicarakan saat ini adalah Kampung Adat yang terdapat di Kabupaten Ciamis, Kecamatan Tambaksari, tepatnya di dalam Desa Karangpaningal. Kampung Kuta yang disebut juga Kampung adat merupakan salah satuPerkampungan Adat Tradisional yang masih memegang teguh ajaran leluhur dan tidak terpengaruh oleh perkembangan zaman, begitu juga di lihat dari segi arsitekturnya. Makalah ini sebagai salah satu cara untu mengetahui lebih dalam tentang Perkampungan Adat Tradisional Sunda khususnya Kampung Kuta.



pg. 4



1.2 Maksud dan Tujuan Mengenal lebih jauh mengenai arsitektur Kampung Kuta yang dikenal sebagai kampung budaya, mengenal lebih baik mengenai budaya bangsa kita sendiri, sebagai upaya melestarikan sejarah Indonesia, dan sebagai tugas akhir semester dua mata kuliah Sejarah Arsitektur Indonesia.



1.3 Rumusan Masalah a. Bagaimana sejarah terbentuknya Kampung Kuta yang dapat mempengaruhi perkembangan arsitektur pada saat itu? b. Apa saja adat istiadat yang mempengaruhi perkembangan arsitektur masyarakat Kampung Kuta? c Bagaimana karakteristik bangunan-bangunan yang ada di Kampung Kuta? d. Apa makna kosmologi rumah panggung yang terdapat di Kampung Kuta? e. Bagaimana struktur bangunan di Kampung Kuta? f. Apa Ornamen tersendiri dari Kampung Kuta, Ciamis? h. Adakah pola perkampungan pada Kampung Kuta? Bagaimana polanya? i. Adakah hierarki pada bangunan di Kampung Kuta? Apa saja?



pg. 5



BAB II TINJAUAN TEORI Bangunan tradisional dipengaruhi oleh budaya masyarakat setempat, terutama dalam tata cara mendirikan bangunan berdasarkan budaya dan kepercayaan setempat, seperti perhitungan waktu yang tepat, arah hadap bangunan, lokasi, fengshui dan berbagai upacara yang menyertai berbagai tahapan bangunan. Begitu pula bangunan arsitektur tradisional Sunda.



2.2 Arsitektur Tradisional Sunda 1. Arsitektur Kampung - Kampung adat ( sakral) - Kampung non adat ( Profan )



2. Arsitektur Rumah - Rumah adat ( Sakral) - Rumah non adat ( Profan )



 Ciri ciri arsitektur Sunda - Peli ruang dalam selalu lebih tinggi dari halaman - Ada ruang transisi yang berfungsi sebagai teras - Inti bangunan terdiri dari satu atau beberapa bentuk simetris - Bentuk atap dasar kebanyakan berupa pelana atau limas - Banyak dipengaruhi oleh bangunan jawa - Bahan bangunan memanfaatkan bahan alam yang ada di sekitarnya



pg. 6



BAB III TINJAUAN OBJEK STUDI 3.1 Latar Belakang Kampung Kuta Kampung Kuta berada di wilayah Kabupaten Ciamis, Kecamatan Tambaksari, tepatnya di dalam Desa Karangpaningal. Kampung Kuta terdiri atas 2 RW dan 4 RT. Kampung ini berbatasan dengan Dusun Cibodas di sebelah utara, Dusun Margamulya di sebelah barat, dan di sebelah selatan dan timur dengan Sungai Cijulang, yang sekaligus merupakan perbatasan wilayah Jawa Barat dengan Jawa Tengah. Hingga sekarang penduduk kampung yang dikelilingi bukit dan tebing tinggi dan berjarak sekitar 45 kilometer dari Ciamis ini dapat dicapai dengan menggunakan mobil angkutan umum ke Kecamatan Rancah. Sedang dari Kecamatan Rancah menggunakan motor sewaan atau ojeg, dengan kondisi jalan aspal yang berkelok, dan tanjakan yang cukup curam. Jika melalui Kecamatan Tambaksari dapat menggunakan kendaraan umum atau ojeg, dengan kondisi jalan serupa. Kampung Kuta dikenal sangat menghormati warisan leluhurnya. Adat dan tradisi menjadi salah satu peninggalan leluhur yang tak boleh dilanggar. Kampung ini dikatagorikan sebagai kampung adat, karena mempunyai kesamaan dalam bentuk dan bahan fisik bangunan rumah, adanya ketua adat, dan adanya adat istiadat yang mengikat masyarakatnya. Hal ini sangat berkaitan erat dengan perkembangan arsitektur yang terjadi di Kampung Kuta.



