Askep Aml [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN



A. LATAR BELAKANG Gangguan sel darah putih dapat mengenai setiap lapisan sel atau semua llapisan sel dan umumnya disertai dengan gangguan pembentukan atau penghancuiran dini. Leukimia, mula-mula di jalaskan oleh Virchow pada tahun 1847 sebagai ’’darah putih’’, adalah penyakit neoplastik yang ditandai dengan deferensiasi dan proliferasi sel induk hematopoetik yang secara maligna m,elakukan transformasi, yang menyebabkan penekanan dan penggantian unsur sumsum tulang yang normal (Greer dkk). Klasifikasi leukimia yang paling banyak digunakan adalah klasifikasi dari FAB (French-American-British) klasifikasi ini morfologi dan didasarkan pada diferensiasi dan maturasi sel leukimia yang dominan dalam sumsum tulang, serta dalam penelitian sitokimia (Dabitch, 1980;Gralnick dkk, 1977). Sejak laporan awal oleh Gralnick, terdapat subklasifikasi lamjutan yang telah di tambahkan (Bennet dkk, 1985). Walaupun menyerang kedua jenis kelamin, tetapi, tetapi laki-laki terserang sedikit lebih banyak dari pada perempuan. Leukimia granulositik atau mielositik akut ditemukan pada orang dewasa semua umur, dan akan meningkat setelah umur 40 tahun. Umur rata-rata adalah 60 tahun. Leukimia limposotik akut lebih sering pada anak-anak dibawah umur 15 tahun, dengan puncaknya antara umur 2 dan 4 tahun; keadaan ini juga terdapat p[ada orang dewasa semua umur, denganpeningkatan bertahap pada umur 60 tahun. Leukimia granulositik kronik paling sering sering di temukan pada pasien berusia pertengahan umur rata-rata 60 tahun, tetapi dapat terjadi pada tiap kelompok umur. Leukimia limfositik kronik biasanya ditemukan pada individu yang lebih tua. 1



B. TUJUAN Tujuan umum Adapun tujuan umum penulis menyusun makalah ini adalah untuk mendukung kegiatan belejar mengajar jurusan keperawatan khususnya di mata kuliah “ keperawatan system imun dan hematologi II “ dengan bahan ajar “ Asuhan Keperawatan Leukemia Mielogeneus Akut (AML)”.



Tujuan khusus Adapun tujuan khusus penulis menyusun makalah ini karena merupakan tugas yang harus diselesaikan untuk mendapat nilai tugas berkaitan dengan mata kuliah yang bersangkutan.



C. PEMBATASAN MASALAH Keperawatan



sistem



imun



dan



hematologi



II



merupakan



suatu



pembelajaran yang sangat kompleks,namun pada kesempatan kali ini penulis membatasi bahan batasan yaitu membahas tentang Asuhan Keperawatan Leukemia Mielogeneus Akut (AML).



D. METODE PENGUMPULAN DATA Data ataupun pembahasan dalam makalah ini diperoleh dari beberapa referensi yaitu buku buku atau sumber bacaan yang relevan serta media media lain yang mendukung.



2



BAB II PEMBAHASAN



1. Pengertian



Leukemia mielogeneus akut (AML) merupakan system sel hematopoetik yamg kelak berdiferensiasi ke semua sel myeloid; monosit, granulose (basofil, neutrofil, eusinofil), eritrosit dan trombosit. Semua kelompok usia dapat terkena; insiden meningkat sesuai bertambahnya usia.



Merupakan



leukemia



nonlimfositik



yang



sering



terjadi



(ASUHAN



KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM KARDIOVASKULER DAN HEMATOLOGI; ARIF MUTTAQIN). Acute non lymphoid (mielogenous) leukemia (ANLL atau AML) adalah salah satu jenis leukemia; dimana terjadi proliferasi neoplastik dari sel myeloid (ditemukannya sel myeloid: granulosit, monosit imatur yang berlebihan). AML meliputi leukemia mieloblastik akut, leukemia monoblastik akut, leukemia mielositik akut, leukemia monomieloblastik, dan leukemia granulositik akut.



