4 0 200 KB
PENGARUH MOBILISASI MIRING KANAN MIRING KIRI 30° TERHADAP KEJADIAN DEKUBITUS DERAJAT 1 PADA PASIEN STROKE DENGAN TIRAH BARING LAMA DI RUANG NEUROLOGI RSUD RADEN MATTAHER JAMBI Yuri Afrizan Pahlevi G1B111055 Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi ABSTRAK Defisit kemampuan jangka panjang motorik yang paling umum terjadi karena stroke adalah hemiparesis yang menyebabkan penurunan mobilitas. Pasien imobilisasi yang berbaring terus menerus ditempat tidur tanpa mampu untuk mengubah posisi beresiko tinggi untuk terkena dekubitus. Mobilisasi miring kanan miring kiri merupakan salah satu bentuk intervensi keperawatan yang sangat tidak asing dan ditetapkan dalam rangka pencegahan dekubitus khususnya pada pasien-pasien dengan gangguan imobilitas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh mobilisasi miring kanan miring kiri 30 derajat terhadap kejadian dekubitus pada pasien stroke dengan tirah baring lama di RSUD Raden Mattaher Jambi. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan rancangan quasy eksperiment pre post test with control group. Sampel dalam penelitian ini adalah pasien stroke dengan tirah baring lama yang dirawat di Ruang Neurologi RSUD Raden Mattaher Jambi. Teknik pengambilan sampel dengan cara purposive sampling didapatkan sampel 28 responden, terbagi menjadi 14 kelompok kontrol dan 14 kelompok intervensi. Analisa data univariat dalam bentuk distribusi dan frekuensi dan analisa bivariat yang digunakan yaitu uji Chi-square. Hasil penelitian menunjukan kejadian dekubitus setelah mobilisasi miring kanan miring kiri pada kelompok kontrol sebanyak 9 orang (64,2%) yang mengalami dekubitus sementara pada kelompok intervensi hanya terdapat 2 orang (14,3%) yang mengalami dekubitus derajat 1. Analisa dengan uji Chi-square didapatkan p value 0,007 < 0,05 maka Ho di tolak, artinya ada pengaruh mobilisasi miring kanan kiri 30 derajat terhadap kejadian dekubitus pada pasien stroke dengan tirah baring lama di RSUD Raden Mattaher Jambi. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa mobilisasi miring kanan miring 30 derajat sangat efektif dalam mencegah terjadinya dekubitus. Semakin tidak dilakukan mobilisasi maka kejadian dekubitus semakin tinggi. Saran bagi profesi keperawatan khususnya tim pelaksana asuhan keperawatan di Ruang Neurologi RSUD Raden Mattaher Jambi untuk menerapkan tindakan mobilisasi miring kanan miring kiri 30 derajat setiap 2 jam pada pasien stroke dengan tirah baring lama untuk pencegahan dekubitus. Kata kunci: Dekubitus, Mobilisasi, Miring Kanan, Miring Kiri, Stroke
ABSTRACT Long term ability of motor deficits most commonly occurs because of stroke is hemiparesis leading to decreased mobility. patiens immobilization continously lying in bed without being able to change the position to be at high risk for developing pressure sores. Mobilization right oblique tilt left is one form of nursing interventions are very familiar, and are set in order to prevent pressure sores particurarly patient with impaired immobility. This study aims to determine the effect of the mobilization of the right oblique tilt left 30° on the incidence of pressure sores in stroke patients with a long bed rest at Raden Mattaher Jambi Hospitals. This type of research is quantitative with design quasy experiment pre post test with control group. Samples in this study were stroke patients with bed rest longer treated in neurology room at Raden Mattaher Jambi Hospital. Using purposive sampling technique obtained 28 respondent divided into 14 intervention and 14 control group. Data analysis used by Chi-square test. The result showed the incidence of pressure sores after the mobilization of the right oblique tilt left in the control group by 9 respondent (64,2%) who have pressure sores meanwhile in the intervention group there were only 2 respondents (14,3%) who experienced first degree pressure sores. Analysis by Chi-square test is obtained p value 0,019 < 0,05 then Ho is rejected, it means that there is an influence mobilization right oblique tilt left on the incidence of presurre sores in stroke patients with a long bed rest. The results of this study concluded that the mobilization of the right oblique tilt left very effective in preventing pressure sores. The more mobilization do not implement, the higher incidence of pressure sores. Suggestion for the nursing profession in the area of neurology Raden Mattaher Jambi Hospital to apply mobilization measures tilted left oblique right 30° every 2 hours in stroke patients with a long bed rest for the prevention of pressure sores.
