Artikel (Ely Yuliati - Universitas Negeri Malang) [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

TEKNIK PENGGARAPAN KONFLIK CERPEN PEMENANG LOMBA PENULISAN CERPEN REMAJA JALAN PULANG DARI AUSCHWITZ Ely Yuliati, Azizatuz Zahro’ Fakultas Sastra, Universitas Negeri Malang email: [email protected]



ABSTRAK : Kemenarikan sebuah cerpen dapat dirasakan dari munculnya



pengalaman emosional yang dirasakan pembaca ketika selesai membaca cerita. Kekhasan suatu cerpen salah satunya ditunjukkan dari kepiawaian pengarang dalam mengolah konflik. Dalam cerita, fungsi konflik tidak lain adalah membuat pembaca merasakan pengalaman emosional terhadap cerita yang dibacanya. Tanpa konflik yang intens pembaca dapat kehilangan kenikmatan cerita bahkan dapat juga cerita tidak akan diselesaikan oleh pembaca akibat konflik yang monoton atau kurang dapat menyentuh sisi emosional pembaca. Berdasarkan urgensi konflik dalam membangun cerita tersebut, penting bagi penulis muda untuk memahami tenik penggarapan konflik agar tidak terjebak dalam penceritaan yang bersifat klise. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap teknik penggarapan konflik pada cerpen karya pemenang dalam antologi cerpen Jalan Pulang dari Auschwitz. Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif-kualitatif dengan analisis datanya, meliputi 1) reduksi data, 2) penyajian data, dan 3) verifikasi. Sumber data penelitian ini diperoleh dari 10 cerpen karya pemenang lomba penulisan cerpen remaja yang diadakan Balai Bahasa Yogyakarta tahun 2017. Hasil penelitian ditemukan tiga teknik penggarapan konflik, yakni 1) teknik asosiasi, 2) teknik montase, dan 3) teknik adegan. Kata Kunci: teknik, konflik, cerpen ABSTRACT: The exploration of a short story can be felt from the emergence of emotional experiences felt by the reader when finished reading the story. One of the characteristics of a short story is shown by the expertise of the author in managing conflict. In the story, the function of conflict is nothing but making the reader feel the emotional experience of the story he is reading. Without intense conflict the reader can lose the enjoyment of the story and even the story will not be solved by the reader due to monotonous conflict or can not touch the emotional side of the reader. Based on the urgency of conflict in developing the story, it is important for young writers to understand the tenets of cultivating conflict so as not to get caught up in cliché storytelling. This study aims to reveal the techniques of cultivating conflict in the short story of the winning work in the anthology of Jalan Pulang short story from Auschwitz. This research includes descriptive-qualitative research with analysis of data, including 1) data reduction, 2) data presentation, and 3) verification. The data source of this study was obtained from 10 short stories by the winners of the teen short story writing competition held by the Yogyakarta Language Center in 2017. The results of the study found three techniques for cultivating conflict, namely 1) association techniques, 2) montage techniques, and 3) scene techniques. Keyword: techniques, conflict, short story



PENDAHULUAN



Konflik sebagai bagian dari alur merupakan salah satu elemen terpenting dalam sebuah cerita. Konflik berisi permasalahan yang bersumber dari pengalaman atau makna suatu peristiwa yang dianggap penting oleh pengarang. Pengalaman atau peristiwa yang masih berwujud bahan mentah tersebut kemudian dirangkai menjadi sebuah cerita yang akan dibagikan kepada pembaca tentang seberapa bermakna pengalaman atau peristiwa tersebut bagi pengarang. Melalui konflik inilah pengarang berbagi nilai-nilai dan pelajaran berharga yang ia dapatkan agar pembaca tergerak atau termotivasi. Lauma (2017:2) menyatakan bahwa keberhasilan sebuah cerpen ditentukan apabila pengarang mampu menghadirkan makna atau nilai keseluruhan yang bermanfaat bagi kehidupan. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa konflik adalah bentuk interaksi pengarang kepada pembaca. Pengarang yang baik tidak semata-mata memperlakukan pembaca sebagai penonton yang menyaksikan peristiwa-peristiwa yang disajikan, akan tetapi pengarang harus mampu membangkitkan emosi pembacanya sehingga nilai yang diungkapkan pengarang dapat terterima oleh pembaca. Membicarakan tentang cerita tentunya tidak dapat dilepaskan dari unsur kemenarikan. Cerita yang tidak menarik tentu tidak akan dilanjutkan oleh pembaca bahkan cenderung ditinggalkan begitu saja. Suatu cerita dikategorikan menarik jika cerita tersebut mengandung konflik-konflik yang mampu menciptakan efek kejutan dan ketegangan di benak pembaca. Pada permulaan cerita, biasanya pengarang memperkenalkan tokoh atau memunculkan sesuatu yang aneh. Keanehan yang terjadi tersebut akan memicu permasalahan awal yang dikenal dengan konflik awal. Konflik ini kemudian terus berlanjut hingga mencapai titik tertentu yang disebut komplikasi. Komplikasi yang terus menunjukkan intensitas peristiwa akan mengarahkan pembaca untuk mengetahui klimaks sebuah cerita. Kimaks inilah yang kemudian menjadi tingkatan peristiwa tertinggi berupa permasalahan yang sangat gawat. Klimaks yang sudah mencapai titik jenuh akan diturunkan



tingkat



ketegangannya



oleh



pengarang



dalam



bentuk



penyelesaian



permasalahan. Dapat dikatakan bahwa proses pemunculan konflik menuju klimaks inilah yang dapat menghasilkan efek pukulan di benak pembaca, sekaligus menjadi tolok ukur keberhasilan sebuah cerita. Pada tahap inilah intensitas dan pengalaman naratif pengarang dalam mengolah konflik diperlihatkan. Tidak dapat dipungkiri bahwa pengarang-pengarang besar memiliki intensitas dan pengalaman naratif yang tinggi. Tidak mengherankan jika karya-karya pengarang seperti



