14 0 550 KB
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pelayanan kesehatan maternal dan neonatal merupakan salah satu unsur penentu status kesehatan. Pelayanan kesehatan neonatal dimulai sebelum bayi dilahirkan, melalui pelayanan kesehatan yang diberikan kepada ibu hamil. Pertumbuhan dan perkembangan bayi periode neonatal merupakan periode yang paling kritis karena dapat menyebabkan kesakitan dan kematian bayi (Safrina, 2011). Menurut data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 angka kematian bayi sebesar 34 kematian/1000 kelahiran hidup. Angka kematian bayi ini sebanyak 47% meninggal pada masa neonatal, setiap lima menit terdapat satu neonatus yang meninggal. Adapun penyebab kematian bayi baru lahir di Indonesia, salah satunya asfiksia yaitu sebesar 27% yang merupakan penyebab ke-2 kematian bayi baru lahir setelah Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) (Depkes RI, 2008). Faktor yang menyebabkan kejadian Asfiksia adalah faktor ibu yaitu usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun (DepKes RI, 2009). Kehamilan pada usia yang terlalu muda dan tua termasuk dalam kriteria kehamilan risiko tinggi dimana keduanya berperan meningkatkan morbiditasdan mortalitas pada ibu maupun janin (Widiprianita, 2010). Faktor yang berhubungan terjadinya asfiksia adalah faktor ibu dan faktor janin. Dimana faktor ibu meliputi usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, pre-eklamsi, ketuban pecah dini, dan partus lama. Faktor janin meliputi lilitan tali pusat, letak sungsang, dan BBLR. Sedangkan menurut Manuaba(2010), ada 8 faktor yang berpengaruh terhadap kejadian asfiksia neonatorum, yaitu berat lahir rendah, ketuban pecah dini, persalinan lama, tindakan persalinan seksio Cesaria, umur ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, riwayat obstetri jelek, kelainan letak janin dan status ANC buruk. 1
Menurut WHO, setiap tahunnya, kira-kira 3% (3,6 juta) dari 120 juta bayi lahir mengalami asfiksia, hampir 1 juta bayi ini kemudian meninggal. Di Indonesia, dari seluruh kematian bayi, sebanyak 57% meninggal pada masa neonatal (usia di bawah 1 bulan). Setiap 6 menit terdapat 1 neonatus yang meninggal.Penyebab kematian neonatal di Indonesia adalah berat bayi lahir rendah 29%, asfiksia 27%, trauma lahir, tetanus neonatorum, infeksi lain, dan kealainan congenital.Berbagai upaya yang aman dan efektif untuk mencegah dan mengatasi penyebab utama kematian bayi baru lahir, meliputi pelayanan antenatal yang berkualitas, asuhan persalinan normal atau dasar, dan pelayanan asuhan neonatal oleh tenaga professional.Untuk menurunkan angka kematian bayi baru lahir karena asfiksia, persalinan harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kemampuan dan keterampilan manajemen asfiksia pada bayi baru lahir, kemampuan dan keterampilan ini harus digunakan setiap kali menolong persalinan.Oleh karena itu, keterampilan dan kemampuan penanganan resusitasi pada neonatal sangat penting dimiliki oleh setiap tenaga professional yang terlibat dalam penanganan bayi baru lahir.
1.2 Tujuan 1.
Tujuan Umum a. Mahasiswa mampu memberikan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan asfiksia ringan di ruang Bersalin, Rumah.
2. Tujuan Khusus a. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian data subjektif pada bayi baru lahir dengan asfiksia di ruang Bersalin Rumah Sakit Ibu dan Anak. b. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian data objektif pada bayi baru lahir dengan asfiksia di ruang Bersalin Rumah Sakit Ibu dan Anak. c. Mahasiswa mampu menegakkan assasment berdasarkan data S dan O pada bayi baru lahir dengan asfiksia di ruang Bersalin Rumah Sakit Ibu dan Anak.