2. Etiologi Seperti halnya leukemia jenis ALL (acute lymphoid leukemia), etiologi AML sampai saat ini belum diketahui secara pasti, diduga karena virus (virus onkogenik). Factor-faktor lain yang ikut berperan adalah: •



Factor endogen : 3



Factor konstitusi seperti kelainan kromosom (resiko terkena AML meningkat pada anak yang terkena down sindrom), herediter (kadang-kadang dijumpai kasus leukemia pada kakak beradik atau kembar satu telur). •



Factor eksogen : Seperti sinar X, sinar radioaktif, hormone,(benzol, arsen, preparat sulfat), infeksi (virus, bakteri; organism yang paling sering adalah bakteri gram negative seperti E. coli dan pseudomonas, serta infeksi fungus).



3. Patofisiologi Jaringan pembentuk darah ditandai oleh pergantian sel yang sangat cepat. Normalnya, produksi sel darah tertentu dari prekusor sel stem diatur sesuai kebutuhan tubuh. Apabila mekanisme yang mengatur produksi sel tersebut terganggu, sel akan membelah diri sampai ke tingkat sel yang membahayakan (proliferasi neoplastik). Proliferasi neoplastik dapat terjadi karena kerusakan sumsum tulang akibat radiasi, virus onkogenik, maupun herediter. Sel polimorfonuklear dan monosit normalnya dibentuk hanya dalam sumsum tulang. Sedangkan limfosit dan sel plasma dihasilkan dalam berbagai organ limfogen (kelenjar limfe, limpa, timus, tonsil). Beberapa sel darah putih yang dibentuk dalam sumsum tulang, khususnya granulosit, disimpan dalam sumsum tulang sampai mereka dibutuhkan dalam sirkulasi. Bila terjadi kerusakan sumsum tulang, misalnya akibat radiasi atau bahan kimia, maka akan terjadi proliferasi sel-sel darah putih yang berlebihan dan imatur. Pada kasus AML, dimulai dengan pembentukan kanker pada sel mielogen muda (bentuk dini neutrofil, monosit, atau lainnya) dalam sumsum tulang dan kemudian menyebar ke seluruh tubuh sehingga sel-sel darah putih dibentuk pada banyak organ ekstra medula.



4



Sedangkan secara imunologik, patogenesis leukemia dapat diterangkan sebagai berikut. Bila virus dianggap sebagai penyebabnya (virus onkogenik yang mempunyai struktur antigen tertentu), maka virus tersebut dengan mudah akan masuk ke dalam tubuh manusia dan merusak mekanisme proliferasi. Seandainya struktur antigennya sesuai dengan struktur antigen manusia tersebut, maka virus mudah masuk. Bila struktur antigen individu tidak sama dengan struktur antigen virus, maka virus tersebut akan ditolaknya. Struktur antigen ini terbentuk dari struktur antigen dari berbagai alat tubuh, terutama kulit dan selaput lendir yang terletak di permukaan tubuh atau HL-A (Human Leucocyte Locus A). Sistem HL-A diturunkan menurut hukum genetik, sehingga etiologi leukemia sangat erat kaitannya dengan faktor herediter. Akibat proliferasi mieloid yang neoplastik, maka produksi elemen darah yang lain tertekan karena terjadi kompetisi nutrisi untuk proses metabolisme (terjadi granulositopenia, trombositopenia). Sel-sel leukemia juga menginvasi tulang di sekelilingnya yang menyebabkan nyeri tulang dan cenderung mudah patah tulang.



Proliferasi sel leukemia dalam organ mengakibatkan gejala



tambahan : nyeri akibat pembesaran limpa atau hati, masalah kelenjar limfa; sakit kepala atau muntah akibat leukemia meningeal.



