Ashabul Furudz [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN



Latar Belakang Islam telah mengatur kepada umatnya, terkait pembagian-pembagian warisan dengan berdasar kepada Alqur’an dan Hadis (hadits), maka umatnya dituntut untuk terus belajar dan terus memahami ilmu faraidh, agar dapat selalu mengaplikasikan di dalam kehidupan, hal tersebut dengan mencakup tiga unsur penting di dalamnya, yaitu pengetahuan tentang kerabat yang menjadi ahli waris, pengetahuan tentang bagian setiap ahli waris, dan pengetahuan tentang cara menghitung yang dapat berhubungan dengan pembagian harta warisan. Berdasar kepada nas (nash) Alqur’an, maka pembagian tersebut telah ditentukan bagiannya, yaitu setengah, sepertiga, seperempat, seperenam, seperdelapan, dan dua pertiga kepada. Dalam kondisi tertentu, seorang atau beberapa orang ahli waris bisa terhalang untuk mendapatkan warisan, atau haknya atas harta waris berkurang. Agar lebih memahami ilmu faraidh, dalam makalah ini penulis selanjutnya menjelaskan pengertian ashabul furudh, macam-macam ashabul furudh, dasar hukum ashabul furudh, bagian masing-masing ashabul furudh, terkait contoh permasalahan yaitu mencari asal masalah, menghitung bagian ashabul furudh.



1



BAB II PEMBAHASAN



1. PENGERTIAN ASHABUL FURUDH Secara bahasa (etimologi), kata fardh mempunyai beberapa arti yang berbeda yaitu al-qath “ketetapan yang pasti”, at-taqdir “ketentuan” dan albayan “penjelasan”. Sedangkan menurut istilah (terminologi), fardh ialah bagian dari



warisan



yang



telah



ditentukan.[



Definisi



lainnya



menyebutkan



bahwa fardh ialah bagian yang telah ditentukan secara syar’i untuk ahli waris tertentu. Di dalam Al-Qur’an, kata furudh muqaddarah (yaitu pembagian ahli waris secara fardh yang telah ditentukan jumlahnya merujuk pada 6 macam pembagian, yaitu separuh, seperempat, seperdelapan, dua pertiga, sepertiga dan seperenam. Sedangkan pengertian Ashaabul Furudh atau dzawil furudh adalah para ahli waris yang menurut syara’ sudah ditentukan bagian-bagian tertentu mereka mengenai tirkah atau orang-orang yang berhak menerima waris dengan jumlah yang ditentukan oleh Syar’i. Para ahli waris Ashaabul Furudh atau dzawil furudh ada tiga belas, empat dari laki-laki yaitu suami, ayah, kakek, saudara laki-laki seibu. Sembilan dari perempuan yaitu nenek atau ibunya ibu dan ibunya bapak, ibu, anak perempuan, cucu perempuan dari anak laki-laki, saudara perempuan sekandung, saudara perempuan seibu, saudara perempuan sebapak dan isteri.



2



B. Macam-Macam Ashabul Furudh Adapun Ashaabul Furudh terbagi menjadi dua macam, yaitu : 1. Ashabul Furudh Sababiyah, yaitu ahli waris yang mendapatkan harta warisan disebabkan karena hubungan pernikahan. Ashabul Furudh Sababiyah ini terdiri dari :  



Suami; Isteri.



2. Ashabul Furudh Nasabiyyah, yaitu ahli waris yang mendapatkan harta warisan disebabkan karena nasab atau keturunan. Ashabul Furudh Nasabiyyah ini terdiri dari :          



Ayah; Ibu; Anak perempuan; Cucu perempuan dari anak laki-laki; Saudara perempuan sekandung; Saudara perempuan seayah; Saudara laki-laki seibu; Saudara perempuan seibu; Kakek; Nenek atau ibunya ibu dan ibunya ayah.