2
d. Mahasiswa mampu memberikan planning dan evaluasi pada bayi baru lahir dengan asfiksia di ruang Bersalin Rumah Sakit Ibu dan Anak. 1.3
Manfaat 1. Bagi mahasiswa, dapat melaksanakan asuhan kebidanan secara cepat dan tepat pada bayi baru lahir dengan asfiksia. 2. Bagi ibu, dapat meningkatkan derajat kesehatannya dan kesehatan bayinya.
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bayi Baru Lahir Normal Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir dengan umur kehamilan 37 minggu sampai 42 minggu dan berat lahir antara 2500-4000 gram (Dep. Kes. RI, 2005). Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir dalam presentasi belakang kepala melalui vagina tanpa memakai alat, pada usia kehamilan genap 37 minggu sampai dengan 42 minggu, dengan berat badan 2500-4000 gram, nilai apgar >7 dan tanpa cacat bawaan (Yeyeh & Lia, 2002:2). Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir dari kehamilan 37 minggu sampai 42 minggu dan berat badan lahir 2500 gram sampai dengan 4000 gram (Saleha 2012:2). Ciri – ciri bayi baru lahir normal antara lain: lahir aterm antara 37-42 minggu dengan berat badan 2500 – 4000 gram, panjang badan 48 – 52 cm, frekuensi denyut jantung 120 – 160 x/ menit, pernapasan 40 – 60 x/ menit, kulit kemerahan- merahan dan licin, nilai APGAR > 7, gerakan aktif, bayi lahir langsung menangis kuat, genetalia pada laki- laki ditandai dengan testis yang sudah turun dalam skrotum dan penis yang berlubang sedangkan pada perempuan ditandai dengan vagina dan uretra yang berlubang, serta adanya labia mayora dan minora. Eliminisai yang baik pada bayi baru lahir normal ditandai dengan keluarnya mekonium
dalam
24
jam
pertama
dan
berwarna
hitam
kecoklatan.
Bayi baru lahir memerlukan penanganan segera yang harus dilakukan secara cepat dan tepat. Penanganan tersebut antara lain sebagai berikut : a) Membersihkan jalan napas dengan cara menggunakan jari tangan yang dibungkus kassa steril.
4
b) Memotong dan merawat tali pusat. Tali pusat dipotong 3 cm dari pusat bayi dengan gunting steril dan diikat dengan pengikat steril. Apabila masih terjadi perdarahan dapat dibuat ikatan baru kemudian dibalut kassa steril. c) Mempertahankan suhu tubuh bayi dengan cara menghangatkannya. d) Memberi vitamin K untuk mencegah terjadinya perdarahan karena defisiensi vitamin K pada sepertiga paha bagian luar secara intramuskular dengan dosis 1mg. e) Identifikasi bayi dengan memberikan alat pengenal yang efektif pada setiap bayi baru lahir. Peralatan identifikasi tersebut dapat berupa gelang identifikasi yang berisi nama lengkap ibu, tanggal lahir, jenis kelamin, dan hasil pengukuran antropometri yang dipasang pada pergelangan tangan atau pergelangan kaki bayi. f) Menilai APGAR skor menit pertama dan kelima. Apabila skornya kurang dari 7 maka perlu tindakan lebih lanjut apakah diperlukan resusitasi atau tidak. 2.2 Definisi Asfiksia Pada bayi Baru Lahir Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya akan mengalami asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan gangguan kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat, atau masalah yang mempengaruhi kesejahteraan bayi selama atau sesudah persalinan. Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir.Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan, atau segera setelah bayi lahir. Akibat-akibat asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan secara sempurna. Tindakan yang akan dikerjakan pada bayi bertujuan mempertahankan kelangsungan hidupnya dan membatasi gejala-gejala lanjut yang mungkin timbul.