5



6



4. Manifestasi Klinis



7



Manifestasi klinis berkaitan dengan berkurangnya sel hematopoeitik normal terutama, granulosit dan trombosit. Pasien sering menunjukkan gejala infeksi atau perdarahan atau keduanya pada waktu diagnosis. Menggigil, demam, takikardi, dan takipnea sering merupakan gejala yang muncul. Infeksi yang dapat mengenai semua sistem organ. Selulitis, pnemonia, infeksi oral, abses perirektal, dan septikemia merupakan sedikit contoh infeksi yang ditemukan pada populasi pasien ini. Pasien dengan jumlah sel darh putih (SDP) meningkat secara nyata dan blas dalam sirkulasi (jumlah melebihi 200.000/mm 3) dapat menunjukkan gejala hiperviskositas. Gejala ini mencakup nyeri kepala, perubahan pengelihaatan, kebingungan, dan dispnea, yang memerlukan leukoferesis (pembuangan sel darah putih melalui pemisahan sel) dan kemotrapi yang tepat (linker, 2001). Tanda dan gejala yang sering muncul antara lain: a. Hipertrofi ginggiva b.



Kloroma spinal (lesi massa)



c.



Lesi nekrotik atau ulserosa perirekal



d. Hepatomegali dan splenomegali (pada kurang lebih 50% anak) e. Manifestasi klinik seperti ALL , yaitu







Bukti anemia, perdarahan, dan infeksi : demam, letih, pucat, anoreksia, petekia dan perdarahan, nyeri sendi dan tulang, nyeri abdomen yang tidak jelas, berat badan menurun, pembesaran dan fibrosis organ-organ sistem retikuloendotelial (hati , limpa, dan limfonodus)







Peningkatan tekanan intrakranial karena infiltrasi meninges : nyeri dan kaku kuduk, sakit kepala, iritabilitas, letargi, muntah, edema papil, koma.



8







Gejala-gejala sistem saraf pusat yang berhubungan dengan bagian sistem yang terkena; kelemahan ekstremitas bawah, kesulitan berkemih, kesulitan belajar, khususnya matematika dan hafalan (efek samping lanjut dari terapi).



5. Evaluasi Diagnostik Diagnosis LNLA dapat dibuat berdasarkan gambaran darah tepi tetapi dibuktikan dengan biopsi dan aspirasi tulang. Darah tepi dapat menunjukkan mieloblas dalam sirkulasi yang meningkat, normal atau menurun dan penurunan jumlah granulosit absolut. Jumlah trombosit juga menurun, sering di bawah 5.000. sumsum tulang umumnya hiperselular, 30% sampai 90% mieloblas mengandung batang Auer. Auer merupakan struktur seperti batang dalam sitoplasma mieloblas dan bersifat diagnostik untuk leukemia mieloid akut. Unsur lain dalam sumsum tulang dapat tertekan. Studi sitogenetik paling sering menunjukkan abnormalitas kromosom. Terdapat perubahan metabolik, denagn peningkatan kadar asam urat dan laktat hidrogenase yang terkait dengan kadar turnover SDP yang tinggi. Evaluasi diagnostik yang dilakukan antara lain : a. Hitung darah lengkap (CBC). Anak dengan CBC kurang dari 10.000/mm3 saat didiagnosis, memiliki prognosis paling baik. Jumlah leukosit lebih dari 50.000/mm3 adalah tanda prognosis kurang baik pada anak sembarang umur. b. Pungsi lumbal, untuk mengkaji keterlibatan SSP. c.



Foto thoraks, untuk mendeteksi keterlibatan mediastinum



d. Aspirasi sumsum tulang, ditemuakannya 25% sel blast memperkuat diagnosis. e. Pemindaian tulang atau survei kerangka, mengkaji keterlibatan tulang.



9



f.



Pemindaian ginjal, hati, dan limpa, mengkaji infiltrat leukemik



g. Jumlah trombosit, menunjukkan kapasitas pembekuan.



6. Penatalaksanaan Pengobatan bervariasi sesuai jenis leukemia dan jenis obat yang diberikan pada anak. Proses remisi induksi pada anak terdiri dari tiga fase : induksi, konsolidasi, dan rumatan. Selama fase induksi (kira-kira 3 sampai 6 minggu) anak menerima berbagai agens kemoterapi untuk menimbulkan remisi. Periode intensif diperpanjang 2-3 minggu selama fase konsolidasi untuk memberantas keterlibatan sistem syaraf pusat dan organ vital lain. Terapi rumatan



diberikan



selama



beberapa



tahun



setelah



diagnosis



untuk



memperpanjang remisi. Beberapa obat yang dipakai untuk leukemia anak-anak adalah



prednison,



vinkristin,



asparaginase,



metrotreksat,



merkaptopurin,



sitarabin, alopurinol, siklofosfamid, dan daunorubisin.