Putu Wijaya, Seno Gumira Ajidharma, Dewi Lestari, Ahmad Tohari dan penulis-penulis besar lainnya sering dijumpai di media cetak ataupun elektronik. Tentunya karya-karya pengarang besar tidak terlahir secara instan. Pastilah karya yang bagus dan bisa dinikmati oleh banyak orang tersebut merupakan hasil dari seleksi yang ketat diantara berbagai pilihan. Akan tetapi, dalam hal ini bukan berarti karya pengarang-pengarang muda yang tidak sepopuler pengarang besar merupakan karya yang tidak bagus. Kualitas suatu karya tidak ditentukan dari kepopuleran pengarangnya, akan tetapi karya yang bagus adalah karya yang mampu menimbulkan kesan di benak pembaca walaupun berangkat dari ide yang biasa-biasa saja. Bertolak dari uraian tersebut, efek mengesankan sebuah cerita dapat dicapai jika pengarang mampu mengolah konflik. Oleh karena itu, penting bagi pengarang untuk memahami teknik penggarapan konflik. Kurangnya pemahaman tentang teknik penggarapan konflik biasa terjadi pada pengarang pemula sehingga membuat mereka terjebak pada penciptaaan konflik-konflik yang bersifat klise. Penciptaan konflik memang sesuatu yang lebih rumit jika dibandingkan dengan penggarapan unsur-unsur yang lain dalam prosa fiksi. Bahkan, hal-hal seperti pemilihan nama tokoh pun terkadang juga menjadi sesuatu yang membingungkan pengarang. Seperti yang diungkapkan Hariadi (2004:35) bahwa seorang pengarang bisa saja menemui hambatan menulis ketika memikirkan nama yang pantas untuk tokohnya. Penelitian ini berfokus pada teknik-teknik penggarapan konflik cerpen karya pemenang dalam antologi Jalan Pulang dari Auschwitz. Cerpen-cerpen karya pemenang lomba tersebut sudah melalui proses penyaringan yang sangat ketat, mengingat penilaian cerpen didasarkan atas tiga hal, meliputi teknik penyajian/penulisan, isi, dan kebahasaan. Pemilihan antologi cerpen Jalan Pulang dari Auschwitz sebagai objek dalam penelitian ini sebab berisi karya-karya remaja (pelajar, mahasiswa, dan umum) berusia 13-21 tahun seYogyakarta (Mardianto, 2017:191). Dengan kategori usia tersebut, cerpen dalam antologi ini memiliki teknik penceritaan yang relatif sejajar dan berasal dari pengarang-pengarang muda terutama dalam bagian penggarapan konflik. Penelitian ini bertujuan untuk memaparkan teknik-teknik penggarapan konflik dalam antologi cerpen Jalan Pulang dari Auschwitz dengan sub fokus penelitian meliputi tiga teknik, yakni teknik asosiasi, teknik montase, dan teknik adegan. Hal-hal yang dipaparkan berupa bentuk-bentuk pengembangan berdasar pada ketiga teknik tersebut.



METODE Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Gunawan (2013) yang mengemukakan bahwa penelitian kualitatif adalah jenis penelitian yang dilakukan dengan penghayatan dan penafsiran terhadap suatu peristiwa berdasarkan perspektif peneliti dan pemerolehan datanya tidak melalui prosedur statistik. Data penelitian ini adalah data verbal berupa narasi dan dialog pada cerpen karya pemenang dalam antologi Jalan Pulang dari Auschwitz. Sumber data penelitian ini diperoleh dari 10 cerpen karya pemenang dalam antologi cerpen Jalan Pulang dari Auschwitz. Adapun 10 cerpen karya pemenang tersebut antara lain (1) Jalan Pulang dari Auchzwitch, (2) Kucing Bunting dalam Luka Seorang Perempuan, (3) Rangkong dalam Cerita Ayah, (4) Gadis Kecil di Sudut Pasar, (5) Kematian Kambing Mat Sumbing, (6) Dua Puluh Tahun Kemudian, (7) Sakera Belum Mati, (8) Aku, Surat, dan Perubahan, (9) Penggembala Sapi yang Selalu Telanjang, dan (10) Winter Tale. Instrumen penelitian ini melibatkan peneliti sebagai instrumen kunci yang mengumpulkan, menganalisis, menafsirkan, dan menyajikan hasil kesimpulan penelitian. Peneliti menggunakan alat bantu pengumpul data berupa tabel analisis dengan berpedoman pada indikator yang telah disusun. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik baca-catat dan studi dokumentasi. Iskandar (2009:219) menyebutkan bahwa studi dokumentasi dilakukan dengan melakukaan telaah referensi yang bersangkutan dengan fokus penelitian. Teknik baca-catat dilakukan dengan membaca teks cerpen dan mencatat bagian-bagian yang berhubungan dengan fokus penelitian melalui pengkodean. Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan membaca berkali-kali dan memahami data utama berupa cerpen karya pemenang dalam antologi Jalan Pulang dari Auchzwitch. Selanjutnya menandai bagian-bagian yang berkaitan dengan fokus penelitan menggunakan pengkodean pada tabel pengumpul data. Data yang telah terkumpul kemudian dianalisis dan hasilnya dicocokkan dengan referensi. Terakhir peneliti melakukan penafsiran data. Teknik analisis data dalam penelitian ini mengacu pada model Miles dan Huberman. Langkah analisis data model ini mencakup tiga hal, yakni reduksi data, display/penyajian data, dan pengambilan kesimpulan/verifikasi (Iskandar, 2009:222). Pada bagian reduksi data, peneliti mengelompokkan data dengan memberikan pengkodean dan