5
2.3 Etiologi Asfiksia Pada Bayi Baru Lahir Beberapa kondisi tertentu pada ibu hamil dapat menyebabkan gangguan sirkulasi darah uteroplasenter sehingga pasokan oksigen ke bayi menjadi berkurang.Hipoksia bayi di dalam rahim ditunjukkan dengan gawat janin yang dapat berlanjut menjadi asfiksia bayi baru lahir. Beberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi penyebab terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir, diantaranya adalah faktor ibu, tali pusat dan bayi berikut ini: 1. Faktor ibu a. Preeklampsia dan eklampsia b. Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta) c. Partus lama atau partus macet d. Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV) e. Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan) 2. Faktor Tali Pusat a. Lilitan tali pusat b. Tali pusat pendek c. Simpul tali pusat d. Prolapsus tali pusat 3. Faktor Bayi a. Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan) b. Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vakum, ekstraksi forsep) c. Kelainan bawaan (kongenital) d. Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan) Penolong persalinan harus mengetahui faktor-faktor resiko yang berpotensi untuk menimbulkan asfiksia.Apabila ditemukan adanya faktor risiko tersebut maka hal itu harus dibicarakan dengan ibu dan keluarganya tentang kemungkinan perlunya tindakan resusitasi.Akan tetapi, adakalanya faktor risiko menjadi sulit dikenali atau (sepengetahuan penolong) tidak dijumpai tetapi asfiksia tetap terjadi.Oleh karena itu, 6
penolong harus selalu siap melakukan resusitasi bayi pada setiap pertolongan persalinan. 2.4 Patofisiologis dan Gambaran Klinis Pernafasan spontan BBL tergantung pada kondisi janin pada masa kehamilan dan persalinan. Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 selama kehamilan atau persalinan akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian asfiksia yang terjadi dimulai suatu periode apnue disertai dengan penurunan frekuensi. Pada penderita asfiksia berat, usaha bernafas tidak tampak dan bayi selanjutnya berada dalam periode apnue kedua.Pada tingkat ini terjadi bradikardi dan penurunan TD.Pada asfiksia terjadi pula gangguan metabolisme dan perubahan keseimbangan asam-basa pada tubuh bayi. Pada tingkat pertama hanya terjadi asidosis respioratorik. Bila berlanjut dalam tubuh bayi akan terjadi proses metabolisme an aerobic yang berupa glikolisis glikogen tubuh, sehingga glikogen tubuh terutama pada jantung dan hati akan berkurang. Pada tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskular yang disebabkan oleh beberapa keadaan diantaranya : a. Hilangnya sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi jantung. b. Terjadinya asidosis metabolik yang akan menimbulkan kelemahan otot jantung c. Pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan mengakibatkan tetap tingginya resistensi pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah ke paru dan ke sistem sirkulasi tubuh lain akan mengalami gangguan. 1. Gejala dan Tanda-tanda Asfiksia : a. Tidak bernafas atau bernafas megap-megap b. Warna kulit kebiruan c. Kejang d. Penurunan kesadaran e. DJJ lebih dari 16Ox/mnt/kurang dari lOOx/menit tidak teratur f.
Mekonium dalam air ketuban pada janin letak kepala 7
2.5 Diagnosis Asfiksia Pada Bayi Baru Lahir Asfiksia yang terjadi pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia / hipoksia janin.Diagnosis anoksia / hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan dengan ditemukannya tanda-tanda gawat janin. Tiga hal yang perlu mendapat perhatian yaitu : a. Denyut jantung janin Peningkatan kecepatan denyut jantung umumnya tidak banyak artinya, akan tetapi apabila frekuensi turun sampai ke bawah 100 kali per menit di luar his, dan lebih-lebih jika tidak teratur, hal itu merupakan tanda bahaya. b. Mekonium dalam air ketuban Mekonium pada presentasi sungsang tidak ada artinya, akan tetapi pada presentasi kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenisasi dan harus diwaspadai. Adanya mekonium dalam air ketuban pada presentasi kepala dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah. c. Pemeriksaan pH darah janin Dengan menggunakan amnioskop yang dimasukkan lewat serviks dibuat sayatan kecil pada kulit kepala janin, dan diambil contoh darah janin.Darah ini diperiksa pH-nya.Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu turun sampai di bawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya gawat janin mungkin disertai asfiksia. 2.6 Penilaian Asfiksia pada Bayi Baru Lahir Aspek yang sangat penting dari resusitasi bayi baru lahir adalah menilai bayi, menentukan tindakan yang akan dilakukan dan akhirnya melaksanakan tindakan resusitasi. Upaya resusitasi yang efesien clan efektif berlangsung melalui rangkaian tindakan
yaitu
menilai
pengambilan
keputusan
dan
tindakan
lanjutan.