pg. 7



3.2 Sejarah Kampung Kuta Kampung yang terletak di Desa Karangpaningal, Kecamatan Tambaksari, berbatasan dengan Jawa Tengah itu dikenal sebagai Kampung adat. Ada beberapa versi mengenai sejarah Kampung Kuta ini. Menurut cerita rakyat setempat, asal-usul Kampung Kuta berkaitan dengan berdirinya Kerajaan Galuh. Konon, pada zaman dahulu ketika Prabu Galuh yang bernama Ajar Sukaresi (dalam sumber lain, tokoh ini adalah seorang pandita sakti) hendak mendirikan Kerajaan Galuh, Kampung Kuta dipilih untuk pusat kerajaan karena letaknya strategis. Prabu Galuh memerintahkan kepada semua rakyatnya untuk mengumpulkan semua keperluan pembangunan keraton seperti kapur bahan bangunan, semen merah dari tanah yang dibakar, pandai besi, dan tukang penyepuh perabot atau benda pusaka. Keraton pun akhirnya selesai dibuat. Namun, pada suatu ketika, Prabu Galuh menemukan lembah yang (Kuta) oleh tebing yang dalamnya sekitar 75 m di lokasi pembangunan pusat kerajaan itu. Atas musyawarah dengan para punggawa kerajaan lainnya, diputuskanlah bahwa daerah tersebut tidak cocok untuk dijadikan pusat kerajaan (menurut orang tua, “tidak memenuhi Patang Ewu Domas”). Selanjutnya, mereka berkelana mencari tempat lain yang memenuhi syarat. Prabu Galuh membawa sekepal tanah dari bekas keratonnya di Kuta sebagai kenang-kenangan. Setelah melakukan perjalanan beberapa hari, Prabu Galuh dan rombongannya sampai di suatu tempat yang tinggi, lalu melihat-lihat ke sekeliling tempat itu untuk meneliti apakah ada tempat yang cocok untuk membangun kerajaannya. Tempat ia melihat-lihat itu sekarang bernama “Tenjolaya”. Prabu Galuh melihat ke arah barat, lalu terlihatlah ada daerah luas terhampar berupa hutan rimba yang menghijau. Ia kemudian melemparkan sekepal tanah yang dibawanya dari Kuta ke arah barat dan jatuh di suatu tempat yang sekarang bernama “Kepel”. Tanah yang dilemparkan tadi sekarang menjadi sebidang sawah yang datar dan tanahnya berwarna hitam seperti dengan tanah di Kuta, sedangkan tanah di sekitarnya berwarna merah. Prabu Galuh melanjutkan perjalanannya sampai di suatu pedataran yang subur di tepi Sungai Cimuntur dan Sungai Citanduy, lalu mendirikan kerajaan di sana.



pg. 8



Cerita selanjutnya tentang Prabu Galuh tersebut hampir mirip dengan cerita Ciung Wanara dalam naskah Wawacan Sajarah Galuh, bahwa Prabu Galuh kemudian digantikan oleh patihnya, Aria Kebondan (dalam naskah disebut Ki Bondan). Prabu Galuh menjadi pertapa di Gunung Padang. Menurut versi tradisi lisan, Prabu Galuh meninggalkan dua orang istri, yaitu Dewi Naganingrum dan Dewi Pangrenyep. Saat itu, Dewi Naganingrum sedang mengandung. Ketika Dewi Naganingrum melahirkan, Dewi Pangrenyep menukar bayinya dengan seekor anak anjing. Bayi itu kemudian dihanyutkan ke Sungai Citanduy. Melihat Dewi Naganingrum beranak seekor anjing, Aria Kebondan yang menjadi raja di Galuh menjadi marah, lalu menyuruh Lengser membunuhnya.



