Askep Aggregate Lansia New [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN RESIKO TINGGI AGGREGATE LANSIA



Ditujukan Untuk Mata Kuliah Keperawatan Komunitas II Dosen Pembimbing: Arif Wicaksono, S. Kep. Ns. M. Kes



Disusun oleh Kelompok 3 Kelas III-C Semester VI Yehezkiel Dwi Arif W



(201601087)



PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN STIKES BINA SEHAT PPNI KABUPATEN MOJOKERTO TAHUN 2019



KATA PENGANTAR



Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya penyusun masih diberi kesehatan sehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Resiko Tinggi Aggregate Lansia”. Disusun untuk memenuhi tugas mahasiswa dari mata kuliah keperawatan komunitas 2 Jurusan S1 Ilmu Keperawatan STIKES BINA SEHAT PPNI MOJOKERTO. Pada kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak Arif Wicaksono, S. Kep. Ns. M. Kes selaku dosen mata kuliah Keperawatan Komunitas 2 yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan demi terselesaikannya makalah ini. 2. Rekan-rekan dan semua pihak yag telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penyusun harapkan demi kesempurnaan makalah ini dimasa mendatang. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para mahasiswa khususnya dan masyarakat pada umumnya. Dan semoga makalah ini dapat dijadikan sebagai bahan untuk menambah pengetahuan para mahasiswa dan masyarakat dan pembaca.



Mojokerto, 18 Mei 2019                                                                    Penyusun



ii



DAFTAR ISI COVER............................................................................................................i KATA PENGANTAR....................................................................................ii DAFTAR ISI...................................................................................................iii BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...............................................................................1 1.2 Rumusan Masalah..........................................................................2 1.3 Tujuan ...........................................................................................2 1.4 Manfaat..........................................................................................3 BAB 2 TINJAUAN TEORI 2.1 Konsep Lansia................................................................................4 2.1.1



Definisi Lansia.....................................................................4



2.1.2



Batasan Lansia......................................................................5



2.1.3



Permasalahan Lansia di Indonesia.......................................5



2.1.4



Tujuan Layanan Kesehatan pada Lansia..............................8



2.1.5



Pendekatan Perawatan Lansia..............................................8



2.1.6



Teori Proses Menua..............................................................10



2.1.7



Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ketuaan.......................14



2.1.8



Perubahan-Perubahan yang Terjadi pada Lansia.................14



2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Aggregate Lansia...........................19 BAB 3 PEMBAHASAN 3.1 Asuhan Keperawatan Kelompok Khusus Lansia 28 3.2 Kritisi Kelompok Menurut Teori 40 BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan....................................................................................44



iii



4.2



Saran..............................................................................................44



DAFTAR PUSTAKA



iv



BAB 1 PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang Peningkatan angka harapan hidup (AHH) di Indonesia merupakan salah satu indicator keberhasilan bangunan di Indonesia. AHH tahun 2014 pada penduduk perempuan adalah 72,6 tahun dan laki-laki adalah 68,7 tahun. Kondisi ini akan meningkatkan jumlah lanjut usia di Indonesia yaitu 18,1 juta jiwa (7,6% dari total penduduk). Pada tahun 2014, jumlah penduduk lanjut usia di Indonesia menjadi 18,781 juta jiwa dan diperkirakan pada tahun 2025, jumlahnya akan mencapai 36 juta jiwa. Usia lanjut akan menimbulkan masalah kesehatan karena terjadi kemunduran fungsi tubuh apabila tidak dilakukan upaya pelayanan kesehatan dengan baik (Kholifah, 2016) Meningkatnya usia harapan hidup (UHH) memberikan dampak yang kompleks terhadap kesejahteraan lansia. Di satu sisi peningkatan UHH mengindikasikan peningkatan taraf kesehatan warga negara. Namun di sisi lain menimbulkan masalah masalah karena dengan meningkatnya jumlah penduduk usia lanjut akan berakibat semakin besarnya beban yang ditanggung oleh keluarga, masyarakat dan pemerintah, terutama dalam menyediakan pelayanan dan fasislitas lainnya bagi kesejahteraan lansia (Nugroho, 2000) Hal ini karena pada usia lanjut individu akan mengalami perubahan fisik, mental, sosial ekonomi dan spiritual yang mempengaruhi kemampuan fungsional dalam aktivitas kehidupan sehari-hari sehingga menjadikan lansia menjadi lebih rentan menderita gangguan kesehatan baik fisik maupun mental. Walaupun tidak semua perubahan struktur dan fisiologis, namun diperkirakan setengah dari populasi penduduk lansia mengalami keterbatasan dalam aktivitas kehidupan sehari-hari, dan 18% diantaranya sama sekali tidak mampu beraktivitas. Berkaitan dengan kategori fisik, diperkirakan 85% dari kelompok umur 65 tahun atau lebih mempunyai paling tidak satu masalah kesehatan.



1



1.2 Rumusan Masalah 1. Apa definisi dari lansia? 2. Apa saja batasan pada lansia? 3. Permasalahan apa yang timbul pada lansia di Indonesia? 4. Apa saja tujuan layanan kesehatan pada lansia? 5. Bagaimana pendekatan perawatan pada lansia? 6. Bagaimana teori proses menua? 7. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi ketuaan? 8. Apa saja perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia? 9. Bagaimana konsep asuhan keperawatan aggregate lansia? 1.3 Tujuan 1.3.1 Tujuan Umum Tujuan umum penulisan makalah ini adalah agar mahasiswa/ mahasiswi keperawatan Stikes Bina Sehat PPNI Kab. Mojokerto memperoleh informasi dan gambaran tentang Asuhan Keperawatan Aggregate Lansia. 1.3.2 Tujuan khusus Tujuan khusus penulisan adalah makalah ini adalah dihahapkan penulis mampu : a. Mampu menjelaskan konsep teori tentang kelompok aggregate lansia. b. Mampu mengkritisi pengkajian pada kelompok aggregate lansia dengan masalah yang ada. c. Mampu mengkritisi diagnosa keperawatan pada kelompok aggregate lansia dengan masalah yang ada. d. Mampu



mengkritisi



rencana



tindakan



asuhan



kelompok aggregate lansia dengan masalah yang ada.



2



keperawatan



e. Mampu mengkritisi rencana keperawatan pada asuhan keperawatan kelompok aggregate lansia dengan masalah yang ada. f. Mampu meyimpulkan hasil pelaksanaan asuhan keperawatan kelompok aggregate lansia yang bermasalah. 1.4 Manfaat Penulisan makalah ini diharapkan dapat bermanfaat bagi : 1. Lansia dan Masyarakat Umum Memberikan gambaran kesehatan guna meningkatkan status kesehatan lansia di komunitas. 2. Mahasiswa / Penyusun Menambah pengetahuan dan mampu membuat serta memberikan asuhan keperawatan



lansia



sehingga



nantinya



diharapkan



mampu



mengembangkan asuhan keperawatan terhadap lansia dimasa mendatang.



3



BAB 2 TINJAUAN TEORI 2.1 Konsep Lansia 2.1.1 Definisi Lansia Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Menua bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan proses yang berangsurangsur mengakibatkan perubahan kumulatif, merupakan proses menurunnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh, seperti didalam Undang-Undang No13 tahun 1998 yang isinya menyatakan bahwa pelaksanaan pembangunan nasional yang bertujuan mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, telah menghasilkan kondisi sosial masyarakat yang makin membaik dan usia harapan hidup makin meningkat, sehingga jumlah lanjut usia makin bertambah. Banyak diantara lanjut usia yang masih produktif dan mampu berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Upaya peningkatan kesejahteraan sosial lanjut usia pada hakikatnya merupakan pelestarian nilai-nilai keagamaan dan budaya bangsa. (Kholifah, 2016) Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaaan yang terjadi di dalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupan, yaitu anak, dewasa dan tua. (Nugroho, 2000) Masa dewasa tua (lansia) dimulai setelah pensiun, biasanya antara usia 65 dan 75 tahun. Jumlah kelompok usia ini meningkat drastic dan ahli demografi memperhitungkan peningkatan populasi lansia sehat terus menigkat sampai abad selanjutnya. (Perry & Potter, 2005) Menurut Constantinidies menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya



