Askeb Radang - Panggul Edit [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH



ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU DENGAN “PELVIC INFLAMMATORY DISEASE” Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Kesehatan Perempuan dan Perencanaan Keluarga Dosen pengampu: Lailia Fatkul Janah, S.SiT, MKM



Disusun oleh : AI SUWARTI 029B.A16.002



PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEBIDANAN POLTEKES YAPKESBI SUKABUMI 2018



KATA PENGANTAR Alhamdulillahi Robbil ‘Alamin, Segala puji bagi Allah SWT Tuhan Semesta Alam. Atas segala karunia nikmatNya sehingga saya dapat menyusun makalah ini dengan sebaik-baiknya. Makalah yang berjudul “Asuhan Kebidanan Pada Ibu dengan Pelvic Inflammatory Disease” disusun dalam rangka memenuhi salah satu tugas mata kuliah Kesehatan Perempuan dan Perencanaan Keluarga. Saya mengucapkan terima kasih kepada semua yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini, terutama kepada Lailia Fatkul Janah, S.SiT, MKM selaku dosen pengampu. Meski telah disusun secara maksimal, namun penulis sebagai manusia biasa menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Saya berharap makalah ini dapat berguna dan dapat dipergunakan sebagaimana mestinya. Saya sebagai Penulis mengharapkan kritik dan saran untuk kemajuan di masa-masa mendatang. Atas perhatiannya penyusun ucapkan terima kasih.



Sukabumi, April 2018



Penyusun



ii



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ...................................................................................ii DAFTAR ISI ..................................................................................................iii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang......................................................................................1 B. Rumusan Masalah.................................................................................2 C. Tujuan ..................................................................................................3 D. Manfaat.................................................................................................3 BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Pelvic Inflamatory Diseases...............................................4 B. Etiologi.................................................................................................9 C. Patofisiologi .........................................................................................10 D. Faktor-faktor predisposisi penyakit radang panggul............................11 E. Tanda dan gejala...................................................................................11 F. Diagnosis PID.......................................................................................12 G. Penanganan ..........................................................................................12 H. Pencegahan ..........................................................................................14 I. Komplikasi BAB III TINJAUAN KASUS........................................................................15 BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan...........................................................................................20 DAFTAR PUSTAKA......................................................................................21



iii



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit radang panggul adalah infeksi saluran reproduksi bagian atas. Penyakit tersebut dapat mempengaruhi endometrium (selaput dalam rahim), saluran tuba, indung telur,miometrium (otot rahim), parametrium dan rongga panggul. Penyakit radang panggul merupakan komplikasi umum dari Penyakit Menular Seksual (PMS). Saat ini hampir 1 juta wanita mengalami penyakit radang panggul yang merupakan infeksi serius pada wanita berusia antara 1625 tahun. Lebih buruk lagi, dari 4 wanita yang menderita penyakit ini, 1 wanita akan mengalami komplikasi seperti nyeri perut kronik,infertilitas (gangguan kesuburan), atau kehamilan abnormal.Terdapat peningkatan jumlah penyakit ini dalam 2-3 dekade terakhir berkaitan dengan beberapa faktor, termasuk diantaranya adalah peningkatan jumlah PMS dan penggunaan kontrasepsi seperti spiral. 15% kasus penyakit ini terjadi setelah tindakan operasi seperti biopsi endometrium, kuret, histeroskopi, dan pemasangan IUD (spiral). 85% kasus terjadi secara spontan pada wanita usia reproduktif yang seksual aktif. Satu dari 7 wanita Amerika telah menjalani perawatan karena infeksi ini dan kurang lebih satu juta kasus baru terjadi setiap tahun, demikian menurut Gay Benrubi, M.D., profesor pada Division of Gynegology Oncology, University of Florida di Jacksonville. Penyakit radang panggul menjadi perhatian utama karena dapat menyebabkan kecacatan reproduksi jangka panjang, termasuk infertilitas, kehamilan ektopik, dan nyeri panggul kronis. Setelah pengenalan laparoskopi pada tahun 1960, penelitian tentang penyakit radang panggul menjamur hingga 1970-an, 1980-an, dan 1990-an, menyebabkan terobosan besar dalam memahami penyebab mikroba penyakit dan hubungannya dengan cacat reproduksi, serta memungkinkan standarisasi pengobatan antimikroba. Menurut perkiraan nasional, pada tahun 2001 lebih dari 750.000 kasus



