Penyakit Radang Panggul [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Penyakit Radang Panggul (PID) PID (pelvic inflammatory disease) atau penyakit radang panggul adalah infeksi dan radang pada saluran genitalia bagian atas (uterus, tuba falopii, ovarium, dan struktur-struktur sekitar panggul). Infeksi dan inflamasi dapat menyebar ke abdomen (peritonitis) termasuk struktur perihepatik (perihepatitis/Sindrom Fitz-Hugh–Curtis). Perempuan yang memiliki risiko tinggi terkena PID adalah perempuan muda usia reproduktif (khususnya di bawah 25 tahun) yang memiliki partner seksual lebih dari satu, melakukan hubungan seksual yang tidak aman (tidak menggunakan kontrasepsi), dan tinggal di area dengan prevalensi infeksi menular seksual (IMS) yang tinggi. Epidemiologi Penyakit Radang Panggul (PID) Epidemiologi PID (pelvic inflammatory disease) atau penyakit radang panggul secara global masih belum diketahui, di Amerika Serikat, kurang lebih 750.000 kasus PID didiagnosis setiap tahunnya. Di Indonesia insidensi PID diperkirakan lebih dari 850.000 kasus baru setiap tahun dan paling sering ditemukan pada perempuan umur 16 sampai 25 tahun Global Tidak terdapat data yang spesifik terkait insidensi PID secara global. Namun, pada tahun 2005 WHO memperkirakan terdapat 448 juta kasus IMS baru tiap tahunnya yang terjadi pada perempuan usia 15-49 tahun. Di Amerika Serikat, kurang lebih 750.000 kasus PID didiagnosis setiap tahunnya. Angka ini cenderung konstan setelah sejak tahun 1985 mengalami penurunan sampai tahun 2001. Secara umum, angka kejadian PID di negara dengan penghasilan tinggi adalah 10-20 per 1.000 perempuan. Sementara itu, di negara-negara berpenghasilan rendah seperti di Kawasan Sub-Sahara Afrika dan Asia Tenggara, kasus PID mengalami peningkatan angka kejadian komplikasi dan sequelae. [5,6,10,11] Indonesia Secara epidemiologi, di Indonesia insidensi PID diperkirakan lebih dari 850.000 kasus baru setiap tahun dan paling sering ditemukan pada perempuan umur 16 sampai 25 tahun. Saat ini di Indonesia, insidensi PID mengalami kenaikan dibandingkan dengan 2 sampai 3 dekade sebelumnya. Hal ini disebabkan antara lain karena budaya sosial yang lebih bebas dan liberal serta peningkatan penggunaan alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR). Etiologi Penyakit Radang Panggul (PID) Etiologi PID (pelvic inflammatory disease) atau penyakit radang panggul tersering adalah C.trachomatis dan N.Gonorrhoeae. Keduanya termasuk bakteri penyebab infeksi menular seksual (IMS). Namun, ternyata bukan hanya bakteri penyebab IMS yang dapat menyebabkan PID, melainkan bakteri yang tergolong flora vaginalis juga dapat berperan. Mikroorganisme, selain C.trachomatis dan N.Gonorrhoeae, yang dapat menyebabkan PID adalah sebagai berikut: 



Gardnerella vaginalis







Mycoplasma hominis







Mycoplasma genitalium







Ureaplasma urealyticum







Herpes simplex virus 2 (HSV-2)







Trchomonas vaginalis







Cytomegalovirus (CMV)







Haemophilus influenza







Streptococcus agalactiae







Batang gram negatif (mis.Eschericia coli)







Enterococcus







Peptococcus







Bakteri anaerob  



 



Gambaran erosi dan eritema pada serviks akibat infeksi klamidia. Infeksi klamidia merupakan bakteri penyebab infeksi menular seksual yang berkaitan erat dengan penyakit radang panggul. Sumber: dr. Lourdes Fraw, Jim Fledger, PHIL CDC, 1985. Faktor Risiko Berikut ini adalah faktor-faktor risiko dari PID: 



Usia kurang dari 25 tahun







Riwayat PID sebelumnya







Memiliki partner seksual lebih dari satu







Mengidap penyakit menular seksual khususnya yang disebabkan oleh trachomatis dan N.gonorrhoeae







Melakukan hubungan seksual tanpa barrier/kondom







Riwayat tindakan bedah ginekologis seperti biopsi endometrium, kuretase, histeroskopi







Pemakaian AKDR (terutama saat adanya penyakit menular seksual dan pada 1 bulan pertama pemakaian)