Penilaian untuk melakukan resusitasi semata-mata ditentukan oleh tiga tanda penting, yaitu : 8
a. Penafasan b. Denyut jantung c. Warna kulit Nilai apgar tidak dipakai untuk menentukan kapan memulai resusitasi atau membuat keputusan mengenai jalannya resusitasi.Apabila penilaian pernafasan menunjukkan bahwa bayi tidak bernafas atau pernafasan tidak kuat, harus segera ditentukan dasar pengambilan kesimpulan untuk tindakan vertilasi dengan tekanan positif (VTP).
Skor
0
1
2
A : Apperance (Warna
Biru Seluruh
Ekstremitas
Merah Seluruh
Kulit) P
: Pulse (Denyut
Kebiruan Tidak ada
< 100
>100
Tidak Ada
Reflek
Menangis
Lemah
Sedikit Reflek
Gerak Aktif
Tidak ada
Megap-Megap,
Menangis Kuat
Nadi) G : Grimace (Reflek)
Respon A
: Activity (Tonus
Otot) R : Respiration (pernafasan)
Merintih
2.7 Klasifikasi Asfiksia Pada Bayi aru Lahir Asfiksia neonatorum menurut Hassan (2007) dapat dibagi menjadi tiga, yaitu : a. Asfiksia ringan (“virgorous baby”). Skor APGAR 7-10. Dalam hal ini bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan istimewa. b. Asfiksia sedang (“mild-moderate asphyxia”). Skor APGAR 4-6. Pada pemeriksaan fisik terlihat frekuensi jantung >100 x/menit, tonus otot kurang
9
baik atau baik, refleks iritabilitas tidak ada dan memerlukan tindakan resusitasi serta pemberian oksigen sampai bayi dapat bernafas normal. c. Asfiksia berat yaitu dengan skor APGAR 0-3. Pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung kurang dari 100x/menit, tonus otot buruk, sianosis berat dan kadang-kadang pucat, refleks iritabilitas tidak ada. Memerlukan resusitasi segera secara aktif, dan pemberian oksigen terkendali, karena selalu disertai asidosis, maka perlu diberikan natrikus dikalbonas 7,5% dengan dosis 2,4 ml/kg berat badan , dan cairan glukosa 40% 1-2ml/kg berat badan, diberikan via vena umbilikal. 2.8.
Penanganan Asfiksia pada Bayi Baru Lahir Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan-tahapan yang dikenal sebagai ABC resusitasi, yaitu : a. Memastikan saluran terbuka
Meletakkan bayi dalam posisi kepala defleksi bahu diganjal 2-3 cm.
Menghisap mulut, hidung dan kadang trachea.
Bila perlu masukkan pipa endo trachel (pipa ET) untuk memastikan saluran pernafasan terbuka.
b. Memulai pernafasan
Memakai rangsangan taksil untuk memulai pernafasan
Memakai VTP bila perlu seperti : sungkup dan balon pipa ET dan balon atau mulut ke mulut (hindari paparan infeksi).
c. Mempertahankan sirkulasi
Rangsangan dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara
Kompresi dada.