penyakit radang panggul terjadi di Amerika Serikat. Selama dua dekade terakhir, tingkat dan keparahan penyakit radang panggul telah menurun di Amerika Utara dan Eropa Barat. Penurunan ini terjadi dalam hubungan dengan upaya kesehatan masyarakat untuk mengontrol Chlamydia trachomatis dan infeksi Neisseria gonorrhoeae. Meskipun ada kemajuan, namun penyakit radang panggul tetap masalah karena hasil reproduksi antara pasien yang diobati masih suboptimal, subklinis penyakit radang panggul tetap kurang terkontrol, dan program yang ditujukan untuk pencegahan penyakit radang panggul yang tidak layak di banyak negara berkembang. Lebih dari 50% riwayat PID yang didiagnosis di Inggris dirawat di perawatan primer, sisanya sedang dirawat di klinik infeksi menular seksual (IMS) atau rumah sakit. Tidak mudah untuk menegakkan diagnosa PID, sebagai kasus PID yang relatif tinggi tidak terdiagnosis karena berbagai manifestasi klinis dan kesulitan dalam membuat diagnosis. Namun, sebuah studi cross-sectional menemukan bahwa sementara 66% kasus TFI (tubal factor infertility) melaporkan tidak ada diagnosis PID sebelumnya, hanya 11% yang melaporkan tidak pernah memiliki gejala klinis ;menunjukkan bahwa sementara sebagian besar PID yang menyebabkan TFI tidak terdiagnosis biasanya tidak sepenuhnya asimtomatik. B. Rumusan Masalah 1. apa pengertian Pelvic Inflammatory Deasease? 2. bagaimana etiologi Pelvic Inflammatory Deasease? 3. Bagaimana patofisiologi Pelvic Inflammatory Deasease? 4. apa saja faktor predisposisi Pelvic Inflammatory Deasease? 5. Apa saja tanda dan gejala Pelvic Inflammatory Deasease? 6. Bagaimana Diagnosis pada Pelvic Inflammatory Deasease? 7. Bagaimana penanganan pada Pelvic Inflammatory Deasease? 8. Bagaimana pencegahan pada Pelvic Inflammatory Deasease? 9. Apa saja komplikasi dari Pelvic Inflammatory Deasease?



2



C. Tujuan 1. Mengetahui pengertian Pelvic Inflammatory Deasease 2. Mengetahui penyebab terjadinya Pelvic Inflammatory Deasease 3. Mengetahui patofisiologi pelvic inflammatory disease 4. Mengetahui faktor predisposisi pelvic inflammatory disease 5. Mengetahui tanda dan gejala Pelvic Inflammatory Deasease? 6. Mengetahui Diagnosis pada Pelvic Inflammatory Deasease? 7. Mengetahui penanganan pada Pelvic Inflammatory Deasease? 8. Mengetahui pencegahan pada Pelvic Inflammatory Deasease? 9. Mengetahui komplikasi dari Pelvic Inflammatory Deasease? D. Manfaat 1. Dapat memperdalam pengetahuan tentang penyakit radang panggul (Pelvic Inflammatory Deasease. 2. Keilmuan sebagai sumber informasi dan referensi yang berkaitan dengan penyakit radang panggul (Pelvic Inflammatory Deasease). Sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan kepustakaan dalam pengembangan ilmu pengetahuan tentang promosi kesehatan khususnya tentang penyakit radang panggul (Pelvic Inflammatory Deasease.



3



BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Pelvic Inflamatory Diseases Pelvic inflamatory diseases adalah suatu kumpulan radang pada saluran genital bagian atas oleh berbagai organisme, yang dapat menyerang endometrium,



tuba



fallopi,



ovarium



maupun



miometrium



secara



perkontinuitstum maupun secara hematogen ataupun sebagai akibat hubungan seksual. (Yani,2009;h.45) penyakit radang panggul (PID: Pelvic inflamatory disease) adalag infeksi pada alat genital atas. Proses penyakitnya dapat meliputi endometrium, tubafalopi, ovarium, miometrium, parametria dan peritonium panggul. PID adalah infeksi yang paling penting dan merupakan komplikasi infeksi menular seksual yang paling biasa. (Sarwono,2011;h.227) Penyakit radang panggul dari gangguan radang panggul (PID) adalah infeksi dari bagian atas sistem reproduksi wanita yaitu rahim, tabung, ovarium, dan panggul. Ini mungkin termasuk kombinasi endometritis, salpingitis, abses tubo-ovarium, dan peritonitis pelvis. PID akut dapat menyebabkan sekuel reproduksi yang merugikan seperti nyeri panggul kronis, infertilitas, dan kehamilan ektopik. Sekitar 40% diagnosis