Patofisiologi Penyakit Radang Panggul (PID) Patofisiologi PID (pelvic inflammatory disease) atau penyakit radang panggul dimulai dari infeksi di vagina atau serviks yang didapatkan dari infeksi menular seksual (IMS), biasanya disebabkan oleh C. trachomatis atau N. gonorrhoeae. Selanjutnya, bakteri tersebut naik ke saluran genitalia yang lebih atas. Mekanisme penyebab kenaikan ini diduga bersifat multifaktorial. Lendir serviks merupakan salah satu penghalang naiknya mikroorganisme patogen ke saluran genitalia yang lebih atas. Namun, pada kondisi infeksi yang menyebabkan inflamasi pada vagina atau serviks, efektvitas perlindungan lendir serviks ini menjadi berkurang. Begitu juga pada saat ovulasi dan menstruasi, efektivitas perlindungan serviks menjadi berkurang diakibatkan perubahan hormonal. Selain itu, aliran darah menstruasi merupakan medium biakan yang baik untuk bakteri. Faktor lain yang mungkin berperan adalah senggama. Diperkirakan saat orgasme, kontraksi uterus yang ritmik turut memfasilitasi naiknya bakteri ke saluran genitalia atas. Bakteri juga dapat terbawa oleh sperma ke dalam uterus dan tuba falopii. Infeksi pada tuba falopii ini awalnya hanya mengenai mukosa, tetapi selanjutnya inflamasi dapat cepat menyebar ke transmural. Inflamasi ini dapat terus berlanjut ke struktur parametrial termasuk usus. Melalui tumpahan cairan purulen dari tuba falopii atau penyebaran limfatik, infeksi dapat berlanjut sampai melewati pelvis yang menyebabkan peritonitis akut dan perihepatitis akut (Sindrom Fitz-Hugh–Curtis). Faktor lain yang diduga turut terlibat dalam mekanisme terjadinya PID adalah faktor genetik. Polimorfisme pada gen Toll-Like Receptor (TLR) yang merupakan komponen penting pada sistem kekebalan tubuh bawaan diketahui meningkatkan risiko dari infeksi saluran genitalia atas. Varian gen ini juga berhubungan dengan progresivitas infeksi C.trachomatis pada PID.   Diagnosis Penyakit Radang Panggul (PID) Untuk dapat menegakan diagnosis PID (pelvic inflammatory disease) atau penyakit radang panggul, CDC merekomendasikan satu atau lebih kriteria berikut ini harus ada pada pemeriksaan pelvis: 



Nyeri gerak serviks







Nyeri tekan uterus







Nyeri tekan adneksa



Kriteria tambahan seperti berikut dapat dipakai untuk menambah spesifisitas mendukung diagnosis PID: 



Suhu oral >38.3 C







Cairan serviks atau vagina tidak mukopurulen







Leukosit dalam jumlah banyak pada pemeriksaan mikroskop sekret vagina dengan cairan salin







Kenaikan laju endap darah (LED)







Protein reaktif-C meningkat







Dokumentasi laboratorium infeksi serviks oleh gonorrhoeae atau C.trachomatis



Kriteria diagnosis PID paling spesifik meliputi: 



Biopsi endometrium disertai bukti histopatologis endometritis







USG transvaginal atau MRI memperlihatkan tuba menebal penuh berisi cairan dengan atau tanpa cairan bebas di panggul atau komplek tubo-ovarial (abses tubo-ovarial/TOA), atau pemeriksaan Doppler menunjukan adanya infeksi panggul (misal hiperemia pada tuba)







Hasil pemeriksaan laparoskopi yang sesuai dengan tampilan PID



Gambaran MRI dari penyakit radang panggul. Panah putih menunjukkan penebalan dinding ovarium. Sumber: anonim, Openi, 2010. Anamnesis Riwayat yang bisa digali pada pasien dengan PID terutama adalah ada tidaknya faktor risiko yakni usia kurang dari 25 tahun, riwayat PID sebelumnya, riwayat memiliki lebih dari satu partner seksual atau memiliki satu partner seksual yang melakukan hubungan seksual lebih dari satu orang, riwayat menderita penyakit menular seksual, riwayat melakukan hubungan seksual tanpa barrier/kondom, dan riwayat tindakan ginekologis seperti biopsi endometrium dan kuretase. Selain faktor risiko, keluhan/gejala yang dapat dijumpai pada PID seperti nyeri perut bagian bawah, keputihan yang abnormal, demam, dan nyeri pada saat bersenggama dapat ditanyakan. Selain itu, mual muntah dan nyeri saat berkemih juga dapat terjadi. Keluhan/gejala klinis yang dapat terjadi pada pasien dengan PID: 



Nyeri perut bagian bawah







Keputihan yang abnormal







Demam (lebih dari 38 C)