7. Komplakasi a. Gagal sumsum tulang b.



Infeksi



c. Koagulasi Intravaskuler Diseminata (KID/DIC) d. Splenomegali e. Hepatomegali



10



8. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan AML a. Pengkajian 



Anamnesis : AML bertanggung jawab atas 80% leukemia akut pada orang dewasa. Permulaannya mungkin mendadak atau progresif dalam masa 1 sampai 3 bulan, dengan durasi gejala singkat



 Keluhan utama: 1. kelelahan, nyeri, pucat, anoreksi, perdarahan, penurunan berat badan, letargi, hipertropi ginggiva, ulserosa perirektal 2. Kaji reaksi anak terhadap kemoterapi : diare, anoreksia, mual, muntah, retensi cairan, hiperuremia, demam, stomatitis, ulkus mulut, alopesia, nyeri,



3. Kaji adanya tanda dan gejala infeksi : peningkatan leukosit, demam, peningkatan LED. 4.



Kaji adanya tanda dan gejala hemoragi



5. Kaji adanya tanda dan gejala komplikasi : somnolens radiasi, gejala SSP, lisis sel.



11



 Riwayat Kesehatan Masa Lalu: Pada penderita AML sering ditemukan riwayat keluarga yang terpapar oleh bahan kimia (benzena, arsen dan preparat sulfat), infeksi virus (E. coli dan pseudomonas, serta infeksi fungus), kelainan kromosom, radiasi dan kemoterapi.



 Psikososial: merasa kehilangan kemampuan dan harapan depresi, menginkari, kecemasan, takut, cepat terangsang, perubahan mood, dan tampak bingung.



b. Pemeriksaan Fisik: Pemeriksaan fisik yang dikaji antara lain B1-B6.  B1: pasien mudah mengalami kelelahan serta sesak saat beraktivitas ringan. Dapat ditemukan adanya dispnea, takipnea, batuk, creckles, ronchi, dan penurunan suara nafas.  B2: pasien mudah mengalami perdarahan spontan yang tidak terkontrol dengan trauma minimal, ganngual visual akibat perdarahan retina, demam, lebam, purpura, perdarahan gusi, dan epistaksis. Keluhan berdebar, takikardi, suara murmur jantung, kulit, dan mukosa pucat, defisit saraf kranial,terkadang ada perdarahan serebral.  B3: keluhan nyeri abdominal, sakit kepala, nyeri persendian, dada terasa lemas, kram pada otot, meringis, kelemahan, dan hanya berpusat pada diri sendiri.



12



Neurosensori: penurunan kemampuan koordinasi, perubahan mood, bingung, disorientasi, kehilangan konsentrasi, pusing, kesemutan, telinga berdenging, dan kehilangan rasa (baal). Pola Kognitif dan Persepsi: pada penderita sering ditemukan penurunan kesadaran (samnolen), iritabilitas otot dan sering kejang, adanya keluhan sakit kepala, serta disorientasi karena sel darah putih yang abnormal berinfiltrasi ke susunan saraf pusat. Pola Mekanisme Koping dan Stres: pasien berada dalam kondisi yang lemah dengan pertahanan tubuh yang sangat rendah. Dalam pengkajian dapat ditemukan adanya depresi, penarikan diri, cemas, takut, marah, dan iritabilitas. Juga ditemukan perubahan suasana hati dan bingung.  B4: pada inspeksi didapatkan adanya abses perianal serta hematuria.  B5: pasien sering mengalami penurunan nafsu makan, anoreksia, muntah, perubahan sensasi rasa, penurunan berat badan, dan gangguan menelan, serta faringitis. Dari pemeriksaan fisik ditemukan adanya distensi abdomen, penurunan bisisng usus, pembesaran limfa, pembesaran hepar akibat invasi sel-sel darah putih yang berproliferasi secara abnormal, ikterus, stomatitis, ulserasi oral, dan adanya pembesaran gusi akibat infeksi. Pola Eliminasi: pasien kadang mengalami diare, penegangan pada perineal, nyeri abdomen, serta ditemukan darah segar dan feses berwarna ter, darah dalam urine, serta penurunan urine output.  B6: Pola Tidur dan Istirahat: pasien memperlihatkan penurunan aktivitas dan lebih banyak waktu yang dihabiskan untuk tidur atau istirahat karena mudah mengalami kelelahan.