catatan tersendiri pada tabel pengumpul data. Pada bagian penyajian data, peneliti memaparkan data dalam bentuk naratif dengan disertai bukti-bukti berupa kutipan dari antologi cerpen Jalan Pulang dari Auchzwitch. Kemudian pada bagian penarikan kesimpulan, peneliti membuat kesimpulan awal. Kesimpulan ini masih dimungkinkan berubah jika peneliti menemukan bukti lain yang lebih kuat. Pengecekan keabsahan data merupakan proses penting dalam penelitian untuk menguji objektivitas, kesahihan, dan keterandalan hasil penelitian (Iskandar, 2009:228). Pengecekan keabsahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan meningkatkan ketekunan pengamatan dengan cara membaca berulang-ulang objek yang diteliti untuk mendapatkan data yang lebih akurat. Peneliti kemudian berdiskusi dengan teman sejawat tentang hasil temuan sementara atau akhir. Dalam hal ini diskusi dilakukan dengan mengekspos hasil temuan kepada pembimbing, penguji, dan mahasiswa yang memiliki ketertarikan topik yang diteliti. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Hasil temuan penelitian berkaitan dengan teknik penggarapan konflik dalam antologi cerpen Jalan Pulang dari Auschwitz ini diuraikan sebagai berikut. Teknik Asosiasi Teknik asosiasi pada cerpen pemenang dalam antologi cerpen Jalan Pulang dari Auschwitz



ini



dikembangkan



dengan



dua



pola



pengembangan. Adapun



pola



pengembangannya, yakni pengembangan dengan lompatan masa lalu dan pengembangan dengan hayalan masa depan. Pengembangan dengan Lompatan Ingatan Masa Lalu Permulaan sebuah konflik dimulai ketika pengarang memasukkan unsur ketidakstabilan dalam ceritanya. Ketidakstabilan tersebut dapat dimunculkan dengan memberikan rangasangan-rangsangan yang dapat membuat pembaca terpancing untuk melanjutkan cerita. Rangsangan dalam bentuk ingatan masa lalu ditunjukkan dalam cerpen Rangkong dalam Cerita Ayah. Konflik dalam cerita ini menggunakan konflik batin yang diletakkan di awal cerita dengan rangsangan berupa tautan ingatan masa kecil tokoh Arnia yang dirasanya berbeda dengan yang sering diceritakan ayahnya. Rangsangan ingatan masa lalu tidak selalu diletakkan di awal untuk menarik perhatian pembaca. Sorot balik yang diletakkan di tengah cerita justru dapat menumbuhkan



kesan emosional yang semakin tinggi, seperti pada cerpen Kematian Kambing Mat Sumbing. Ketegangan emosianal terasa ketika pengarang menggunakan tautan ingatan masa lalu Mat Sumbing sebagai alasan mengapa Mat Sumbing begitu berduka atas kematian kambingnya. Terkadang tautan masa lalu dapat muncul di saat tokoh sedang memikirkan sesuatu. Hal ini seperti yang ditunjukkan dalam cerpen cerpen Dua Puluh Tahun Kemudian. Cerita tersebut menggunakan tautan ingatan masa lalu tokoh aku saat menjadi murid Bu Marni. Tokoh aku mengetahui bahwa Bu Marni telah melakukan kejahatan dengan memalsukan data siswa.



Keseluruhan kejadian tersebut berada dalam ingatan tokoh aku ketika



merencanakan hal-hal yang akan ia katakan kepada Bu Marni tentang kesalahan yang pernah dilakukannya Peristiwa dalam ingatan masa lalu tokoh dapat menjadi penggerak agar cerita tetap dalam situasi yang logis seperti halnya dalam cerpen Penggembala Sapi yang Selalu Telanjang. Tautan ingatan masa lalu Tokoh Karyo dimunculkan pada pertengahan cerita saat ia tengah menggembalakan sapinya. Ia teringat akan kenangan buruk yang menimpanya sewaktu kuliah, tentang tuduhan pencemaran nama baik kampus yang dilakukan temannya dan dekannya yang menerima suap. Kelogisan cerita dengan menggunakan tautan masa lalu juga ditunjukkan dalam cerpen Winter Tale. Tautan ingatan masa lalu tokoh Kenny tentang ayahnya membuatnya menaruh kebencian pada Arabella. Pengembangan dengan Hayalan Masa Depan Konflik dengan pengembangan semacam ini biasanya terjadi antara tokoh dengan dirinya sendiri. Dalam benak tokoh terjadi monolog batin tentang keputusan apa yang akan diambil dalam upaya melawan sesuatu yang bertentangan dengan batinnya. Dalam bingkai sebab akibat, hayalan masa depan ini dapat digunakan sebagai bagian pengenalan konflik kepada pembaca seperti yang terdapat dalam cerpen Aku, Surat, dan Perubahan atau sarana kejutan yang diletakkan di akhir cerita seperti pada cerpen Dua Puluh Tahun Kemudian. Teknik Montase Teknik montase pada cerpen pemenang dalam antologi cerpen Jalan Pulang dari Auschwitz



