Askeb Plasenta Previa [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indikator derajat kesehatan suatu bangsa dapat dilihat dari Angka Kematian



Ibu



(AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB). Kematian ibu adalah kematian seseorang wanita terjadi saat hamil, bersalin,atau 42 hari setelah



persalinan,



kematian yang terjadi pada bayi sebelum mencapai



sedangkan AKB adalah



usia satu tahun (0-11 bulan).



Berdasarkan data World Health Organization (WHO) memperkirakan 830 orang perempuan meninggal setiap harinya akibat komplikasi kehamilan dan proses persalinan dari seluruh kematian ibu terjadi di negara berkembang yang disebabkan oleh kehamilan seperti diabetes, malaria, hiv, obesitas (28%), perdarahan (30%), abortus (8%),



infeksi (11%), hipertensi



(14%) dan penyebab lainnya (9%), sedangkan untuk jumlah AKB sebesar 30,5 per 1.000 KH dengan penyebabnya yaitu asfiksia (11%), sepsis (7%), kelainan bawaan (5%), pneumonia (3%), tetanus (1%) dan penyebab lainnya (3%) (WHO, 2016). Perdarahan antepartum adalah penyebab kematian ibu ditentukan sebagai perdarahan dari saluran genital setelah 20 minggu kehamilan dan sebelum persalinan. Secara keseluruhan 2-5% dari semua kehamilan adalah terjadinya perdarahan antepartum. Ada dua penyebab dari perdarahan antepartum yaitu plasenta previa, solusio plasenta dan penyebab lainnya. (Shrestha, dkk. 2017) Perdarahan antepartum merupakan kasus gawat darurat yang kejadianya berkisar 3% dari semua persalinan, penyebabnya antara lain plasenta previa, solution plasenta, dan



perdarahan yang belum jelas sumbernya. Perdarahan antepartum



yang terjadi pada kehamilan trimester ketiga dan yang terjadi setelah anak atau plasenta lahir pada umumnya merupakan perdarahan yang berat. Jika tidak mendapatkan penanganan yang cepat, akan menyebabkan syok yang fatal (Maulidan, 2013). Perdarahan kehamilan lanjut adalah perdarahan



yang terjadi pada kehamilan di atas



usia 20 minggu, pada umumnya disebabkan oleh plasenta previa, solusio plasenta dan perdarahan yang



belum jelas sumbernya. Plasenta previa adalah plasenta yang menutupi



sebagian atau seluruh jalan lahir, faktor risiko untuk terjadinya plasenta previa diantaranya: multiparitas, umur < 20 dan > 35 tahun, riwayat seksio sesarea dan penyebab lainnya, sedangkan komplikasi yang dapat terjadi yaitu perdarahan, anemia, syok hipovolemik,



bahkan kematian pada ibu dan janin (Prawirohardjo, 2014). Didukung dengan penelitian Trianingsih, 2015 yang mengatakan bahwa faktor-faktor penyebab dari plasenta previa yaitu umur 35 tahun, paritas, riwayat kuret, operasi caesar dan riwayat plasenta previa sebelumnya. Gejala dari plasenta previa yaitu perdarahan yang keluar tanpa sebab, tanpa rasa nyeri biasanya berulang, darah berwarna merah segar, terjadi pada saat tidur atau saat melakukan aktivitas dan darah yang keluar bisa dikit ataupun banyak. (Masruroh, 2016; Sukarni, 2013). Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 97 Tahun 2014 Tentang Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil, Masa Hamil, Persalinan, Dan Masa Sesudah Melahirkan, Penyelenggaraan Pelayanan Kontrasepsi, Serta Pelayanan Kesehatan Seksual, bidan dalam melakukan pelayanan antenatal terpadu berwenang melakukan pemberian pelayanan dan konseling kesehatan termasuk stimulasidan gizi agar kehamilan berlangsung sehat dan janinnya lahir sehat dan cerdas, deteksi dini masalah, penyakit dan penyulit/komplikasi kehamilan, penyiapan persalinan yang bersih dan aman, perencanaan antisipasi dan persiapan dini untuk melakukan rujukan jika terjadi penyulit/komplikasi dan penatalaksanaan kasus serta rujukan cepat dan tepat waktu bila diperlukan. 1.2 Tujuan 1.2.1



Tujuan Umum Mahasiswa mampu memberikan asuhan kebidanan pada kehamilan patologis plasenta previa dengan 7 langkah varney.