secara



perlahan-lahan



kemampuan



jaringan



untuk



memperbaiki diri / mengganti diri dan mempertahankan fungsi formalnya 4



sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita. Menurut organisasi dunia (WHO) lanjut usia meliputi usia pertengahan (middleage) adalah kelompok usia 45-59 tahun, Usia lanjut (elderly) adalah kelompok usia 60-74 tahun, Usia lanjut (old) adalah kelompok usia 75-90 tahun, dan usia sangat tua (very old) adalah kelompok usia diatas 90 tahun. 2.1.2 Batasan Lansia Berikut adalah batasan-batasan usia lansia termuat dalam (Kholifah, 2016): 1) WHO (1999) menjelaskan batasan lansia adalah sebagai berikut : a. Usia lanjut (elderly) antara usia 60-74 tahun, b. Usia tua (old) :75-90 tahun, dan c. Usia sangat tua (very old) adalah usia > 90 tahun. 2) (Depkes RI, 2005) menjelaskan bahwa batasan lansia dibagi menjadi tiga katagori, yaitu: a. Usia lanjut presenilis yaitu antara usia 45-59 tahun, b. Usia lanjut yaitu usia 60 tahun ke atas, c. Usia lanjut beresiko yaitu usia 70 tahun ke atas atau usia 60 tahun ke atas dengan masalah kesehatan. 2.1.3 Permasalahan Lansia di Indonesia Kebijakan pemerintah terhadap kesejahteraan lansia menurut UU Kesejahteraan Lanjut Usia (UU No 13/1998) pasa 1 ayat 1: Kesejahteraan adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial baik material maupun spiritual yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan, dan ketenteraman lahir batin yang memungkinkan bagi setiap warga negara untuk mengadakan pemenuhan kebutuhan jasmani, rohani, dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga, serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak dan kewajiban asasi manusia sesuai dengan Pancasila. Pada ayat 2 disebutkan, Lanjut Usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 (enam puluh) tahun keatas. Dan mereka dibagi kepada dua kategori yaitu lanjut usia potential (ayat 3) dan



5



lanjut usia tidak potensial (ayat 4). Lanjut Usia Potensial adalah lanjut usia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang dan/atau jasa. Sedangkan Lanjut Usia Tidak Potensial adalah lanjut usia yang tidak berdaya mencari nafkah sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain. Bagi Lanjut Usia Tidak potensial (ayat 7) pemerintah dan masyarakat mengupayakan perlindungan sosial sebagai kemudahan pelayanan agar lansia dapat mewujudkan dan menikmati taraf hidup yang wajar. Selanjutnya pada ayat 9 disebutkan bahwa pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial adalah upaya perlindungan dan pelayanan yang bersifat terus-menerus agar lanjut usia dapat mewujudkan dan menikmati taraf hidup yang wajar. Lanjut usia mengalami masalah kesehatan. Masalah ini berawal dari kemunduran selsel tubuh, sehingga fungsi dan daya tahan tubuh menurun serta faktor resiko terhadap penyakit pun meningkat. Masalah kesehatan yang sering dialami lanjut usia adalah malnutrisi, gangguan keseimbangan, kebingungan mendadak, dan lain-lain. Selain itu, beberapa penyakit yang sering terjadi pada lanjut usia antara lain hipertensi, gangguan pendengaran dan penglihatan, demensia, osteoporosis, dsb. Data Susenas tahun 2012 menjelaskan bahwa angka kesakitan pada lansia tahun 2012 di perkotaan adalah 24,77% artinya dari setiap 100 orang lansia di daerah perkotaan 24 orang mengalami sakit. Di pedesaan didapatkan 28,62% artinya setiap 100 orang lansia di pedesaan, 28 orang mengalami sakit.



6



Kebijakan Kementerian Kesehatan dalam pelayanan kesehatan melalui penyediaan sarana pelayanan kesehatan yang ramah bag lansia bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan lansia supaya lebih berkualitas dan berdaya guna bagi keluarga dan masyarakat. Upaya yang dikembangkan untuk mendukung kebijakan tersebut antara lain pada pelayanan kesehatan dasar dengan pendekatan Pelayanan Santun Lansia, meningkatkan upaya rujukan kesehatan melalui pengembangan Poliklinik Geriatri Terpadu di Rumah Sakit, dan menyediakan sarana dan prasarana yang ramah bagi lansia.Kesadaran setiap lansia untuk menjaga kesehatan dan menyiapkan hari tua dengan sebaik dan sedini mungkin merupakan hal yang sangat penting. Semua pelayanan kesehatan harus didasarkan pada konsep pendekatan siklus hidup dengan tujuan jangka panjang, yaitu sehat sampai memasuki lanjut usia. Pendapat lain menjelaskan bahwa lansia mengalami perubahan dalam kehidupannya sehingga menimbulkan beberapa masalah. Permasalahan tersebut diantaranya yaitu : a. Masalah fisik Masalah yang hadapi oleh lansia adalah fisik yang mulai melemah, sering terjadi radang persendian ketika melakukan aktivitas yang cukup berat, indra pengelihatan yang mulai kabur, indra pendengaran yang mulai berkurang serta daya tahan tubuh yang menurun, sehingga seringsakit. b. Masalah kognitif ( intelektual ) Masalah yang hadapi lansia terkait dengan perkembangan kognitif, adalah melemahnya daya ingat terhadap sesuatu hal (pikun), dan sulit untuk bersosialisasi dengan masyarakat di sekitar. c. Masalah emosional Masalah yang hadapi terkait dengan perkembangan emosional, adalah rasa ingin berkumpul dengan keluarga sangat kuat, sehingga tingkat perhatian lansia kepada keluarga menjadi sangat besar. Selain itu, lansia sering marah apabila ada sesuatu yang kurang sesuai dengan kehendak pribadi dan sering stres akibat masalah ekonomi yang kurang terpenuhi.



7



d. Masalah spiritual Masalah yang dihadapi terkait dengan perkembangan spiritual, adalah kesulitan untuk menghafal kitab suci karena daya ingat yang mulai menurun, merasa kurang tenang ketika mengetahui anggota keluarganya belum mengerjakan ibadah, dan merasa gelisah ketika menemui permasalahan hidup yang cukup serius. (Kholifah, 2016)



2.1.4 Tujuan Pelayanan Kesehatan Pada Lansia Pelayanan pada umumnya selalu memberikan arah dalam memudahkan petugas kesehatan dalam memberikan pelayanan sosial, kesehatan, perawatan dan meningkatkan mutu pelayanan bagi lansia. Dalam (Kholifah, 2016) Tujuan pelayanan kesehatan pada lansia terdiri dari : a. Mempertahankan derajat kesehatan para lansia pada taraf yang setinggitingginya, sehingga terhindar dari penyakit atau gangguan. b. Memelihara kondisi kesehatan dengan aktifitas-aktifitas fisik dan mental c. Mencari upaya semaksimal mungkin agar para lansia yang menderita suatu



penyakit



atau



gangguan,



masih



dapat



mempertahankan



kemandirian yang optimal. d. Mendampingi dan memberikan bantuan moril dan perhatian pada lansia yang berada dalam fase terminal sehingga lansia dapat mengadapi kematian dengan tenang dan bermartabat. Fungsi pelayanan dapat dilaksanakan pada pusat pelayanan sosial lansia, pusat informasi pelayanan sosial lansia, dan pusat pengembangan pelayanan sosial lansia dan pusat pemberdayaan lansia.



2.1.5 Pendekatan Perawatan Lansia a. Pendekatan Fisik Perawatan pada lansia juga dapat dilakukan dengan pendekatan fisik melalui perhatian terhadap kesehatan, kebutuhan, kejadian yang dialami



8



klien lansia semasa hidupnya, perubahan fisik pada organ tubuh, tingkat kesehatan yang masih dapat dicapai dan dikembangkan, dan penyakit yang dapat dicegah atau progresifitas penyakitnya. Pendekatan fisik secara umum bagi klien lanjut usia dapat dibagi 2 bagian: 1) Klien lansia yang masih aktif dan memiliki keadaan fisik yang masih mampu bergerak tanpa bantuan orang lain sehingga dalam kebutuhannya sehari-hari ia masih mampu melakukannya sendiri. 2) Klien lansia yang pasif, keadaan fisiknya mengalami kelumpuhan atau sakit. Perawat harus mengetahui dasar perawatan klien lansia ini, terutama yang berkaitan dengan kebersihan perseorangan untuk mempertahankan kesehatan. b. Pendekatan Psikologis Perawat



mempunyai



peranan



penting



untuk



mengadakan



pendekatan edukatif pada klien lansia. Perawat dapat berperan sebagai pendukung terhadap segala sesuatu yang asing, penampung rahasia pribadi dan sahabat yang akrab. Perawat hendaknya memiliki kesabaran dan ketelitian dalam memberi kesempatan dan waktu yang cukup banyak untuk menerima berbagai bentuk keluhan agar lansia merasa puas. Perawat harus selalu memegang prinsip triple S yaitu sabar, simpatik dan service. Bila ingin mengubah tingkah laku dan pandangan mereka terhadap kesehatan, perawat bisa melakukannya secara perlahan dan bertahap. c. Pendekatan Sosial Berdiskusi serta bertukar pikiran dan cerita merupakan salah satu upaya



perawat



dalam



melakukan



pendekatan



sosial.