PID



bersifat



simptomatis;



10-20%



dari



kasus-kasus



ini



mengakibatkan infertilitas atau kehamilan ektopik. PID akut dapat terjadi akibat infeksi bakteri yang tidak diobati; Chla- mydia trachomatis (CT) dan Neisseria gonorrhoeae (GC) sering diidentifikasi.CT dan GC adalah 2 penyakit yang dilaporkan paling sering dilaporkan di Amerika Serikat; skrining perempuan berisiko untuk infeksi menular seksual (IMS) ini dapat membantu mengurangi risiko PID. Menurut Yani (2009;h.45-50) Bentuk-bentuk PID yaitu: 1. Endometritis Endometritis adalah suatu peradangan pada endometrium yang biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri pada jaringan.



4



a. Endometritis paling sering ditemukan terutama: 1) Setelah seksio sesarea 2) Partus lama atau pecah ketuban yang lama b. Diagnosis banding Diagnosis banding endometritis meliputi infeksi traktur urinarius, infeksi pernafasan, septikemia, tromboflebitis pelvis dan abses pelvis. c. Penatalaksanaan pada endometritis 1) Pemberian antibiotika dan drainase yang memadai 2) Pemberian cairan intra vena dan elektrolit 3) Penggantian darah 4) Tirah baring dan analgesia 5) Tindakan bedah d. Endometritis akut Pada endometritis akut endometrium mengalami edema dan hiperemi terutama terjadi pada post partum dan podt abortus. e. Penyebab: 1) Infeksi gonorhoe dan infeksi pada abortus dan partus 2) Tindakan yang dilakukan didalam uterus seperti pemasangan IUD, kuretase f. Gejala-gejala : 1) Demam 2) Lochea berbau 3) Lochea lama berdarah bahkan metrorhagia 4) Tidak menimbulkan nyeri jika radang tidak menjalar ke parametrium atau perimetrium g. Penatalaksanaan: dalam pengobatan endometritis akut yang paling penting adalah berusaha



mencegah



agar



pengobatannya adalah : 1) Uterotonik 2) Istirahat, letak fowler



5



infeksi



tidak



menjalar.



Adapun



3) antibiotiks h. Endometritis kronika Endometritis kronika tidak sering ditemukan. Pada pemeriksaan microskopik ditemukan banyak sel-sel plasma dan limfosit. i. Gejala-gejala klinis endimetritis kronika: 1) leukorea 2) kelainan haid seperti menorhagie dan metrorhagie Pengobatannya tergantung pada penyebabnya, endometritis kronika ditemukan : 1) Pada tuberculosis 2) Pada sisa-sisa abortus atau partus yang tertinggal 3) Terdapat corpus alineum di cavum uteri 4) Pada polip uterus dengan infeksi 5) Pada tumor ganas uterus 6) Pada salpingo ooforitis dan selulitis pelvic 2. Myometritis Biasanya tidak berdiri sendiri tetapi lanjutan dari endrometritis, maka gejala-gejala dan terapinya sama dengan endrometritis. Diagnosa hanya dapat dibuat secara patologi anatomis. 3. Parametritis (celulit pelvica) Parametritis yaitu radang dari jaringan longgar didalam ligament latum. Radang ini biasanya unilateral. -



Diagnose banding adnexitis lebih tinggi dan tidak sampai kedinding panggul biasanya bilateral.



-



Etiologi parametritis dapat terjadi: a. Dari endometritis dengan 3 cara 1. Percontinuitatum: endometritis, metritis, paraetritis 2. Lymphogen 3. Haematogen: phlebitis, periphelbitis, parametritis.



6



b. Dari robekan servik Perforasi uterus oleh alat-alat (sonde, kuret, IUD). -



Gejala: a. Suhu tinggi dengan demam menggigil b. Nyeri unilateral tanpa gejala rangsangan peritoneum, seperti muntah, derense dll. Terapi antibiotic.



4. Salpingitis akut -



Diagnose banding: kehamilan ektopik, tidak ada demam, KED tidak tinggi, dan leokosite tidak seberapa. Jika tes kehamilan positif, maka adneksitis dapat dikesampingkan, tetapi jika negative keduanya mungkin. Appendicitis tempat nyeri tekan lebih tinggi (Mc burney). Salpingitis menjalar ke ovarium hingga terjadi oophoritis. Salpingitis dan oophoritis diberi nama adnexitis.