C. Dalil Dasar Hukum Waris Hukum waris dalam Islam berdasarkan pada nash (teks) dalam Al-Quran sebagai berikut: - QS An-Nisa' 4:11-12



3



‫صيلكلم انلل نف ي أكيوالندلكيم نللنذككر نميثلل كحظظ ا ل‬ ‫لنكثيينن كفنإين لكنن نكس اءء كفيوكق ايثكنكتينن كفلكلهنن لثللكثتت ا كمتت ا كتتتكركك"‬ ‫ليو ن‬ ‫ن‬ ‫صلف كو ن ك‬ ‫لكبكوينه نللكظل كوانحٍدد نمينلهكم ا السسلدلس نمنم ا كتكركك إنين كك اكن كلله كوكلد كفنإين كليم‬ ‫كوإنين كك اكنيت كوانحكدءة كفكلكه ا الظن ي‬ ‫لظمنه السثلللث كفإين كك اكن كلله إيخكودة كف ن ل‬ ‫كيلكين كلله كوكلد كوكوركثله أككبكواله كف ن ل‬ ‫ص ي نبكه ا‬ ‫صنيٍدة ليو ن‬ ‫لظمنه السسلدلس نمين كبيعند كو ن‬ ‫ن‬ ‫ن‬ ‫ن‬ ‫ضءة نمكن انلن إننن انلك كك اكن كعنليءم ا كحنكيءم ا‬ ‫أكيو كديٍدن آكب الؤلكيم كوأكيبكن الؤلكيم ال كتيدلروكن أكسيلهيم أكيقكرلب كللكيم كنيفءع ا كفنري ك‬



‫صلف كم ا كتكركك أكيزكوالجلكيم إنين كليم كيلكين كللهنن كوكلد كفنإين كك اكن كللهنن كوكلد كفكللكلم السرلبلع نمنم ا كتكريككن نمتتين‬ ‫كوكللكيم ن ي‬ ‫صيكن نبكه ا أكيو كديٍدن كوكللهنن السرلبلع نمنم ا كتكريكلتيم إنين كليم كيلكين كللكيم كولكتتد كفتتنإين ككتت اكن كللكتتيم كوكلتتد‬ ‫صنيٍدة ليو ن‬ ‫كبيعند كو ن‬ ‫صوكن نبكهتت ا أكيو كديتتٍدن كوإنين ككتت اكن كرلجتتدل ليتتوكرلث كككلكلتتءة أكنو‬ ‫كفكللهنن السثلملن نمنم ا كتكريكلتيم نمين كبيعند كو ن‬ ‫صنيٍدة لتو ل‬ ‫ايمكرأكدة كوكلله أكدخ أكيو أليخدت كفنللكظل كوانحٍدد نمينلهكم ا السسلدلس كفنإين كك النوا أكيككثكر نمين ذذنلكك كفلهيم لشكركك الء نف ي السثللنث‬ ‫صنيءة نمكن انلن كوانلل كعنليدم كحنليدم‬ ‫ض ارر كو ن‬ ‫نمين كبيعند كو ن‬ ‫صذى نبكه ا أكيو كديٍدن كغيكر لم ك‬ ‫صنيٍدة ليو ك‬ ‫‪Artinya: Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak‬‬‫‪anakmu. Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang‬‬ ‫‪anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi‬‬ ‫‪mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang‬‬ ‫‪saja, maka ia memperoleh separo harta. Dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi‬‬ ‫‪masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal‬‬ ‫‪itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia‬‬ ‫‪diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang‬‬ ‫‪meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam.‬‬ ‫‪(Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat‬‬ ‫‪atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu,‬‬ ‫)‪kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak‬‬



‫‪4‬‬



manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana (Ayat 11). Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika isteri-isterimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sdsudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) seduah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu. Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masingmasing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syari'at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun. (Ayat 12)



- QS An-Nisa' 4:176



‫صتتلف كمتت ا كتتتكركك‬ ‫كييسكتيفلتوكنكك لقيل انلل لييفنتيلكيم نف ي ايلككلكلنة إنين ايملردؤ كهلككك لكيكس لكله كولكد كوكلتتله أليختتدت كفلككهتت ا ن ي‬ ‫كولهكو كينرلثكه ا إنين لكيم كيلكين لككه ا كولكد كفنإين كك اكنكت ا ايثكنكتينن كفلكلهكم ا السثللكث انن نمنم ا كتكركك‬



5



Artinya: Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah: "Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu): jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mempusakai (seluruh harta saudara perempuan), jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal.