1.2.2



Tujuan Khusus a. Mampu melakukan pengkajian data subjektif dan objektif pada ibu hamil dengan plasenta previa. b. Mampu menegakkan diagnosa dan masalah pada ibu hamil dengan plasenta previa. c. Mampu mengidentifikasi diagnosa dan masalah potensial pada ibu hamil dengan plasenta previa. d. Mampu mengidentifikasi kebutuhan segera pada ibu hamil dengan plasenta previa. e. Mampu menyusun rencana tindakan pada ibu hamil dengan plasenta previa.



f. Mampu melakukan implementasi dari rencana asuhan pada ibu hamil dengan plasenta previa. g. Mampu mengevaluasi hasil tindakan atau asuhan yang diberikan pada ibu hamil dengan plasenta previa. 1.3 Manfaat 1.3.1



Bagi Akademis Dapat digunakan sebagai sumber bacaan atau referensi untuk meningkatkan kualitas Pendidikan kebidanan khususnya pada ibu dengan kehamilan patologis seperti plasenta previa



1.3.2



Bagi Praktis Sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan Kesehatan yang optimal berupa pemantauan, memberikan informasi serta pelayanan yang tepat dalam memberikan asuhan kebidanan pada kehamilan patologis dengan plasenta previa.



BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Plasenta previa adalah plasenta yang implantasinya tidak normal sehingga menutupi seluruh atau sebagian ostium internum. Plasenta adalah organ yang terbentuk di rahim pada masa kehamilan. Organ ini berfungsi menyalurkan oksigen dan nutrisi dari ibu kepada janin, serta membuang limbah dari janin.Plasenta previa adalah komplikasi obstetri yang terjadi pada trimester kedua dan ketiga kehamilan. Hal itu dapat menyebabkan kematian yang serius baik bagi janin dan ibu. Ini adalah salah satu penyebab utama perdarahan vagina pada trimester kedua dan ketiga (Amirah, 2010). 2.2 Klasifikasi Plasenta previa diklasifikasikan oleh Amirah (2010) menjadi beberapa jenis: a. Plasenta previa totalis Ostium uteri internum tertutup seluruhnya oleh plasenta. b. Plaenta previa parsialis Ostium uteri internum tertutup sebagian oleh plasenta. c. Plasenta previa marginalis Pinggir bawah plasenta sampai pada pinggir ostium uteri internum. d. Plasenta previa letak rendah terjadi jika plasenta tertanam di segmen bawah uterus. 2.3 Faktor Risiko Penyebab plasenta previa belum diketahui secara pasti, namun ada beberapa faktor yang diduga dapat membuat ibu hamil lebih berisiko menderita kondisi ini, yaitu: a. Berusia 35 tahun atau lebih. Peningkatan umur ibu merupakan faktor risiko plasenta previa, karena sklerosis pembuluh darah arteli kecil dan arteriole miometrium menyebabkan aliran darah ke endometrium tidak merata sehingga plasenta tumbuh lebih lebar dengan luas permukaan yang lebih besar, untuk mendapatkan aliran darah yang adekuat (Amirah,2010).



b. Merokok saat hamil atau menyalahgunakan kokain. c. Memiliki bentuk rahim yang tidak normal. d. Bukan kehamilan pertama. e. Kehamilan sebelumnya juga mengalami plasenta previa. f. Posisi janin tidak normal, misalnya sungsang atau lintang. g. Hamil bayi kembar. h. Pernah keguguran. i. Pernah menjalani operasi pada rahim, seperti kuret, pengangkatan miom, atau operasi caesar. 2.4 Patofisiologi Patofisiologi plasenta previa (placenta previa) adalah gangguan implantasi karena vaskularisasi endometrium yang abnormal akibat adanya atrofi akibat trauma dan inflamasi. Hal ini menyebabkan plasenta berimplantasi pada segmen bawah rahim, dan seiring perkembangan kehamilan, plasenta dapat menutup jalan lahir. Plasenta terbentuk dari jaringan maternal yaitu bagian desidua basalis yang bertumbuh. Seiring dengan perkembangan kehamilan, isthmus uteri akan melebar menjadi segmen bawah rahim. Apabila plasenta berimplantasi pada segmen bawah rahim, pergeseran ini akan mengakibatkan laserasi akibat pelepasan tapak plasenta. Demikian pula pada waktu serviks mendatar (effacement) dan membuka (dilatation) (Bakker,2018). Letak plasenta biasanya umumnya di depan atau di belakang dinding uterus, agak ke atas ke arah fundus uteri. Hal ini adalah fisiologis karena permukaan bagian atas korpus uteri lebih luas, sehingga lebih banyak tempat untuk berimplantasi. Di tempat-tempat tertentu pada implantasi plasenta terdapat vena-vena yang lebar (sinus) untuk menampung darah kembali. Pada pinggir plasenta di beberapa tempat terdapat suatu ruang vena yang luas untuk menampung darah yang berasal dari ruang interviller di atas. Darah ibu yang mengalir di seluruh plasenta diperkirakan naik dari 300 ml tiap menit pada kehamilan 20 minggu sampai 600 ml tiap menit pada kehamilan 40 minggu. Perubahanperubahan terjadi pula pada jonjot-jonjot selama kehamilan berlangsung. Pada kehamilan 24 minggu lapisan sinsitium dari vili tidak berubah akan tetapi dari lapisan sitotropoblast sel-sel berkurang dan hanya ditemukan sebagai kelompok-kelompok sel-sel; stroma jonjot menjadi lebih padat,