ini



dikembangkan



dengan



dua



pola



pengembangan. Adapun



pola



pengembangannya, yakni pengembangan dengan perubahan latar dan pengembangan dengan peristiwa tidak logis.



Pengembangan dengan Perubahan Latar Pengembangan dengan perubahan latar dilakukan jika konflik yang akan dimunculkan pengarang tidak berada pada satu latar tertentu. Seperti pada cerpen Sakera Belum Mati, perubahan latar berawal dari Sakera yang mencari batu tempatnya bertapa dahulu dan mengharuskannya melakukan perjalanan mengunjungi tempat-tempat yang terdapat di Pulau Madura. Pengembangan dengan Peristiwa Tidak Logis Pengungkapan teknik montase dengan pengembangan peristiwa tidak logis ditunjukkan dalam cerpen Kucing Bunting dalam Luka Seorang Perempuan. Peristiwa tidak logis sebagai tahap komplikasi dalam cerpen ini terjadi saat tokoh aku yang tidak kuat menangung rasa malu akibat pernikahannya yang gagal berangan-angan ingin menjadi seekor kucing. Penceritaan dengan teknik montase membuat peristiwa menjadi terputusputus dan memerlukan penafsiran lebih lanjut, apakah kucing dalam cerita ini sebagai simbol perempuan putus asa yang berbuat nekat atau memang peristiwa tersebut sengaja dibuat dengan alur yang tidak logis. Ketidaklogisan dalam cerita juga terdapat dalam cerpen Sakera Belum Mati. Peristiwa tidak logis dalam cerita ini ditunjukkan dari ungkapan Sakera mengenai teman-teman Sakera yang berhubungan dengan tokoh-tokoh sejarah yang hidup di zaman dahulu. Teknik Adegan Teknik adegan pada cerpen pemenang dalam antologi cerpen Jalan Pulang dari Auschwitz ini dikembangkan dengan tiga pola pengembangan. Pola pengembangannya, yakni pengembangan dengan kemunculan objek, pengembangan dengan kehadiran tokoh lain, dan pengembangan dengan perubahan karakter tokoh. Pengembangan dengan Kemunculan Objek Dalam cerita fiksi konflik dibedakan menjadi dua, yakni konflik utama dan konflik tambahan. Berbicara mengenai konflik tambahan, cerpen Jalan Pulang dari Auschwitz menggunakan sarana kemunculan objek untuk menciptakan konflik tambahan. Objek berupa pin yang diberikan Vladimir dapat membawa perubahan jalan hidup tokoh Naachel. Berbeda dengan cerpen sebelumnya yang memunculkan objek di akhir cerita, cerpen Kematian Kambing Mat Sumbing justru menggunakan objek kematian kambing



sebagai permulaan konflik. Kematian kambing tersebut menjadi hari mahaduka bagi Mat Sumbing hingga menjadikannya larut dalam kesedihan yang berkepanjangan. Demikian juga dengan cerpen Sakera Belum Mati. Cerpen ini juga menggunakan kemunculan objek sebagai pertanda permulaan konflik. Objek yang dimaksud berupa batu yang menjadi tempat Sakera bertapa seukuran perut gajah dan berwarna hitam legam. Pengembangan dengan Kehadiran Tokoh Lain Kehadiran tokoh lain dalam sebuah cerita dapat dilatar belakangi karena tokoh yang ditambahkan pengarang membawa sesuatu yang menjadi sebab terjadinya konflik lanjutan. Akan tetapi, hal tersebut tidak serta merta semua tokoh tambahan membawa pengaruh demikian, sebab kehadiran tokoh lain ini bisa saja karena murni harus dihadirkan pengarang agar cerita menjadi koheren. Seperti dalam cerpen Jalan Pulang dari Auschwitz. Kehadiran tokoh lain diawali ketika serdadu SS menyeret seorang tahanan berseragam coklat dengan pin merah berbentuk bintang yang tersemat di dadanya. Kemudian kehadiran tokoh lain dalam cerpen Kucing Bunting dalam Luka Seorang Perempuan diawali dengan hadirnya pihak ketiga dalam hubungan antara tokoh aku dan kekasihnya bernama Kalan. Sementara itu, cerpen Winter Tale menghadirkan dua tokoh tambahan sebagai penyebab konflik. Pertama, kehadiran Arabella yang membuat Kenny merasakan ketidaksenangan tanpa alasan. Kehadiran Arabella ini menjadi awal dari munculnya konflik menuju komplikasi. Komplikasi yang mengarah ke klimaks dimunculkan pengarang dengan menghadirkan tokoh Mama Arabella yang ternyata adalah seseorang yang membuat ayahnya mendekam di penjara. Hal ini menjadi pertanda klimaks sebab tokoh Mama tersebut menjadi alasan bagi Kenny untuk membenci Arabella. Pengembangan dengan Perubahan Karakter Tokoh Harus dipahami bahwa perubahan karakter tokoh biasa terjadi dalam cerita. Penggarapan karakter dapat bersifat dinamis dimana pengarang sebagai pencipta memiliki kewenangan untuk menentukan tipe karakter dalam diri tokoh. Tipe dinamis adalah tipe karakter yang dapat mengalami perubahan. Cerpen Gadis Kecil di Sudut Pasar menunjukkan perubahan karakter tokoh Amira. Perubahan tersebut tampak ketika tokoh Amira merasa iba mendengar cerita dari nenek Saidah tentang kehidupannya bersama Naila yang serba kekurangan. Tokoh Amira diliputi perasaan menyesal sebab tindakannya selama ini menunjukkan sikap kurang bersyukur atas apa yang dimiliki. Perubahan karakter tokoh juga ditunjukkan pada cerpen Aku, Surat dan Perubahan. Pada klimaks cerita, tokoh Hana besar menyesal telah berubah menjadi seorang yang