KEYWORDS: Mobilization, Pressure Sores, Stroke, Right Oblique, Tilt Left
PENDAHULUAN Stroke penyebab
merupakan
kematian
salah
satu
mendadak
dan
pembuluh
darah
berat otak.
pada
pembuluh-
Cedera
dapat
dan
kecacatan
disebabkan oleh sumbatan bekuan darah,
neurologis yang utama di
Indonesia.
penyempitan pembuluh darah atau pecahnya
Serangan otak ini merupakan kegawat
pembuluh darah. Semua ini menyebabkan
daruratan medis yang harus ditangani cepat,
kurangnya pasokan darah yang memadai.1
tepat dan cermat. Stroke adalah suatu cedera
Menurut data WHO (2010), setiap tahunnya
Tengah
terdapat 15 juta orang menderita stroke,
sebesar (16‰) per mil.5
ditemukan jumlah kematian sebanyak 5 juta
(16,6‰),
diperkirakan
kecacatan permanen. Selain itu, American
Sepertiganya
Association/American
Stroke
Association (AHA/ASA) menyatakan bahwa setiap 4 menit seorang meninggal karena stroke dan stroke berkontribusi dalam setiap 18 kematian di Amerika Serikat. 3 Data lain menyebutkan bahwa kematian akibat stroke
Tahun 2012
360
199
295
494
sebesar
penderita
(disability)
Jumlah
2014
fungsional
ketidakmampuan
gangguan
386
stroke meninggal pada bulan pertama, memiliki
mengalami
orang.
222
sepertiga
stroke
500.000
164
160.000 per tahunnya. Sekitar 20% kasus pasca
Timur
2013
fungsional
penderita
mencapai
Jenis Stroke Stroke Stroke Non Hemoragik Hemoragik 157 203
di Amerika Serikat mencapai lebih dari
70%
Jawa
Jumlah penderita stroke di Indonesia
orang dan 5 juta lainnya mengalami Heart
diikuti
ringan lainnya berat
hingga
sedang
mengalami yang
dan
gangguan
mengharuskan
terus-menerus
berbaring,
sedangkan sisanya meninggal dunia.6
prevalensi stroke di Indonesia berdasarkan
Tabel 1.1 Jumlah Penderita Stroke di Ruang Rawat Inap RSUD Raden Mattaher Jambi 2012-2014 Sumber : Medical Record RSUD Raden
diagnosis tenaga kesehatan sebesar 7 per
Mattaher
permanen secara okupasional.4 Berdasarkan hasil Riskesdas (2013),
1000 penduduk dan yang terdiagnosis
Berdasarkan tabel 1.1 di atas jumlah
tenaga kesehatan atau gejala sebesar 12,1
penderita stroke yang dirawat di instalasi
per 1000 penduduk. Prevalensi stroke
rawat inap RSUD Raden Mattaher Jambi
berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan
dalam tiga tahun terakhir yaitu dari tahun
tertinggi di Sulawesi Utara (10,8‰), diikuti
2012-2014 selalu mengalami peningkatan,
DI Yogyakarta (10,3‰), Bangka Belitung
pada tahun 2012 sebanyak 360 pasien, pada
dan DKI Jakarta masing-masing 9,7 per
tahun 2013 sebanyak 386 pasien dan pada
mil.
berdasarkan
tahun 2014 mengalami peningkatan cukup
terdiagnosis tenaga kesehatan dan gejala
signifikan yaitu sebanyak 494 pasien.
tertinggi terdapat di Sulawesi Selatan
Menurut laporan rekam medis RSUD Raden
(17,9‰), DI Yogyakarta (16,9‰), Sulawesi
Mattaher
Prevalensi
Stroke
stroke
menduduki
peringkat
pertama
10
besar
penyakit
saraf.
dibiarkan terus menerus akan menyebabkan
Diperkirakan dalam sebulan terdapat rata-
jaringan menjadi iskemik. Metabolisme
rata 25 pasien stroke yang di rawat.
anaerob
pun
berlangsung
sehingga
Penurunan mobilitas sering dijumpai
akumulasi sampah metabolik menumpuk,
pada pasien dengan gangguan neurologis
menyebabkan akumulasi protein diruang
seperti stroke. Umumnya stroke dapat
intersisial dan mendukung terjadinya edema
mengakibatkan 5 tipe ketidakmampuan yaitu
jaringan. Edema jaringan akan menghalangi
: 1) paralisis atau masalah dalam mengontrol
perfusi, sehingga perfusi yang ada sangat
gerakan, 2) gangguan sensori, 3) masalah
buruk. Perfusi yang buruk tersebutlah yang
dalam menggunakan atau mengerti bahasa,
mencetuskan terjadinya dekubitus.7,14,15
4) masalah dalam berpikir dan mengingat, 5)
Salah satu aspek penting dalam
gangguan emosional. Defisit kemampuan
pelayanan keperawatan adalah menjaga dan
jangka panjang motorik yang paling umun
mempertahankan integritas kulit klien agar
terjadi karena stroke adalah hemiparesis.7
senantiasa terjaga dan utuh. Intervensi
Hemiparesis
dapat
dalam perawatan kulit klien akan menjadi
menyebabkan pasien menjadi imobilisasi
salah satu indikator kualitas pelayanan
dan harus tirah baring di atas tempat tidur.