D.



Bagian Masing-masing Ashabul Furudh



1. Ahli waris yang mendapatkan setengah sebagai berikut : 



Suami: ketika tidak ada anak keturuan yang mewarisi, artinya tidak adanya







anak laki-laki dan perempuan serta anak laki-laki dari anak laki-laki. Seorang anak perempuan : jika ia sendirian atau anak tunggal dan tidak







ada anak laki-laki. Seorang cucu perempuan dari anak laki-laki : jika dia sendirian dan tidak ada ahli waris ashabah, dan tidak ada anak laki-laki, anak perempuan,







sebab anak laki-laki bisa menghalanginya untuk mendapatkan setengah. Seorang saudara sekandung : jika ia sendirian dan tidak ada ahli waris ashabah, tidak ada penghalang, dan tidak adanya anak perempuan atau







anak perempuan dari anak laki-laki. Seorang saudara perempuan seayah : jika dia sendirian dan tidak ada ahli waris ashabah, tidak adanya anak laki-laki atau perempuan, dan saudara perempuan sekandung.



2. Ahli waris yang mendapatkan seperempat  



Suami: dengan adanya anak/ cucu yang mewarisi. Seorang istri: jika tanpa adanya seorang anak/cucu (keturuan).



6



3. Ahli waris yang mendapatkan bagian seperdelapan ialah seorang istri : jika mempunyai seseorang anak/ cucu (keturuan). 4. Ahli waris yang mendapatkan bagian sepertiga  



Ibu : ketika tidak ada ahli waris anak/ cucu dan saudara perempuan. Sejumlah saudara laki-laki/ saudara perempuan seibu ketika tidak adanya anak atau ayah laki-laki.



5. Ahli waris yang mendapatkan bagian duapertiga   



Dua anak perempuan atau lebih dan tidak adanya anak laki-laki. Dua cucu perempuan dari anak laki-laki, jika tidak bersama cucu laki-laki. Dua orang saudara sekandung atau lebih: jika tidak ada saudara laki-laki







sekandung. Dua orang saudara perempuan seayah atau lebih dan tidak bersama saudara laki-laki seayah.



6. Ahli waris yang mendapatkan seperenam  



Bapak: jika ada anak/ cucu laki-laki dan seterunya ke bawah. Nenek (seibu atau seyah) : baik satu orang atau berapa orang dibagi di



    



antara mereka, jika tidak ada ibu. Kakek, jika bersama anak/ cucu laki-laki. Ibu : jika ada anak/ cucu. Cucu perempuan jika ada satu anak perempuan (pelengkap 2/3). Saudara perempuan seayah jika ada satu saudara perempuan sekandung. Saudara perempuan/ laki-laki seibu jika sendirian.



E. Mencari Asal Masalah Setelah



mengetahui bagian



masing-masing ashabul



furudh langkah



berikutnya adalah menentukan asal masalah (KPK, yaitu kelipatan terkecil dari bilangan fardlu/ bagian masing-masing ahli waris yang ada), yaitu mencari angka kelipatan persekutuan terkecil yang dapat dibagi oleh masing-masing angka penyebut dari bagian ahli waris.



7



Misalnya, bagian ahli waris , , , angka asal masalahnya adalah 12, karena dapat dibagi 2, 3 dan 4. Begitu juga bila bagian yang mereka terima dan , maka angka asal masalahnya adalah 24. Ada beberapa istilah yang membantu dalam mencari asal masalah. Seperti: 1.



Tamasul atau mumatsalah, Seperti 2 saudara perempuan sekandung dan saudara seibu . Angka asal masalahnya adalah 3.



2.



Tadakhul atau mudakhalah, Seperti ahli waris istri dan anak perempuan . Asal masalahnya adalah 8.



3.