Memberi



kesempatan untuk berkumpul bersama dengan sesama klien lansia berarti menciptakan sosialisasi. Pendekatan sosial ini merupakan pegangan bagi perawat bahwa lansia adalah makhluk sosial yang membutuhkan orang lain. Dalam pelaksanaannya, perawat dapat menciptakan hubungan sosial, baik antar lania maupun lansia dengan perawat. Perawat memberi kesempatan seluas-luasnya kepada lansia



9



untuk mengadakan komunikasi dan melakukan rekreasi. Lansia perlu dimotivasi untuk membaca surat kabar dan majalah. (Kholifah, 2016) 2.1.6 Teori Proses Menua 1. Teori-teori biologi a. Teori genetik dan mutasi (somatic mutatie theory) Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk spesies-spesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang deprogram oleh molekul-molekul / DNA dan setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi. Sebagai contoh yang khas adalah mutasi dari sel-sel kelamin (terjadi penurunan kemampuan fungsional sel) b. Pemakaian dan rusak Kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel-sel tubuh lelah (rusak) c. Reaksi dari kekebalan sendiri (auto immune theory) Di dalam proses metabolisme tubuh, suatu saat diproduksi suatu zat khusus. Ada jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap zat tersebut sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan sakit. d. Teori “immunology slow virus” (immunology slow virus theory) Sistem immune menjadi efektif dengan bertambahnya usia dan masuknya virus kedalam tubuh dapat menyebabkan kerusakan organ tubuh. e. Teori stress Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan tubuh. Regenerasi



jaringan



tidak



dapat



mempertahankan



kestabilan



lingkungan internal, kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel-sel tubuh lelah terpakai. f. Teori radikal bebas Radikal bebas dapat terbentuk dialam bebas, tidak stabilnya radikal bebas (kelompok atom) mengakibatkan osksidasi oksigen bahanbahan organik seperti karbohidrat dan protein. Radikal bebas ini dapat menyebabkan sel-sel tidak dapat regenerasi.



10



g. Teori rantai silang Sel-sel yang tua atau usang , reaksi kimianya menyebabkan ikatan yang kuat, khususnya jaringan kolagen. Ikatan ini menyebabkan kurangnya elastis, kekacauan dan hilangnya fungsi. h. Teori program Kemampuan organisme untuk menetapkan jumlah sel yang membelah setelah sel-sel tersebut mati. 2. Teori kejiwaan social a.



Aktivitas atau kegiatan (activity theory) Lansia



mengalami



penurunan



jumlah



kegiatan



yang



dapat



dilakukannya. Teori ini menyatakan bahwa lansia yang sukses adalah mereka yang aktif dan ikut banyak dalam kegiatan sosial. b. Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup dari lansia. Mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan individu agar tetap stabil dari usia pertengahan ke lanjut usia. c. Kepribadian berlanjut (continuity theory) Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lansia. Teori ini merupakan gabungan dari teori diatas. Pada teori ini menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada seseorang yang lansia sangat dipengaruhi oleh tipe personality yang dimiliki. d. Teori pembebasan (disengagement theory) Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang secara berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun, baik secara kualitas maupun kuantitas sehingga sering terjaadi kehilangan ganda (triple loss), yakni : 1. Kehilangan peran 2. Hambatan kontak social 3. Berkurangnya kontak komitmen



11



Sedangkan Teori penuaan secara umum menurut (Azizah, 2011) dapat dibedakan menjadi dua yaitu teori biologi dan teori penuaan psikososial: 1. Teori Biologi a. Teori seluler Kemampuan sel hanya dapat membelah dalam jumlah tertentu dan kebanyakan sel-sel tubuh “diprogram” untuk membelah 50 kali. Jika seldari tubuh lansia dibiakkanlalu diobrservasi di laboratorium terlihat jumlah sel–sel yang akan membelah sedikit. Pada beberapa sistem, seperti sistem saraf, system musculoskeletal dan jantung, sel pada jaringan dan organ dalam sistem itu tidak dapat diganti jika sel tersebut dibuang karena rusak atau mati. Oleh karena itu, sistem tersebut beresiko akan mengalami proses penuaan dan mempunyai kemampuan yang sedikit atau tidak sama sekali untuk tumbuh dan memperbaiki diri. b. Sintesis Protein (Kolagen dan Elastis) Jaringan seperti kulit dan kartilago kehilangan elastisitasnya pada lansia. Proses kehilangan elastisitas ini dihubungkan dengan adanya perubahan kimia pada komponen protein dalam jaringan tertentu. Pada lansia beberapa protein (kolagen dan kartilago, dan elastin pada kulit) dibuat oleh tubuh dengan bentuk dan struktur yang berbeda dari protein yang lebih muda. Contohnya banyak kolagen pada



kartilago



fleksibilitasnya



dan



elastin



serta



menjadi



pada lebih



kulit tebal,



yang



kehilangan



seiring



dengan



bertambahnya usia. Hal ini dapat lebih mudah dihubungkan dengan perubahan permukaan kulit yang kehilangan elastisitanya dan cenderung berkerut, juga terjadinya penurunan mobilitas dan kecepatan pada system musculoskeletal. c. Keracunan Oksigen Teori ini tentang adanya sejumlah penurunan kemampuan sel di dalam tubuh untuk mempertahankan diri dari oksigen yang mengandung zat racun dengan kadar yang tinggi, tanpa mekanisme pertahanan diri tertentu. Ketidakmampuan mempertahankan diri



12



dari toksin tersebut membuat struktur membran sel mengalami perubahan serta terjadi kesalahan genetik. Membran sel tersebut merupakan



alat



sel



supaya



dapat



berkomunikasi



dengan



lingkungannya dan berfungsi juga untuk mengontrol proses pengambilan nutrisi dengan proses ekskresi zat toksik di dalam tubuh. Fungsi komponen protein pada membran sel yang sangat penting bagi proses tersebut, dipengaruhi oleh rigiditas membran. Konsekuensi dari kesalahan genetik adalah adanya penurunan reproduksi sel oleh mitosis yang mengakibatkan jumlah sel anak di semua jaringan dan organ berkurang. Hal ini akan menyebabkan peningkatan kerusakan sistem tubuh. d. Sistem Imun Kemampuan sistem imun mengalami kemunduran pada masa penuaan. Walaupun demikian, kemunduran kemampuan sistem yang terdiri dari system limfatik dan khususnya sel darah putih, juga merupakan faktor yang berkontribusi dalam proses penuaan. Mutasi yang berulang atau perubahan protein pasca tranlasi, dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan system imun tubuh mengenali dirinya sendiri. Jika mutasi isomatik menyebabkan terjadinya kelainan pada antigen permukaan sel, maka hal ini akan dapat menyebabkan sistem imun tubuh menganggap sel yang mengalami



perubahan



tersebut



sebagai



sel



asing



dan



menghancurkannya. Perubahan inilah yang menjadi dasar terjadinya peristiwa autoimun. Disisi lain sistem imun tubuh sendiri daya pertahanannya mengalami penurunan pada proses menua, daya serangnya terhadap sel kanker menjadi menurun, sehingga sel kanker leluasa membelah-belah. e. Teori Menua Akibat Metabolisme Menurut Mc. Kay et all., (1935) yang dikutip Darmojo dan Martono (2004) dalam (Azizah, 2011), pengurangan “intake” kalori pada rodentia muda akan menghambat pertumbuhan dan memperpanjang umur. Perpanjangan umur karena jumlah kalori tersebut antara lain



13



disebabkan karena menurunnya salah satu atau beberapa proses metabolisme.



Terjadi



merangsang



pruferasi



penurunan sel



pengeluaran



misalnya



hormon



insulin



dan



yang



hormon



pertumbuhan. 2. Teori Psikososial a.