-



Etiologi paling sering disebabkan oleh gonococcus, disamping itu oleh staphylococcus, streptococcus dan bactery tbc. Infeksi dapat terjadi sebagai berikut: a. Naik dari kavum uteri b. Menjalar dari alat yang berdekatan seperti dari appendiks yang meradang c. Haematogen terutama salpingitis tuberculosa. Salpingitis biasanya bilateral.



-



Gejala: a. Demam tinggi dengan menggigil b. Nyeri perut kanan kiri bawah, terutama jika ditekan c. Defense kanan dan kiri atas ligament pourpart d. Mual dan muntah ada gejala abdomen akut karena terjadi rangsangan peritoneum e. Terkadang ada tendensi pada anus karena proses dekat pada rectum dan sigmoid



7



f. Pada periksa dalam, nyeri jika portio digoyangkan, nyeri kiri dan kanan dari uterus terkadang ada penebalan dari tuba. 5. Pelvioperitonitis (Perimetritis) Biasanya terjadi sebagai lanjutan dari salpingoophoritis. Kadang – kadang terjadi dari endometritis. -



Etiologi : a. GO b. Sepsis ( Post partum dan post abortus ) c. Dari appendicitis. Pelvioperitonitis dapat menimbulkan perlekatan-perlekatan dari alat-alat dalam rongga panggul dengan akibat perasaan nyeri atau ileus. Dapat dibedakan menjadi 2 bentuk: a. Bentuk yang menimbulkan perlekatan-perlekatan tanpa pembuatan nanah. b. Bentuk dengan pembentukan nanah yang menimbulkan douglas abses.



6. Pelvioperitonitis akut -



Gejala : Nyeri diperut bagian bawah.



-



Diagnosa : Pada periksa dalam teraba infiltrat dalam cavum douglasi, tapi kadang-kadang hanya ada penebalan lipatan cavum douglasi yang teraba sebagai piggir yang keras. Sebagai akibat pelveoperitonitis dapat terjadi douglas abces. Douglas abcas ini dapat pecah ke dalam rectum atau ke dalam fornix posterior vaginae. Douglas abses dapat terjadi karena : a. Nanah yang keluar dari salpingitis purulenta. b. Pyosalping yang pecah. c. Haematocele retrouterina yang terinfeksi. d. Abses ovarium yang pecah. e. Dari abses appendiculer.



8



f. Pelveoperitonitis purulenta. g. Perforasi usus pada typus abdominalis ( terutama dinegara yang sedang berkembang). -



Gejala a. Demam intermitens, pasien menggigil b. Tanesmi ad anum.



-



Diagnosa : a. Pada periksa dalam teraba masa yang kenyal yang berfluktuasi dalam cavum douglasi dan nyeri tekan. b. KED tinggi dan gambaran darah toksis.



-



Diagnosa banding : a. Haematocele retroutenia : terjadi lambat laun dan setelah beberapa lama menjadi keras. b. Tumor tumor retrouterin: biasanya batas batasanya jelas, kadang kadang dapat digerakkan. c. Abses dalam parametrium: terletak dalam ligamen sakro uterinum



-



Terapi : a. Antibiotik bordspecrtum b. Istirahat dalam letak flower c. Opiat untuk mengurangi rasa nyeri d. Infus untuk mempertahankan galance elektrolit e. Dekompresi dengan Abott Miller Tube Pada douglas abses dilakukan kolpotomia posterior , kalau setelah



kolpotomi tidak segera ada perbaikan harus dicari sebab-sebab ekstra genital, misal perforasi usus karena typus abdominalis B. Etiologi PID adalah sindrom klinis yang terkait dengan peradangan saluran genital atas yang disebabkan oleh penyebaran mikro-organisme dari bawah ke saluran kelamin bagian atas. PID dapat disebabkan oleh mycoplasme genital, flora vagina endogem (bakteri anaerobik dan aerobik), aerobic streptococci,