Tawaquf atau muwafaqah, Misalnya, ahli waris istri dan ibu dan anak perempuan . Antara angka 8 dan 6 adalah angka muwafaqah Angka asal masalahnya adalah mengalikan angka penyebut yang satu dengn hasil bagi angka penyebut yang lain. 8 x (6:2) = 24 atau 6 x (8:2) = 24.



4.



Tabayun atau mubayanah, Seperti ahli waris suami dan ibu . Maka angka asal masalahnya adalah 2 x 3 = 6.



2. DZAWIL ASHABAH Asabah adalah bagian sisa setelah diambil oleh ahli waris ashab al-furud. Sebagai penerima bagian sisa, ahli waris ashabah terkadang menerima bagian banyak (seluruh harta warisan), terkadang menerima sedikit, tetapi terkadang tidak menerima bagian sama sekali, karena habis diambil ahli waris ashab alfurud. Di dalam pembagian sisa harta warisan, ahli waris yang terdekatlah yang lebih dahulumenerimanya. Konsekuensi cara pembagian ini, maka ahli waris



8



ashabah yang peringkat kekerabatanya berada dibawahnya tidak mendapatkan bagian.Dasar pembagian ini adalah perintah Rasulullah SAW:



‫﴾الحقواالفراﺋضبﺄهله افم ابقيفلوﱃرجلذكر﴿متفقعليه‬ ‘’berikanlah bagian-bagian tertentu kepada ahli waris yang berhak, kemudian sisanya untuk ahli waris laki-lakiyang utama’’ (Muttafaq ‘alaih). Didalam kitab ar-Rahbiyyah, ashobah adalah setiap orang yang mendapatkan semua harta waris, yang terdiri dari kerabat daan orang yang memerdekakan budak, atau yang mendapatkan sisa setelah pembagian bagian tetap. Para fuqoha telah menyebutkan tiga macam kedudukan ashobah, yaitu: 1.



Ashobah binafsihi Ialah orang yang menjadi asabah karena dirinya sendiri.Jumlah mereka



adalah: Anak laki-laki, cucu laki-laki dari anak laki-laki dan generasi dibawahnya, bapak dan kakek serta generasi diatasnya, saudara kandung, saudara sebapak, anak laki-laki saudara kandung, anak laki-laki saudara sebapak dan generasi dibawahnya, paman kandung, paman sebapak, anak laki-laki paman kandung, anak laki-laki paman sebapak. 2.



Ashobah bighairihi Ialah orang (perempuan) yang menjadi asabah karena dibawa oleh orang



(laki-laki) lain yang sederajat dan seusbah. Mereka adalah:  



Satu anak perempuan atau lebih, yang ada bersama anak laki-laki. Satu cucu perempuan dari anak laki-laki atau lebih, yang ada bersama cucu laki-laki dari anak laki-laki.



9







Satu orang perempuan kandung atau lebih yang ada bersama saudara







kandung. Satu orang saudara perempuan sebapak atau lebih yang ada bersama saudara laki-laki sebapak.



3.



Ashobah ma’a ghairi Ialah saudara perempuan kandung atau sebapak yang menjadi asabah



karena didampingi oleh keturunan perempuan.mereka adalah: 



Seorang saudara perempuan kandung atau lebih, yang ada bersama anak







perempuanatau cucu perempuan dari anak laki-laki. Seorang saudara perempuan sebapak atau lebih, yang ada bersama anak perempuan atau cucu perempuan dari anak laki-laki.



3. DZAWIL ARHAM (KERABAT NON AHLI WARIS) Dawil Arham (‫ )ذوو الرح ام‬dalam istilah ahli fiqih adalah kalangan kerabat yang bukan Ahli Waris Ashabul Furudh atau Ahli Waris Asabah ; baik laki-laki atau perempuan. Seperti, cucu laki-laki dari anak perempuan (waladul binti); cicit laki-laki dari anak perempuannya anak laki-laki (waladu bintil ibni), kakek dari ibu, anak saudara lelaki seibu (waladul akhi lil-ummi) dan anak saudara perempuan secara mutlak (waladul akhawat), anak perempuannya saudara lelaki (bintul akhi), paman seibu (al-amm li umm). Detailnya ada 11 golongan Dzawil Arham yaitu:



10







Cucu dari anak perempuan (waladul banat) dan cicit dari anak perempuan



 



(walad banat al-ibni) dan ke bawah. Anak saudara perempuan (walad al-akhowat) baik kandung atau seibu. Anak perempuan saudara laki-laki (banatul ikhwah) baik kandung atau



 



sebapak. Anak perempuan dari paman (banatul a'mam) kandung atau sebapak. Anak saudara lelaki seibu (awlad al-ikhwah min al-umm) baik laki-laki







atau perempuan. Paman saudara ayah dari ibu (al-amm min al-umm) baik pamannya mayit







atau paman bapaknya mayit atau paman kakeknya mayit. Bibi saudara ayah (al-ammat) baik kandung atau sebapak atau seibu. Sama







saja bibinya mayit, bibi bapaknya mayit, bibi kakek mayit ke atas. Paman (akhwal) dan bibi (kholat) yakni saudara lelaki dan saudara perempuan ibu baik kandung atau sebapak atau seibu. Begitu juga paman dan bibi bapaknya mayit, paman dan bibi ibunya mayit, bibi kakeknya







mayit ke atas sebelum bapak dan ibu. Bapaknya ibu (abul umm) dan bapaknya abul umm, dan kakeknya abul







umm ke atas. Setiap nenek yang berkaitan dengan bapak di antara dua ibu seperti ibunya bapaknya ibu (umm abil umm), atau berkaitan dengan bapak yang lebih







tinggi dari kakek seperti ibunya bapak bapak bapak mayit. Orang yang berkaitan dengan mereka di atas seperti bibinya bibi (ammatul ammah, kholatul kholah), bibi seibu (ammatul amm li umm) dan saudaranya dan pamannya seayah (ammuhu li abihi), bapak bapaknya ibu (abu abil umm) dan pamannya (ammuhu, kholuhu).



4. AL-MAHJUB PENGHALANG AHLI WARIS Sebagian ahli waris terhalang haknya untuk mendapat warisan karena keberadaan ahli waris yang lain yang lebih tinggi kedudukannya. Mereka adalah



11



sbb: A. Ahli Waris Laki-Laki   



Cucu dari anak laki tidak mendapat warisan apabila ada anak laki-laki. Kakek tidak mendapat warisan apabila ada Bapak; kakek yang lebih dekat. Saudara sekandung tidak mendapat warisan apabila ada Anak laki-laki; cucu laki-laki dari anak laki-laki; bapak; kakek (menurut beberapa







pendapat). Saudara laki-laki seayah tidak mendapat warisan apabila ada Anak lakilaki; cucu laki-laki dari anak laki-laki; bapak; kakek (menurut beberapa pendapat); saudara laki-laki kandung; saudara perempuan kandung jika







menjadi ashabah dengan anak perempuan. Saudara laki-laki seibu tidak mendapat warisan apabila ada Anak laki atau







perempuan; cucu laki atau perempuan dari anak laki-laki; bapak; kakek. Anak saudara laki-laki kandung tidak mendapat warisan apabila ada Anak laki-laki; cucu laki-laki dari anak laki-laki; bapak; kakek; saudara laki kandung; saudara laki seayah, dan saudara perempuan kandung atau







seayah jika menjadi ashabah. Anak saudara laki seayah tidak mendapat warisan apabila ada penghalang







dalam poin 6, ditambah anak saudara sekandung. Paman kandung tidak mendapat warisan apabila ada penghalang dalam







poin 7, ditambah anak saudara seayah. Paman seayah tidak mendapat warisan apabila ada penghalang dalam poin







8, ditambah paman kandung. Anak paman kandung tidak mendapat warisan apabila ada penghalang







dalam poin 9, ditambah paman seayah. Anak paman seayah tidak mendapat warisan apabila ada penghalang







dalam poin 9, ditambah anak paman kandung. Pemilik yang membebaskan budak tidak mendapat warisan apabila ada Semua ashabah nasabiyah.