Aktivitas atau Kegiatan (Activity Theory) Seseorang yang dimasa mudanya aktif dan terus memelihara keaktifannya setelah menua. Sense of integrity yang dibangun dimasa mudanya tetap terpelihara sampai tua. Teori ini menyatakan bahwa pada lansia yang sukses adalah mereka yang aktif dan ikut banyak dalam kegiatan social.



b. Kepribadian berlanjut (Continuity Theory) Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lansia. Identity pada lansia yang sudah mantap memudahkan dalam memelihara hubungan dengan masyarakat, melibatkan diri dengan masalah di masyarakat, kelurga dan hubungan interpersonal. c. Teori Pembebasan (Disengagement Theory) Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang secara pelan tetapi pasti mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya atau menarik diri dari pergaulan sekitarnya. 2.1.7 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ketuaan Beberapa faktor menurut (Kholifah, 2016) yaitu: 1. Hereditas atau ketuaan genetic 2. Nutrisi atau makanan 3. Status kesehatan 4. Pengalaman hidup 5. Lingkungan 6. Stres 2.1.8 Perubahan-Perubahan yang Terjadi pada Lansia



14



Semakin bertambahnya umur manusia, terjadi proses penuaan secara degeneratif yang akan berdampak pada perubahan-perubahan pada diri manusia, tidak hanya perubahan fisik, tetapi juga kognitif, perasaan, sosial dan sexual. (Azizah, 2011) 1. Perubahan Fisik a. Sistem Indra Sistem pendengaran; Prebiakusis (gangguan pada pendengaran) oleh karena hilangnya kemampuan (daya) pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap bunyi suara atau nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit dimengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas 60 tahun. b. Sistem Intergumen: Pada lansia kulit mengalami atropi, kendur, tidak elastis kering dan berkerut. Kulit akan kekurangan cairan sehingga menjadi tipis dan berbercak. Kekeringan kulit disebabkan atropi glandula sebasea dan glandula sudoritera, timbul pigmen berwarna coklat pada kulit dikenal dengan liver spot. c. Sistem Muskuloskeletal Perubahan



sistem



muskuloskeletal



pada



lansia:



Jaaringan



penghubung (kolagen dan elastin), kartilago, tulang, otot dan sendi.. Kolagen sebagai pendukung utama kulit, tendon, tulang, kartilago dan jaringan pengikat mengalami perubahan menjadi bentangan yang tidak teratur. Kartilago: jaringan kartilago pada persendian menjadi lunak dan mengalami granulasi, sehingga permukaan sendi menjadi rata. Kemampuan kartilago untuk regenerasi berkurang dan degenerasi yang terjadi cenderung kearah progresif, konsekuensinya kartilago pada persendiaan menjadi rentan terhadap gesekan. Tulang: berkurangnya kepadatan tulang setelah diamati adalah bagian dari penuaan fisiologi, sehingga akan mengakibatkan osteoporosis dan lebih lanjut akan mengakibatkan nyeri, deformitas dan fraktur. Otot: perubahan struktur otot pada penuaan sangat bervariasi, penurunan jumlah dan ukuran serabut otot, peningkatan jaringan penghubung dan jaringan lemak pada otot mengakibatkan



15



efek negatif. Sendi; pada lansia, jaringan ikat sekitar sendi seperti tendon, ligament dan fasia mengalami penuaan elastisitas. d. Sistem kardiovaskuler Perubahan pada sistem kardiovaskuler pada lansia adalah massa jantung bertambah, ventrikel kiri mengalami hipertropi sehingga peregangan jantung berkurang, kondisi ini terjadi karena perubahan jaringan ikat. Perubahan ini disebabkan oleh penumpukan lipofusin, klasifikasi SA Node dan jaringan konduksi berubah menjadi jaringan ikat. e. Sistem respirasi Pada proses penuaan terjadi perubahan jaringan ikat paru, kapasitas total paru tetap tetapi volume cadangan paru bertambah untuk mengkompensasi kenaikan ruang paru, udara yang mengalir ke paru berkurang. Perubahan pada otot, kartilago dan sendi torak mengakibatkan gerakan pernapasan terganggu dan kemampuan peregangan toraks berkurang. f. Pencernaan dan Metabolisme Perubahan yang terjadi pada sistem pencernaan, seperti penurunan produksi sebagai kemunduran fungsi yang nyata karena kehilangan gigi, indra pengecap menurun, rasa lapar menurun (kepekaan rasa lapar menurun), liver (hati) makin mengecil dan menurunnya tempat penyimpanan, dan berkurangnya aliran darah. g. Sistem perkemihan Pada sistem perkemihan terjadi perubahan yang signifikan. Banyak fungsi yang mengalami kemunduran, contohnya laju filtrasi, ekskresi, dan reabsorpsi oleh ginjal. h. Sistem saraf Sistem susunan saraf mengalami perubahan anatomi dan atropi yang progresif pada serabut saraf lansia. Lansia mengalami penurunan koordinasi dan kemampuan dalam melakukan aktifitas sehari-hari. i. Sistem reproduksi



16



Perubahan sistem reproduksi lansia ditandai dengan menciutnya ovary dan uterus. Terjadi atropi payudara. Pada laki-laki testis masih



dapat



memproduksi



spermatozoa,



meskipun



adanya



penurunan secara berangsur-angsur. 2. Perubahan Kognitif a. Memory (Daya ingat, Ingatan) b. IQ (Intellegent Quotient) c. Kemampuan Belajar (Learning) d. Kemampuan Pemahaman (Comprehension) e. Pemecahan Masalah (Problem Solving) f. Pengambilan Keputusan (Decision Making) g. Kebijaksanaan (Wisdom) h. Kinerja (Performance) i. Motivasi 3. Perubahan mental Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental : a. Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa. b. Kesehatan umum c. Tingkat pendidikan d. Keturunan (hereditas) e. Lingkungan f. Gangguan syaraf panca indera, timbul kebutaan dan ketulian. g. Gangguan konsep diri akibat kehilangan kehilangan jabatan. h. Rangkaian dari kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan teman dan famili. i. Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap gambaran diri, perubahan konsep diri. 4. Perubahan spiritual Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya. Lansia semakin matang (mature) dalam kehidupan keagamaan, hal ini terlihat dalam berfikir dan bertindak sehari-hari.



17



5. Perubahan Psikososial a. Kesepian Terjadi pada saat pasangan hidup atau teman dekat meninggal terutama jika lansia mengalami penurunan kesehatan, seperti menderita penyakit fisik berat, gangguan mobilitas atau gangguan sensorik terutama pendengaran. b. Duka cita (Bereavement) Meninggalnya pasangan hidup, teman dekat, atau bahkan hewan kesayangan dapat meruntuhkan pertahanan jiwa yang telah rapuh pada lansia. Hal tersebut dapat memicu terjadinya gangguan fisik dan kesehatan. c. Depresi Duka cita yang berlanjut akan menimbulkan perasaan kosong, lalu diikuti dengan keinginan untuk menangis yang berlanjut menjadi suatu episode depresi. Depresi juga dapat disebabkan karena stres lingkungan dan menurunnya kemampuan adaptasi. d. Gangguan cemas Dibagi dalam beberapa golongan: fobia, panik, gangguan cemas umum, gangguan stress setelah trauma dan gangguan obsesif kompulsif, gangguangangguan tersebut merupakan kelanjutan dari dewasa muda dan berhubungan dengan sekunder akibat penyakit medis, depresi, efek samping obat, atau gejala penghentian mendadak dari suatu obat. e. Parafrenia Suatu bentuk skizofrenia pada lansia, ditandai dengan waham (curiga), lansia sering merasa tetangganya mencuri barangbarangnya atau berniat membunuhnya. Biasanya terjadi pada lansia yang terisolasi/diisolasi atau menarik diri dari kegiatan sosial. f. Sindroma Diogenes



18



Suatu kelainan dimana lansia menunjukkan penampilan perilaku sangat mengganggu. Rumah atau kamar kotor dan bau karena lansia bermain-main dengan feses dan urin nya, sering menumpuk barang dengan tidak teratur. Walaupun telah dibersihkan, keadaan tersebut dapat terulang kembali. 2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Aggregate Lansia 2.2.1



Pengkajian Pengkajian multidimensional meliputi kesehatan mental dan fisik, fungsi tubuh, dan situasi social. Pengkajian yang difokuskan pada pengkajian unutk etiologi fisiologis, psikologis, dan lingkungan dari kondisi gangguan mental pada lanjut usia yag dirawat. (Kushariyadi, 2010) Menurut Anderson E dan McFarlene dalam (Riasmini et al., 2017), dalam panduan asuhan keperawatan pengkajian secara umum meliputi inti komunitas



yaitu



penduduk



serta



delapan



subsistem



yang



mempengaruhinya. Inti komunitas, perlu dikaji tentang pendidikan, pekerjaan, agama, keyakinan/nilai yang dianut serta data-data tentang subsistem sebagai berikut : 1. Data Inti a. Sejarah berdirinya posyandu lansia/ karang werda. b. Data demografi (distribusi lansia) 1. Jumlah anggota : jumlah lansia 2. Distribusi lamsia menurut : jenis kelamin, umur, status perkawinan, pekerjaan, agama, pendidikan terakhir, tinggal dirumah : sendiri, bersama anak atau cucu, dll. 3. Vital statistik Data status kesehatan kelompok usia lanjut : a. Masalah keshatan saat ini : angka prevalensi dan insiden penyakit b. Kegiatan hidup sehari-hari : makan/ minum, istirahat, eliminasi 19