9



Mycobacterium tuberculosis, dan infeksi menular seksual (IMS) seperti C trachomatis atau Neisseria Gonorrhoeae. Hubungan antara PID dan vaginosis bakterial juga telah ditunjukkan dengan tidak adanya C trachomatis dan N gonorrhoeae. C. Patofisiologi Sebagian besar kasus PID diduga terjadi dalam 2 tahap. Tahap pertama adalah akuisisi infeksi vagina atau serviks. Infeksi ini sering ditularkan secara seksual dan mungkin asimtomatik. Tahap kedua adalah pendakian langsung mikroorganisme dari vagina atau leher rahim ke saluran genital bagian atas, dengan infeksi dan peradangan struktur ini. Mekanisme di mana mikroorganisme naik dari saluran genital bawah tidak jelas. Studi menunjukkan bahwa banyak faktor mungkin terlibat. Meskipun lendir serviks memberikan penghalang fungsional terhadap penyebaran ke atas, efektivitas penghalang ini dapat dikurangi oleh peradangan vagina dan oleh perubahan hormonal yang terjadi selama ovulasi dan menstruasi. Selain itu, pengobatan antibiotik infeksi menular seksual dapat mengganggu keseimbangan flora endogen di saluran genital bawah, menyebabkan organisme yang biasanya tidak patogen untuk tumbuh dan naik. Pembukaan serviks selama menstruasi, bersama dengan aliran menstruasi retrograde, juga dapat memfasilitasi pendakian mikroorganisme. Hubungan seksual dapat berkontribusi pada pendakian infeksi melalui kontraksi uterus ritmis yang terjadi selama orgasme. Bakteri juga dapat dibawa bersama dengan sperma ke dalam rahim dan saluran telur. Di saluran atas, sejumlah faktor mikroba dan inang tampaknya mempengaruhi tingkat peradangan yang terjadi dan, dengan demikian, jumlah jaringan parut berikutnya yang berkembang. Infeksi tuba fallopi pada awalnya mempengaruhi mukosa, tetapi peradangan bisa cepat menjadi transmural. Peradangan ini, yang tampaknya dimediasi oleh komplemen, dapat meningkatkan intensitas dengan infeksi berikutnya.



10



Peradangan dapat meluas ke struktur parametrium yang tidak terinfeksi, termasuk usus. Infeksi dapat meluas melalui tumpahan bahan purulen dari tuba fallopii atau melalui penyebaran limfatik di luar panggul untuk menghasilkan peritonitis akut dan perihepatitis akut (sindrom Fitz-Hugh − Curtis). D. Faktor-faktor predisposisi penyakit radang panggul Menurut Yani (2009;h.45) faktor predisposisi radang panggul yaitu : 1. Wanita tanpa perlindungan kontrasepsi (kondom) dengan seksual aktif apalagi multi partner 2. Pemakaian IUD yang terlalu lama 3. Berbagai tindakan medis intra uterin E. Tanda dan gejala Gejala biasanya muncul segera setelah siklus menstruasi. Penderita merasakan nyeri pada perut bagian bawah yang semakin memburuk dan disertai oleh mual dan muntah. Biasanya infeksi akan menyumbat tuba fallopi. Tuba yang tersumbat bisa membengkak dan terisi cairan. Sebagai akibatnya bisa terjadi nyeri menahun, perdarahan menstruasi yang tidak teratur dan kemandulan. Infeksi menyebar ke struktur di sekitarnya, menyebabkan terbentuknya jaringan parut dan perlengketan fibrosa yang abnormal dan diantara organorgan perut serta menyebabkn nyeri menahun. Di dalam tuba, ovarium maupun panggul bisa terbentuk abses (penimbunan nanah). Jika abses pecah dan nanah masuk ke rongga panggul, gejalanya segera memburuk dan penderita bisa mengalami syok. Lebih jauh lagi bisa terjadi penyebaran infeksi kedalam darah sehingga terjadi sepsis. (Nugroho & Utama, 2014) 1. Gejala lainnya yang mungkin ditemukan pada PID: Keluar cairan dari vagina dengan warna, konsistensi dan bau yang abnormal. 2. Demam



11



3. Perdarahan menstruasi yang tidak teratur atau spotting (bercak-bercak kemerahan di celana dalam) 4. Kram Karena menstruasi 5. Nyeri ketika melakukan hubungan seksual 6. Perdarahan setelah melakukan hubungan seksual 7. Nyeri punggung bagian bawah 8. Kelelahan 9. Nafsu makan berkurang 10. Sering berkemih 11. Nyeri ketika berkemih (Nugroho & Utama, 2014) F. Diagnosis PID Diagnosis PID akut terutama didasarkan pada temuan historis dan klinis. Manifestasi klinis dari PID sangat bervariasi, namun: banyak pasien mengeluarkan sedikit atau tidak ada gejala, sedangkan yang lain memiliki penyakit akut yang serius. Dilakukan pemeriksaan panggul dan perabaan perut. Pemeriksaan lainnya yang biasa dilakukan: 1. Pemeriksaan darah lengkap 2. Pemeriksaan cairan dari serviks 3. Kuldosintesis 4. Laparoskopi 5. USG panggul G. Penanganan Terapi PID harus ditunjukan untuk mencegah kerusakan tuba yang menyebabkan infertilitas dan kehamilan ektopik, serta pencegahan infeksi kronik. Banyak pasien yang berhasil diterapi dengan rawat jalan dan terapi rawat jalan dini harus menjadi pendekatan terapeutik permulan. Pemilihan antibiotika harus ditunjukan pada organisme etiologic utama ( N. gonorrhea atau C. trahomatis) tetapi juga harus mengarah pada sifat polimikrobial PID.