mengandung fagosit-fagosit, dan pembuluh-pembuluh darahnya lebih besar dan lebih mendekati lapisan tropoblast. Perdarahan antepartum yang disebabkan oleh plasenta previa umumnya terjadi pada trimester tiga karena saat itu segmen bawah uterus lebih mengalami perubahan berkaitan dengan semakin tuanya kehamilan. Menurut Manuaba (2008) implantasi plasenta di segmen bawah rahim dapat disebabkan oleh : a. Endometrium di fundus uteri belum siap menerima implantasi b. Endometrium yang tipis sehingga diperlukan perluasan plasenta untuk mampu memberikan nutrisi janin c. Villi korealis pada korion leave yang persisten. Sebuah penyebab utama perdarahan trimester ketiga, plasenta previa memiliki tanda yang khas, yaitu pendarahan tanpa rasa sakit. Pendarahan diperkirakan terjadi dalam hubungan dengan perkembangan segmen bawah uterus pada trimester ketiga. Dengan bertambah tuanya kehamilan, segmen bawah uterus akan lebih melebar lagi, dan serviks mulai membuka. Apabila plasenta tumbuh pada segmen bawah uterus, pelebaran segmen bawah uterus dan pembukaan serviks tidak dapat diikuti oleh plasenta yang melekat disitu tanpa terlepasnya sebagian plasenta dari dinding uterus. Pada saai itu mulailah terjadi perdarahan. Darahnya berwarna merah segar berlainan dengan darah yang disebabkan solusio plasenta yang berwarna kehitaman. Sumber perdarahannya ialah sinus uterus yang terobek karena terlepasnya plasenta dari dinding uterus, atau karena robekan sinus marginalis dari plasenta. Perdarahannnya tak dapat dihindarkan karena ketidakmampuan serabut otot segmen bawah uterus untuk berkontraksi menghentikan perdarahan itu, tidak sebagaimana serabut otot uterus menghentikan perdarahan pada kala III dengan plasenta yang letaknya normal. Makin rendah letak plasenta, makin dini perdarahan terjadi. Oleh karena itu, perdarahan pada plasenta previa totalis akan terjadi lebih dini daripada plasenta letak rendah yang mungkin baru berdarah setelah persalinan mulai (Amirah,2010).



2.5 Diagnosis Plasenta Previa Ibu hamil diduga mengalami plasenta previa jika terjadi perdarahan di trimester kedua atau ketiga kehamilan. Namun untuk memastikannya, dokter akan melakukan sejumlah pemeriksaan berikut: a. USG transvaginal Prosedur ini dilakukan dengan memasukkan alat khusus ke dalam vagina untuk melihat kondisi vagina dan rahim. Pemeriksaan ini adalah metode paling akurat untuk menentukan letak plasenta. b. USG panggul Prosedur ini sama dengan USG transvaginal, tetapi alat hanya ditempelkan pada dinding perut, guna melihat kondisi di dalam rahim. c. MRI (magnetic resonance imaging) Prosedur ini digunakan untuk membantu dokter melihat dengan jelas posisi plasenta. Jika ibu hamil mengalami plasenta previa, dokter kandungan akan terus memantau posisi plasenta atau ari-ari dengan USG secara berkala, sampai tiba hari persalinan. 2.6 Komplikasi 2.6.1. Komplikasi pada ibu (Prawirodiharjo, 2014): a. Terjadinya perdarahan hingga menimbulkan anemia sampai syok. b. Serviks dan segmen bawah rahim rapuh dan berpotensi mengalami robek disertai dengan perdarahan yang banyak. c. Kelainan pada letak bayi d. Terjadi kelahiran premature dan gawat janin. Pada kehamilan < 37 minggu dapat dilakukan amniosentesis untukmengetahui kematangan paru janin dan pemberian kortikosteroid untuk mempercepat pematangan paru janin sebagai upaya antisipasi. e. Kematian f. Infeksi atau sepsis g. Emboli udara h. Kelainan koagulopati sampai syok