c. Kebersihan diri, kemandirian dalam ADL d. Perilaku terhadap kesehatan : merokok, minum kopi, alkohol, gula, garam, lemak. 4. Nilai dan kepercayaan terhadap kesehatan : tentang posyandu lansia, gizi lansia 2. Data subsistem a. Lingkungan fisik a) Sarana perumahan : konstruksi, luas, lantai, penerangan, pencahayaan, ventilasi, kebersihan, jumlah dan jenis ruangan b) Pekarangan : luas, keadaan, pemanfaatan. c) Sarana sumber air bersih d) Sarana pembuangan sampah e) Saraana pembuangan kotoran manusia f) Sarana mandi g) Sarana SPAL b. Pelayanan kesehatan dan sosial a) Jumalah kader b) Pengalaman mengikuti pelatihan kader : 1. Pernah : jemlah kader 2. Belum : jumlah kader c) Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan : 1. Posyandu lansia : hari, tempat, tanggal 2. Kegiatan kelompok : senam, pengajian, arisan, rekreasi, dll c. Pendidikan Status pendidikan anggota kelompok d. Transportasi keamanan dan keselamatan a) Sarana jalan dan transportasi di lingungan kelompok lansia b) Keamanan



lingkungan



:



security,



kebakaran, kualitas air dan udara



20



pencegahan



c) Keselamatan : pola penggunaan alat bantu jalan, lingkungan yang beresiko terjadinya kecelakaan lansia e. Politik dan pemerintahan a) Struktur organisasi posyandu lansia/ karang werda/ panti werda b) Keikutsertaan kelompok lansia dalam programprogram kesehatan f. Komunikasi a) Sarana komunikasi yang digunakan b) Pola komunikasi antar anggota kelompok c) Penyebaran informasi kegiatan kelompok d) Komunikasi kelompok dengan puskesmas, RW, kelurahan g. Ekonomi a) Sumber pendanaan posyandu/ karang werda/ panti werda b) Status pekerjaan anggota kelompok lansia c) Tingkat pendapatan anggota kelompok d) Sarana ekonomi yang tersedia (pasar, toko, warung) h. Rekreasi a) Srana rekreasi yang tersedia di masyarakat b) Kebiasaan rekreasi/ pola pemanfaatan waktu luang 3. Data Presepsi a. Data persepsi yang dikaji meliputi : a) Persepsi masyarakat Persepsi masyarakat yang dikaji terkait tempat tinggal yaitu,



bagaimana



perasaan



masyarakat



tentang



kehidupan bermasyarakat yang dirasakan dilingkungan tempat tinggal mereka, apa yang menjadi kekuatan mereka, permasalahan, tanyakan pada masyarakat



21



dalam kelompok yang berbeda (misalnya lansia, remaja, pekerja, profesional, ibu rumah tangga., dll) b) Persepsi perawat Persepsi perawat berupa pernyataan umum tentang kondisi kesehatan dari masyarakat apa yang menjadi kekuatan, apa masalahnya atau potensial masalah yang dapat di identifikasi. (Riasmini et al., 2017) 4. Analisa data Data yang dikumpulkan dalam pengkajian keperawatan komunitas dapat diperoleh metode wawancara, angket, observasi dan pemeriksaan. (Riasmini et al., 2017) Berikut contoh analisa data : No. 1.



-



Data Hasil angket



-



Hasil wawancara



-



Hasil observasi



-



Data Sekunder



Masalah Kesehatan



5. Menentukan prioritas masalah Terdapat beberapa metode menentukan prioritas masalah salah satunya yaitu menggunakan 6 komponen. Prioritas masalah kesehatan dinilai dengan menggunakan skoring berdasarkan (Lancaster & Stanhope, 2016), komponen penilaian skoring tersebut meliputi: 1. Kesadaran masyarakat terhadap masalah (bobot = 4) 2. Motivasi masyarakat untuk menyelsaikan masalah (bobot = 5) 3. Kemampuan masyarakat untuk menyelsaikan masalah (bobot = 8) 4. Tersedianya fasilitas di masyarakat (Bobot = 8) 5. Derajat keparahan masalah (Bobot = 7) 6. Waktu untuk menyelesaiakan masalah (Bobot = 4)



22



Diagnosis



Komponen Skor



Total (SkorxBobot)



1



2



3



4



5



6



1 2 3 2.2.2



Diagnosa keperawatan a. Kategori diagnosis keperawatan Ada beberapa tipe diagnosis keperawatan, diantaranya : tipe aktual, resiko, kemungkinan, sehat dan sejahtera (welvare), dan sindrome. b. Rumusan diagonisi keperawatan 1. Diagnosis keperawtan gerontik untuk lansia sebagai individu a. Kategori aktual, contoh : ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan, gangguan pola nafas, gangguan pola tidur. b. Kategori resiko, contoh : resiko kekurangan volume cairan, resiko terjadinya infeksi, resiko intoleransi aktivitas. c. Promosi kesehatan, contoh : kesiapan meningkatkan nutrisi, kesiapan



meningkatkan



komunikasi,



kesiapan



meningkatkan pembuatan keputusan. d. Syndrome : sindrome kelelahan lansia, syndrome tidak berguna. 2. Diagnosis keperawatan gerontik untuk lansia sebagai : anggota keluarga a. Kategori aktual, contoh : ketidakefektifan management terapeutik keluarga pada bapak P, gangguan proses keluarga bapak S. b. Kategori resiko, contoh : resiko terjadinya disfungsi keluarga bapak S, keluarga bapak S.



23



c. Promosi kesehatan, contoh : kesiapan meningkatkan komunikasi keluarga bapak S 3. Diagnosis keperawatan gerontik untuk lansia pada kelompok a. Kategori aktual : gangguan aktifitas fisik pada kelompok lansia di pantai werdha b. Kategori resiko : resiko trauma fisik pada lansia pada kelompok lansia di RT 2. (Kholifah, 2016) 1) Contoh Daftar Diagnosis Keperawatan Komunitas Lansia (NANDA-1, 2018) Sasaran Domain Komunitas Domain 1



Kelas Kelas 1



Kode 00168



Rumusan diagnosis keperawatan Gaya hidpu kurang gerak



Kelas 2



00257



Sindrom lansia lemah



Manajemen



0231



Resiko sindrom lansia lemah



kesehatan



00215



Defisien kesehatan komunitas



00188



Perilako kesehatan cenderung



Promosi



Kesadaran



kesehatan



kesehatan



(NANDA 20182020)



beresiko 033399



Ketidakefektifan



pemeliharaan



kesehatan 00078



Ketidakefektifan



manajemen



kesehatan 00162



Kesiapan



meningkatkan



manajemen kesehatan 00080



Ketidakefektifan



manajemen



kesehatan keluarga 00043



24



Ketidakefektifan perlindungan



2.2.3



Intervensi Perencanaan



yang



disusun



dalam



keperawataan



kesehatan



komunitas berorientasi pada promosi kesehatan, pencegahan penyakit, pemeliharaan kesehatan, dan menejemen krisis.



Dalam menyusun



perencanaan keperawatan kesehatan komunitas melalui langkah-langkah sebagai berikut : a. Menetapkan perioritas Perawat dalam menentukan perioritas masalah memperhatikan enam kriteria yaitu :1) kesadaran masyarakat akan masalah; 2) motivasi masyarakat untuk menyeleseikan masalah; 3) kemampuan perawat dalam mempengaruhi penyeleseian masalah; 4) ketersediaan ahli atau pihak terkait terhadap solusi masalah; 5) beratnya konsekuensi jika masalah tidak terseleseikan; 6) mempercepat penyeleseian masalah dengan resolusi yang dapat dicapai. (Lancaster & Stanhope, 2016) b. Menetapkan sasaran (goal) Setelah menetapkan perioritas masalah kesehatan, langkah selanjutnya adalah menetapkan sasaran. Sasaran merupakan hasil yang diharapkan. Dalam pelayanan kesehatan sasaran adalah pernyataan situasi kedepan, kondisi atau status jangka panjang dan belum bisa diukur. c. Menetapkan tujuan Tujuan adalah pernyataan hasil yang diharapkan dan dapat diukur, dibatasi waktu berorientasi pada kegiatan berikut ini merupakan karakteristik dalam penulisan tujuan: 1) menggunakan kata kerja; 2) menggambarkan tingkahlaku akhir, kualitas penampilan, kuantitas penampilan, bagaimana penampilan diukur; 3) berhubungan dengan sasaran; 4) adanya batasan waktu. Penulisan tujuan mengacu pada nursing outcome clasification (NOC) d. Menetapkan rencana intervensi Dalam



menetapkan



rencana



intervensi



keperawatan



kesehatan



komunitas, maka harus mencakup: 1) hal apa yang akan dilakukan; 2) 25



waktu atau kapan melakukannya; 3) jumlah; 4) target atau siapa yang menjadi sasaran; 5) tempat atau lokasi. Hal yang mencakup diperhatikan saat menetapkan rencana intervensi meliputi: 1) program pemerintah terkait dengan masalah kesehatan yang ada; 2) kondisi atau situasi yang ada; 3) sumber daya yang ada didalam dan diluar komunitas yang dapat dimanfaatkan; 4) program yang lalu yang pernah dijalankan; 5) menekankan pada pemberdayaan masyarakat; 6) penggunaan teknologi tepat guna; 7) mengedepankan upaya promotif dan preventif tanpa mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif. Penyusunan rencana keperawatan komunitas menggunakan intregasi mengacu pada NIC. (Riasmini et al., 2017) 2.2.4