12



Untuk pasien denagn PID ringan atau sedang terapi oral dan parenteral mempunyai daya guna yang sama. Sebagian besar klinisi menganjurkan terapi parenteral paling tidak selama 48 jam kemudian dilanjutkan dengan terapi oral 24 jam setelah ada perbaikan klinis. 1. Terapi Parenteral a. Rekomendasi terapi parenteral A -



Sefotetan 2 g intravena setiap 12 jam atau



-



Sefoksitin 2 g intravena setiap 6 jam ditambah



-



Doksisiklin 100 mg oral atau parental setiap 12 jam



b. Rekomendasi terapi parenteral B -



Klindamisin 900 mg setiap 8 jam ditambah



-



Gentamisin dosis muatan intravena atau intramuskuler (2 mg/kg berat badan) diikuti dengan dosis pemeliharaan (1,5 mg/kg berat badan) setiap 8 jam. Dapat digantikan dengan dosis tunggal harian.



c. Terapi parenteral alternatif



Tiga terapi alternatif telah dicoba dan mereka mempunyai cakupan spektrum yang luas. -



Levofloksasin 500 mg intravena 1x sehari dengan atau tanpa metronidazol 500 mg intravena setiap 8 jam atau.



-



Ofloksasin 400 mg intravena setiap 12 jam dengan atau tanpa metronidazol



500



mg



intravena



setiap



8



jam.



3) Ampisilin/sulbaktam 3 g intravena setiap 6 jam ditambah doksisiklin 100 mg oral atau intravena setiap 12 jam. 2. Terapi Oral Terapi oral dapat dipertimbangkan untuk penderita PID ringan atau sedang karena kesudahan klinisnya sama dengan terapi parenteral. Pasien yang mendapat terapi oral dan tidak menunjukkan perbaikan setelah 72 jam harus dire-evaluasi untuk memastikan diagnosanya dan diberikan terapi parenteral baik dengan rawat jalan maupun inap.



13



a. Rekomendasi terapi A -



Levofloksasin 500 mg oral 1x setiap hari selama 14 hari atau doksisiklin 400 mg 2x sehari selama 14 hari, dengan atau tanpa



-



Metronidazol 500 mg oral 2x sehari selama 14 hari.



b. Rekomendasi terapi B -



Seftriaxon 250 mg intramuskuler dosis tunggal ditambah doksisiklin oral 2x sehari selama 14 hari dengan atau tanpa metronidazol 500 mg oral 2x sehari selama 14 hari, atau



-



Sefoksitin 2 g intramuskuler dosis tunggal dan probenesid ditambah doksisiklin oral 2x sehari selama 14 hari dengan atau tanpa metronidazol 500 mg oral 2x sehari selama 14 hari, atau



-



Sefalosporin generasi ketiga (misal seftizoksin atau sefotaksim) ditambah doksisiklin oral 2x sehari selama 14 hari dengan atau tanpa metronidazol 500 mg oral 2x sehari selama 14 hari. (Sarwono.2011;h.230)



H. Pencegahan a. Menghindari seks bebas, setia pada 1 pasangan b. Menggunakan alat kontrasepsi (kondom) c. Tidak melakukan hubungan seksual sampai terapi selesai d. Setiap wanita yang menderita STDs sebaiknya mengajak pasangannya untuk melakukan pemeriksaan ke dokter. I. Komplikasi a. Abses tubo ovarii dan peritonitis panggul untuk komplikasi utama. nyeri perut bagian bawah akut dan demam. b. Nyeri kuadran kanan atas berhubungan dengan perihepatitis (sindrom Fitz-Hugh-Curtis) dapat terjadi dan mungkin merupakan gejala yang dominan. c. Pada kehamilan, PID jarang terjadi tetapi telah dikaitkan dengan peningkatan baik morbiditas ibu dan janin.



14



BAB III TINJAUAN KASUS ASUHAN KEBIDANAN Pada Ny “R“ usia 23 tahun dengan PID Di BPM Bd. Sri Haryani Pengkajian oleh



: Bidan Sri Haryani



Tanggal/Pukul



: 21 Maret 2018/09:00 wib



A. DATA SUBJEKTIF 1. Identitas / data Nama



: Ny. ”R”



Nama Suami: Tn”M”.