13



Pola Latihan: pasien sering mengalami penurunan koordinasi dalam pergerakan, keluhan nyeri pada sendi atau tulang. Pasien sering dalam keadaan umum lemah, dan ketidakmampuan melaksanakan aktvitas rutin seperti berpakaian, mandi, makan, dan toileting secara mandiri. Dari pemerikasaan fisik ditemukan penurunan tonus otot, kesadaran samnolen, keluhan jantung berdebad-debar (palpitasi), adanya



murmur, kulit pucat, membran mukosa pucat, serta



penurunan fungsi saraf kranial dengan atau diseratai tanda-tanda perdarahan serebral. Aktivitas: lesu, lemah, terasa payah, merasa tidak kuat untuk melakukan aktivitas sehari-hari kontraksi, otot lemah, pasien ingin tidur terus, dan tampak bingung. b. Diagnosa Keperawatan 1. Aktual/resiko tinggi terhadap infeksi b/d perubahan maturitas sel darah



putih,



peningkatan



jumlah



meiloid



immatur,



dan



imunosupresi. 2. Nyeri akut b/d infiltrasi pada hepar (hepatomegali) dan tulang. 3. Gangguan nutrisi b/d hepatomegali. 4. Resiko injuri b/d gangguan SSP. 5. Intolerasi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, penurunan sumber energi, peningkatran laju metabolik akibat produksi leukosit yang berlebihan, ketidakseimbangan suplai oksigen dengan kebutuhan. 6. Gangguan pola napas b/d dispnea dan letargi. 7. Koping individu tidak efekti berhubungan dengan prognosis penyakit, gambaran diri yang salah dan perubahan peran.



14



8. Kecemasan individu dan kel;uarga yang berhubungan dengan prognosis penyakit.



c. intervensi



Aktual/resiko tinggi terhadap infeksi b/d perubahan maturitas sel darah putih, peningkatan jumlah meiloid immatur, dan imunosupresi. Tujuan: dalam waktu 1x24 jam tidak terjadi infeksi Kriteria: klien dan keluarga mampu mengidentifikasi faktor resiko yang dapat di kurangi dan mampu menyebutkan tanda dan gejala infeksi. INTERVENSI



RASIONAL



Kaji dan catat faktor yang meningkatkan Menjadi data dasar dan meminimalkan faktor infeksi. Lakukan tindakan



resiko. untuk



mencegah



pemajanan pada sumber yang beresiko.



Kewaspadaan



meminimalkan



pemajanan klien terhadap bakteri, virus, •



Pertahanan isolasi protektif sesuai dan Pertahankan



tekhnik



jamur,



baik



endogen



maupun eksogen.



kebijakan institusional. •



patogen



mencuci



tangan. •



Beri hiegene yang baik







Batasi pengunjung.







Gunakan protokol rawat mulut.



Laporkan bila ada perubahan tanda vital.



Perubahan



tanda







tanda



vital



merupakan tanda dini terjadinya sepsis, terutama bila terjadi peningkatan suhu 15



tubuh. Jelasakan



alasan



kewaspadaan



dan Pengertian klien



pantangan.



kepatuhan



dan



dapat memperbaiki mengurangi



faktor



resiko. Yakinkan kliendan keluarganya bahwa peningkatan



kerentanan



pada



Granulositopenia dapat menetap 6-12



infeksi minggu.



hanya sementara.



Pengertian



sementara



tentang



granulositopenia



sifat dapat



membantu mencegah kecemasan klien dan keluarganya. Meminimalkan prosedur invasif.