Implementasi Implementasi merupakan tahap kegiatan selanjutnya setelah perencanaan kegiatan keperawatan komunitas dalam proses keperawatan komunitas. Fokus pada tahap implementasi bagaimana dapat mencapai sasaran, dan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Hal yang sangat penting dalam implementasi keperawatan kesehatan komunitas adalah melakukan berbagai tindakan yang berupa promosi kesehatan memelihara kesehatan atau mengatasi kondisi tidak sehat, mencegah penyakit dan dampak pemulihan. Pada tahap implementasi ini perawat tetap fokus pada program kesehatan masyarakat yang telah di tetapkan pada tahap perencanaan. Tahap implementasi keperawatan komunitas memeliki beberapa strategi implementasi di antaranya proses kelompok, promosi kesehatan dan kemitraan (patner ship). (Riasmini et al., 2017)



2.2.5



Evaluasi Evaluasi adalah suatu proses untuk membuat penilaian secara sistematis mengenai suatu kebijakan. Program dan kegiatan berdasarkan informasi dan hasil analisis dibandingkan terhadap revelasi, keekfektifan biaya dan keberhasilan untuk keperluan pemangku kepentingan.



26



a. Jenis jenis evaluasi menurut waktu pelaksanaan 1. Evaluasi formatif. Evaluasi ini dilaksanakan pada waktu pelaksanaan program yang bertujuan memperbaiki pelaksaan program dan kemungkinan adanya temuan utama berupa berbagai masalah dalam pelaksanaan program. 2. Evaluasi sumatif. Evaluasi ini dilaksanakan pada saat pelaksaan program sudah selesai, yang bertujuan untuk menilai hasil pelaksanaan program dan temuan utama berupa pencapaian apa saja dari pelaksanaan program. b. Prinsip



prinsip



evaluasi



meliputi:



1)



penguatan



program;



2)menggunakan berbagai pendekatan; 3) desain evaluasi untuk kriteria penting di komuntas; 4) menciptakan proses partisipasi;



5)



diharapkan lebih fleksibel; 6) membangun kapasitas. c. Proses evaluasi meliputi ; 1. Menentukan tujuan evaluasi 2. Menyusun desain evaluasi yang kredibel 3. Mendiskusikan rencana evaluasi 4. Menentukan pelaku evaluasi 5. Melaksanakan evaluasi 6. Mendesiminasikan hasil evaluasi 7. Menggunakan hasil evaluasi d. Kriteria penilaian dalam evaluasi terdiri dari : 1. Relevansi (relevance) : apakah tujuan program mendukung tujuan kebijakan ? 2. Keefektifan (effektiveness) : apakah tujuan program dapat tercapai 3. Effesiensi (effeciancy) apakah tujuan program tercapai dengan biaya paling rendah? 4. Hasil (outcomes) : apakah indikator tujuan program membaik ? 5. Dampak (impact) : apakah indikator tujuan kebijakan membaik ? 6. Keberlanjutan (sustainebility) : apakah perbaikan indikator terus



berlanjut setelah program selesai ? (Riasmini et al., 2017)



27



BAB 3 PEMBAHSAN



3.1 Asuhan Keperawatan Aggregate Lansia A. Pengkajian Tahap 1 1. Geografi a. Keadaan tanah: tanah kering namun tidak berdebu b. Luas daerah: 8 Ha c. Batas wilayah: Utara



: desa Demakan



Barat



: desa Wirun



Selatan: RT 1 RW 2 Timur



: desa Demakan



2. Demografi a. Jumlah KK: 47 KK b. Jumlah penduduk keseluruhan: 508 jiwa c. Jumlah Lansia : 100 orang d. Mobilitas penduduk: penduduk jarang di rumah ketika pagi dan siang hari karena bekerja, sedangkan anak-anak pada sekolah e. Jumlah keluarga: 47 keluarga f. Kepadatan penduduk: padat g. Tingkat pendidikan penduduk: Perguruan tinggi: 10 orang TK : 17 – 20 orang SMA : 16 orang SMP : 15 orang SD : 20 orang Lansia tidak bersekolah : 30 Lansia tamat SD: 50



28



Lansia tamat SMP : 10 Lansia tamat SMA : 5 Lansia tamat perguruan tinggi : 5 h. Pekerjaan: PNS : 10% jumlah penduduk Buruh : 10% jumlah penduduk Pedagang : 70% jumlah penduduk IRT : 10% jumlah penduduk i. Pendapatan rata-rata: Rp 800.000,- : 20% Rp 800.000,- s/d Rp 2.000.000.- : 50% Rp 2.000.000,- : 30% j. Tipe masyarakat: Masyarakat niaga k. Agama: 100% Islam B. Pengkajian Tahap 2 1. Lingkungan fisik a. Perumahan: permanen dan rata-rata dalam kategori baik b. Penerangan: di lingkungan penerangan pada malam hari sudah cukup, tapi banyak rumah warga yang kurang pencahayaannya pada siang hari c. Sirkulasi udara: lingkungan sejuk karena banyak pohon yang ditanam warga sekitar tetapi banyak perumahan warga yang ventilasi rumahnya kurang memadahi seperti kurangnya jumlah jendela dan dekatnya jarak antar rumah. d. Kepadatan penduduk: Tergolong padat. e. Edukasi 2. Status pendidikan: SMA sederajat, yang terdiri dari: Perguruan tinggi: 10 orang TK : 17 – 20 orang SMA : 16 orang SMP : 15 orang SD : 20 orang



29



Sarana pendidikan: terdapat 1 taman kanak-kanak 3. Keamanan dan keselamatan a. Pemadam kebakaran: tidak ada b. Polisi: tidak ada namun terdapat siskamling secara rutin c. Sarana transportasi: sepeda ontel, motor dan mobil pribadi d. Keadaan jalan: jalanan sudah diaspal dan ramai akan kendaraan bermotor e. Pemilihan ketua RT/ RW dengan cara voting bersama 4.



Struktur Pemerintahan a. Masyarakat swadaya yang terdiri dari 1 RW dan 4 RT b. Pamong desa: 1 orang c. Kader desa: 5 orang d. PKK: ada dan masih berjalan aktif tiap bulan e. Kontak tani: tidak ada f. Karang taruna: ada dan berjalan aktif tiap bulan g. Kumpulan agama: ada dan aktif di masyarakat



5. Sarana dan Fasilitas Kesehatan a. Pelayanan kesehatan: Tidak terdapat praktik bidan swasta maupun praktik klinik swasta yang lain. b. Tenaga kesehatan: 2 perawat dan 1 bidan c. Tempat ibadah: terdapat masjid dan mushola d. Sekolah: terdapat 1 taman kanak-kanak e. Panti sosial: tidak terdapat f. Pasar: tidak ada, namun terdapat banyak toko kelontong yang menyediakan banyak kebutuhan dari masyarakat sekitar g. Tempat pertemuan: terletak di rumah ketua RW dalam setiap acara yang diadakan oleh lokasi setempat h. Posyandu: terdapat posyandu lansia (tiap minggu ke 2) Sering hadir: 35 % lansia Jarang hadir : 25 % Lansia Tidak pernah hadir : 40 %



30



dan posyandu balita (tiap minggu pertama) berjalan aktif setiap sebulan sekali. i. Hygiene perumahan: sanitasi warga RW 1 dalam kategori baik j. Sumber air bersih: air sumur galian k. Pembuangan air limbah: dialirkan lancar ke selokan dan tidak menggenang l. Jamban: 80% sudah mempunyai jamban di rumah masingmasing m. Sarana MCK: semua dilakukan di kamar mandi masing masing dan hampir tidak ada yang di sungai n. Pembuangan sampah: dibuang dan dikumpulkan di TPS dekat makam setempat o. Sumber polusi: air selokan 6. Komunikasi Terdapat infrastruktur komunikasi yang memadai dan modern seperti internet, ponsel, koran, majalah, radio dan televisi. Masyarakat juga bisa menggunakan alat-alat komunikasi tersebut. Untuk papan informasi untuk menyampaikan kabar berita dari desa maupun dari yang disediakan tempat di dekat rumah pak RW. 7. Ekonomi Keadaan ekonomi masyarakat RW 1 desa Bekonang dalam kategori baik dan diatas garis kemiskinan. Warga masyarakat juga tidak ada yang menganggur di rumah. Rata-rata pekerjaan warga setempat adalah pedagang, baik di rumah maupun masyarakat. Rata-rata gajih: a. Rp 800.000,- : 20% b. Rp 800.000,- s/d Rp 2.000.000.- : 50% c. Rp 2.000.000,- : 30% 8. Rekreasi Karang taruna dari wilayah setempat sering mengadakan wisata bersama-sama ke suatu tempat. Kelompok khusus seperti anggota kader juga sering mengadakan rekreasi bersama yang diharapkan dapat mengurangi stresor dan beban pikiran.



