Artikel Tentang Formalin [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ARTIKEL TENTANG FORMALIN



Makanan yang sering dikonsumsi oleh masyarakat akhir-akhir ini tidak lagi dapat dikatakan bebas dari bahaya fisik, kimia maupun biologi. Salah satu contoh adalah penggunaan bahan-bahan tambahan kimia sebagai bentuk pola hidup atau gaya hidup masyarakat yang menghendaki segala sesuatu serba cepat dan praktis sehingga menjadikan masyarakat berbuat diluar batas. Seringkali ditemukan dalam makanan terdapat bahan tambahan makanan berupa pengawet diluar dosis yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Menurut Harsojo dan Kadir (2013) bahwa bahan tambahan makanan yang juga sering digunakan adalah formalin. Formalin merupakan larutan 40 % formaldehid, termasuk golongan senyawa aldehid atau alkanal, yang mengandung satu atom karbon. Formalin mudah larut dalam air sampai kadar 55 %, sangat reaktif dalam suasana alkalis, serta bersifat sebagai zat pereduksi yang kuat, mudah menguap karena titik didihnya rendah yaitu -210°C (Winarno, 2004). Formalin merupakan desinfektan yang efektif, oleh karena itu formalin banyak digunakan dalam bidang industri dan pendidikan. Dalam bidang industri formalin banyak digunakan sebagai bahan pestisida, pengawet tekstil, dan pembersih lantai. Dalam jumlah kecil formalin formalin terdapat pada kosmetik, cairan pencuci piring, sampo mobil dan sebagainya. Manfaat dalam bidang pendidikan, formalin dipakai sebagai cairan pengawet mayat dan preparat praktikum mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Fakultas eksakta yang lain, seperti Fakultas Kedokteran hewan, Peternakan, Pertanian dan Perikanan dan Biologi. Besarnya manfaat formalin dalam bidang Industri dan Pendidikan, ternyata disalahgunakan sebagai pengawet makanan oleh produsen makanan yang tidak bertanggung jawab (Mahdi, 2013). Di Indonesia, Formalin merupakan bahan tambahan pangan (BTP) yang dilarang



menurut



Peraturan



Menteri



Kesehatan



Nomor



1168/Menkes/PER/X/1999. Meskipun Peraturan Menteri Kesehatan sudah menyatakan bahwa formalin merupakan bahan tambahan makanan terlarang, ternyata pada kenyataannya masih banyak para pedagang/produsen makanan yang



“nakal” tetap menggunakan zat berbahaya ini. Formalin digunakan sebagai pengawet makanan, selain itu zat ini juga bisa meningkatkan tekstur kekenyalan produk pangan sehingga tampilannya lebih menarik (walaupun kadang bau khas makanan itu sendiri menjadi berubah karena formalin). Makanan yang rawan dicampur bahan berbahaya ini biasanya seperti bahan makanan basah seperti ikan, mie, tahu hingga jajanan anak di sekolah (Afrianto, 2008). Menurut International programme on chemical safety (IPCS) ambang batas formalin dalam tubuh adalah 1 mg dalam pangan, formalin yang boleh masuk dalam tubuh antara 1,4 sampai 14 mg. Apabila formalin masuk kedalam tubuh melebihi ambang batas dapat mengakibakan gangguan pada organ dan sistim tubuh. Formalin yang terakumulasi dalam sel, bereaksi dengan protein seluler (enzim) dan DNA ( Mitokondria dan nukleus). Penggunaan formalin dalam makanan sangat membahayakan kesehatan baik jangka pendek maupun jangka panjang. Hal ini tergantung pada dosis dan lama paparannya dalam tubuh. Beberapa efek negatif jangka pendek akibat paparan formalin antara lain adalah terjadidinya iritasi pada saluran pernafasan dan pencernaan, muntah, pusing. Pengaruh jangka panjang dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada hati, ginjal, jantung, limfa dan pancreas serta terjadinya proses penuaan. Ada berbagai metode yang dapat digunakan untuk menguji kandungan formalin pada makanan. Uji tersebut dikelompokkan menjadi 2 macam yaitu uji kandungan formalin secara kualitatif dan uji kandungan formalin secara kuantitatif. Uji kandungan formalin secara kualitatif hanya mampu menunjukkan apakah suatu bahan makanan mengandung formalin atau tidak tanpa mampu menunjukkan seberapa banyak kandungan formalin di dalamnya. Uji secara kuantitatif selain bisa menujukkan apakah suatu makanan mengandung formalin atau tidak juga menunjukkan berapa besar kandungan formalin tersebut (Rohman dan Sumantri, 2007).



DAFTAR PUSTAKA



Afrianto, Edi. 2008. Pengawasan Mutu Produk atau Bahan Pangan 1. Jakarta: Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Departemen Pendidikan Nasional. Harsojo dan Kadir I. Penggunaan Formalin dan Boraks serta Kontaminasi Bakteri pada Otak-Otak. Jurnal Iptek Nuklir Genendra !6(1): 9-17. Mahdi, Chanif. 2013. Mengenal Bahaya Formalin, Boraks dan Pewarna Berbahaya dalam Makanan. Malang: Universitas Negeri Malang. Rohman, A dan Sumantri. 2007. Analisis Makanan. Bandung : Institut Teknologi Bandung. Winarno, FG. 2004. Keamanan Pangan 2. Bogor: M Brio Press.