Prosedur tertentu dapat menyebabkan trauma



jaringan,



meningkatkan



krentanan infeksi. Dapatkan kultur sputum, urine, diare, Kultur dapat mmnginformasikan infeksi darah,



dan



sekresi



tubuh



abnormal dan



sesuai anjuran.



mengidentifikasi



organisme



penyebab.



Nyeri akut b/d infiltrasi pada hepar (hepatomegali) dan tulang. Tujuan: dalam waktu 3x24 jam terdapat penurunan nyeri. Kriteria: secara subyektif klien menyatakan penurunan rasa nyeri, secera obyektif didapatkan tanda-tanda vital dalam batas normal, wajah rileks, dan tidak terjadi penurunan perfusi periferi. INTERVENSI Catat



RASIONAL



karakteristik



intensitas,



serta



nyeri, lama



lokasi,



dan karena nyeri terjadi sebagai temuan



penyebarannya. Lakukan manajemen nyeri keperawtan: 1. Atur posisi fisiologis.



Variasi penampilan dan perilaku klien pengkajian.



Posisi



fisiologis



akan



meningkatkan



asupan O2 ke jaringan yang mengalami 16



nyeri sekunder dari iskemia. 2. Istirahatkan klien.



Istirahat akan menurunkan kebutuhan O2



jaringan



perifer



sehingga



akan



menurunkan demand oksigen jaringan. 3. Manajemen lingkungan



lingkungan: Lingkungan tenang akan menurunkan tenang



dan



batasi stimulus



pengunjung



nyeri



pembatasan



eksternal



dan



pengunjung



akan



membantu meningkatkan kondisi O2 ruangan yang akan berkurang apabila banyak pengunjung yang berada di ruangan. 4. Ajarkan



teknik



relaksasi Meningkatkan asupan O2 sehingga akan



pernapasan dalam.



menurunkan nyeri sekunder dari iskemia jaringan.



5. Ajarkan teknik distraksi pada saat Distraksi (pengalihan perhatian) dapat nyeri.



menurunkan stimulus internal dengan mekanisme endorfin



peningkatan



dan



enkefalin



produksi



yang



dapat



memblok reseptor nyeri untuk tidak dikirimkan ke korteks serebri sehingga menurunkan persepsi nyeri. 6. Lakukan manajemen sentuhan



Manajemen sentuhan pada saat nyeri berupa sentuhan dukungan psikologis dapat membantu menurunkan nyeri. Masase aliran



ringan darah



dapat



dan



meningkatkan



dengan



otomatis



membantu suplai darah dan oksigen ke area nyeri dan menurunkan sensasi nyeri. Kolaborasi pembarian terapi: Digunakan •



analgetik



untuk



mengurangi



nyeri



sehubungan dengan hematoma otot 17



yang



besar



analgetika untuk



dan



oral



perdarahan



non-opioid



menghindari



sendi



diberikan



ketergantungan



terhadap narkotika pada nyeri kronis. •



kemoterapi



Bentuk terapi utama adalah kemoterapi dengan



kombinasi



prednisone,



vincristine,



daunorubicin,



dan



asparaginase untuk terapi awal dan dilanjutkan



dengan



mercaptopurine, vincristine,



dan



kombinasi methotrexate,



perdnisone



untuk



pemeliharaan. •



Radiasi



Radiasi untuk daerah kraniospinal dan injeksi intratekal obat kemoterapi dapat membantu



mencegah



kekambuhan



pada sistem saraf pusat.



Gangguan nutrisi b/d hepatomegali. Tujuan: Dalam...x 24 jam nutrisi dapat terpenuhi. Kriteria: tidak mengalami tanda malnutrisi, menunjukkan perilaku, perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan atau mempertahankan berat badan yang sesuai. INTERVENSI



RASIONAL



Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan Mengidentifikasi yang disukai.



deffisiensi,



menduga



kemungkinan intervensi.



Observasi dan catat masukan makanan Mengawasi masukan kalori atau kualitas pasien.



kekurangan konsumsi makanan.



Timbang berat badan tiap hari.