31



Distribusi penyakit dengan agregat lansia dengan hipertensi. Dari rekapitulasi data bulan Maret-Mei di puskesmas mojolaban 90 lansia yang bekunjung/periksa. Dari jumlah tersebut ada 3 penyakit dengan distribusi terbesar yaitu: 1. Hipertensi : 50 orang atau 45 % 2. Atritis : 15 orang atau 13,5 % 3. DM: 25 orang atau 22,5 % Dari data kesehatan di RW 1 didapatkan data bahwa : 1. Jumlah lansia keseluruhan : 100 orang 2. Jumlah lansia dengan hipertensi : 50 orang atau sekitar 50 % 3. Jumlah lansia dengan artritis: 15 orang atau sekitar 15 % 4. Jumlah lansia dengan DM : 25 orang atau sekitar 25 % C. Analisa Data NO



DATA FOKUS



PROBLEM



ETIOLOGI



. 1.



DS : 1. Dari hasil wawancara dengan ketua RW 1 mengatakan bahwa ratarata lansia yang menderita hipertensi sekitar 50 % DO : 1. Berdasarkan data dari puskesmas mojolaban pada bulan Maret sampai bulan Mei di kelurahan bekonang dukuh mojosari RW 1 45% Lansia menderita 32



Resiko tinggi



Kurangnya



peningkatan



pengetahuan



angka kejadian hipertensi pada lansia



hipertensi. 2. 85% kemampuan lansia dalam mengenali secara dini penyakit hipertensi kurang baik. 3. 40% warga yang menderita hipertensi tidak pernah mendapatkan penyuluhan tentang hipertensi



D. Diagnosis Keperawatan 1. Resiko tinggi peningkatan angka kejadian hipertensi pada lansia berhubungan dengan Kurangnya pengetahuan



33



E. Intervensi Data Masalah Kesehatan



Diagnosa Domain 1 :



Resiko peningkatan Promosi Kesehatan hipertensi pada lansia Kelas 2; Hasil angket : Manajemen Kesehatan 1. 85% kemampuan lansia dalam  Defisiensi kesehatan komunitas (00215). mengenali secara dini penyakit hipertensi  Perilaku kesehatan cenderung berisiko kurang baik. (00188). 2. 40% warga yang menderita hipertensi  Ketidakefektifa pemeliharaan kesehatan tidak pernah (00099). mendapatkan penyuluhan tentang hipertensi 3. Berdasarkan data dari puskesmas mojolaban pada bulan Maret sampai bulan Mei di kelurahan bekonang dukuh mojosari RW 1



Tujuan



Noc



Nic



Tujuan :



Prevensi Primer



Berkurangnya perilaku berisiko meningkatnya hipertensi dan meningkatnya efektifitas pemeliharaan kesehatan pada agregat resiko meningkatnya hipertensi



Domain IV Pengetahuan Domain 3; Perilaku kesehatan dan perilaku. Kelas S; Edukasi klien Kelas S; Pengetahuan kesehatan  5510: Pendidikan kesehatan Level 3: Intervensi (210)  5520: Memfasilitasi  1844: Pengetahuan; pembelajaran (244). manajemen sakit akut.  5604: Pengajaran kelompok  1803: Pengetahuan; proses (372) penyakit.  5618: Pengajaran  1805: Pengetahuan; prosedur/tindakan (371). perilaku sehat.  1823: Pengetahuan; Domain 4; Keamanan promosi kesehatan.  1854: Pengetahuan; diet Kelas U; Manajemen krisis sehat  1855: Pengetahuan; gaya  6240: P3K (194)  6366:Triase; telepon (399) hidup sehat.



34



Prevensi Primer



45% Lansia menderita hipertensi.



Domain 7; Komunitas Kelas C; Promosi kesehatan komunitas Level 3: Intervensi  7320: Manajemen kasus (113).  8500: Pengembangan kesehatan masyarakat (129).  8700:Pengembangan program (313).  8750: Pemasaran sosial di masyarakat (351). Prevensi Sekunder



Prevensi Sekunder;



Domain IV; Pengetahuan



Domain 3: Perilaku



kesehatan dan perilaku.



Kelas O; Terapi perilaku



Kelas Q; Perilaku sehat



Level 3; Intervensi



Level 3: Intervensi



 4350: Manajemen perilaku (92)  4360: Modifikasi perilaku (95)



 1600: Kepatuhan perilaku  1621: Kepatuhan perilaku; diet sehat.



35



Kelas V; Manajemen resiko



 1602:Perilaku promosi kesehatan .  1603:Pencarian perilaku sehat .  1606:Partisipasi dalam pengambilan keputusan perawatan kesehatan .  1608:Kontrol gejala . Kelas R; Health Beliefs  



1704: Health beliefs; perceived Threat 1705: Orientasi kesehatan



Kelas FF; Manajemen kesehatan 



3100: Manajemen individu; sakit akut .



Kelas T; Kontrol resiko dan keamanan 



1908: Deteksi faktor resiko.



Domain V; Kesehatan yang dirasakan Kelas



36



U;



Kesehatan



dan



Level 3; Intervensi  6486:Manajemen lingkungan; keamanan (179). Domain 6; Sistem kesehatan Kelas Y; Mediasi terhadap sistem kesehatan  



7320: Manajemen kasus (113) 7400: Panduan sistem kesehatan (212).



Kelas A; kesehatan



Manajemen



sistem



 7620: Pengontrolan berkala (132).  7726: Preceptor; peserta didik (306).  7890: Transportasi; antar fasilitasi kesehatan.  7880: Manajemen teknologi (387).



Kualitas Hidup  2008:Status kenyamanan.  2006:Status kesehatan individu .  2000:Kualitas hidup  2005:Status kesehatan peserta didik . Kelas V; Status gejala    



2109: Tingkatan ketidaknyamanan . 1306: Nyeri; Tingkat Respon fisik 2102: Level nyeri. 2103: Tingkatan gejala



Kelas EE; Kepuasan terhadap perawatan  3014: Kepuasan klien.  3015: Kepuasan manajemen kasus .  3012: Kepuasan terhadap pengajaran  3015: Kepuasan manajemen



37



Domain 6: Sistem Kesehatan Kelas D; komunitas.



Manajemen



resiko



6520: Skrining kesehatan (213)



   



kasus 3003: Kepuasan keberlanjutan perawatan 3016: Kepuasan manajemen nyeri 3007: Kepuasan ; lingkungan fisik 3011: Kepuasan klien ; kontrol gejala



Domain VI; Kesehatan keluarga Kelas Z; keluarga 



Kualitas



2606:Status keluarga



hidup



kesehatan



Kelas X; Family well being.  2600: Koping keluarga  2602: Fungsional keluarga  2606: Status kesehatan keluarga .  2605: Artisipasi keluarga dalam perawatan . Prevensi Tersier;



38



Prevensi Tersier;



Domain VI; Kesehatan keluarga Kelas Z; keluarga 



Kualitas



Domain 5; Keluarga



hidup Kelas X; kehidupan.



2605:Partisipasi tim kesehatan dalam keluarga .



Perawatan



siklus



 7140: Dukungan keluarga (193).  7120:Mobilisasi keluarga (190). Domain 6: Sistem Kesehatan Kelas B; Manajemen informasi  7910: Konsultasi (131).  7920: Dokumentasi (151).  7980: Pencatatan insidensi kasus  8080: Test diagnostik .  8100: Rujukan (320).