Namun,



Lengser



itu



tidak



membunuh



Dewi



Naganingrum,



tetapi



menyembunyikannya di Kuta. Adapun bayi yang dibuang ke Sungai Citanduy itu kemudian ditemukan oleh Aki Bagalantrang di depan badodon (tempat menangkap ikan)-nya. Bayi itu dipungut dan diasuh oleh Aki Bagalantrang hingga remaja, lalu diberi nama Ciung Wanara. Tempat Aki Bagalantrang mengasuh bayi itu sekarang disebut daerah “Geger Sunten”, sekitar 6 km dari Kuta. Ciung Wanara kemudian merebut kembali Kerajaan Galuh dari Aria Kebondan melalui sabung ayam, sebagaimana yang diceritakan dalam naskah. Setelah Ciung Wanara menjadi raja, Lengser pun menjemput Dewi Naganingrum sehingga bisa berkumpul kembali dengan anaknya. Di Kampung Kuta terdapat mitos tentang Tuan Batasela dan Aki Bumi. Diceritakan bahwa bekas kampong Galuh yang telah diterlantarkan selama beberapa lama ternyata menarik perhatian Raja Cirebon dan Raja Solo. Selanjutnya, masing-masing raja tersebut mengirimkan utusannya untuk menyelidiki keadaan di Kampung Kuta. Raja Cirebon mengutus Aki Bumi, adapun Raja Solo mengutus Tuan Batasela. Raja Cirebon berpesan kepada utusannya bahwa ia harus pergi ke Kuta, tetapi jika didahului oleh utusan dari Solo, ia tidak boleh memaksa jadi penjaga Kuta. Ia harus mengundurkan diri, tetapi tidak boleh pulang ke Cirebon dan harus terus berdiam di sekitar daerah itu sampai mati. Pesan yang sama juga didapat oleh utusan dari Solo. Pergilah kedua utusan tersebut dari kerajaannya masing-masing. Utusan dari Solo, Tuan Batasela, berjalan melalui Sungai Cijolang sampai di suatu kampung, lalu beristirahat di sana selama satu



pg. 9



malam. Jalan yang dilaluinya itu hingga saat ini masih sering dilalui orang untuk menyeberang dari Jawa Tengah ke Jawa Barat. Penyeberangan itu diberi nama “Pongpet”. Adapun Aki Bumi dari Cirebon langsung menuju ke Kampung Kuta dengan melalui jalan curam, yang sampai saat ini masih ada dan diberi nama “Regol”, sehingga tiba lebih dulu di Kampung Kuta. Sesampainya di sana, Aki Bumi menemui para tetua kampung dan melakukan penertiban- penertiban, seperti membuat jalan ke hutan dan membuat tempat peristirahatan di pinggir situ yang disebut “Pamarakan”. Karena telah didahului oleh utusan dari Cirebon, Tuan Batasela kemudian terus bermukim di kampung tempat ia bermalam, yang terletak di utara Kampung Kuta. Konon, utusan dari Solo itu kekurangan makanan, lalu meminta-minta kepada masyarakat di Kampung itu, tetapi tidak ada yang mau memberi. Keluarlah umpatan dan sumpah dari Tuan Batasela yang mengatakan bahwa “Di kemudian hari, tidak akan ada orang yang kaya di Kampung itu.” Ternyata, hingga saat ini rakyat di Kampung itu memang tidak ada yang kaya. Karena menderita terus, Tuan Batasela kemudian bunuh diri dengan keris. Darah yang keluar dari luka Tuan Batasela berwarna putih, lalu mengalir membentuk parit yang kemudian disebut “Cibodas”. Kampung itu pun diberi nama Kampung Cibodas. Tuan Batasela dimakamkan di tengah- tengah persawahan di sebelah utara Kampung Cibodas. Makamnya masih ada hingga saat ini. Aki Bumi terus menjadi penjaga (kuncen) Kampung Kuta sampai meninggal, lalu dimakamkan bersama keluarganya di tengah-tengah Kampung, yang sekarang termasuk Kampung Margamulya. Tempat makam itu disebut “Pemakaman Aki Bumi”. Setelah keturunan Aki Bumi tidak ada lagi, Raja Cirebon memerintahkan bahwa yang menjadi kuncen di Kampung Kuta berikutnya adalah orang-orang yang dipercayai oleh Aki Bumi, yaitu para leluhur kuncen Kampung Kuta saat ini. Mitos-mitos yang dituturkan oleh tradisi lisan terkadang mempunyai keterkaitan dengan mitos yang diceritakan dalam sumber naskah. Keterkaitan itu kemudian menimbulkan pertanyaan bagi kita, apakah si penutur mitos yang bersumber pada naskah atau naskah yang ditulis berdasarkan penuturan. Jika dirujuk pada usianya, maka tradisi lisan telah ada sebelum tulisan muncul sehingga dapat diasumsikan bahwa naskah ditulis berdasarkan cerita yang dituturkan. Tradisi lisan yang terus ada hingga saat ini, seperti yang dituturkan oleh para kuncen