Agama



: Islam



Agama



: Islam



Pendidikan



: SMA



Pendidikan



: SMA



Pekerjaan



: IRT



Pekerjaan



Usia



: 23 tahun



Usia



: 25 tahun



Alamat



: Cireunghas



Alamat



: Cireunghas



Suku bangsa



: Sunda



Suku bangsa



: Sunda



: Buruh



2. Keluhan utama Ibu mengatakan mengatakan bahwa setelah menstruasi perut ibu nyeri dan disertai mual muntah lemas, pusing, dan nyeri punggung bagian bawah. 3. Riwayat menstruasi Haid pertama



: Umur 13 tahun



Siklus



: 28 hari



Banyaknya



: Hari 1-3, 3 kali ganti softek.



Hari 4-7, 2 kali ganti softek. Teratur/tidak



: Teratur.



Lamanya



: 7 hari.



Sifat darah



: Merah segar



4. Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu Suami Kehamilan ke Ke Usia Cara



Persalinan Anak Tmpt Pnlng Pnylt BB/PB JK



15



Usia



Nifas ASI Pnylt



KB



1



1



9bln Spt B BPM Bidan



_



2700/4 7



L



1thn



ya



-



5. Riwayat kehamilan ini 6. Riwayat KB Ibu mengatakan belum pernah KB. 7. Riwayat kesehatan a. Riwayat kesehatan sekarang Ibu mengatakan tidak sedang menderita penyakit menular (TBC, penyakit kuning), menurun (gula darah, jantung, darah tinggi), menahun (kusta, jantung). b. Riwayat kesehatan yang lalu Ibu mengatakan tidak pernah opname di rumah sakit atau Puskesmas, dan tidak pernah di operasi, tidak pernah menderita penyakit menahun (TBC, penyakit kuning), menurun (gula darah, jantung, darah tinggi), menahun (kusta, jantung). c. Riwayat kesehatan keluarga Ibu mengatakan, di dalam keluarganya tidak ada yang menderita penyakit menular (TBC, penyakit kuning), menurun (gula darah, jantung, darah tinggi), menahun (kusta, jantung). Dan tidak ada yang mempunyai riwayat kembar. 8. Riwayat Sosial a. Status perkawinan Istri :



Suami :



Kawin



: 1 kali



Kawin : 1 kali



Umur



: 23 tahun



Umur



: 25 tahun



Lama : 2 tahun 9. Pola kebiasaan sehari-hari



Lama



: 2 tahun



a. Nutrisi : ibu mengatakan nafsu makan berkurang akibat rasa sakit di daerah abdomen



16



tidak



b. Eliminasi : ibu mengatakan sakit saat berkemih c. Personal Hygiene : ibu mengatakan sering menggunakan pembersih kewanitaan. d. Seksual : ibu mengaku hubungan seksualnya terganggu karena merasakan nyeri saat bersenggama. B. DATA OBJEKTIF 1. Pemeriksaan umum Keadaan umum



: cukup



Kesadaran



: Composmentis



TTV



:



TD



: 120/80 mmHg



RR



Nadi



: 88 x/menit



Suhu : 37.7 OC



Berat badan



: 58 kg



Tinggi badan



: 157 cm



LILA



: 23 cm



Test kehamilan



:(-)



: 20x/menit



2. Pemeriksaan fisik a. Kepala dan wajah Kepala



: Kulit kepala bersih, warna rambut hitam,



rambut tidak rontok. Muka



: Tidak pucat. Tidak ada oedem ,



Mata



: Conjungtiva merah muda, sklera putih



Hidung



: Tidak ada pernafasan cuping hidung, bersih.



Mulut



: Bibir tidak pucat, mukosa bibir lembab, tidak



ada stomatitis, lidah bersih. Telinga



: Bersih, tidak ada serumen.



b. Leher : simetris, Terdapat pembesaran kelenjar limfe , tidak ada bendungan vena jugularis c. Dada atau payudara



17



Dada



: Tidak tampak adanya tarikan dinding dada,



Tidak terdengar wheezing Bentuk



: Simetris



Puting susu



: bersih, menonjol



Cairan



: tidak ada



d. Abdomen



: tidak ada luka bekas operasi, perut terasa nyeri



saat ditekan e. Genetalia



: Terlihat sekret, tidak oedema, tidak ada varices.