2.6.2. Komplikasi pada bayi: a. Hipoksia b. Anemia c. Kematian 2.7 Penatalaksanaan Penatalaksanaan plasenta previa bertujuan untuk mencegah perdarahan. Penanganan yang akan diberikan oleh dokter tergantung kepada kondisi kesehatan ibu dan janin, usia kandungan, posisi ari-ari, dan tingkat keparahan perdarahan. Pada ibu hamil yang tidak mengalami perdarahan atau hanya mengalami perdarahan ringan, biasanya dokter akan memperbolehkan ibu hamil melakukan perawatan secara mandiri di rumah, yang berupa: a.



Banyak berbaring



b.



Menghindari olahraga



c.



Menghindari hubungan intim Bila ibu hamil mengalami perdarahan hebat apalagi berulang, dokter kandungan akan



menyarankan agar bayi dilahirkan secepatnya melalui operasi caesar. Namun jika usia kandungannya



kurang



dari



36



minggu,



ibu



hamil



akan



diberikan



suntikan



obat kortikosteroid terlebih dahulu untuk mempercepat pematangan paru-paru janin. Bila perlu, ibu hamil juga akan diberikan transfusi darah untuk mengganti darah yang hilang. Ibu hamil yang mengalami plasenta previa sebenarnya masih dapat melahirkan normal, asalkan letak plasenta tidak menutupi jalan lahir atau hanya menutupi sebagian. Tetapi jika plasenta menutupi seluruh jalan lahir, dokter akan menyarankan operasi Caesar (Abduljabbar, et al. 2016).



Pathway



Endometrium tipis



Usia > 35 tahun



Sklerosis pembuluh darah



Vaskularisasi ke plasenta kurang



Aliran darah ke myometrium tidak merata



Plasenta meluas



Plasenta tumbuh lebih lebar, luas permukaan lebih besar



Implantasi ke SBR



Plasenta Previa



BAB 3 KERANGKA KONSEP ASUHAN Judul asuhan



: memuat gambaran umum asuhan kebidanan yang diberikan kepada klien.



No Rekam Medik



: untuk memastikan data pasien tidak tertukar antara satu dengan yang lain.



Tanggal pengkajian



: untuk mengetahui tanggal pemeriksaan saat ini dan untuk menentukan jadwal pemeriksaan berikutnya.



Waktu pengkajian



: untuk mengetahui waktu pemeriksaan.



Tempat



: untuk mengetahui tempat pemeriksaan.



3.1 Pengkajian Data Dasar a. Data Subjektif Data subjektif adalah data yang didapatkan dari klien sebagai suatu pendapat terhadap suatu situasi data kejadian, informasi tersebut dapat ditentukan dengan informasi atau komunikasi. 1. Identitas pasien -



Nama Ibu Nama klien dan suami dikaji dengan lengkap agar tidak terjadi kekeliruan dalam memberikan asuhan kebidanan. Nama juga digunakan untuk sapaan klien. Identitas dimulai dengan nama lengkap pasien, terdiri dari nama depan, nama tengah (bila ada), nama keluarga dan nama panggilan akrab.



-



Usia Diperlukan untuk menginterpretasikan data pemeriksaan klinis klien tersebut dalam batas normal atau tidak (Wiknjosastro, 2009). Umur ibu yang kurang dari 16 tahun dan lebih dari 35 tahun merupakan batas awal dan akhir reproduksi. Wanita yang melahirkan anak pada usia dibawah 20 tahun atau lebih dari 35 tahun merupakan faktor risiko terjadinya perdarahan pasca persalinan yang dapat mengakibatkan kematian maternal (Wiknjosastro, 2009).