Pengobatan
10
2.9 Persiapan Alat Resusitasi Sebelum menolong persalinan, selain persalinan, siapkan juga alat-alat resusitasi dalam keadaan siap pakai, yaitu : a. 2 helai kain / handuk. b. Bahan ganjal bahu bayi. Bahan ganjal dapat berupa kain, kaos, selendang, handuk kecil, digulung setinggi 5 cm dan mudah disesuaikan untuk mengatur posisi kepala bayi. c. Alat penghisap lendir de lee atau bola karet. d. Tabung dan sungkup atau balon dan sungkup neonatal. e. Kotak alat resusitasi. f. Jam atau pencatat waktu
2.10 Persiapan resusitasi Agar tindakan untuk resusitasi dapat dilaksanakan dengan cepat dan efektif, kedua faktor utama yang perlu dilakukan adalah : a. Mengantisipasi kebutuhan akan resusitasi lahirannya bayi dengan depresi dapat terjadi tanpa diduga, tetapi tidak jarang kelahiran bayi dengan depresi atau asfiksia dapat diantisipasi dengan meninjau riwayat antepartum dan intrapartum b. Mempersiapkan alat dan tenaga kesehatan yang siap dan terampil. Persiapan minimum antara lain :
Alat pemanas siap pakai
Alat penghisap
Alat sungkup dan balon resusitasi
Oksigen
Alat intubasi
Obat-obatan
11
Prinsip-prinsip resusitasi yang efektif : a. Tenaga kesehatan yang slap pakai dan terlatih dalam resusitasi neonatal harus merupakan tim yang hadir pada setiap persalinan. b. Tenaga kesehatan di kamar bersalin tidak hanya harus mengetahui apa yang harus dilakukan, tetapi juga harus melakukannya dengan efektif dan efesien c. Tenaga kesehatan yang terlibat dalam resusitasi bayi harus bekerjasama sebagai suatu tim yang terkoordinasi. d. Prosedur resusitasi harus dilaksanakan dengan segera dan tiap tahapan berikutnya ditentukan khusus atas dasar kebutuhan dan reaksi dari pasien e. Segera seorang bayi memerlukan alat-alat dan resusitasi harus tersedia clan siap pakai. 2.11 Langkah-Langkah Resusitasi a. Resusitasi neonatus merupakan suatu prosedur yang diaplikasikan untuk neonatus yang gagal bernafas secara spontan. b. Letakkan bayi di lingkungan yang hangat kemudian keringkan tubuh bayi dan selimuti tubuh bayi untuk mengurangi evaporasi. c. Sisihkan kain yang basah kemudian tidurkan bayi terlentang pada alas yang datar. d. Ganjal bahu dengan kain setinggi 1 cm (snifing positor). e. Hisap lendir dengan penghisap lendir de lee dari mulut, apabila mulut sudah bersih kemudian lanjutkan ke hidung. f. Lakukan rangsangan taktil dengan cara menyentil telapak kaki bayi dan mengusap-usap punggung bayi. g. Nilai pernafasan Jika nafas spontan lakukan penilaian denyut jantung selama 6 detik, hasil kalikan 10. Denyut jantung > 100 x / menit, nilai warna kulit jika merah / sinosis penfer lakukan observasi, apabila biru beri oksigen. Denyut jantung < 100 x / menit, lakukan ventilasi tekanan positif.
Jika pernapasan sulit (megap-megap) lakukan ventilasi tekanan positif.
12
Ventilasi tekanan positif / PPV dengan memberikan O2 100 % melalui ambubag atau masker, masker harus menutupi hidung dan mulut tetapi tidak menutupi mata, jika tidak ada ambubag beri bantuan dari mulur ke mulut, kecepatan PPV 40 – 60 x / menit.
Setelah 30 detik lakukan penilaian denyut jantung selama 6 detik, hasil kalikan 10.
h. Lakukan penilaian denyut jantung setiap 30 detik setelah kompresi dada i. Denyut jantung 80x./menit kompresi jantung dihentikan, lakukan PPV sampai denyut jantung > 100 x / menit dan bayi dapat nafas spontan. j. Jika denyut jantung 0 atau < 10 x / menit, lakukan pemberian obat epineprin 1: 10.000 dosis 0,2 – 0,3 mL / kg BB secara IV. k. Lakukan penilaian denyut jantung janin, jika > 100 x / menit hentikan obat. l. Jika denyut jantung < 80 x / menit ulangi pemberian epineprin sesuai dosis diatas tiap 3 – 5 menit. m. Lakukan penilaian denyut jantung, jika denyut jantung tetap / tidak rewspon terhadap di atas dan tanpa ada hiporolemi beri bikarbonat dengan dosis 2 MEQ/kg BB secara IV selama 2 menit.