Dispareunia







Mual Muntah







Disuria



Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan meliputi pemeriksaan generalis dan pemeriksaan pelvis/ginekologis. Pada pasien dengan PID dapat ditemukan kondisi demam >38 C. Pada pemeriksaan vagina dapat ditemukan keputihan yang abnormal atau keputihan mukopurulen. Temuan yang paling menentukan untuk menegakan diagnosis PID adalah ketika pada pemeriksaan fisik ditemukan nyeri gerak serviks, nyeri tekan uterus, dan/atau nyeri tekan adnesa. Ikterus dan nyeri tekan kuadran atas dapat terjadi jika sudah terjadi penyebaran ke struktur perihepatis (Sindrom Fitz-Hugh–Curtis). Diagnosis Banding Diagnosis banding dari PID (pelvic inflammatory disease) atau penyakit radang panggul di antaranya: 



Tumor Adneksa







Appendicitis







Kolestitis







Kehamilan Ektopik







Endometriosis







Torsi ovarium







Sistitis intersisial







Kista Ovarium







Tumor Ovarium







Infeksi Saluran Kemih







Aborsi Septik   



Pemeriksaan Penunjang Sejumlah pemeriksaan penunjang dapat dilakukan untuk membantu menegakan diagnosis PID dan komplikasinya. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan di antaranya adalah pemeriksaan darah lengkap, LED, protein reaktif-C, dan pemeriksaan N.gonorrhoeae/C.trachomatis. Pemeriksaan laboratorium tersebut dilakukan karena masuk ke dalam kriteria tambahan untuk menegakan diagnosis PID: 



Suhu oral >38.3 C







Cairan serviks atau vagina tidak mukopurulen







Leukosit dalam jumlah banyak pada pemeriksaan mikroskop sekret vagina dengan cairan salin







Kenaikan laju endap darah (LED)







Protein reaktif-C meningkat







Dokumentasi laboratorium infeksi serviks oleh gonorrhoeae atau C.trachomatis



Selain itu, pada perempuan usia reproduktif, pemeriksaan kehamilan harus dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan kehamilan ektopik sebagai diagnosis banding PID. Pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan yakni pemeriksaan laparoskopi, USG tranvaginal, MRI, dan biopsi endometrium. Pemeriksaan tersebut dapat dilakukan karena masuk ke dalam kriteria diagnostik PID beserta temuan yang paling spesifik: 



Biopsi endometrium disertai bukti histopatologis endometritis







USG transvaginal atau MRI memperlihatkan tuba menebal penuh berisi cairan dengan atau tanpa cairan bebas di panggul atau komplek tubo-ovarial, atau pemeriksaan Doppler menunjukan adanya infeksi panggul (misal hiperemia pada tuba)







Hasil pemeriksaan laparoskopi yang sesuai dengan tampilan PID



Pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan adalah CT-Scan dan kuldosintesis. Namun demikian, diagnosis PID seringkali hanya berdasarkan kriteria klinis dengan atau tanpa pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan laboratorium dan pencitraan. Penatalaksanaan Penyakit Radang Panggul (PID) Penatalaksanaan PID (pelvic inflammatory disease) atau penyakit radang panggul yang berat adalah rawat inap karena memungkinkan pemberian antibiotik dalam pengawasan, selain itu pasien juga dapat melakukan tirah baring. Namun, pada kasus PID yang ringan atau sedang, terapi dapat dilakukan secara rawat jalan. Berikut ini adalah beberapa kriteria rawat inap pada pasien PID: 



Kedaruratan bedah tidak dapat dikesampingkan







Pasien sedang hamil







Pasien tidak memberi respon klinis antibiotik oral







Pasien tidak mampu mengikuti atau menaati pengobatan rawat jalan







Pasien menderita sakit berat, mual, dan muntah atau demam tinggi







Pasien imunodefisiensi (mis.pada pasien yang juga menderita HIV dengan CD4 yang rendah atau sedang dalam terapi imunosupresi)







Terdapat abses tubo-ovarial (TOA)



Terapi PID utamanya ditujukan untuk mencegah kerusakan tuba yang dapat menyebabkan infertilitas dan kehamilan ektopik, serta pencegahan infeksi kronik. Pemilihan antibiotika pada kasus PID tidak hanya ditujukan pada organisme etiologi utama (N.gonorrhoeae dan C.trachomatis), tetapi juga harus mengarah pada sifat polimikrobial PID. Oleh karena itu, pendekatan terapi antibiotik dengan menggunakan antibiotik spektrum luas dibutuhkan untuk mengobati PID. Untuk pasien dengan PID ringan atau sedang, terapi antibiotik oral dan parenteral mempunyai efektivitas yang sama. Sebagian besar klinisi menganjurkan terapi parenteral paling tidak selama 48 jam kemudian dilanjutkan dengan terapi oral 24 jam setelah ada perbaikan klinis. Berikut adalah rekomendasi terapi dari CDC: Terapi Parenteral Rekomendasi terapi parenteral A : 



Sefotetan 2 g intravena setiap 12 jam atau







Sefoksitin 2 g intravena setiap 6 jam ditambah







Doksisiklin 100 mg oral atau parenteral setiap 12 jam



Rekomendasi terapi parenteral B : 



Klindamisin 900 mg setiap 8 jam ditambah







Gentamisin dosis muatan intravena atau intramuskuler (2 mg/kg berat badan) diikuti dengan dosis pemeliharaan (1.5 mg/kg berat badan) setiap 8 jam. Dapat diganti dengan dosis tunggal harian.