pg. 10



atau tukang cerita, terdapat dua kemungkinan mengenai asal-usulnya. Pertama, tradisi lisan itu berdasarkan cerita naskah yang dibaca kemudian dituturkan kembali. Kedua, tradisi lisan itu memang belum pernah dituliskan dalam bentuk naskah, lalu dituturkan secara turun-temurun. Adanya perbedaan versi suatu cerita yang dituturkan dalam naskah dan tradisi lisan disebabkan oleh beberapa kemungkinan, yaitu perbedaan sumber cerita, distorsi cerita karena pewarisan cerita yang turun-temurun memungkinkan terjadinya penambahan ataupun pengurangan isi cerita, dan adanya keinginan dari penutur cerita untuk mengedepankan peranan seorang tokoh ataupun berapologia atas kesalahan tokoh tersebut. Demikian pula dengan cerita tentang Kampung Kuta di atas. Ada beberapa bagian yang hampir mirip dengan cerita yang dikemukakan dalam naskah dan ada pula yang berbeda jalan ceritanya. Adapun mengenai kebenaran isi cerita atau mitos tersebut bukanlah suatu permasalahan. Setidaknya, mitos-mitos tersebut dihormati dan dipelihara oleh masyarakatnya.



3.3 Karakteristik Kampung Kuta Masyarakat Kampung Kuta masih sangat memegang teguh amanah nenek moyang dan aturan-aturan yang ada. Diantaranya, ada beberapa aturan-aturan yang sudah menjadi ciri dari kampung ini. Antara lain : - Adanya kesamaan bentuk dan bahan fisik bangunan rumah - Rumah panggung yang harus beratap rumbia atau ijuk - Bentuk rumah persegi dan tidak boleh berbentuk sikon - Penduduk yang meninggal harus dimakamkan di luar Kampung Kuta - Boleh ketempat keramat selama hari senin dan jumat saja, di dalam tempat keramat tidak boleh membawa barang-barang yang terdapat di hutan keramat seperti ranting, daun, batang, pohon dan sebagainya. Itu karena jika diperbolehkan mengambil dari hutan keramat sedik saja nanti bisa menjadi



pg. 11



besar



seperti



dari



kayu



bakar



sampai



pohonnya



dan



hutannya



bisa



habis.



- Tidak boleh menggunkan pakaian serba hitam, karena bisa menyamai penghuni hutan



3.4 Filosofi Filosof diambil dari Filosofi Jawab Barat tepatnya sunda yang bunyinya: “Silih asuh silih asih silih asah “ Kata –kata diatas merupakan filsafat hidup yang dianut mayoritas penduduk Jawa Barat. Filosofi ini mengajarkan manusia untuk saling mengasuh dengan landasan saling mengasihi dan saling berbagi pengetahuan dan pengalaman.



3.5 Kosmologi Sunda memiliki beberapa kosmologi yang masih dipertahankan dan dgunakan dikampung-kampungnya hingga saat ini, begitu juga diaplikasikan di Kampung Kuta. 1. Membagi jagat raya ke dalam tiga tingkatan: - Buana nyuncung: Tempat para dewa atau Tuhan - Buana Panca Tengah : Tempat manusia dan makhluk hidup lainnya - Buana Larang : Tempat orang yang telah meninggal a.k.a tanah Rumah dibuat berbentuk panggung agar buana panca tengah yang dipresentasikan oleh rumah ( imah dan bumi ) tidak langsung berada di tanah, tetapi harus diberi jarak. Bahan rumah tidak boleh menggunakan material berbahan baku tanah, seperti genteng dan bata, karena tanah tempat untuk orang meninggal. Dengan material bahan tanah, artinya manusia yang masih hidup telah dikubur.