keperawatan yang diberikan. Kerusakan
Tirah baring yang lama dan tidak adanya
integritas kulit dapat berasal dari luka karena
kemampuan tubuh untuk dapat bergerak
trauma dan pembedahan, namun juga dapat
menimbulkan adanya daya gravitasi yang
disebabkan karena tertekannya kulit dalam
akan
area
waktu lama yang menyebabkan iritasi dan
dibawahnya. Tekanan yang dibiarkan terus
akan berkembang menjadi luka tekan atau
menerus
dekubitus.8
dan
memberikan akan
hemiplegia
tekanan
pada
menyebabkan
toleransi
jaringan terhadap tekanan menjadi buruk. Tekanan
yang
tidak
tersebut
akhirnya
dapat
ditoleransi
yang terlokalisir yang disebabkan karena
oklusi
adanya kompresi jaringan lunak diatas
pembuluh darah dan akhirnya menyebabkan
tulang yang menonjol dan adanya tekanan
hipoksia
terjadi
dari luar dalam jangka waktu yang lama
kebocoran kapiler disebabkan permeabilitas
yang menyebabkan gangguan pada suplai
yang meningkat. Lama kelamaan jaringan
darah pada daerah yang tertekan. Kondisi
yang mengalami hipoksia tersebut bila
yang
jaringan.
menyebabkan
Dekubitus adalah kerusakan jaringan
Akibatnya
berlangsung
lama
ini
dapat
menyebabkan
insufisiensi
aliran
darah,
33,3%. Secara keseluruhan angka kejadian
anoksia, iskemia jaringan dan pada akhirnya
dekubitus di Indonesia mencapai 33%
dapat mengakibatkan kematian sel.9
dimana
Dekubitus menimbulkan ancaman dalam
pelayanan
kesehatan
kejadiannya
semakin
meningkat.
Berdasarkan
hari
angka
dibandingkan
ini
cukup
dengan
tinggi
angka
bila
prevalensi
karena
dekubitus di ASEAN yang hanya berkisar
semakin
2,1%-31,3%. Sedangkan di Provinsi Jambi
studi,
terutama
studi
dekubitus tidak diketahui karena dekubitus
internasional (1,9-63,6%), ASEAN lainnya
tidak masuk dalam catatan rekam medis
(Japan, Korea, China) 2,1-18%. Menurut
terutama pada rumah sakit pemerintah. Oleh
Sabandar10 (2008), dari beberapa hasil
sebab itu, apabila dekubitus tidak ditangani
penelitian di Amerika Serikat menunjukan
dengan baik akan menyebabkan nyeri yang
bahwa 3-10% pasien stroke yang dirawat di
berkepanjangan,
rumah sakit menderita dekubitus dan 2,7%
meningkatkan biaya dalam perawatan dan
berpeluang terbentuk dekubitus baru. Angka
penanganannya
tersebut menunjukkan bahwa peningkatan
komplikasi berat yang mengarah ke sepsis,
dekubitus terus terjadi hingga 7,7-26,9%.
infeksi kronis, sellulitis, osteomyelitis, dan
Penelitian menunjukkan bahwa prevalensi
meningkatkan prevalensi mortalitas pada
luka dekubitus bervariasi, tetapi secara
klien lanjut usia.12
insiden
kejadian
sebuah
dekubitus
di
kota
Jambi,
angka
rasa
tidak
serta
kejadian
nyaman,
menyebabkan
umum dilaporkan bahwa 5-11% terjadi di
National Pressure Ulcers Advisory
tatanan perawatan akut (acute care), 15-25%
Panel (NPUAP)13 2009 menetapkan 6
ditatanan perawatan jangka panjang (long
dimensi pencegahan dan penatalaksanaan
term care), dan 7-12% di tatanan perawatan
dekubitus yang terdiri dari : pengkajian
rumah (home healt care). Hasil penelitian
resiko, pengkajian kulit, nutrisi, pengaturan
Suheri11 (2009) pada pasien tirah baring
posisi
menyatakan bahwa dari 45 orang pasien
penyangga, dan alat bantu. Pengaturan posisi
tirah baring yang dirawat di RSUP H. Adam
merupakan salah satu bentuk intervensi
Malik Medan sebanyak 88,8% mengalami
keperawatan yang sangat tidak asing dan
luka dekubitus derajat 1 pada hari kelima
ditetapkan
perawatan
dengan diagnosa yang paling
dekubitus khususnya pada pasien-pasien
banyak adalah pasien stroke sebanyak
dengan imobilisasi. Imobilisasi merupakan
(mobilisasi),
dalam
penggunaan
rangka
alat
pencegahan
manifestasi yang paling sering ditemukan
oksigen sebagai nutrisi bagi jaringan kulit
pada pasien dengan gangguan neurologis
yang membutuhkan teknik-teknik tertentu
seperti
agar tidak menimbulkan masalah luka
stroke,
salah
satunya
adanya
gangguan fungsi motorik. Tindakan sebaiknya
dekubitus yang baru. Perawat sejatinya
pencegahan
lebih
berfokus
dekubitus
pada
upaya
mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya mencegah tersebut. Salah
menerus disamping memperbaiki faktor-
dilakukan adalah dengan pengaturan posisi
faktor resiko lainnya. Tekanan merupakan
yang benar dan baik, salah satu posisi
faktor penyebab yang paling utama akan
yang bisa
terbentuknya
pengaturan posisi lateral 30 derajat.