-



Pendidikan Pendidikan yang dijalani seseorang memiliki pengaruh pada peningkatan kemampuan berfikir (Wiknjosastro, 2009). Perlu dikaji untuk mengetahui tingkat



pendidikan pasien dan memudahkan dalam pemberian informasi dan pendekatan selanjutnya yang berhubungan dengan kehamilan. -



Pekerjaan Perlu dikaji karena ibu yang bekerja cenderung lelah fisik atau stress, sehingga berpotensi mengalami persalinan preterm. Pekerjaan dapat mengetahui dan mengukur tingkat sosial ekonominya, karena ini juga mempengaruhi dalam hal gizi pasien tersebut. Selain itu, untuk identifikasi (mengenal) klien dan menentukan status sosial ekonominya yang harus kita ketahui; misalnya untuk menentukan anjuran apa, bagaimana pemberian konseling serta pengobatan apa yang akan diberikan untuk pasien (Wiknjosastro, 2009).



-



Alamat Alamat rumah menggambarkan karakteristik lingkungan serta masyarakat yang mungkin mempengaruhi kondisi klien (Manuaba, 2013). Alamat dikaji guna mengetahui tempat tinggal klien dan untuk kunjungan rumah dan sebagai tanda agar



tidak



terjadi



kekeliruan



dalam



memberikan



asuhan



kebidanan



(Prawirohardjo, 2011). -



Kartu Kesehatan (BPJS) Untuk mengetahui pasien sumber pembiayaannya sehingga dapat tertangani segera apabila terjadi masalah yang serius.



2. Alasan datang Alasan kedatangan ke tempat pelayanan kesehatan dapat bersifat langsung berdasarkan keinginan pribadi (Bobak, 2005). 3. Keluhan Utama Untuk mengetahui alasan klien datang dan keluhan yang dirasakan selama perdarahan (Bobak, 2005). Menggali informasi lebih lanjut terkait mulai terjadinya perdarahan, sebab terjadinya pendarahan, berapa banyak perdarahan yang terjadi, warna darah yang keluar seperti apa, keluarnya darah dalam waktu terus-menerus atau intermitten. 4. Riwayat obstetri a) HPHT (Hari Pertama Haid Terakhir) untuk menentukan usia kehamilan. b) Jumlah paritas untuk mengetahui kemungkinan resiko terkena penyakit tertentu.



5. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas yang lalu Riwayat kehamilan yang lalu, tahun bersalin, jumlah persalinan, jenis persalinan, ada tidaknya penyulit, tempat, penolong, berat badan lahir bayi, panjang badan, kondisi anak saat ini dan riwayat nifas ditanyakan untuk mengetahui ada tidaknya permasalahan kesehatan yang pernah dialami klien saat kehamilan, persalinan, maupun masa nifas (Wiknjosastro, 2009). a) Kehamilan yang lalu: Klien akan mengatakan terkait riwayat kehamilan yang lalu berupa hamil ke berapa, ada tidaknya komplikasi saat kehamilan yang lalu seperti perdarahan, hipertensi, diabetes, keguguran, dan ada tidaknya riwayat kehamilan mola hidatidosa sebelumnya. b) Persalinan yang lalu: Klien akan mengatakan terkait riwayat persalinan yang lalu berupa kapan tahun bersalin, berapa jumlah persalinan, siapa penolong saat persalinan, tempat persalinan, jenis persalinan, ada atau tidaknya penyulit saat persalinan, jenis kelamin bayi, berat badan dan panjang badan bayi saat lahir serta kondisi anak saat ini. c)



Nifas yang lalu: Klien akan mengatakan ada tidaknya keluhan pada saat nifas seperti late HPP atau infeksi pada masa nifas.



6. Riwayat Kesehatan a. Riwayat kesehatan terdahulu dan sekarang Riwayat penyakit lalu dan sekarang ini dapat kita gunakan untuk memberikan peringatan terhadap adanya penyulit saat kehamilan dan persalinan (Sulistyawati 2009), yang perlu dikaji adalah apakah klien memiliki riwayat tekanan darah tinggi. Karena risiko preeklampsia meningkat pada riwayat hipertensi yang pernah diderita klien. Selain itu dikaji apakah klien memiliki penyakit berat misal asma kronis, penyakit jantung ataupun diabetes melitus karena riwayat penyakit berat akan memperburuk prognosis kehamilan normal (Prawirohardjo, 2011). b. Riwayat kesehatan keluarga Kemungkinan adanya penyakit genetik yang diderita ibu yang dapat ditularkan atau diturunkan sehingga dapat memperburuk kondisi ibu. Data ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya pengaruh penyakit keluarga terhadap gangguan kesehatan pasien dan bayinya, yaitu apabila ada penyakit keluarga yang menyertainya. 7. Pola kebiasaan sehari-hari