pg. 12



3.6 Hierarki di Kampung Kuta Di Kampung kuta, sama sebagai perdesaan lainnya mempunyai struktur status dan peranan masyarakat yang anggotanya meliputi masyarakat Kampung Kuta, dengan adanya ketua adat, kuncen, para pemanggku adat dan warga kampung biasa. Masing-masing individu termasuk yang menyandang status tersebut berperan sesuai dengan hak dan kewajiban yang diatur melalui nilai-nilai budaya yang diwarisi secara turun temurun sehingga berjalannya pranata dapat stabil dan berpola. Ketua adat, kuncen, dan para pemangku adat dikuatkan keberadannya melalui larangan-larangan atau pantangan-pantangan tertentu yang berkaitan dengan sistem kepercayaan masyarakat Kampung Kuta. Sebagai perantara dalam menghubungkan dunia nyata dengan dunia supra-natural diperankan oleh seorang kuncen yang kedudukannya sangat khusus dengan beberapa aturan yang berkenaan dengan penjagaan hutan keramat. Oleh karena itu, kedudukan seorang kuncen dan ketua adat dalam masyarakat Kampung Kuta sangat berpengaruh dan penting.



3.7 Sosial Budaya Perdata ( Hubungan antara manusia) Hubungan antar manusia di kampung kuta sangat menjujung kekeluargaan serta saling menghargai. Selain itu cukup bisa menerima kedatangan orang lain dengan baik, memiliki solidaritas yang tinggi serta sangat erat dengan persaudaraan.



Upacara Istiadat o Upacara Adat Nyuguh Sesuai warisan leluhur, acara nyuguh itu harus dilakukan di pinggir Sungai Cijolang yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Cilacap, Jateng. Pernah satu kali acara nyuguh tak dilaksanakan, tiba-tiba seluruh kampung mendapat musibah. Padi yang siap panen rusak parah,



pg. 13



sedangkan sejumlah hewan ternak ditemui mati menggelepar. Warga menyakini kerusakan itu terjadi karena “utusan” Padjadjaran itu tidak disuguhi makanan. Alhasil mereka pun mencari makanan sendiri dengan cara merusak kampung. Adapun perjalanan ke Sungai Cijolang sekitar lima kilometer. Kini, Pak Kuncen pun kembali memulai ritual. Doa kembali dipanjatkan sebelum warga menyantap makanan yang tersedia. Setelah berdoa, seluruh warga kemudian menyantap makanan yang dibawa dari kampung. Makanan khas yang harus ada setiap upacara. Upacara Adat Nyuguh ini merupakan suatu upacara ritual tradisional Adat Kampung Kuta Kec. Tambaksari Kabupaten Ciamis yang selalu dilaksanakan pada tanggal 25 shapar pada setiap tahunnya. o Upacara mendirikan rumah atau Ngadegkeun dan mendiami rumah baru



Kedua upacara tersebut pada pokoknya bertujuan agar pekerjaan mendirikan rumah dapat diselesaikan dengan lancar serta rumah yang ditinggali dapat diselesaikan dengan lancar serta rumah yang ditinggali bisa memberikan ketenangan pada penghuninya. Upacara menempati rumah baru cukup dengan mengundang tetangga guna berdoa bersama dan setelahnya memakan nasi tumpeng. o Upacara Hajat Bumi



Dilaksanakan dengan tujuan mensyukuri atas keberhasilan masyarakat Kampung Kuta dalam bercocok tanam terutama padi dan memohon perlindungan terhadap tanaman pada masa tanam yang akan dating. Pelaksanaan ini biasanya dilaksanakan antara bulan September sampai bulan November.



o Upacara Babarit



pg. 14



Dilaksanakan apabila terjadi gejala-gejaa alam seperti gempa bumi, kemarau panjang, banjir, atau kejadian alam lainnya. Upacara ini dipimpin oleh kuncen dan ajengan, ajengan dan kuncen membaca doa seraya memohon kepada penguasa ala dan para karuhun agar penduduk Kampung Kuta dihindarkan dari segala macam bencana yang dapat memusnahkan penduduk Kampung Kuta