Mekanisme
terbentuknya dekubitus berawal dari adanya tekanan
yang
berkurangnya
intensif,
tersebut
dan
jaringan.14
toleransi
Kemampuan tubuh tekanan
lama,
dalam mentoleransi
diterapkan
Posisi
ini
yang
adalah
bisa
dengan
diharapkan
dapat
mengurangi resiko terjadinya luka pada pasien
yang
mengalami
kemampuan gerak
penurunan
tersebut. Tom Defloor
oleh
(2000) pernah meneliti sepuluh posisi yang
terjadinya
berbeda saat pasien diatas tempat tidur, dari
penurunan fungsi tubuh pada lanjut usia, dan
kesepuluh posisi itu, didapatkan bahwa
kondisi
yang
tekanan yang paling minimal dicapai oleh
mendistribusikan kebutuhan nutrisi dan
tubuh pasien saat diposisikan miring 30
oksigen ke jaringan tersebut. Pemberian
derajat. Tekanan yang minimal ini akan
posisi yang benar sangatlah penting dengan
memperlambat
sasaran utama pemeliharaan integritas kulit
dekubitus. Pengaruh posisi miring dengan
yang dapat mengurangi tekanan, membantu
30 derajat juga diteliti Seiler (2005), dimana
kesejajaran tubuh yang baik, dan mencegah
dekubitus pada area trokanter dan sakral
neuropati kompesif.15
dapat
berkurangnya
massa
pembuluh
dipengaruhi
hal
luka
mencegah tekanan yang berlebihan dan terus
dekubitus.
satu
terjadinya
otot, darah
terjadinya
dieliminasi
dengan
perkembangan
memiringkan
Pengaturan posisi bukan semata-
pasien posisi 30 derajat secara teratur dan
mata merubah posisi pasien berbeda dari
menyangganya dengan matras yang sangat
posisi sebelumnya, namun penataan posisi
lembut. Pemberian posisi miring ini setiap
sedemikian rupa yang dimaksud adalah
dua jam sekali dilakukan miring ke kanan,
posisi yang dapat memfasilitasi kecukupan
terlentang dan miring kiri selama 3 hari.
Dari
survey
yang
dari masih banyaknya tampilan pasien-
dilakukan oleh peneliti pada tanggal 10
pasien stroke tidak dalam posisi yang benar.
Maret 2015 bertempat di Ruang Neurologi
Perlu diteliti bagaimana teknik pengaturan
RSUD
posisi yang benar sehingga dapat diketahui
Raden
pendahuluan
Mattaher
Jambi
berupa
observasi dan wawancara langsung dengan 5
standar
yang
tepat
dalam
melakukan
keluarga pasien stroke, didapatkan 4 pasien
intervensi keperawatan khususnya pada
stroke pasif yang aktivitasnya harus dibantu
pasien stroke yang berisiko dekubitus.
oleh perawat atau keluarga dan 1 pasien
Berdasarkan latar belakang yang
stroke aktif, dari hasil wawancara dengan 4
telah diuraikan diatas, maka penulis tertarik
keluarga pasien stroke pasif mengatakan
untuk melakukan penelitian dengan rumusan
bahwa sejak hari pertama dirawat tidak
judul : Pengaruh Mobilisasi Miring Kanan
diberikan tindakan mobilisasi miring kanan
Miring Kiri 30 Derajat Terhadap Kejadian
miring kiri oleh perawat yang bertugas,
Dekubitus Grade 1 pada Pasien Stroke
perawat hanya memberikan arahan kepada
dengan Tirah Baring Lama di Ruang
keluarga pasien untuk merubah posisi tidur
Neurologi RSUD Raden Mattaher Jambi
tetapi tidak ada pengawasan ketat tentang
Tahun 2015.