Anus



: Bersih, tidak ada haemoroid



f. Ekstremitas Tangan



: tidak ada oedema



Kaki



: tidak ada oedema



Refleks patella



: kanan/kiri +/+



3. Pemeriksaan Penunjang : a. Pemeriksaan darah : Hb turun akibat nutrisi C. ANALISA Diagnosa



: Ny. “R” usia 23 tahun dengan Pelvic Inflammatory



Disease S



: Ibu mengatakan mengatakan bahwa setelah menstruasi perut ibu



nyeri dan disertai mual muntah lemas, pusing, dan nyeri punggung bagian bawah. O



: Keadaan umum



: cukup



TTV



:



TD



: 100/60 mmHg



S



: 37,7 OC



RR



: 20 x/menit



N



: 88 x/menit



Masalah



: - Hipertermi



Rasa nyeri di bagian abdomen dan punggung bagian bawah - Gangguan gastrointestinal ( mual, muntah ) - merasa sakit saat bersenggama Identifikasi Diagnosa Masalah Potensial



18



- Syok septik ireversible Identifikasi Kebutuhan Segera - pemberian antibiotik sesuai kebutuhan - kolaborasi tim medis dan anti mual D. PENATALAKSANAAN 1. Memberitahu ibu dan suami hasil pemeriksaan yaitu : keadaan umum : cukup kesadaran



: composmentis



tekanan darah



: 100/60 mmHg



respirasi



: 20x/menit



suhu



: 37,7oC



Nadi



: 88x/menit



Ibu dan suami mengetahui hasil pemeriksaan 2. memberitahu ibu dan suami tentang PID (Pelvic Inflammatory Disease), yaitu infeksi pada alat genital atas. Proses penyakitnya dapat meliputi endometrium,



tubafalopi,



ovarium,



miometrium,



parametria



dan



peritonium panggul, ibu dan suami mengerti. 3. Memberi tahu ibu dan suami untuk tidak dulu berhubungan seksual sampai terapi selesai, ibu dan suami mengerti dan akan melakukannya 4. Memberi ibu antibiotik untuk mengurangi nyeri dan menghentikan mikroorganisme penyebab infeksi 5. elakukan kolaborasi dengan dokter 6. Rujuk ibu ke pelayanan kesehatan yang lebih memadai untuk uji laboratorium, ibu bersedia di rujuk ke Rumah Sakit



19



BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Penyakit radang Panggul adalah keadaan terjadinya infeksi pada genetalia interna, yang disebabkan berbagai mikroorganisme dapat menyerang endometrium, tuba, ovarium parametrium, dan peritoneum panggul, baik secara perkontinuinatum dan organ sekitarnya, secara homogen, ataupun akibat penularan secara hubungan seksual. Gejala biasanya muncul segera setalah siklus menstruasi. Penderita merasakan nyeri pada perut bagian bawah yang semakin memburuk dan disertai oleh mual atau muntah. Biasanya infeksi akan menyumbat tuba fallopi. Tuba yang tersumbat bisa membengkak dan terisi cairan. Sebagai akibatnya bisa terjadi nyeri menahun, perdarahan menstruasi yang tidak teratur dan kemandulan, infeksi bisa menyebar ke struktur di sekitarnya, menyebabkan terbentuknya jaringan perut dan perlengketan fibrosa yang abnormal diantara organ – organ perut serta menyebabkan nyeri menahun.



20



DAFTAR PUSTAKA Widyastuti, Yani dkk:2009. Kesehatan Reproduksi. Fitramaya: Yogyakarta Sarwono. 2011. Ilmu kandungan. Bina Pustaka Sarwono Prawihardjo: Jakarta Nugroho. T., Utama. B. I., 2014. Masalah Kesehatan Reproduksi Wanita. Yogyakarta: Nuha Medika Shepherd, Suzanne M, Pelvic Inflammatory Disease. 2017. Diunduh dari : http//emedicine.medscape.com/article/252448-print



[diperbaharui



tanggal 9 januari 2017] Kristen Kreisel, Elaine W.Flagg, MS; Elizabeth Torrone. Trends in pelvic inflammatory disease emergency department visits, United States, 2006-2013 Simms I, Stephenshon J. Pelvic inflammatory disease epidemiology: what do we know and what do we need to know? Sex Transm Infect 2000;7680-7 R.H. Beigi, H.C. Wiesenfeld / Obstet Gynecol Clin N Am 30 (2003) 777–793 Ross Jonathan, Guaschino Secondo, Marco Cusini and Jensen Jeorge. 2017 European guideline for the management of pelvic inflammatory, International



Journal



of



21



STD



&



AIDS