39



3.2 Kritisi Kelompok Menurut Teori 3.2.1



Pengkajian 1. Pengkajian : Pada pengkajian tidak dikategorikan dalam data inti dan data subsistem tetapi kasus pengkajian di atas dikategorikan hanya pengkajian tahap 1 dan pengkajian tahap 2. (Riasmini et al., 2017) seharusnya pengkajian di kategorikan menjadi data inti, data subsistem, dan data persepsi. 2. Pengkajian yang tidak ada pada data inti yaitu sejarah desa, lansia tinggal dirumah sendiri/ dengan keluarga, data vital statistik (kelahiran, prevalensi kematian kelompok usia, dan penyebab kematian) (Riasmini et al., 2017). Kemudian dalam pengkajian data subsistem menurut kelompok kami sebagian ada yang sudah benar dan ada yang masih kurang tepat penempatannya misalkan: pada data pengkajian keamanan dan keselamatan yaitu pemilihan ketua RT/ RW dengan cara voting bersama, seharusnya berada pada politik dan pemerintah. Termuat pada (Riasmini et al., 2017) Data yang perlu dikumpulkan meliputi : Pemerintahan (RT, RW, Desa / Kelurahan, kecamatan, dsb). 3. Pada pengkajian data presepsi tidak di dapatkan pada kasus di atas, menurut teori dalam (Riasmini et al., 2017) data presepsi yang dikaji meliuputi: a. Persepsi masyarakat Persepsi masyarakat yang dikaji terkait tempat tinggal yaitu, bagaimana perasaan masyarakat tentang kehidupan bermasyarakat yang dirasakan dilingkungan tempat tinggal mereka, apa yang menjadi kekuatan mereka, permasalahan, tanyakan pada masyarakat dalam kelompok yang berbeda (misalnya lansia, remaja, pekerja, profesional, ibu rumah tangga., dll)



40



b. Persepsi perawat Persepsi perawat berupa pernyataan umum tentang kondisi kesehatan dari masyarakat apa yang menjadi kekuatan, apa masalahnya atau potensial masalah yang dapat di identifikasi. 4. Analisa data Data pada analisa data sudah benar yaitu data



yang



dikumpulkan dalam pengkajian keperawatan komunitas dapat diperoleh metode wawancara, angket, observasi dan pemeriksaan. (Riasmini et al., 2017) namun untuk data objektifnya tidak ada di pengkajian, serta penghitungan pada distribusi penyakit lansia tidak tepat misalkan di kasus: Ds: Dari hasil wawancara dengan ketua RW 1 mengatakan bahwa rata-rata lansia yang menderita hipertensi sekitar 50 %. Do: Berdasarkan data dari puskesmas mojolaban pada bulan Maret sampai bulan Mei di kelurahan bekonang dukuh mojosari RW 1 45% Lansia menderita hipertensi, 85% kemampuan lansia dalam mengenali secara dini penyakit hipertensi kurang baik, 40% warga yang menderita hipertensi tidak pernah mendapatkan penyuluhan tentang hipertensi. 5. Menentukan prioritas masalah Pada kasus diatas tidak menggunakan skoring prioritas karena masalah yang muncul hanya 1 sehingga tidak menggunakan sekoring jika lebih dari 1 bisa menggunakan sekoring. Ada 3 cara menentukan prioritas masalah yaitu yang pertama menggunakan 12 penilaian, ke-2 menggunakan 6 penilaian (Lancaster & Stanhope, 2016), dan yang ke-3 menggunakan teori Abraham Maslow menggunakan 3 kriteria penilaian. Dalam (Swarjana, 2016) untuk menentukan prioritas masalah kesehatan komunitas di antaranya yaitu : 1) Menurut WHO (1990); 2) Goeppinger; 3) CDC (center for desease control and prevention)



41



3.2.2



Diagnosa Keperawatan Menurut kelompok kami diagnosa di atas kurang tepat jika menggunakan teori dari IPPKI II, menurut hasil Munas IPKKI II di Yogyakarta



ditetapkan



formulasi



diagnosis



keperawatan



menggunakan ketentuan diagnosis keperawatan NANDA (20152017) dan ICNP. Formulasi diagnosis tersebut digunakan tanpa menuliskan etiologi. Penulisan tersebut sesuai dengan tabel diagnosis sesuai dengan NANDA (2015-2017) mencakup diagnosis aktual, promosi kesehatan/sejahtera/resiko. (Riasmini et al., 2017) Dan juga diagnosa diatas tepat jika menurut (Swarjana, 2016) ketepatan dalam merumuskan diagnosis sangat dipengaruhi oleh keakuratan data yang di kumpulkan serta analisis data. 1. Risk of (a spesific problem or health risk in the community), 2. Among (the spesific group or population that is affected by yhe problem/risk), 3. Realeted to (strengths and weaknes in the community that influence the spesific problem or health risk in the community). 3.2.3



Intervensi Keperawatan Menurut kelompok intervensi kasus diatas kurang tepat seharusnya format intervensi meliputi : Menetapkan prioritas masalah, menetapkan sasaran (goal), menetapkan tujuan (NOC) dan menetapkan rencana intervensi (NIC). (Riasmini et al., 2017) untuk diagnosa pada format diatas sudah tepat yaitu Domain 1 : Promosi Kesehatan, Kelas 2;



Manajemen Kesehatan: Defisiensi kesehatan



komunitas (00215), Perilaku kesehatan cenderung berisiko (00188), Ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan (00099). (NANDA1,Hal.141 2018). Namun ada beberapa format yang sering di gunakan yaitu meliputi Diagnosa Keperawatan, Tujuan Umum Khusus, Strategi, Rencana kegiatan, sumber, waktu, tempat, kriteria, standar, Pj. (Wicaksono, n.d. Hal.42)



42



3.2.4



Implementasi dan Evaluasi Pada kasus di atas tidak terdapat implementasi dan evaluasi. Tahap implementasi keperawatan komunitas memeliki beberapa strategi implementasi di antaranya proses kelompok, promosi kesehatan dan kemitraan (patner ship). (Riasmini et al., 2017) Evaluasi hasil berfokus pada respons dan fungsi klien. Respons perilaku lansia merupakan pengaruh dari intervensi keperawatan dan akan terlihat pada pencapaian tujuan dan kriteria hasil.



Evaluasi formatif



dilakukan sesaat setelah perawat



melakukan tindakan pada lansia. Evaluasi hasil/sumatif: menilai hasil asuhan keperawatan yang diperlihatkan dengan perubahan tingkah laku lansia setelah semua tindakan keperawatan dilakukan. Evaluasi ini dilaksanakan pada akhir tindakan keperawatan secara paripurna. Hasil evaluasi yang menentukan apakah masalah teratasi, teratasi sebagian, atau tidak teratasi, adalah dengan cara membandingkan antara SOAP dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan. (Kholifah, 2016)



43



BAB 4 PENUTUP



4.1 Kesimpulan Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaaan yang terjadi di dalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupan, yaitu anak, dewasa dan tua. (Nugroho, 2000) Pengkajian multidimensional meliputi kesehatan mental dan fisik, fungsi tubuh, dan situasi social. Pengkajian yang difokuskan pada pengkajian unutk etiologi fisiologis, psikologis, dan lingkungan dari kondisi gangguan mental pada lanjut usia yag dirawat. (Kushariyadi, 2010) Menurut Anderson E dan McFarlene dalam (Riasmini et al., 2017), dalam panduan asuhan keperawatan pengkajian secara umum meliputi inti komunitas yaitu penduduk serta delapan subsistem yang mempengaruhinya. Inti komunitas, perlu dikaji tentang pendidikan, pekerjaan, agama, keyakinan/nilai yang dianut serta data-data tentang 8 subsistem. 4.2 Saran Dibutuhkan peran perawat komunitas untuk membantu menyelsaikan masalah kesehatan pada komuitas kelompok khusus lansia dan juga dibutuhkan peran serta keluarga dan anggota masyarakat untuk mendukung keberhasilan intervensi asuhan keperawatan pada komunitas kelompok khusus lansia.



44



DAFTAR PUSTAKA



Azizah, L. M. (2011). Keperawatan Lanjut Usia Edisi 1 (G. Ilmu, ed.). Yogyakarta. Kholifah, S. N. (2016). Keperawatan Gerontik (Edisi Pert). Jakarta. Kushariyadi. (2010). Asuhan Keperawatan pada Klien Lnajut Usia. Jakarta: Salemba Medika. Lancaster, & Stanhope. (2016). Publict Health Nursing : Population Centered Health Care in the Conmunity. USA: Mosby. NANDA-1. (2018). Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2018-2020 (11th ed.; T. H. Herdman & S. Kamitsuru, eds.). Jakarta: EGC. Nugroho, W. (2000). Keperawatan Gerontik Edisi kedua (Ke-2). Jakarta: EGC. Perry & Potter. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Edisi 4 Volume 2 (1st ed.). Jakarta: EGC. RI, D. (2005). Pedoman Pembinaan Kesehatan Lanjut Usia. Jakarta. Riasmini, N. M., Permatasari, H., Chairani, R., Astuti, N. P., Muara, R. T. T., & Widyastuti, T. H. (2017). Panduan Asuhan Keperawatan Individu, Keluarga, Kelompok, dan Komunitas dengan Modifikasi NANDA, ICNP, NOC & NIC di Puskesmas dan Masyarakat (J. Sahar, Riyanto, & W. Wiarsih, eds.). Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. Swarjana, I. K. (2016). Keperawatan Kesehatan Komunitas (1st ed.; P. Christian, ed.). Yogyakarta: ANDI Anggota IKAPI. Wicaksono, A. (n.d.). Panduan Pembelajaran Program Profesi NersKeperawatan Gerontik. Mojokerto.



45