Terapi parenteral alternatif : 



Levofloksasin 500 mg intravena 1x sehari dengan atau tanpa metronidazol 500 mg intravena setiap 8 jam atau







Ofloksasin 400 mg intravena setiap 12 jam dengan atau tanpa metronidazol 500 mg intravena setiap 8 jam atau







Ampicillin/Sulbaktam 3 g intravena setiap 6 jam ditambah doksisiklin 100 mg oral atau intravena setiap 12 jam



Terapi Oral Terapi oral dapat dipertimbangkan untuk penderita PID ringan atau sedang karena efektivitasnya sama dengan terapi parenteral. Pasien yang mendapat terapi oral dan tidak menunjukan perbaikan setelah 72 jam harus dire-evaluasi untuk memastikan diagnosisnya dan diberikan terapi parenteral baik dengan rawat jalan maupun rawat inap.



Rekomendasi terapi A : 



Levofloksasin 500 mg oral 1x setiap hari selama 14 hari atau ofloksasin 400 mg 2x sehari selama 14 hari dengan atau tanpa







Metronidazol 500 mg oral 2x sehari selama 14 hari



Rekomendasi terapi B 



Ceftriaxone 250 mg intramuskuler dosis tunggal ditambah doksisiklin oral 2x sehari selama 14 hari dengan atau tanpa metronidazol 500 mg oral 2x sehari selama 14 hari atau







Cefoxitine 2 g intramuskuler dosis tunggal dan probenesid ditambah doksisiklin oral 2x sehari selama 14 hari dengan atau tanpa metronidazol 500 mg oral 2x sehari selama 14 hari atau







Cephalosporine generasi ketiga (misal seftizoksim atau sefotaksim) ditambah doksisiklin oral 2x sehari selama 14 hari dengan atau tanpa metronidazol 500 mg oral 2x sehari selama 14 hari 



Prognosis Penyakit Radang Panggul (PID) Prognosis PID (pelvic inflammatory disease) atau penyakit radang panggul sangat tergantung pada kecepatan pasien untuk mencari dan menerima pengobatan. Sekitar 25% pasien PID mengalami komplikasi jangka panjang. Komplikasi Sekitar 25% pasien PID mengalami komplikasi jangka panjang. Komplikasi jangka panjang dari PID meliputi nyeri panggul kronik, infertilitas, dan kehamilan ektopik. Infertilitas terjadi sampai 20%. Perempuan dengan riwayat PID memiliki risiko untuk mengalami kehamilan ektopik 6 sampai 10 kali lebih tinggi. Sebuah penelitian kohort memperkirakan dari 100.000 perempuan dengan PID yang berusia 20-24 tahun, 18.600 orang akan mengalami nyeri panggul kronik, 16.800 orang akan mengalami infertilitas, dan 8.550 orang akan mengalami kehamilan ektopik. Prognosis Prognosis PID sangat tergantung pada kecepatan pasien untuk mencari dan menerima pengobatan. Pasien yang diterapi dalam 3 hari dari onset gejala dan yang mampu menyelesaikan terapi hingga tuntas memiliki prognosis yang baik untuk sembuh secara total.  Angka kesembuhan pada pasien PID setelah penggunaan antibiotik adalah 88%-100%. Risiko oklusi tuba dan infertilitas tergantung tingkat keparahan infeksi sebelum pengobatan. Perbaikan klinis tidak dapat diartikan sebagai perbaikan infertilitas. Pasien dengan kondisi penyerta seperti infeksi HIV, kehamilan, penggunaan AKDR, riwayat PID sebelumnya, dan abses tubo-ovarium membutuhkan observasi yang lebih ketat dan biasanya membutuhkan rawat inap. Adapun faktor-faktor yang dapat menyebabkan pasien rawat inap membutuhkan waktu yang lama untuk diterapi (rawat inap >7 hari) dan atau membutuhkan terapi bedah di antaranya:  usia lanjut, riwayat tindakan bedah ginekologi sebelumnya (mis.biopsi endometrium, kuretase, dan histeroskopi), lesis kistik apapun yang teridentifikasi dengan pemeriksaan USG, dan level CRP yang tinggi. Sementara itu pada pasien yang mengalami PID berulang, rata-rata diagnosis berikutnya akan terjadi dalam waktu 1 tahun.