12



B. Ahli Waris Perempuan 



Cucu perempuan dari anak laki-laki tidak mendapat warisan apabila ada



 



Anak laki-laki; dua anak perempuan. Nenek tidak mendapat warisan apabila ada ibu. Saudara perempuan kandung tidak mendapat warisan apabila ada Anak







laki-laki; cucu laki-laki dari anak laki-laki; bapak; kakek. Saudara perempuan seayah tidak mendapat warisan apabila ada Anak lakilaki; cucu laki-laki dan anak laki-laki; bapak; kakek; saudara laki kandung; saudara perempuan kandung jika menjadi ashabah dengan anak perempuan; dua saudara perempuan kandung, apabila saudara perempuan







seayah tidak memiliki saudara laki. Saudara perempuan seibu tidak mendapat warisan apabila ada Anak lakilaki atau perempuan; cucu laki-laki atau perempuan dari anak laki-laki;







bapak; kakek. Mu’tiqah (perempuan pembebas budak) tidak mendapat warisan apabila ada semua ashabah nasabiyah.



5. MASALAH WARIS Ada sejumlah permasalahan dalam hukum waris yang terjadi dalam sejumlah kasus yang diperinci dalam uraian di bawah ini: Masalah Umariyatain (Umar Dua - ‫)العمريتين‬



13



Ada dua kasus yang disebut dengan umaroyatain atau gharawain di mana ibu mendapat 1/3 dari sisa jadi bukan 1/3 dari keseluruhan harta. Contoh kasus adalah sbb: KASUS PERTAMA: Seorang perempuan wafat dan ahli warisnya hanya ada 3 (tiga) orang yaitu suami, ibu dan bapak. Dalam kasus ini, maka suami mendapat 1/2 (setengah harta), ibu mendapat 1/3 (sepertiga) dari sisa yakni 1/3 dari sisa yang setengah setelah diambil suami. Sedang bapak mendapat asabah (sisa). KASUS KEDUA: Seorang laki-laki wafat sedang ahli warisnya hanya ada 3 (tiga) orang yaitu istri, ibu dan bapak. Maka dalam kasus ini istri mendapat bagian 1/4 (seperempat), ibu mendapat 1/3 (sepertiga) dari sisa setelah diambil istri. Sedang bapak mendapat bagian seluruh sisanya (asabah). PERBEDAAN ULAMA DALAM MASALAH UMARIYATAIN Ada dua perbedaan besar tentang berapa bagian ibu dalam masalah Umariyatain ini sbb: 



Pendapat Zaid bin Tsabit dan Umar bin Khattab bahwa ibu mendapat bagian 1/3 (sepertiga) dari sisa. Pendapat ini didukung oleh jumhur







(mayoritas) ulama. Pendapat Abdullah bin Abbas atau Ibnu Abbas bahwa ibu mendapat bagian 1/3 dari seluruh harta warisan.



ASAL ISTILAH:



14



Asal dari istilah umariyatain atau gharawain. Disebut umariyatain karena yang memutuskan perkara ini pertama kali adalah Umar bin Khatab saat menjadi Khalifah Kedua. Disebut gharawain dari bentuk tunggal gharra' karena sangat populer seperti bintang (al-kawkab al-aghar' - ‫)الكوكب الغر‬. MASALAH KALALAH Kalalah adalah jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya (QS An-Nisa' 4:176). MASALAH AUL DAN RAD Dalam masalah waris adalah masalah yang disebut dengan aul dan radd. Uraiannya lihat rincian di bawah: MASALAH AUL Aul artinya bertambah, maksudnya bertambahnya asal masalah (kpk) dikarenakan jumlah bagian Ahlul furudh melebihi jumlah asal masalah. Pokok masalah yang ada di dalam ilmu faraid ada tujuh. Tiga di antaranya dapat di-aulkan, sedangkan yang empat tidak dapat. Ketiga pokok masalah yang dapat di-aul-kan adalah enam (6), dua belas (12), dan dua puluh empat (24). Sedangkan pokok masalah yang tidak dapat di-'aul-kan ada empat, yaitu dua (2), tiga (3), empat (4), dan delapan (8). MASALAH RADD Rad adalah berkurangnya pokok masalah dan bertambahnya/lebihnya jumlah bagian ashhabul furudh. Ar-radd merupakan kebalikan dari al-'aul. Dengan kata lain, Apabila ada kelebihan harta warisan padahal semua ahli waris sudah