13
BAB III TINJAUAN KASUS
Pendokumentasian Asuhan Kebidanan Bayi Baru Lahir Dengan Asfiksia Ringan
Hari/ Tanggal : Selasa, 25 Desember 2018 Pukul
: 15.00 WIB
Tempat
: Ruang Bersalin RSIA Banda Aceh
Identitas Bayi Nama
: By Ny. A
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Anak ke-
: 3
Identitas orang tua Ibu
Suami
Nama
: Ny. A
Tn. F
Umur
: 33 tahun
36 tahun
Suku / Bangsa
: Jawa/Indonesia
Jawa/Indonesia
Agama
: Islam
Islam
Pendidikan
: Sma
Sma
Pekerjaan
: Irt
Wiraswasta
Alamat
: Lambhuk
Data Subjektif Bayi Ny.A lahir pukul 15.00 WIB, secara normal, warna kulit kemerahan, segera menangis dengan presentasi kepala, segera diberikan inisisasi menyusui dini.
14
Data Objektif a. Pemeriksaan Umum 1) Keadaan Umum : Tidak baik 2) Tanda-tanda Vital
: Heart Rate
:
110 × / menit
Respiratory Rate
:
44 × / menit
Temperature
:
36.3 ° C
3) Antropometri Berat Badan / Panjang Badan
: 3095 gram / 47 cm
Lingkar Dada / Lingkar Kepala
: 33 cm / 31 cm
4) Apgar Score
Tanda Appearance Color
1’
5’’
10’’
2
2
2
2
2
2
1
1
1
1
1
2
1
2
2
7
8
9
( Warna Kulit ) Pulse ( Denyut Jantung ) Grimace ( Refleks ) Activity ( Tonus Otot ) Respiration ( Usaha Bernapas ) JUMLAH
5) Pemeriksaan Fisik Khusus 1) Kulit
: kemerahan, tidak infeksi, terdapat vernic caseosa
2) Kepala
: simetris, tidak ada caput, tidak ada hydrocephalus, tidak
ada masa abnormal 15
3) Mata
: simetris, tidak ada infeksi, tidak strabismus (juling)
4) Telinga : simetris, terdapat gendang telinga 5) Hidung
: simetris, tidak ada pernafasan cuping hidung
6) Mulut
:
simetris,
tidak
ada
labioscisis,
palatoscisis,
labiopalatoscisis, reflek hisap baik 7) Leher
: normal, tidak ada pembengkakan kelenjar tyroid, parotis,
limfe, dan venajugularis 8) Klavikula :normal 9) Dada
: simetris, tidak ada retraksi dinding dada
10) Umbilikus: putih kebiruan 11) Ekstermitas Jari / bentuk : lengkap, warna kuku merah muda Gerakan
: aktif
Kelainan
: tidak ada
12) Punggung
: normal, tidak ada spina bifida
13) Genetalia
: terdapat labia mayora kanan dan kiri, terdapat lubang uretra dan lubang vagina
14) Anus
: terdapat lubang
15) Eliminasi
: sudah ada keluar mekonium
6) Pemeriksaan Refleks 1) Moro
: bayi terkejut saat tangan ditepuk
2) Rooting
: bayi aktif saat mencari puting susu
3) Sucking
: bayi dapat menghisap puting saat IMD
4) Grasping
: bayi mulai bisa menggenggam
5) Neck Righting
: normal
6) Tonic Neck
: bayi menggerakkan kepala ke arah kanan dan kiri
7) Startle
: normal
8) Babinski
: apabila menggarok telapak kakinya bayi, jempol bayi akan mengarah ke atas 16
9) Ekstruasi
: normal
10) Galant’s
: normal
7) Pemeriksaan Penunjang: tidak ada