bermalas-malasan dan tidak fokus dengan masa depan sejak ia memiliki pacar. Berbeda sekali dengan Hana kecil yang polos dan menurut pada nasehat orang tua. Semenjak putus dengan kekasihnya, Hana besar ingin berubah seperti dirinya sewaktu kecil. Cerpen Penggembala Sapi yang Selalu Telanjang mengedepankan pengembangan pada perubahan karakter tokohnya. Pada permulaannya, konflik terjadi ketika Karyo mendapat perlakuan tidak adil dari dekannya yang berefek pada keluarnya Karyo dari kampus tempatnya belajar. Dahulu, Karya dikenal sebagai mahasiswa yang rajin dan mempunyai banyak cita-cita. Kemudian saat kembali ke desanya tabiat Karyo berubah menjadi suka telanjang. Pembahasan Pembahasan terkait teknik penggarapan konflik dalam antologi cerpen Jalan Pulang dari Auschwitz disajikan sebagai berikut. Teknik Asosiasi Teknik asosiasi adalah teknik penggarapan konflik yang menggunakan tautan ingatan sebagai landasannya. Definisi tersebut merujuk pada pendapat Minderop (2011:156) yang menyatakan bahwa teknik asosiasi berkaitan dengan bidang psiokologi bahwa proses berpikir seseorang terkadang dituntun oleh asosiasi atau tautan dalam ingatan. Dalam penggarapan konflik, teknik asosiasi menghasilkan rangkaian peristiwa yang tidak saling berhubungan



dengan inti cerita. Akan tetapi, karena sebab proses



pertautan atau asosiasi inilah suatu peristiwa dapat dijelaskan secara lebih konkret. Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan dua bentuk pengembangan teknik asosiasi dengan penjabaran sebagai berikut. Pengembangan dengan Lompatan Ingatan Masa Lalu Motif yang mendasari konflik pada cerpen yang menggunakan pengembangan dengan lompatan ingatan masa lalu disebabkan oleh permasalahan sosial yang terjadi dalam kehidupan tokoh. Ramadhanti (2018:36) menyatakan bahwa bentuk-bentuk rangsangan yang diungkapkan dalam paparan awal cerita dapat berupa kehadiran tokoh baru, sorot balik dalam bentuk dialog, mimpi, lamunan, atau ingatan tokoh terhadap peristiwa masa lalu. Tautan ingatan masa lalu tokoh dapat menjadi suatu rangsangan yang diberikan pengarang untuk menciptakan efek ketegangan di benak pembaca. Ramadhanti (2018:36) menyatakan bahwa peningkatan tegangan dapat semakin membuat pembaca