Kesenian di Kampung Kuta - Seni menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai suatu karya yang diciptakan dengan keahlian yang luar biasa. Seni adalah karya yang berasal dari peniruan bentuk alam dengan segala segi-seginya atau mendekati bentuk alam/natural. Seni yang terdapat di Kampung Kuta ini adalah seni terebang, seni ronggeng gunung, seni dogdog, seni ngibing, serta terdapat kerajinan-kerajinan tangan seperti anyaman bilik, anyaman tas kamuti dari daun gebang, ulekan, sinduk, temapat nasi (boboko), nampan (baki), topi petani dll. 1) Seni terebang Kesenian Terbang tumbuh dilingkungan Masyarakat dan lingkungan masyarakat dan diakui sebagai kesenian Rakyat kesenian rakyat , kesenian terebang disebut juga dengan Terebang Gede , Terebang gebes, terebang ageung dll di Desa Karangpaninggal Kecamtan Tambaksari masih mengadakan upacara untuk menghindari malapetaka dengan mengadakan kesenian terebang yang khas dan unik yang diturunkan dari generasi ke generasi . Dengan bergesernya kesenian terebang menjadi hiburan yang lebih luas maka kesenian tersebut mengalami perubahan alat musik dan lagu-lagu nya, penambahan alat musik seperti kendang , terompet, goong bahkan alat musik moderen seperti organ dan gitar lagu yang asalnya bernafaskan Islam bergeser menjadi lagu rakyat seperti lagu botol kecap , tepang sono ,



pg. 15



buah kawung , ayun ambing , kukupu hiber dll juga menjadi lagu pop Sunda seperti lagu botol kecap dll . 2) Ronggeng gunung Untuk kesenian ronggeng gunung ini untuk di desa Karapaninggal ini khususnya di kampung kuta sudah tidak ada, pada awalnya ada. Namun seiring waktu kesenian ronggeng gunung pun punah. Kesenian ronggeng gunung berkembang di Banjarsari Ciamis, Ronggeng Gunung, sebenarnya masih dalam koridor terminologi ronggeng secara umum, yakni sebuah bentuk kesenian tradisional dengan tampilan seorang atau lebih penari. Biasanya, dilengkapi dengan gamelan dan nyanyian atau kawih pengiring. Penari utama, seorang perempuan, dilengkapi sebuah selendang. Fungsi selendang, kadang untuk kelengkapan dalam menari. Tapi juga bisa untuk “menggaet” lawan biasanya laki-laki untuk menari bersama dengan cara mengalungkannya. Untuk pola gerak Ronggeng Gunung, dipandang menjadi akar ronggeng pakidulan, nayaga yang mengiringinya (penabuh gamelan) cukup tiga orang. Hanya dengan bonang, gong, dan kendang, dan sejumlah lelaki yang mengelilingi penari, Ronggeng Gunung sudah bisa digelar. Biasanya, lelaki yang mengelilingi penari itu punya ciri khas, bagian kepala ditutup menggunakan sarung. Sehingga yang terlihat hanya bagian mukasaja. Lagu yang dilantunkan penari ronggeng pun sangat unik dan khas. Para pengamat seni menilai alunan suaranya sangat spesifik. Dan tidak ditemukan dalam kawih atau tembang Sunda lain. Bagi masyarakat Ciamis selatan, kesenian ronggeng gunung pada masa jayanya bukan hanya merupakan hiburan. Kesenian tersebut sekaligus menjadi pengantar upacara adat. Dalam mitologi Sunda, Dewi Siti Samboja atau Dewi Rengganis hampir sama dengan Dewi Sri Pohaci yang selalu dikaitkan dengan kegiatan bertani. Karena itu, tarian dalam ronggeng gunung melambangkan kegiatan Sang Dewi dalam bercocok tanam. Yakni, sejak turun ke sawah, menanam padi, memanen, sampai kahirnya syukuran karena panen telah berhasil. Bahkan, pada saat petani mengharapkan turun hujan, ronggeng gunung dipanggil sebagai mediator. Dalam karya tugas akhir di Akademi Seni Tari Indonesia (ASTI) Bandung (1985), Nesri