Mengawasi penurunan berat badan atau efektivitas intervensi nutrisi. 18



Berikan makanan sedikit dan frekuensi Makan



sedikit



sering dan atau makanan di antara waktu kelemahan makan.



dapat dan



pemasukan



juga



menurunkan meningkatkan



mencegah



distensi



gaster. Observasi dan catat kejadian mual atau Gejala GI dapat menunjukkan efek muntah, flatus, dan gejala lain yang



anemia (hipoksia) pada organ.



berhubungan. Kolaborasi: Membantu dalam membuat rencana diet •



konsul pada ahli gizi.







Berikan diet halus, rendah serat, Bila ada lesi oral, nyeri dapat membatasi menghindari



makanan



untuk memenuhi kebutuhan individual.



panas, tipe makanan yang dapat ditoleransi



pedas, atau terlalu asam sesuai pasien. indikasi.



Intolerasi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, penurunan sumber energi, peningkatran



laju



metabolik



akibat



produksi



leukosit



yang



berlebihan,



ketidakseimbangan suplai oksigen dengan kebutuhan. Tujuan: aktivitas sehari-hari klien terpenuhi dan meningkatnya kemampuan beraktivitas. Kriteria: klien menunjukkan kemampuan berasktivirtas tanpa gejala-gejala berat, terutama mobilisasi di tempat tidur. INTERVENSI



RASIONAL



Catat frekuensi dan irama jantung, serta Respon klien terhadap aktivitas dapat perubahan tekanan darah selama dan mengindikasikan sesudah aktivitas.



miokardium.



Tingkatkan istirahat, batasi aktivitas dan



Menurunkan



penurunan



kerja



oksigen



miokardium



atau



berikan aktivitas senggang yang tidak konsumsi oksigen. berat. 19



Anjurkan



klien



peningkatan



untuk



menghindari



tekanan



Dengan mengejan dapat mengakibatkan



abdomen, bradikardi, menurunkan curah jantung



misalnya memngejan saat defekasi.



dan takikardi swrta peningkatan TD.



Jelaskan pola peningkatan bertahap dari Aktivitas yang maju memberikan kontrol tingkat aktivitas, contoh bangun dari jantung, meningkatkan regangan dan kursi bila tak ada nyeri, ambulasi, dan



mencegah aktivitas berlebihan.



istirahat selama 1 jam setelah makan. Pertahankan



klien



tirah



baring Untuk mengurangi beban jantung.



sementara sakit akut. Pertahankan rentang gerak pasif selama Meningkatkan kontraksi otot sehingga sakit kritis.



membantu aliran vena balik.



Evaluasi tanda vital saat kemajuan Untuk mengetahui fungsi jantung, bila aktivitas terjadi.



dikaitkan dengan aktivitas.



Berikan waktui istirahat di antara waktu



Untuk



aktivitas.



resolusi bagi tubuh dan tidak terlalu



mendapatkan



cukup



waktu



memaksa kerja jantung. Selama aktivitas kaji EKG, dispnea,



Melihat dampak dari aktivitas terhadap



sianosis, kerja dan frekuensi napas serta



fungsi jantung.



keluhan subyektif.



Gangguan pola napas b/d dispnea dan letargi. Tujuan: 3x24 jam pola napas kembali normal. Kriteria: menunjukkan pola pernapasan normal atau efektif dan bebas dari letargi. INTERVENSI



RASIONAL



Auskultasi bunyi napas



Bunyi napas dapat menurun atau tak ada pada lobus, segmen paru, atau seluruh area paru.



20



Evaluasi



fungsi



pernapasan,



catat Distres pernapasan dan perubahan pada



kecepatan/ pernapasan serak, dispnea, tanda vital dapat terjadi sebagi akibat dan perubahan tanda vital.



stres fisiologi dan nyeri.



Awasi kesesuaian pola pernapasan bila



Kesulitan bernapas dengan ventilator



menggunakan ventilasi mekanik. Catat dan/ atau peningkatan tekanan jalan perubahan tekanan udara.



napas.