penasaran untuk melanjutkan cerita. Oleh karenanya, pengarang menciptakan regangan, yaitu proses peningkatan tekanan emosional. Dalam kaitannya dengan konflik, Nurgiyantoro (2018:175) mengemukakan bahwa peristiwa dibedakan dalam tiga kategori berdasarkan relevansinya dengan pengembangan plot, yakni peristiwa fungsional, acuan, dan kaitan. Peristiwa fungsional merupakan peristiwa primer yang keberadaannya adalah suatu keharusan dalam cerita, sebab jika peristiwa tersebut dihilangkan maka akan mengganggu kelogisan cerita. Dalam cerita, peristiwa-peristiwa tertentu saling berkaitan satu sama lain. Akan tetapi, terkadang ditemukan beberapa peristiwa tidak memiliki pengaruh terhadap logika cerita jika peristiwa tersebut dihilangkan. Hal seperti ini disebut peristiwa kaitan. Sementara itu, peristiwa acuan adalah peristiwa yang keberadaannya tidak memiliki hubungan langsung terhadap perkembangan alur. Bahkan terkadang peristiwa acuan dapat digunakan untuk meramalkan hal-hal yang belum terjadi tetapi peristiwa acuan tidak menjadi sebab terjadinya konflik. Kemunculan ingatan dalam suatu peristiwa berfungsi untuk membuat rangkaian kejadian yang terjadi dalam diri tokoh saling berhubungan dalam bingkai sebab akibat sehingga cerita dapat terterima oleh akal. Keberterimaan oleh akal tersebut diungkapkan Sayuti (2017:83) sebagai plausibilitas (kemasukakalan) dan merupakan bagian dari salah satu kaidah plot. Kaidah plausibilatas atau kemasukakalan ini tidak diartikan cerita harus mengikuti aturan realisme sebagai sesuatu yang dapat diterima akal, akan tetapi kemasukakalan di sini adalah kemasukakalan yang dibatasi dalam bingkai cerita. Keberterimaan suatu cerita oleh pembaca terjadi jika cerita mengandung suatu kebenaran, yaitu kebenaran yang dianggap benar bagi cerita itu sendiri dalam bingkai kefiksian. Pengembangan dengan Hayalan Masa Depan Pengembangan dengan hayalan masa depan terkait dengan asosiasi pengekspresian pengalaman batin tokoh ketika mengimajinasikan peristiwa yang akan terjadi pada dirinya. Konflik dengan pengembangan semacam ini biasanya terjadi antara tokoh dengan dirinya sendiri. Dalam benak tokoh terjadi monolog batin tentang keputusan apa yang akan diambil dalam upaya melawan sesuatu yang bertentangan dengan batinnya. Sayuti (2017:79) menyebut hal ini sebagai konflik kejiwaan atau (psychological conflict) dimana tokoh berjuang melawan dirinya sendiri untuk menentukan tindakan apa yang akan diambilnya dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu.



Sayuti (2017:85) juga menyebutkan bahwa kejutan dalam cerita sangat penting untuk dimunculkan pengarang agar cerita memiliki dampak tersendiri di benak pembaca. Cerita yang tidak dapat mengejutkan pembaca dapat dikategorikan sebagai cerita yang membosankan. Efek kejutan disatu sisi dapat berfungsi untuk memperlambat cerita menuju klimaks jika diungkapkan di akhir cerita. Akan tetapi sebaliknya, jika efek kejutan tersebut diletakkan di awal cerita sebagai konflik pengenalan, justru dapat mempercepat permasalahan menuju klimaks. Teknik Montase Penggarapan konflik dengan teknik montase dilakukan dengan menampilkan potongan-potongan peristiwa yang jika disatukan akan membentuk satu kesatuan cerita yang utuh. Minderop (2011:150) mendefinisiakan teknik montase sebagai teknik yang terinspirasi dari bidang perfilman, dimana cerita dipilah, dipotong, dan disambung kembali agar membentuk satu keutuhan. Lebih lanjut Minderop menyatakan bahwa teknik montase digunakan untuk menggambarkan sesuatu hal yang kadang tidak berada pada urutan logis, menyajikan kesibukan latar, atau kekalutan jalan pikiran tokoh. Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan dua bentuk pengembangan teknik montase dengan penjabaran sebagai berikut. Pengembangan dengan Perubahan Latar Pengembangan dengan perubahan latar dilakukan jika konflik yang akan dimunculkan pengarang tidak berada pada satu latar tertentu. Tidak seperti halnya dalam novel, kemunculan latar harus diatur seefisien mungkin agar cerita tetap berfokus pada satu permasalahan saja. Hal ini disebabkan bahwa cerpen memiliki ruang lingkup yang sempit dibandingkan dengan prosa fiksi lainnya. Meskipun lingkup ceritanya sempit dan bersifat fiksi, cerpen harus mampu menghadirkan suatu cerita yang utuh dan menggambarkan kenyataan yang bersifat subjektif. Karena keterbatasan itulah, ketika bercerita pengarang hanya boleh memasukkan dua sampai tiga tokoh, satu konflik, dan satu efek saja. Hal inilah yang disebut Sumardjo (2004:7) sebagai ekonomisasi penceritaan. Penceritaan dalam cerpen harus dipaparkan secara ekonomis dan utuh. Penggunaan teknik montase dengan perubahan latar tersebut terkadang membuat fokus pembaca menjadi terpecah sebab latar membawa pengaruh pada suasana di benak pembaca. Penggunaan latar yang berlebihan menjadi kurang ekonomis jika ditinjau dari ekonomisasi penceritaannya. Konflik menjadi terpecah belah bahkan dapat menimbulkan