Pola kebiasaan sehari-hari yang dikaji meliputi: a) Pola Nutrisi Perlu dikaji untuk mengetahui pola makan ibu supaya kita mendapatkan gambaran bagaimana klien dalam mencukupi asupan gizinya secara kualitas dan kuantitas (Muslihatun, 2009). b) Pola istirahat Dikaji untuk mengetahui berapa jam ibu tidur malam, berapa jam ibu istirahat dan tidur siang (Saifuddin, 2006). c) Pola Seksualitas Untuk mengetahui kebiasaan hubungan seksual klien dengan suami dan adakah gangguan atau keluhan selama hubungan seksual (Sulistyawati, 2009). d) Personal Hygine Dikaji untuk mengetahui kebersihan dari klien. - Gigi harus benar-benar mendapat perawatan untuk mencegah caries gigi - Kebersihan vulva harus selalu dijaga dan dalam keadaan bersih. Setelah BAK/BAB harus selalu dikeringkan, cara cebok yang benar dari depan ke belakang. - Kebersihan kulit dilakukan dengan mandi 2x sehari. Mandi tidak hanya membersihkan kulit tetapi menyegarkan badan, karena pembuluh darah terangsang dan badan terasa nyaman. - Kebersihan pakaian. Mengganti baju, ganti celana dalam serta ganti pembalut setidaknya 2 kali sehari (Sulistyawati, 2009). e) Pola psikososial dan budaya Pola psikososial dan budaya berisi respon ibu dan keluarga terhadap kehamilannya, apakah ada psikopatologis dalam masa kehamilan, tradisi yang mempengaruhi kehamilan (mitos) dan status emosional. Data ini penting digunakan untuk menentukan asuhan kebidanan yang akan diberikan. B. Data Obyektif Data objektif adalah data yang dapat diobservasi dan diukur. Informasi tersebut biasanya diperolah melalui pengamatan pancaindera (senses), yaitu 2S (sight, smell) dan HT (hearing, touch atau taste) selama pemeriksaan fisik. Contoh data objektif adalah frekuensi pernafasan, tekanan darah, edema dan berat badan.



1. Pemeriksaan umum Keadaan umum: untuk mengetahui keadaan umum ibu saat dating. (1) Baik, maka akan ditemukan bahwa pasien koorperatif, gerakannya terarah. (2) Sedang, maka pasien merasa tegang dan sedikit cemas (3) Buruk, akan ditemukan kondisi yang tidak koorperatif, bingung, gerakan tidak terarah, gemetar, dan merasa sangat cemas (Nursalam, 2009). Kesadaran: untuk mengetahui tingkat kesadaran ibu. (1) Composmentis adalah sadar sepenuhnya, baik terhadap dirinya maupun lingkungannya. Pasien dapat menjawab pertanyaan pemeriksa dengan baik. (2) Somnolen adalah keadaan mengantuk yang masih dapat pulih bila dirangsang, tapi bila rangsangan berhenti pasien akan tertidur kembali. (3) Apatis adalah pasien tampak segan dan acuh tak acuh terhadap lingkungannya. (4)



Koma adalah penurunan kesadaran yang sangat dalam, tidak ada gerakan spontan



dan tidak ada respon terhadap rangsangan nyeri. Tekanan darah : untuk mengetahui faktor risiko hipertensi dan hipotensi. tekanan darah pada orang normal rata – rata 120/80 mmHg dengan diastole  maksimal 140 mmHg dan sistole maksimal 90 mmHg (Varney, 2007). : normalnya 36,5 – 37,50C,



Suhu



¿ 380C dianggap tidak normal dan ada



tanda infeksi. Nadi



: normal 60 – 100x/menit.



Pernafasan



: normal 16 – 24x/menit.



