Artikel Masalah Ketenagakerjaan [PDF]

  • Author / Uploaded
  • jordy
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

1. Lapangan kerja tak sesuai pendidikan Persoalan pengangguran di Indonesia dipicu tiadanya kesesuaian antara jenjang pendidikan dan ketersediaan lapangan kerja. Kondisi ini memicu tenaga kerja terdidik, justru mengambil lahan pekerjaan kelompok tidak terampil. Data itu disampaikan oleh Ekonom Senior Bank Dunia Vivi Alatas, dalam diskusi bertajuk 'Masalah Ketenagakerjaan: Perbaikan Untuk Semua Pihak' yang digelar di Center of Strategic and International Studies, Jakarta, Kamis (16/1). Berdasarkan data yang dilansir Badan Pusat Statistik (BPS), lulusan pendidikan tinggi baru 5 persen dari total angkatan kerja. Alhasil, mayoritas pasar buruh diisi oleh alumnus pendidikan dasar dan menengah. Masalahnya, kata Vivi, para warga usia muda kesulitan mengakses informasi soal lapangan pekerjaan. Akhirnya, banyak lulusan SMA bersedia melakoni pekerjaan yang seharusnya diperuntukkan untuk lulusan SD dan SMP. "Sekitar 20 persen lulusan SMA rela bekerja di sektor tanpa keterampilan, 65 persen semi-skilled," kata Vivi. Fenomena ini imbas dari kegagalan lulusan pendidikan tinggi, khususnya para sarjana, yang juga menganggur dan akhirnya mengambil jatah lulusan SMA. Jumlah lulusan perguruan tinggi yang menganggur saat ini lima kali lipat pengangguran dewasa. Menurut Vivi, situasi ini sudah tidak sehat, apabila dibandingkan dengan mayoritas negara lain berpenghasilan menengah seperti Indonesia.



2. Ketrampilan tenaga kerja rendah Pemerintah wajib memediasi institusi pendidikan dan pengusaha. Dalam hal ini, wajib ada pelatihan di luar bursa kerja untuk menambah keterampilan generasi muda yang baru lulus sekolah. "Indonesia harus mendorong diadakannya pelatihan keterampilan dari pemberi kerja. Untuk kebijakan seperti ini, kita kalah dari Filipina atau China," Ekonom Senior Bank Dunia Vivi Alatas. Hal ini masih ditambah adanya kekurangan mendasar dari mayoritas tenaga kerja di Indonesia. Kebanyakan mereka hebat dan tekun dalam hal teknis pekerjaan, tapi menurut Vivi lemah dalam keterampilan lunak (soft skill). "Dari data, kebanyakan tenaga kerja terampil kita kurang di kecerdasan sikap, kemampuan Bahasa Inggris, serta pengoperasian komputer," ungkapnya. 3. Akses informasi lapangan kerja sulit Bank Dunia menyoroti fenomena lapangan kerja di Indonesia yang tidak sesuai antara kebutuhan pencari kerja dengan pengusaha sebagai pemberi kerja. Fenomena ini disinyalir muncul akibat ketimpangan informasi, terutama di kalangan anak muda yang baru lulus sekolah.