pg. 16



Kusmayadi mengungkapkan, Nyi Ronggeng berkeliling kampung seraya membawa kucing. Jika menemukan sumur atau sungai yang masih ada airnya, binatang peliharaan itu kemudian dimandikan. 3) Seni dogdog Dogdog merupakan alat musik yang terbuat dari kayu bulat, tengahnya diberi rongga, namun pada kedua ujung ruasnya mempunyai bulatan diameter yang berbeda kurang lebih 12 -15cm, dengan panjang 90cm. pada ujung bulatan yang paling besar ditutup dengan kulit kambing yang telah dikeringkan dan diikat dengan bamboo melingkar yang dipasangkan untuk menyetel suara atau bunyi. Suara yang dihasilkan berbunyi dog dog dog (dalam telinga orang sunda). Oleh karena iru alat ini diberi nama dog dog. Seni dog dog di kampong kuta pernah mendapat penghargaan pada tahun 2002, memenagkan perlombaan seni, yang bertepatan diberikannya kalpataru kepada kampong kuta sebagai penghargaan atas kampung yang menjaga lingkungan nya dengan baik. 4) Ngibing Seni ngibing merupakan seni tari yang biasa dilakukan oleh masyarakat sunda dan juga yang dilakukan oleh masyarakat kampong kuta. Biasanya dilakukan atau ditampilkan pada saat upacara adat, hajatan, pernikahan, acara perayaan atau pun memperingati sesuatu karena ungkapan rasa bahagia. 5) Tas kamuti Merupakan salah satu kerajinan tangan dari masyarakat kampung kuta. Biasanya dijadikan cendra mata yang merupakan cirri khas kampong kuta dan juga dijual di luar kampong kuta, biasanya mendapat pesanan dari luar kota bisa mencapai 100-200. Tas kamuti terbuat dari daun gebang yang diambil dari hutan di banjar. Tas ini memiliki keunikan karena dibuat dalam satu dahan dan hanya menjadi 1 tas saja setiap dahannya. Serta dalam pembuatannya dahan tidak terputus dengan daun dan menyambung terus hingga membentuk sebuah tas.



pg. 17



6) Bilik anyaman Bilik anyaman merupakan salah satu kerajinan tangan masyarakat kampung kuta. Pada awalnya pembuatan bilik anyaman ini digunakan ,untuk membangun rumah mereka, namun seiring waktu potensi masyarakat kampong kuta mulai terlihat sehingga kerajinan bilik anyaman menjadi salah satu mata pencaharian untuk dijual. Tidak ada arti khusus dari lajur anyamannya. Bilik anyaman ini digunakan untuk membangun rumah masyarakat kampung kuta, namun tidak menutup kemungkinan juga masyarakat membeli bilik anyaman dari pengrajin yang lain.



Mata Pencaharian Salat satu mata pencaharian utama di Kampung Kuta ialah bertani. Pertanian yang ada di Kampung Kuta menggunakan sistem tadah hujan, karena tidak adanya perairan dan irigasi. Masyarakat Kampung Kuta mengolah hasil tani mereka secara individu



3.8 Pola Perkampungan Pemukiman penduduk kampung kuta menunjukkan pola menyebar. Rumah rumah terletak berjajar atau berderet rapi di tepi jalan Kampung atau mengelompok pada tanah yang rata. Kelompok rumah yang satu dengan yang lain letaknya berjauhan, dan tiap rumah memiliki perkarangan yang luas. Arah hadap rumah pada umumnya menghadap kea rah jalan desa atau gang, dengan posisi rumah yang bervariasi dan disesuaikan dengan kondisi dan luas tanahnya. Kawasan Kampung Kuta dapat dibedakan menjadi Kawasan Kuta dalam dan Kawasan Kuta luar. Perbedaan diantara keduanya tidak ada, mereka merupakan suatu komunitas dengan rumah dan kebiasaan/ adat yang sama. Dikampung Kuta terdapat rumah ibadat berjumlah satu buah yaitu berua masjid jami dan terletak di tengah tengah Kampung berdekatan dengan bale dusun. Masjid ini berfungsi