2. Pemeriksaan fisik Tujuan pemeriksaan fisik adalah untuk menilai kondisi kesehatan klien serta tingkat kenyamanan fisik klien. Informasi dari hasil pemeriksaan fisik dan anamnesis diolah untuk membuat keputusan klinik, menegakkan diagnosis dan mengembangkan rencana asuhan atau perawatan yang paling sesuai dengan kondisi klien. a. Kepala - Wajah: pucat/tidak, oedem palpebra dan pipi, terdapat kloasma gravidarum atau tidak - Mata: simetris, konjungtiva anemis atau tidak, pergerakan bola mata simetris.



b. Abdomen -



Inspeksi: bentuk pembesaran perut, kondisi perut tegang atau bagaimana.



-



Palpasi 1) Leopold 1: melakukan pengukuran TFU apakah untuk menentukan usia kehamilan, menentukan bagian yang terletak pada fundus. 2) Leopold 2: menentukan bagian apa yang terdapat pada bagian kanan dan kiri perut ibu. 3) Leopold 3: menentukan bagian apa yang terdapat pada bagian bawah, menentukan apakah bagian bawah janin sudah atau belum masuk pintu atas panggul. 4) Leopold 4: menentukan bagian apa yang terdapat pada bagian terbawah ke dalam rongga panggul.



-



Auskultasi: untuk menentukan hamil atau tidak, anak hidup atau tidak dengan mendengarkan detak jantung janin. DJJ normal 120-160x/menit, kekuatan normal kuat atau lemah, frekuensi teratur atau tidak.



c. Vagina Inspekulo untuk mengetahui darah yang keluar berasal dari OUI atau bukan asalnya. d. Ekstremitas (Kaki/tangan) -



Tangan: memeriksa kuku apakah kuku jari pucat atau tidak untuk melihat adanya tanda-tanda anemis atau tidak, ada tidaknya edema untuk mengurangi resiko lebih lanjut yang terjadi.



-



Kaki: memeriksa terdapat edema atau tidak, kuku jari apakah terdapat tanda anemis atau tidak.



3.2 Interpretasi Data Dasar Pada langkah ini dilakukan identifikasi erhadap diagnosa, masalah, dan kebutuhan pasien berdasarkan interpretasi yang benar dan sesuai dengan diagnosa atau masalah yang telah ditemukan. 1. Diagnosa Kebidanan



Diagnosa yang ditegakkan dalam lingkup praktek kebidanan dan memenuhi standar nomenklatur diagnosa kebidanan berdasarkan data hasil pengkajian. Diagnosa: G…P... Ab… UK …. minggu janin tunggal/kembar, hidup/mati, intrauterin 2. Masalah Masaah adalah hal-hal yang berkaitan dengan pengalaman klien yang ditemukan dari hasil pengkajian yang menyertai diagnosa. 3. Kebutuhan Kebutuhan adalah hal-hal yang dibutuhkan oleh pasien dan belum terindikasi dalam diagnosa dan masalah yang didapatkan dengan melakukan analisa data. 3.3 Identifikasi Diagnosa dan Masalah Potensial Diagnosa potensial ditegakkan berdasarkan diagnosa atau masalah yang telah diidentifikasi (Varney, 2007). Pada langkah ini bidan dituntut untuk mampu mengantisipasi masalah potensial yang akan terjadi, tetapi juga merumuskan tindakan antisipasi agar masalah atau diagnosis potensial tidak terjadi. Bidan diharapkan waspada dan bersiap-siap mencegah diagnosis/masalah potensial ini benar-benar terjadi. Langkah ini penting sekali dalam melakukan asuhan yang aman (Salmah et al., 2006). 3.4 Identifikasi Kebutuhan Segera, Kolaborasi, dan Rujukan Antisipasi yang bisa dilakukan bidan adalah dengan mengobservasi keadaan umum dan vital sign. Pada langkah ini bidan menetapkan kebutuhan terhadap tindakan segera, melakukan konsultasi, kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain berdasarkan kondisi klien. Pada langkah ini, mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter dan untuk dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan yang lain sesuai dengan kondisi klien. 3.5 Intervensi/Perencanaan Asuhan Langkah ini ditentukan dari hasil kajian pada langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan manajemen terhadap masalah atau diagnosa yang telah diidentifikasi atau diantisipasi. Rencana harus mencakup setiap hal yang berkaitan dengan semua aspek kesehatan dan disetujui oleh kedua belah pihak bidan dan klien (Varney, 2007).