perubahan posisi yang tepat dan 1 pasien stroke
yang
aktif
mampu
melakukan
mobilisasi secara mandiri karena hanya
METODE PENELITIAN Penelitian
ini
termasuk
jenis
menderita stroke ringan. Hal ini berbeda
penelitian kuantitatif dengan menggunakan
dengan standar asuhan keperawatan pada
rancangan quasy eksperiment dengan desain
pasien stroke di Ruang Syaraf RSUD Raden
pre post test with control group. Rancangan
Mattaher Jambi yang mengatakan perubahan
penelitian quasy eksperiment ini berupaya
posisi pasien minimal setiap 2 jam sekali.
untuk mengungkapkan hubungan sebab
Dari hasil observasi juga didapatkan tanda-
akibat dengan cara melibatkan kelompok
tanda dekubitus derajat I pada salah satu
kontrol disamping kelompok eksperimen.
pasien stroke yang pasif yaitu berupa lesi
Pada kedua kelompok, perlakuan diawali
pada daerah siku. Peneliti merasa hal ini
dengan menilai resiko dekubitus pada
sangat penting untuk diteliti karena pada
masing-masing
kenyataannya
pemberian perlakuan diadakan pengukuran
pengaturan
posisi
masih
belum konsisten pada setiap pasien, terlihat
terhadap
kelompok
kejadian
dan
dekubitus
setelah grade
1
menurut NPUAP (2009).27 Peneliti ingin
penelitian meliputi : umur, jenis kelamin,
mengetahui pengaruh tindakan mobilisasi
jenis stroke dan skor Braden. 2. Analisis Bivariat Analisis bivariat yang dilakukan
miring kanan miring kiri terhadap kejadian dekubitus antara dua kelompok, yaitu kelompok X (intervensi) dan kelompok K (kontrol). Kelompok X (intervensi) adalah kelompok
responden
yang
diberikan
mobilisasi miring kanan miring kiri dengan miring 30° sedangkan kelompok K adalah kelompok yang hanya mendapat pengaturan posisi menurut standar asuhan keperawatan sehari-hari
dirumah
sakit
tanpa
ada
intervensi tambahan.
pasien stroke dengan tirah baring lama yang dirawat di Ruang Neurologi RSUD Raden Mattaher Jambi tahun 2015.
orang
masing-masing
14
kelompok intervensi dan 14 kelompok kontrol.
diduga
berhubungan dan berkolerasi, dalam hal ini untuk
mengetahui
adanya
pengaruh
pemberian mobilisasi miring kanan miring kiri terhadap kejadian dekubitus pada pasien stroke. Dalam penelitian ini untuk menguji dan menganalisa data peneliti menggunakan uji Chi-square untuk melihat hasil.16 a. Nilai p-value (< 0,05)
maka
1. Analisis Univariat Bertujuan untuk menjelaskan atau karakterteristik
setiap
variabel penelitian. Pada penelitian ini univariat
miring
kiri
dekubitus b. Nilai p-value
terhadap (>
pencegahan 0,05)
maka
keputusaanya adalah Ho diterima artinya kanan miring kiri terhadap pencegahan dekubitus HASIL PENELITIAN 4.1.1 Analisis Univariat: 1. Karakteristik Responden di Ruang Neurologi RSUD Raden Mattaher
C. ANALISA DATA
analisis
yang
tidak ada pengaruh mobilisasi miring
B. SAMPEL Jumlah sampel dalam penelitian ini
mendeskripsikan
variabel
ada pengaruh mobilisasi miring kanan
Populasi dalam penelitian ini adalah
28
dua
keputusannya adalah Ho ditolak artinya
A. POPULASI
adalah
terhadap
digunakan
untuk
menjelaskan karakteristik dari responden
Jambi Tahun 2015 Berdasarkan hasil penelitian maka dapat
diketahui
distribusi
frekuensi
responden berdasarkan usia, jenis kelamin, jenis stroke dan kategori resiko dekubitus di Ruang Neurologi RSUD Raden Mattaher
Jambi Tahun 2015 dapat dilihat dalam
kelompok intervensi yaitu sebanyak 5 orang
bentuk tabel berikut ini:
(35,7%). Sedangkan pada kelompok kontrol
Table 4.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Karakteristik di Ruang Neurologi RSUD Raden Mattaher Jambi Tahun 2015 (N = 28) Karakteristik Responden Usia -
≥ 65 tahun
- < 65 tahun Jenis Kelamin -Laki-laki -Perempuan Jenis stroke -Hemoragik -Non Hemoragik Kategori resiko -Resiko ringan -Resiko sedang -Resiko tinggi -Resiko sangat tinggi Jumlah
yaitu sebanyak 8 orang (57,1%).