kealpaan tentang hal yang menjadi penyebab konflik. Akan tetapi kelebihan menggunakan teknik ini, pengarang dapat membawa pembaca pada situasi yang berbeda-beda sehingga dapat memicu munculnya efek ketegangan yang naik-turun jika setiap latar yang diceritakan pengarang dapat memunculkan kesan yang berbeda-beda. Hal ini sejalan dengan pendapat (Atmowiloto, 2002:23) yang menyatakan bahwa plot dapat berwujud plot ledakan, lembut, lembut-meledak, terbuka, dan tertutup. Pemilihan wujud plot tersebut kemudian menjadi persoalan yang disesuaikan dengan keinginan pengarang. Pengembangan dengan Peristiwa Tidak Logis Terkait teknik montase ini, Minderop (2011:155) menyatakan bahwa teknik montase membuat kisahan menjadi terputus-putus dan sambung-menyambung karena fungsi utama teknik ini, yakni untuk menceritakan dua kehidupan tokoh dalam satu cerita baik secara jasmani maupun rohani. Pengembangan dengan peristiwa tidak logis lazimnya terjadi pada sastra anak seperti cerita-cerita fantasi atau dongeng yang lekat dengan dunia anak yang menyukai imajinasi. Dalam cerpen remaja pun hal ini bisa juga digunakan, akan tetapi diungkapkan dengan tataran yang lebih rumit. Jika dalam sastra anak semua kelogisan konflik dipaparkan secara apa adanya, pada cerpen remaja tataran tersebut sampai pada pengungkapan konflik yang bersifat metafora. Pembahasan mengenai metafora tentu saja tidak dapat dipisahkan dari istilah gaya bahasa dan gaya bercerita pengarang. Aminuddin (2013:78) menyatakan bahwa setiap pengarang tentu memiliki gaya tersendiri yang membedakannya dengan pengarang lain walaupun berangkat dari gagasan yang sama. Teknik Adegan Teknik adegan adalah teknik penggambaran konflik yang dilakukan dengan menampilkan bagian peristiwa tertentu yang dapat memunculkan efek kejutan (surprise) dan ketegangan (suspense) di benak pembaca. Ramadhanti (2018:91) menyatakan bahwa teknik adegan menggambarkan lakuan atau peristiwa dalam waktu yang singkat. Kelebihan dari teknik adegan ini terletak pada pada pemusatan perhatian pembaca yang lebih cepat sebab disajikan secara konkret. Adapun tiga bentuk pengembangan dalam teknik montase tersebut dijabarkan sebagai berikut. Pengembangan dengan Kemunculan Objek Efek kejutan dan ketegangan yang diharapkan pembaca dapat dihadirkan pada berbagai titik, bisa sebagai titik awal, pertengahan, ataupun akhir cerita. Berdasarkan hasil



penelitian berkaitan dengan kemunculan objek sebagai awalan atau akhiran cerita, Sayuti (2017:77) menyatakan bahwa dapat dimungkinkan bagian permulaan atau bagian awal fiksi merupakan akhir cerita yang dipilih pengarang untuk konflik-konflik lanjutan. Dapat juga konflik yang dimunculkan di awal merupakan konflik besar yang akan membawa pengaruh besar dalam kehidupan tokoh. Akan tetapi, hal ini bukan berarti kemunculan objek sebagai konflik yang diletakkan di awal menjadi teknik yang bagus dibandingkan yang posisinya yang berada di akhir. Kemunculan objek di akhir cerita sebagai titik balik tokoh dapat berdampak pada keingintahuan pembaca tentang akhir dari cerita yang disembunyikan pengarang. Pengembangan dengan Kehadiran Tokoh Lain Kehadiran tokoh baru ditujukan agar keberadaannya turut membangun keutuhan cerita yang juga menjadi salah satu kaidah penting dalam penyusunan plot atau alur. Seperti yang diungkapkan Sayuti (2017:88) bahwa suatu plot haruslah mengandung keutuhan di samping harus menghadirkan kemasukalan, kejutan, dan ketegangan. Masalah yang berkaitan dengan kaidah keutuhan dapat diungkapkan dalam permasalahanpermasalahan lanjutan yang menyimpang dari alur utamanya membentuk sub plot. Ada kemungkinan sub plot tersebut dapat dikatakan sebagai analog dari plot utama. Kehadiran tokoh lain sebagai tokoh tambahan juga dapat dilihat dari kadar dominasinya dalam cerita. Terkadang ada cerita yang dominasi tokoh tambahannya hampir menyamai tokoh utama, sebab tokoh tambahan ini menjadi kunci sebab-akibat peristiwa yang dialami tokoh utama. Menurut Nurgiyantoro (2018:261), peran tokoh utama dan tokoh tambahan tidak dapat dibedakan secara eksak, sebab cerita kadang menampilkan gradasi atau kadar fungsionalitas pada tokoh-tokohnya. Gradasi pembedaan tokoh tersebut terbagi atas tokoh utama yang utama, tokoh utama tambahan, tokoh tambahan utama, dan tokoh tambahan yang memang tambahan. Pengembangan dengan Perubahan Karakter Tokoh Harus dipahami bahwa perubahan karakter tokoh biasa terjadi dalam cerita. Penggarapan karakter dapat bersifat dinamis dimana pengarang sebagai pencipta memiliki kewenangan untuk menentukan tipe karakter dalam diri tokoh. Nurhayati (2008:4) menyebutkan bahwa salah satu tipe karakter tokoh adalah dinamis. Tipe dinamis adalah tipe karakter yang dapat mengalami perubahan. Pengembangan dengan perubahan karakter tokoh tentu tidak terlepas dari motivasi atau dorongan dari lingkungan di sekitar tokoh. Benturan-benturan konflik yang terjadi