pg. 18



sebagai tempat pengajian, sembahyang atau menerima tamu. Sedang bali sebagai tempat menerima tamu, musyawarah dan panggung kesenian rakyat. Kebutuhan air bersih penduduk diperoleh dari sumber air yang letaknya tersebar di daerah tersebut, sumber mata air ini berupa sumur-sumur dan mengeluarkan air yang bersih dan jernih. Hutan lindung, yang disebut sebagai hutan keramat berada di sebelah selatan Kampung Kuta, karena keramat, orang tidak ada yang berani menebang pohon yang tumbuh di hutan ini. Untuk masuk ke hutan keramat ini harus diantar oleh kuncen dan pada hari hari tertentu saja, yaitu senin dan jumat. Di kampung ini tidak terdapat tempat pemakaman baik umum maupun pemakaman keluarga. Sehingga bagi warga Kampung Kuta yang meninggal dimakamkan di Kampung Cibodas yang merupakan tetangga di sebelah utara Kampung Kuta. Sarana jalan desa telah diaspal memanjang mulai arah masuk Desa Karang paningal sampai ujung Kampung Kuta. Jalan –jalan desa ini teretak di tengah tengah, utara dan barat Kampung.



3.9 Struktur Bangunan



pg. 19



- Rumah : Bentuk rumah yang berupa rumah panggung yang persegi, tidak boleh menyiku. Bentuk atap jure yaitu atap rendah berbentuk trapezium memiliki empat bagin atap masing-masing bagian atapnya berbentuk segitiga. Tiang rumahnya didirikan diatas alas batu yang disebut tatapakan sehingga bentuk rumah panggung sedang dindingnya terbuat dari bilik atau papan. - Masjid : Bangunan masjid dibangun dengan konstruks rumah panggung. Mesjid ini berukuran lebar 7 meter dan panjang 9,10 meter/ -Lumbung padi ( Leuit) Bangunan leuit dan tempat lisung berukuran panjang 4, 10 meter dan lebar 2 meter.



4.0 Material Bangunan - Atap : Penutup atap terbuat dari rumbia dan ijuk. -Plafon/Langit-langit : keseluruhannya terbuat dari anyaman bamboo (bilik), kecuali dapur yang tidak menggunakan plafon, tetapi langsung ke konstruksi atap/ - Dinding : Bahan dinding bangunan terbuat dari anyaman bamboo atau tripleks. - Tiang : Tiang-tiang penyangga terbuat dari kayu. Setiap tiang-tiang rumah berdiri pada tatapakan _batu pahat berbentuk persegi) - Pintu : Pintu-pintu dibuat dari papan kayu. Tetapi ada juga yang memakai pintu geser dari bamboo



pg. 20



- Jendela : Berbahan kayu untuk aun jendela dan kaca sebagai penutupnya atau jendela gebyog ( seluruhnya dari papan) - Lantai : Lantai terbuat dari papan kayu, selain lantai papan di sejumlah rumah masih dipakai lantai yang terbuat dari bamboo yang berbentuk lempengan-lempengan bamboo talapuh yang digelarkan diatas bamboo bulat dinamakan dengan darurang.



4.1 Denah Bangunan - Tepas ( Ruangan depan ) : Ruangan ini berfungsi sebagai ruang tamu, bahkan jika terpaksa dapat dijadikan ruang tidur untuk tamu. - Enggon ( Kamar tidur ) : sebagai kamar beristirahat - Pawon ( Dapur) : Ruangan ini berfungsi keseharian dan digunakan untuk memasak. di pawon, biasanya terdapat pula goah tempat menyimpan padi atau beras



4.2 Denah, Tampak, dan Potongan



pg. 21



BAB V KESIMPULAN



Kampung Kuta merupakan salah satu kampung keramat yang masih sangat kental adat istiadat serta kesuciannya. Tidak seperti kampung adat yang lain, kampung kuta memiliki tanah pribadi yang dapat digunakan oleh individu kampung kuta tetapi tetap menjaga syar’I amanah dari leluhur untuk menjaga kesucian kampung kuta.



-



pg. 22



DAFTAR PUSTAKA Menelusuri Arsitektur Sunda . Salura, Purnama. 2008. Bandung : PT Cipta Sastra Salura http://mustafidwongbodo.blogspot.com/2009/11/kampung-kuta-dusun-adat-yang-tersisadi.html http://lukmanfauzan.blogspot.com/2013/11/kampung-kutakampung-adat-di-ciamis.html http://setiajipamungkas.wordpress.com/2011/11/27/lampung-kuta/ http://sosiologimenulis.blogspot.com/2013/05/karya-tulis-ilmiah-kampung-adat-kuta.html http://disparbud.jabarprov.go.id/wisata/dest-det.php?id=30&lang=id



pg. 23