Intervensi f %
f
%
4
28,6
4
28,6
Tabel 4.2 Distribusi Variabel Perancu Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol di RSUD Raden Mattaher Jambi 2015 No Variabel Intervensi Kontrol Perancu f % f % 1 Usia
10
71,4
10
71,4
4
28,6
4
9 5
64,3 35,7
6 8
42,9 57,1
< 65 tahun
10
71,4
10
50 50
Riwayat Merokok Merokok Tidak Merokok
7 7
50 50
≤18 kg/ m2 7
50
Kontrol
4 10
28,6 71,4
7 7
3 4 5 2 14
21,4 28,6 35,7 14,3 100
1 2 8 3 14
7,1 14,3 57,1 21,4 100
Dari tabel 4.1 menunjukkan bahwa
≥ 65 tahun
2
3.
28,6
IMT
> 18 kg/
m2
Jumlah
7
50
14
100
14
100
distribusi usia responden pada kelompok
Pada tabel 4.2 distribusi responden
intervensi dan kontrol paling banyak berada
variabel perancu berdasarkan usia pada
pada usia < 65 tahun yaitu masing-masing
kedua
sebanyak
dengan
responden dengan usia 18 kg/ m
2
).
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Kejadian Dekubitus Sebelum dan Sesudah Mobilisasi Miring Kanan Miring Kiri di Ruang Neurologi RSUD Raden Mattaher Jambi 2015 (N=28) Intervensi Kontrol Kejadian dekubitus (grade I) Pre Test Post Test Pre test Post Test
Tidak
f
%
f
%
0
0
2
14,2 0
14
100 12
f
85,8 14
%
f
%
0
9 64,2
14
100 14
Berdasarkan dilakukan
derajat didapatkan 9 responden (64,2%) mengalami dekubitus grade 1.
perlakuan
100 14
tabel
Analisis Bivariat
1. Pengaruh Mobilisasi Miring Kanan Miring Kiri Terhadap Kejadian Dekubitus Pada Kelompok Kontrol dan Kelompok Intervensi Tabel 4.4 Pengaruh Mobilisasi Miring Kanan Miring Kiri dengan Kejadian Dekubitus di RSUD Raden Mattaher Jambi 2015 (N=28) Kelompok value Kejadian Dekubitus (grade I)
P-
Intervensi
Kontrol
f
%
f
%
Terjadi
2
14,3
0
9
Tidak Terjadi
12
85,7
100
5
Jumlah
14
100
100
14
0,007
100 5 35,7
Terjadi Jumlah
mobilisasi miring kanan miring kiri 30
4.1.2
2. Gambaran Kejadian Dekubitus Sebelum dan Sesudah Mobilisasi Miring Kanan Miring Kiri Pada Kelompok Kontrol dan Intervensi
Terjadi
pada kelompok kontrol yang tidak dilakukan
100 14 100
4.3
tidak
sebelum didapatkan
kejadian dekubitus grade 1 pada kelompok intervensi maupun kelompok kontrol (0%). Sedangkan setelah dilakukan perlakuan, pada kelompok intervensi yang diberikan mobilisasi miring kanan miring kiri 30
Berdasarkan tabel 4.4 hasil analisis perbedaan kejadian dekubitus derajat 1 pada responden yang diberikan mobilisasi miring kanan miring kiri 30 derajat (intervensi) dan responden yang tidak diberikan mobilisasi miring
kanan
(kontrol),
miring
diperoleh
kiri
data
30 2
derajat
responden
(14,3%)
pada
kelompok
intervensi
mengalami dekubitus grade 1 dan 12 responden (85,7) yang tidak mengalami dekubitus
grade
1.
Sedangkan
IMT 1.
≤ 18 kg/ m2
mengalami dekubitus grade 1 dan 5 responden (35,7%) yang tidak mengalami dekubitus grade 1. Hasil uji statistik diperoleh nilai p value 0,007. Oleh karena p
7,1
6
42,9
1
7,1
6
42,9
2
14,3
12
85,7
1,000
pada
kelompok kontrol ada 9 responden (64,3%)
1
2. > 18 kg/ Jumlah
m2
Analisis hubungan antara variabel perancu usia dengan kejadian dekubitus pada kelompok intervensi diperoleh bahwa
value 0,007 18 juga terdapat 1 (7,1%) yang mengalami dekubitus.
membentuk sebuah area kerusakan dengan tepi yang merata sehingga berbeda dengan tanda kerusakan integritas kulit karena sebab yang lain. Pengaturan komponen
PEMBAHASAN Pasien stroke memiliki resiko yang
yang
pencegahan
posisi paling
dekubitus
merupakan berharga
dan
dari
hendaknya
tinggi akan kerusakan jaringan kulit oleh
dilakukan seefektif dan seefisien mungkin.