pada tokoh dapat dikatakan sebagai upaya pengarang menempa karakter tokoh menjadi wujud karakter yang baru. Inilah yang disebut Sayuti sebagai fiksi tokohan, yaitu fiksi yang mengedepankan perhatian pengarang pada karakter tokoh sehingga fungsi plotnya sebagai media untuk menunjukkan perkembangan tokohnya. PENUTUP Simpulan dan saran terkait penelitian mengenai teknik penceritaan dalam antologi cerpen Jalan Pulang dari Auschwitz diuraikan sebagai berikut. Simpulan Berdasarkan hasil pembahasan dapat rumuskan tiga aspek teknik penggarapan konflik cerpen karya pemenng dalam antologi cerpen Jalan Pulang dari Auschwitz dengan pemaparan sebagai berikut. Pertama, tentang penggunaan teknik asosiasi dalam penggarapan konflik. Teknik asosiasi dalam penggarapan konflik dikaitkan dengan proses ingatan atau proses mental yang terjadi dalam diri tokoh. Fungsi teknik ini adalah untuk membuat asosiasi ingatan dari peristiwa-peristiwa yang tidak saling menyatu menjadi sebuah rangkaian cerita yang utuh. Teknik ini bentuk pengembangannya dilakukan melalui dua cara, yakni pengembangan dengan lompatan ingatan masa lalu dan pengembangan dengan lompatan hayalan masa depan. Kedua, tentang penggunaan teknik montase dalam penggarapan konflik. Teknik montase dalam penggarapan konflik dikaitkan dengan potongan-potongan peristiwa yang jika disatukan akan membentuk keutuhan cerita. Jika dalam teknik asosiasi potonganpotongan peristiwanya dimunculkan dalam ingatan tokoh, teknik montase menggunakan potongan-potongan peristiwa tersebut menyatu secara fisik dengan tokohnya sehingga tidak berada dalam angan-angan tokohnya saja. Teknik ini bentuk pengembangannya dilakukan melalui dua cara, yakni pengembangan dengan perubahan latar dan pengembangan dengan peristiwa tidak logis. Ketiga, tentang penggunaan teknik adegan dalam penggarapan konflik. Teknik adegan dalam penggarapan konflik dikaitkan dengan penyajian peristiwa yang dapat memperlampat atau mempercepat jalan cerita. Teknik ini bentuk pengembangannya dilakukan melalui tiga cara, yakni pengembangan dengan kemunculan objek, pengembangan dengan kehadiran tokoh lain, dan pengembangan dengan perubahan karakter tokoh.



Saran Penelitian ini memiliki kelemahan dalam hal keterbatasan sampel. Pengambilan sampel terbatas pada cerpen karya pemenang dalam lomba penulisan cerpen remaja Jalan Pulang dari Auschwitz. Saran peneliti ditujukan kepada peneliti selanjutnya dimana penelitian tentang teknik penceritaan dalam antologi cerpen Jalan Pulang dari Auschwitz ini dapat dikembangkan dengan meneliti teknik penceritaan pada cerpen karya pilihan dewan juri. Hal ini akan memperkaya ragam teknik penceritaan yang dapat digali dari antologi cerpen Jalan Pulang dari Auschwitz. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis menyampaikan rasa hormat dan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak berikut ini yang telah membantu penulis dalam penelitian ini. 1) Dr. Azizatuz Zahro’, S.Pd, M.Pd, dosen pembimbing yang telah membimbing dan mendampingi penulis selama penyusunan karya tulis ini. 2) Dr. Roekhan, M.Pd, Ketua Jurusan Sastra Indonesia yang telah memberikan persetujuan kepada penulis untuk melaksanakan penelitian terkait topik yang diajukan penulis. 3) Seluruh dosen prodi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah yang dengan sabar menularkan ilmunya kepada penulis selama 4 tahun mengikuti perkuliahan di Universitas Negeri Malang. 4) Bapak Madi dan Ibu Badriyah, orangtua penulis yang senantiasa mendoakan keberhasilan penulis serta menjadi tempat curahan hati di setiap permasalahan yang penulis alami. 5) Pihak-pihak yang berkonstribusi dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. DAFTAR PUSTAKA Aminuddin. 2013. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Algensindo. Atmowiloto, Arswendo. 2002. Mengarang itu Gampang. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Gunawan, Imam. 2013. Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik. Jakarta: Bumi Aksara. Hariadi, Langit Kresna. 2004. Mengarang? Ah Gampang: Langkah-Langkah Mudah Menulis Cerpen, Novel, dan Skenario. Solo: Penerbit Tiga Serangkai.



Iskandar. 2009. Metodologi Penelitian Pendidikan dan Sosial (Kuantitatif dan Kualitatif). Jakarta: Gaung Persada Press. Lauma, Athar. 2017. Unsur-Unsur Intrinsik Cerita Pendek “Protes” Karya Putu Wijaya. from https://media.neliti.com. Mardiyanto, Harry. 2017. Jalan Pulang dari Auschwitz. Yogyakarta: kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Balai Bahasa Daerah Istimewa Yogyakarta. Minderop, Albertine. 2011. Metode Karakterisasi Telaah Fiksi. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Nurgiyantoro, Burhan. 2018. Teori Pengkajian Fiksi. from https://books.google.co.id/books/about/Teori_Pengkajian_Fiksi. Nurhayati. 2008. Unsur-Unsur dalam Cerita Fiksi. from https://staffnew.uny.ac.id. Ramadhanti, Dina. 2018. Buku Ajar Apresiasi Prosa Indonesia. Yogyakarta: Deepublish. Sayuti, Suminto A. 2017. Berkenalan dengan Prosa Fiksi. Yogyakarta: Cantrik Pustaka. Sumardjo, Jakob. 2004. Seluk Beluk dan Petunjuk Menulis Cerita Pendek. Bandung: Pustaka Latifah.