Tujuan: Memberikan asuhan yang sesuai pada kasus tersebut Kriteria Hasil: Berhentinya perdarahan yang dialami, ibu dan janin dalam keadaan stabil Perencanaan: 1. Menjelaskan kondisi pasien dan janin berdasarkan hasil pemeriksaan R/ Dengan menjelaskan hasil pemeriksaan diharapkan pasien dapat mengerti tentang kondisinya saat ini dan dapat mempersiapkan diri terhadap risiko yang mungkin terjadi. 2. Minta persetujuan (informed consent) sebelum dilakukan tindakan. R/ Dengan meminta tanda tangan persetujuan klien apabila dikemudian hari terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dapat dicegah dengan melihat inform consent. 3. Memberikan stabilisasi kepada pasien berupa pemasangan infus RL untuk mengurangi perdarahan dan dilakukan pemasangan O2 R/ Keluarga menyetujui tindakan yang dilakukan nakes. 4. Memberikan konseling kepada keluarga terkait kondisi ibu dan bayi jika memang tidak memungkinkan maka perlu dilakukan terminasi. R/ Dengan memberitahukan kepada keluarga dapat mengetahui kondisi fisiknya dan dapat memahami penatalaksanaan yang akan dilakukan bila terdapat indikasi kehamilan berisiko. 5. Menyiapkan rujukan apabila terjadi kegawat daruratan R/ Dengan memberitahukan kepada keluarga apabila terjadi kegawat daruratan. 3.6 Implementasi Pelaksanaan dapat dilakukan seluruhnya oleh bidan atau bersama–sama dengan klien atau anggota tim kesehatan. Bila tindakan dilakukan oleh dokter atau tim kesehatan lain, bidan tetap memegang tanggung jawab untuk mengarahkan kesinambungan asuhan berikutnya (Varney, 2007). 3.7 Evaluasi Menurut Varney (2007) evaluasi merupakan tindakan pengukuran keberhasilan dalam melaksanakan tindakan dan untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan tindakan yang dilakukan apakah sesuai kriteria hasil yang ditetapkan dan apakah perlu untuk melakukan asuhan lanjutan atau tidak. Evaluasi yang ingin dicapai pada ibu hamil, yaitu: Pasien



mengetahui kondisi ibu dan bayi dalam keadaan dapat dipertahaankan bagaimana terhadap asuhan yang sudah diberikan dalam mencegah komplikasi.



DAFTAR PUSTAKA



World Health Organization (2016). Maternal Mortality. (Diunduh 12 Februari 2018). Maulidan FA, Daud SR, Rahadiyanto KY. 2013. Karakteristik Plasenta Previa Data Rekam Medik pada Ibu Melahirkan di RSUD Palembang Bari 2013; Sep 4(1): 48-56. Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Kebidanan. Jakarta: KDT; 2014. Trianingsih Indah, Mardhiyah Dian, Duarsa AB. Faktor-faktor yang berpengaruh pada timbulnya kejadian plasecenta previa. Jurnal kedokteran yarsi. 23(2): 103-13 (2015). Masruroh. Buku Ajar Kegawatdaruratan Maternal & Neonatal. Yogyakarta: Parama Publishing; 2016. Abduljabbar, et al. (2016). Placenta Previa. Saudi Medical Journal, 37(7) Abdulrahman, et al. 2017. Management of Placenta Previa During Pregnancy. The Egyptian Journal of Hospital Medicine. Vol.68 (3), Page 1549-1553. Amirah. 2010. Hubungan Antara Paritas Ibu Dengan Kejadian Plasenta Previa Di Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta Bakker R. Placenta previa. Medscape. 2018. Manuaba, Ida Bagus Gde. 2008. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC. Masriroh. Keperawatan Obstetri dan Ginekologi. Yogyakarta: Imperium, 2013 Muslihatun. 2009. Dokumentasi Kebidanan. Yogyakarta: Fitramaya. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 97 Tahun 2014 Tentang Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil, Masa Hamil, Persalinan, Dan Masa Sesudah Melahirkan, Penyelenggaraan Pelayanan Kontrasepsi, Serta Pelayanan Kesehatan Seksual



Prawirohardjo, S. 2011. Buku panduan praktis pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Jakarta: Tiga Putera Begawan. Prawirohardjo, Sarwono. 2014. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Sulistyawati, Ari. 2009. Asuhan Kebidanan pada Masa Kehamilan. Jakarta: Salemba Medika Varney, H. 2007. Asuhan Kebidanan (Varney’s Midwifery). Edisi 4. Jakarta: EGC. Wiknjosastro. 2009. Buku panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Bina Pustaka.