karna perubahan sensasi yang dialami dan
Pengaturan posisi miring kanan dan miring
ketidakmampuan merespon adanya tekanan
kiri 30 derajat adalah teknik reposisi untuk
dan
membebaskan
ketidaknyamanan
saat
dimiringkan
adanya
tekanan
dan
maupun dipindahkan. Itulah sebabnya untuk
mencegah kontak dengan kulit dengan cara
mencegah terjadinya kerusakan kulit dan
menempatkan pasien persis ditengah tempat
jaringan
tidur,
dibawahnya
membutuhkan
menggunakan
bantal
untuk
pengkajian yang sering terlebih lagi pada
menyanggah kepala dan leher dengan sudut
daerah yang terdapat tonjolan tulang yang
ketinggian tidak lebih dari 30 derajat untuk
menjadi tumpuan dari tubuh. Selanjutnya
mencegah
memberikan posisi miring kanan miring kiri
mencegah terjadinya gesekan yang dapat
yang teratur dan terjadwal dilakukan untuk
mencetuskan
mencegah terjadinya kerusakan kulit.
menempatkan satu bantal diantara kedua
Dekubitus
grade
I
merupakan
kaki
terjadinya
melorot
terjadinya
pasien
dekubitus,
sebelum
dimiringkan,
penanda awal dimulainya perkembangan
memiringkan
dekubitus derajat berikutnya. Dekubitus
terlentang, ke kiri tiap dua jam secara
grade I ini ditandai dengan adanya satu atau
bersamaan mulai dari bagian punggung
lebih tanda kemerahan, pucat, biru, ungu,
hingga panggul pasien setinggi 30 derajat,
nyeri, panas, hangat, dingin dan kontur
menempatkan bantal pada sudut antara
jaringan yang lunak atau keras di suatu
bokong dan matras (yang utama di bawah
lokasi dimana daerah tersebut tertekan
area sakral) dan mengusahakan area tumit
dalam waktu yang lama (> 2 jam) tanpa
tidak tertekan.
perubahan
posisi.
Karakteristik
lokasi
dekubitus terlokalisir di area tekanan dan
tubuh
sehingga
Menurut
pasien
peneliti
ke
dalam
kanan,
kondisi
imobilisasi menyebabkan pasien berbaring
secara terus menerus karena kehilangan
terutama beresiko terjadi dekubitus yaitu
gerak secara total dalam posisi tertentu
tempat diatas tonjolan tulang dan tidak di
sepanjang hari misalnya posisi telentang,
lindungi
bagian belakang tubuh akan menerima
misalnya daerah sakrum daerah trokanter
tekanan. Sehingga pasien tersebut bagian
mayor dan tuberositas superior anterior,
tubuhnya bertumpu pada tempat tidur dan
daerah
akibat dari penekanan tersebut aliran darah
mempunyai potensi besar untuk terjadi
pada bagian tubuh akan menjadi terhambat,
dekubitus karena perubahan kulit berkaitan
efeknya akan muncul kemerahan dan jika
dengan bertambahnya usia antara lain
tekanan
akan
berkurangnya jaringan lemak subkutan,
menimbulkan kematian jaringan. Jatnika39
berkurangnya jaringan kolagen dan elastik,
(2008) imobilitas dikatakan sebagai faktor
menurunya efisiensi kolateral kapiler pada
resiko utama pada munculnya dekubitus dan
kulit sehingga kulit menjadi tipis dan rapuh.
kondisi ini dapat meningkatkan waktu
Kecendrungan penderita lanjut usia kerap
penekanan.
dilakukan
kali terpancang pada tempat tidurnya atau
Suriadi23 (2003) di rumah sakit pontianak
imobilisasi lebih memperbesar potensi untuk
menunjukan bahwa imobilitas merupakan
terjadi dekubitus. Pada hasil penelitian
faktor yang signifikan untuk perkembangan
hubungan antara variable perancu usia
dekubitus.
dengan kejadian dekubitus juga menunjukan
tidak
dihilangkan
Penelitian
yang
oleh
tumit
cukup
dan
lemak
siku.
subkutan,
Usia
lanjut
Menurut Perry & Potter25 (2005)
bahwa ada hubungan yang signifikan antara
bahwa setelah periode iskemi kulit akan
usia dengan kejadian dekubitus dengan
mengalami perubahan hiperemia. Hiperemia
diperoleh niai p value 0,016 dimana
reaktif (kemerahan) ini merupakan respons tubuh normal terhadap kekurangan aliran darah pada jaringan dibawahnya. Efek dari iskemi akan terjadi kerusakan endotil, penumpukan trombosit dan edema, semua ini menyebabkan nekrosis jaringan akibat lebih terganggunya aliran darah kapiler. Walaupun semua bagian tubuh mengalami dekubitus, bagian bawah dari tubuhlah yang
responden dengan usia
≥ 65 mengalami
dekubitus grade 1. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Tom Defloor (2000) yang pernah meneliti sepuluh posisi yang berbeda saat pasien diatas tempat tidur, dari kesepuluh posisi itu, didapatkan bahwa tekanan yang paling minimal dicapai oleh tubuh pasien
saat diposisikan miring 30 derajat. Tekanan
lebih banyak yang mengalami kejadian
yang minimal ini akan memperlambat
dekubitus derajat 1, yaitu sejumlah 8 orang
terjadinya
(53,3%)
perkembangan
dekubitus.