15



mendapat bagian, maka kelebihan itu dikembalikan (radd) pada ahli waris yang ada; masing-masing menurut kadar bagiannya kecuali suami atau istri yang tidak mendapatkan bagian dari radd ini. Kelebihan harta hanya dikembalikan pada ahli waris lain selain suami atau istri. Sebagai misal, dalam suatu keadaan (dalam pembagian hak waris) para ashhabul furudh telah menerima haknya masing-masing, tetapi ternyata harta warisan itu masih tersisa --sementara itu tidak ada sosok kerabat lain sebagai 'ashabah-- maka sisa harta waris itu diberikan atau dikembalikan lagi kepada para ashhabul furudh sesuai dengan bagian mereka masing-masing. A. Syarat Terjadinya Radd : Ar-radd tidak akan terjadi dalam suatu keadaan, kecuali bila terwujud tiga syarat yaitu (a) adanya ashhabul furudh; (b) tidak adanya 'ashabah; (c) ada sisa harta waris. B. Penerima Bagian Pasti yang Bisa Mendapatkan Radd Penerima bagian pasti yang dapat menerima Radd ada 8 yaitu: anak perempuan, cucu perempuan keturunan anak laki-laki, saudara kandung perempuan, saudara perempuan seayah, bu kandung, nenek sahih (ibu dari bapak), saudara perempuan seibu, saudara laki-laki seibu. C. Keadaan Terjadinya Masalah Radd ada 4 (Empat) a. adanya ahli waris pemilik bagian yang sama, dan tanpa adanya suami atau istri Cara pembagiannya dihitung berdasarkan jumlah ahli waris. Contoh, (i) seseorang wafat dan hanya meninggalkan tiga anak perempuan. (ii) seseorang wafat dan hanya meninggalkan sepuluh saudara kandung perempuan.



16



b. adanya pemilik bagian yang berbeda-beda, dan tanpa suami atau istri Cara pembagiannya dihitung dan nilai bagiannya bukan dari jumlah ahli waris (per kepala). Contoh, seseorang wafat dan meninggalkan seorang ibu dan dua orang saudara laki-laki seibu. c. adanya pemilik bagian yang sama, dan dengan adanya suami atau istri Menjadikan pokok masalahnya dari penerima bagian pasti yang tidak dapat ditambah (di-radd-kan) dan barulah sisanya dibagikan kepada yang lain sesuai dengan jumlah per kepala. Contoh, seseorang wafat dan meninggalkan suami dan dua anak perempuan. d. adanya pemilik bagian yang berbeda-beda, dan dengan adanya suami atau istri Menjadikannya dalam dua masalah. Pada persoalan pertama kita tidak menyertakan suami atau istri, dan pada persoalan kedua kita menyertakan suami atau istri. Contoh, Seseorang wafat dan meninggalkan istri, nenek, dan dua orang saudara perempuan seibu. Contoh riil masalah Radd dan Solusinya : (a) Seseorang meninggal, ahli warisnya adalah anak perempuan dan ibu. Harta warisan senilai Rp. 40 juta. Cara Penyelesaian: Bagian anak perempuan 1/2 (setengah) sedangkan ibu 1/6 (seperenam). Asal masalah adalah 6 (enam). -



Anak Perempuan = 1/2 x 6 = 3 Ibu = 1/6 x 6 = 1 Jumlah = 4



Asal masalah adalah 6, sedangkan jumlah bagian 4. Maka solusi dengan radd, asal masalahnya dikembalikan kepada 4. Caranya sebagai berikut:



17



-



Anak perempuan = 3/4 x 40 Juta = Rp. 30.000 (tigapuluh juta) Ibu = 1/4 x 40 Juta = Rp. 10.000 (sepuluh juta)