Ekonom Senior Bank Dunia Vivi Alatas mengatakan, 60 persen angkatan kerja muda terlalu mengandalkan model getok tular alias informasi dari hasil obrolan dengan teman atau keluarga. "Ini menandakan adanya kesulitan angkatan kerja untuk mengakses informasi soal pasar kerja," ujarnya di sela-sela diskusi ketenagakerjaan yang digelar Center for Strategic and International Studies, Jakarta, Kamis (16/1). Kondisi ini, idealnya harus dijembatani oleh pemerintah maupun pemberi kerja. Sebab, ketidaktahuan cara mencari kerja bukan cuma dialami lulusan SD atau SMP, melainkan juga SMA hingga sarjana. 4.Bupati Kutai Timur Tak Peduli Masalah Ketenagakerjaan di PT Thiess TRIBUNNEWS.COM - Katalog Indonesia mendesak Bupati Kutai Timur dan jajarannya untuk segera menyelesaikan masalah ketenagakerjaan di PT. Thiess Sangatta, Kutai Timur yang hingga sekarang tak kunjung usai. Demikian rilis yang dikirim ke redaksi Tribunnews.com, Senin (20/5/2013). “Hingga saat ini pihak manajemen PT. Thiess tidak bertemu dan duduk bersama untuk mencari solusi terbaik terkait permasalahan ketenagakerjaan ini,” kata Direktur Eksekutif Katalog Indonesia, Andriea Sulaiman hari ini di Jakarta. Menurutnya, permasalahan yang berlarut-larut ini seharusnya bisa diselesaikan dengan baik jika Bupati dan jajarannya punya itikad baik terhadap permasalahan ini. “Kami mendesak dan meminta pertanggungjawaban Bupati untuk segera menyelesaikan masalah ini dengan mengedepankan prinsip musyawarah mufakat,” tegasnya. Sebagaimana diwartakan sebelumnya, permasalahan ini bermula dari aksi mogok kerja yang berujung Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara massal oleh pihak manajemen PT. Thiess Sangatta. Mogok kerja terjadi karena tidak adanya penyelesaian perundingan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) antara pihak pengusaha dan pengurus serikat pekerja. Pihak manajemen PT. Thiess Sangatta mem-PHK 266 pekerja yang melakukan aksi solidaritas terhadap tidak dipekerjakannya kembali 6 pengurus serikat pekerja PUK SP KEP Thiess Sangatta. Selain pekerja yang telah di PHK massal, saat ini ada sekitar 400 pekerja yang statusnya tidak di PHK namun tidak dipekerjakan oleh pihak manajemen PT Thiess Sangatta. Katalog Indonesia menyayangkan pihak Pemerintah Kutai Timur dan Dinas Tenaga Kerja Kutai Timur yang tidak pernah mengambil sikap agar masalah ketenagakerjaan di Kutai Timur bisa selesai secara musyawarah dan mufakat. “Sungguh disayangkan pihak Pemerintah setempat yang tidak melindungi sama sekali terhadap pekerja yang terkena PHK. Kami curiga jangan-jangan pemerintah setempat “dibungkam” oleh pihak manajemen PT. Thiess,” kata Andriea.



Katalog Indonesia juga menyesalkan aparat kepolisian dan TNI yang terlalu ikut campur tangan dalam masalah ketenagakerjaan dan lebih berpihak terhadap pengusaha. “Aparat kepolisian dan TNI semestinya tidak ikut campur pada masalah yang bukan menjadi job desk-nya. Namun faktanya, mereka justru melakukan tindakan represif terhadap pekerja. Ini bukti aparat keamanan lebih memihak pemilik modal,” tegas Andriea. Indonesia Hadapi Bencana Pengangguran yang Serius Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Suryo Bambang Sulisto menyatakan, masalah paling krusial yang dihadapi Indonesia pada saat ini dan di masa mendatang adalah masalah ketenagakerjaan.



Suryo mengungkapkan, jumlah penduduk Indonesia sejak 10 tahun terakhir terus meningkat tanpa terhambat program-program keluarga berencana. Namun di sisi lain, jumlah penyerapan tenaga kerja di dalam negeri tidak berkembang, malah cenderung menurun.



"Menurut data BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal), pada kuartal I 2013 terdapat realisasi investasi sebesar Rp 93 triliun dengan kemampuan menampung tenaga kerja sebesar 361.924 orang. Pada kuartal I tahun ini, ada investasi sebesar Rp 106,6 triliun tetapi hanya mampu menyediakan lapangan kerja untuk 260.156 orang," kata Suryo di Jakarta, Rabu (30/4/2014).



Menurut Suryo, data tersebut menunjukan investasi telah bergeser dari padat karya menuju ke padat modal dan padat teknologi. Jika investasi dengan pola ini terus berlanjut, maka target menciptakan setiap 1 persen pertumbuhan ekonomi akan menyerap 400.000 tenaga kerja tidak akan tercapai.



"Dengan lain perkataan, dilihat dari aspek ketenagakerjaan, mutu investasi di Indonesia cenderung menurun. Selama struktur perekonomian Indonesia belum berubah dari pola ekspor komoditas sumber daya alam, maka kita akan menghadapi bencana pengagguran yang serius," ujar dia.



Dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean tahun 2015 mendatang, lanjut dia, Indonesia tak perlu berandai-andai tentang sumber daya manusia. Angkatan kerja di Indonesia hampir 50 persen hanya lulusan sekolah dasar.



"Yang perlu kita lakukan adalah bagaimana kita dapat mengemas sumber daya manusia yang jumlahnya sedikit tapi memiliki keunggulan dan produktivitas tinggi," jelas Suryo.