dan
yang
tidak
mengalami
Pengaruh posisi miring dengan 30 derajat
dekubitus sejumlah 7 orang (46,7%). Hasil
juga diteliti Seiler (2005), dimana dekubitus
uji Mann Whitney didapatkan nilai p value
pada area trokanter dan sakral dapat
0,001 (< α 0,05) dapat disimpulkan bahwa
dieliminasi dengan memiringkan pasien
ada pengaruh alih baring terhadap kejadian
posisi
dekubitus
30
derajat
secara
teratur
dan
pada
pasien
stroke
yang
menyangganya dengan matras yang sangat
mengalami hemiparesis di RSUD kota
lembut.
Semarang.
Colin
Hasil
penelitian
ini
juga
Hal diatas didukung oleh penelitian
berkaitan dengan penelitian yang dilakukan
(1996),
oleh Tri Wahyuni (2014) yang berjudul
dimana
saat
pasien
di
posisikan miring 90 derajat, menimbulkan
“pengaruh
kerusakan suplai oksigen yang dramatis
menggunakan absorbent triangle pillow
pada area trokanter dibandingkan dengan
terhadap kejadian dekubitus grade 1 pada
posisi miring hanya dengan 30 derajat. Di
pasien
Indonesia hasil penelitian ini sejalan dengan
kesadaran di Ruang ICU RSUD Sragen”.
penelitian yang dilakukan Faridah Heni40
Dengan metode yang sama yaitu quasy
(2013) dengan judul penelitian “pengaruh
eksperiment didapatkan hasil bahwa terdapat
alih baring terhadap kejadian dekubitus pada
4 responden (100%) pada kelompok kontrol
pasien stroke yang mengalami hemiparesis
mengalami
di RSUD kota Semarang”. Berdasarkan hasil
kelompok intervensi tidak terdapat (0%)
penelitian yang telah dilakukan terhadap 30
responden yang mengalami dekubitus. Hasil
responden pasien stroke yang mengalami
uji statistik diperoleh nilai p=0,003 dapat
hemiparesis, dapat diketahui bahwa pasien
disimpulkan bahwa ada hubungan yang
stroke yang mengalami hemiparesis pada
signifikan antara pengaturan posisi miring
kelompok
30 derajat menggunakan absorbent triangle
intervensi
perlakuan alih baring
setelah
diberikan
dengan
miring
gangguan
dekubitus.
30
derajat
penurunan
Sedangkan
pada
tidak
pillow dengan kejadian dekubitus. Pada
yaitu
kelompok kontrol ada 4 responden yang
sejumlah 15 orang (100%). Sedangkan
mengalami dekubitus grade 1 masing-
mengalami
kejadian
semuanya
posisi
dekubitus
kejadian dekubitus pada kelompok kontrol,
masing dengan lokasinya sakrum, siku, dan
kejadian
bahu. Peneliti melihat bahwa pengaruh pemberian
2.
utama
pemberian
laki-laki.
keperawatan
3.
apabila perawat mampu berempati terhadap mampu
mengkomunikasikan
secara
sempurna
kemauan, sikap, dan tindakannya. Perawat
pada
kelompok
kontrol
sebanyak 9 orang (64,2%) dan pada kelompok intervensi sebanyak 2 orang 4.
(14,3%) Tidak ditemukan adanya pengaruh yang
sebaiknya lebih peka menilai kebutuhan
signifikan
pasien khususnya kebutuhan perubahan
dengan variabel perancu indeks massa
posisi pasien. Dengan motivasi dan inisiatif,
tubuh dan riwayat merokok, dengan nilai
perawat dapat merancang intervensi yang
p value masing-masing 1,000 dan 1,000.
tepat sehingga apabila pengkajian yang tepat
Namun pada variabel perancu usia
dan
ditemukan hubungan yang signifikan
komprehensif
akan
mendorong
terciptanya asuhan keperawatan yang baik KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan Dari uraian hasil penelitian dan pembahasan 1.
mendominasi pada kedua kelompok. Kejadian dekubitus derajat 1 setelah perlakuan
pasien yang dihadapinya. Pada pasien tidak
stroke,
responden dengan kategori resiko tinggi
solusi yang tepat atas tidak terpenuhinya
mereka
jenis
lebih banyak dari stroke hemoragik, dan
dasar individu dan mampu memberikan
stroke,
Berdasakan
responden dengan stroke non hemoragik
adalah bagaimana memenuhi kebutuhan
kebutuhan dasarnya. Hal ini bisa tercapai
dengan nilai p value 0,007 (