Pertahankan posisi nyaman, biasanya



Meningkatkan



dengan peninggian kepala tempat tidur.



memungkinkan ventilasi normal.



inspirasi



maksimal,



Koping individu tidak efekti berhubungan dengan prognosis penyakit, gambaran diri yang salah dan perubahan peran. Tujuan: dalam waktu 1x24 jam klien atau keluarga mampu mengembangkan koping yang positif. Kriteria: klien kooperartif pada setiap intervensi keperawatan, mampu menyatakan atau mengkomunikasikan dengan orang terdekat tentang situasi dan perubahan yang sedsng terjadi, mampu menyatakan penerimaan diri terhadap situasi, mengakui dan menggabungkan perubahan ke dalam konsep diri dengan cara yang akurat tanpa harga diri yang negatif. INTERVENSI RASIONAL Kaji perubahan dari gangguan persepsi Menentukan dan hubungan derajat ketidakmampuan.



menyusun



bantuan rencana



individu perawatan



dalam atau



pemilihan intervensi. Identifikasi arti dari kehilangan atau Beberapa klien dapat menerima dan disfungsi pada klien.



mengatur



perubahan



fungsi



secara



efektif dengan sedikit penyesuaian diri, sedangkan



yang



lain



mempunyai



kesulitan membandingkan mengenal dan mengatur kekurangan. Catat ketika klien menyatakan pengaruh Dukung penolakan terhadap



bagian



seperti sekarat atau mengingkari atau tubuh atau perasaan negative terhadap



21



menyatakan inilah kematian.



gambaran tubuh juga kemampuan yang menunjukkan kebutuhan dan intervensi dan dukungan emosional.



Kecemasan individu dan kel;uarga yang berhubungan dengan prognosis penyakit Tujuan: dalam waktu 1x24 jam kecemasan klien berkurang. Criteria: klien menyatakan kecemasan berkurang, mengenal perasaannya, dapat mengidentifikasi penyebab atau factor yang mempengaruhinya, kooperatif terhadap tindakan. INTERVENSI Kaji tanda verbal



dan



non



RASIONAL verbal Reaksi verbal/non



verbal



dapt



kecemasan, damping klien, dan lakukan menunjukkan rasa agitasi, marah, dan tindakan



bila



menunjukkan



perilaku



merusak. Hindari konfrontasi.



gelisah. Konfrontasi dapat meningkatkan rasa marah,



Mulai



melakukan



tindakan



menurunkan



kerjasama



dan



mungkin memperlambat penyembuhan. untuk Mengurangi rangsangan eksternal yang



mengurangi kecemasan. Beri lingkungan tidak perlu. yang



tenang



dan



suasana



penuh



istirahat.



22



BAB III PENUTUP 1.



Kesimpulan Leukemia mielogeneus akut (AML) merupakan system sel hematopoetik yamg kelak berdiferensiasi ke semua sel myeloid; monosit, granulose (basofil, neutrofil, eusinofil), eritrosit dan trombosit. Semua kelompok usia dapat terkena; insiden meningkat sesuai bertambahnya usia. Merupakan leukemia nonlimfositik yang sering terjadi (Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler Dan Hematologi; Arif Muttaqin). Seperti halnya leukemia jenis ALL (acute lymphoid leukemia), etiologi AML sampai saat ini belum diketahui secara pasti, diduga karena virus (virus onkogenik). Factor-faktor lain yang ikut berperan adalah: •



Factor endogen : Factor konstitusi seperti kelainan kromosom (resiko terkena AML meningkat pada anak yang terkena down sindrom), herediter (kadang-kadang dijumpai kasus leukemia pada kakak beradik atau kembar satu telur).







Factor eksogen : Seperti sinar X, sinar radioaktif, hormone,(benzol, arsen, preparat sulfat), infeksi (virus, bakteri; organism yang paling sering adalah bakteri gram negative seperti E. coli dan pseudomonas, serta infeksi fungus).



2. Saran



23



Tentunya penulis dalam hal ini menyarankan kepada pembanya agar supaya mempelajari dan menelaah makalah ini Sebagai referensi dalam belajar .Sebagai penulis makalah ini tentunya dalam penulisan masih banyak kesalahan dalam penulisan dan lain sebagaai penulis saya menyarankan kepada para pembaca agar memberikan kritik dan dan saran untuk terbentuknya makalah yang lebih baik.



24