Data Assesment Bayi lahir normal berusia 0 hari, keadaan umum bayi baik. Data Planning 1. Menjelaskan pada ibu dan keluarga hasil pemeriksaan yaitu keadaan umum bayi baik, HR 110 x/menit, RR 44 x/menit, suhu 36.3°C, BB: 3095 gr, PB: 47 cm, LK: 33 cm, LD: 31 cm, bayi dalam keadaan baik - Ibu dan keluarga mengerti apa yang telah dijelaskan tentang keadaan bayi nya saat ini dan ibu sangat senang karna bayi nya dalam keadaan baik 2. Membersihkan tubuh bayi, dan menjaga kehangatan bayi dengan meletakkan bayi ditempat yang hangat dan memakai pakaian yang bersih dan kering serta memakai sarung tangan dan sarung kaki - Bayi merasa hangat dengan pakaian yang bersih, dan bayi tertidur dengan nyaman 3. Memberikan konseling kepada ibu tentang : - Tetap menjaga kehangatan bayi - Pemberian ASI sesering mungkin - Perawatan tali pusat - Perencanaan imunisasi yang lengkap 4. Memberitahu ibu dan keluarga tanda-tanda bahaya pada bayi : - Pernafasan sulit atau lebih 60 x/menit - Kehangatan terlalu panas (> 38°C atau terlalu dingin < 36°C) - Warna kuning, biru, dan pucat - Pemberian makanan, hisapan lemah, mengantuk berlebihan - Gumoh/muntah - Tali pusat merah, bengkak, bernanah, bau, dan pernafasan sulit 17
- Infeksi : suhu meningkat, merah bengkak, bernanah, bau, dan pernafasan sulit - Tinja dan kemih : tidak berkemih dalam 24 jam, tinja lembek berlendir dan berdarah pada tinja - Aktivitas : menggigil, lemah, mengantuk, kejang, menangis terus menerus 5. Ibu dan keluarga mengerti dengan penjelasan yang telah dijelaskan dan mampu mengulanginya
18
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan Pada penyusunan laporan ini yang berjudul “Asuhan Pada Bayi Baru Lahir Dengan Asfiksia Ringan” yang dilakukan di ruang bersalin RSIA, maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut: : Bayi lahir tanggal 25 Desember 2018 pukul 15.00 WIB, hidup, jenis kelamin Laki-laki, tidak segera menangis, BB 3500 gram, PB 49 cm, anus (+), APGAR SCORE 7 bayi asfiksia ringan. Bayi sudah mendapat penanganan langkah awal resusitasi dan didarawat didalam inkubator. Dari kasus diatas, tidak terdapat kesenjangan antara teori dan tindakan yang dilakukan dilahan praktek.Sehingga tindakan resusitasi untuk penanganan bayi dngan asfiksia ringan sudah dilakukan dengan baik dan benar serta sesuai dengan prosedur yang ada.
5.2 Saran 1. Bagi Penulis Untuk menambah wawasan serta pengetahuan agar dapat melakukan penatalaksanaan pada bayi baru lahir dengan asfiksia ringan 2. Bagi Masyarakat\ Agar Mengetahui cara penanganan asfiksia ringan pada bayi baru lahir. 3. Bagi Institusi Memberikan penambahan informasi tentang bayi baru lahir dengan asfiksia ringan. 4. Bagi Petugas Kesehatan Diharapkan tenaga kesehatan mampu melaksanakan asuhan kebidanan khususnya pada bayi baru lahir dengan asfiksia ringan.
19
DAFTAR PUSTAKA
Saleha,2012,2. Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi, dan Balita. Alauddin University press
Nanny, Vivian, 2013. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta: Salemba Medika JNPK-KR. 2010. Asuhan Persalinan Normal. Johariyah.dkk.2012.
Departement Kesehatan RI: Manajemen Asfiksia Bayi Baru Lahir Untuk Bidan. (2007). Jakarta
Sarwono Prawirohardjo. 2002. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Wiknjosastro, 1999.Asfiksia pada bayi baru lahir.
20