(b) Seseorang meninggal, ahli warisnya adalah istri, 2 orang saudara seibu dan ibu. Harta warisan senilai Rp. 40 juta. Bagian istri 1/4, 2 orang saudara seibu 1/3 dan ibu 1/6. Asal masalahnya adalah 12. -



Istri = 1/4 x 12 = 3 2 saudara = 1/3 x 12 = 4 Ibu = 1/6 x 12 = 2 Jumlah = 9 Karena ada istri sedangkan istri tidak mendapakatkan bagian radd, maka



sebelum sisa warisan dibagikan, hak untuk istri diberikan lebih dahulu dengan menggunakan asal masalah sebagai pembagi. Caranya sebagai berikut: Bagian untuk istri = 3/12 x Rp. 40 Juta = Rp. 10.000.000 (sepuluh juta). Sisa warisan setelah diberikan pada istri adalah Rp. 30.000.000 (tiga puluh juta) dibagi untuk 2 orang saudara laki-laki seibu dan ibu. Cara membaginya adalah jumlah perbandingan kedua pihak ahli waris yaitu 4+2=6. Maka bagian masing-masing adalah : - 2 Saudara = 4/6 x Rp. 30.000.000 = Rp. 20.000.000 (dua puluh juta) - Ibu = 2/6 x Rp. 30.000.000 = Rp. 10.000.000 (sepuluh juta) - Jumlah = Rp. 30.000.000 (tiga puluh juta) Maka perolehan masing-masing ahli waris adalah :Istri = Rp. 10.000.000 - 2 sdr = Rp. 20.000.00 - Ibu = Rp. 10.000.000 - Jumlah = Rp. 40.000.000 (empat puluh juta) - Semua ashabul furudh dapat memperoleh bagian radd kecuali suami/istri.



BAB III PENUTUP



A. Kesimpulan



18



Dari hasil pembahasan yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan antara lain sebagai berikut : 1.



Ashabul Furudh adalah orang-orang yang berhak menerima waris yang sudah ditentukan bagian-bagiannya menurut ketentuan syara’. Ashabul Furudh terbagi menjadi 2 macam, yaitu Ashabul Furudh Sababiyah dan



Ashabul Furudh Nasabiyyah . 2. Bagian ahli waris masing-masing ialah (suami, seorang anak perempuan, seorang cucu perempuan, seorang saudara perempuan sekandung, dan seorang saudara perempuan seayah), (ibu dan saudara laki-laki/ perempuan seibu 2 orang atau lebih), (2 anak perempuan/ lebih, 2 cucu perempuan/ lebih, 2 saudara perempuan sekandung/ lebih, 2 saudara perempuan seayah/ lebih), (ibu, ayah, nenek, kakek, cucu perempuan, saudara perempuan seayah, seorang saudara perempuan/ laki-laki 3.



seibu), (suami dan istri), (istri), dengan syaratnya masing-masing. Cara mencari asal masalah (KPK) yaitu mencari angka kelipatan persekutuan terkecil yang dapat dibagi oleh masing-masing angka penyebut dari bagian ahli waris. Dan cara menghitung bagian ashabul furudh ialah dengan cara mencari asal masalah (KPK) terlebih dahulu, kemudian kita kalikan dengan bagian ahli waris masing-masing dan langkah terakhirnya ialah mengalikan dengan harta warisan.



DAFTAR PUSTAKA



Ahmad. 2014. Ashabul Furudz. http://ahmadzarkasyi-blog.blogspot. co.id/2014 07/ashabul-furudh.html. Diakses tanggal 9 Desember 2015.



19



Anonim. 2012. Warisan dalam Islam. http://www.alkhoirot.net/2012/09/.html dalam-islam.html. Diakses tanggal 9 Desember 2015 Rofiq, Ahmad. 1998. Fiqh Mawaris. PT Raja Grafindo Persada . Jakarta. Syarifuddin, Amir. 2008. Hukum Waris Islam. Kencana. Jakarta.



20